Membersihkan Batin

Bulan Ramadhan menjadi momentum bagi kaum muslimin untuk membersihkan batin agar bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mengasah batin, maka akan akan membuat diri kita jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Seperti halnya pisau, jika terus diasah maka akan semakin tajam untuk lebih dekat dengan Allah.

Salah satu cara untuk mengasah batin di Bulan Ramadhan ini adalah dengan cara memaksimalkan ibadah puasa. Karena, bulan puasa ini merupakan jihadul akbar untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu.

“Puasa itu kan memang medannya membersihkan hati. Bagian dari jahdul akbar. Bagaimana agar manusia bisa mengontrol hawa nafsunya, sehingga hatinya menjadi bersih,” ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Manan Ghani saat dihubungi Republika.co.id,  Selasa (22/5).

Selain berpuasa, menurut dia, banyak yang bisa dilakukan selama Ramadhan untuk membersihkan batin. Misalnya, dengan acara memperbanyak muhasabah dan refleksi. Namun, menurut dia, ada sitem tersendiri untuk membersihkan batin, yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.

Takhalli berarti mengosongkan jiwa dari sifat-sifat buruk seperti sombong, dengki, iri, cinta dunia, riya, dan sebagainya. Sedangkan Tahalli berarti menghiasi jiwa dengan sifat-sifat mulia, seperti kejujuran, kasih sayang, tolong menolong sabar, ikhlas, dan sebagainya.

Kiai Manan mengatakan, di bulan Ramadhan ini sudah sepatutnya umat menghiasi diri dengan amal shaleh, seperti memperbanyak ibadah, dzikir, membaca Alquran, sedekah, dan pergi ke masjid. “Itu namanya tahalli menghiasi dengan amalan-amalan sunnah, tidak hanya cukup shalat wajib saja. Sehingga tertanam kecintaan terhadap Allah dan mendekatkan diri kepada Allah,” ucapnya.

Setelah menempuh takhalli dan tahalli, sampailah para pengamal tasawuf kepada maqam tajalli, yaitu terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

“Kalau sudah takarrub ilallah dampaknya bisa terbuka atau namanya tajalli, akan terbuka kemahakuassaan Allah SWT,” kata kiai Manan.

Menurut dia, esensi Ramadhan sendiri merupakan bulan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu, menurut dia, di Bulan Ramadhan ini seharusnya umat bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik lagi dan lebih bertakwa. “Ramadhan itu kan tidak hanya lewat begitu saja, tapi bagaimana dengan Ramadhan ini kaum muslimin bisa berubah menjadi lebih baik,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas. Menurut dia, di bulan suci ini hendaknya umat Islam bisa meningkatkan kesalehan individu untuk mengasah batinnya, seperti melakukan puasa selama sebulan penuh, shalat malam, tadarus, memperbanyak dzikir, dan melakukan iktikaf.

“Kemudian ditambah dengan amalan sosial, itu semua juga bisa membersihkan batin,” ujar Yunahar saat dihubungi lebih lanjut.

Menurut dia, kesalehan individu seseorang seharusnya berdampak pada kesalehan sosial, seperti lebih peduli terhadap lingkungannya, tentangganya, orang miskin, dan anak jalanan. Namun, kata dia, kadang kesalehan-kesalehan itu hanya dilakukan di Bulan Ramadhan saja.

“Nah yang lebih problem lagi itu mempertahankannya. Karena begitu selesai Ramadhan itu bisa hilang tak berbekas,” kata Guru Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Aga kesalehan itu tetap terjaga dan batin tetap terasah, maka nabi menganjurkan agar umatnya melaksanakan ibadah puasa sunnah di bulan-bulan selain Ramadhan. Namun, jika tidak terus dilatih maka setelah Ramadhan hilang tak berbekas.

“Itu lah sebabnya nabi menganjurkan agar puasa sunnah. Biar tidak pendaratan darurat,” ucapnya.

Sentara itu, Pengasuh Ponpes Daarul Rahman Jakarta, KH Syukron Makmun mengatakan bahwa Ramadhan menjadi ajang umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena, di bulan ini banyak terdapat keistimewaan yang diberikan oleh Allah.

Dalam melaksanakan ibadah puasa sendiri, menurut dia, Imam Ghazali dalam kitab Ihya’nya membagi orang berpuasa pada tingkatan. Pertama, //shaumul umum// yaitu puasa yang dilaksanakan oleh kebanyakan orang, di mana saat berpuasa mereka tidak makan dan tidak minum, tapi dosa-dosa lainnya tetap dilakukan.

“Orang semecam ini Rasululah mengatakan bahwa orang itu tidak dapat apa-apa dari puasanya kecuali dapat lapar dan haus,” ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, tingkatan puasa yang lebih tinggi lagi yaitu shaumul khusus. Menurut dia, pada tingkatan ini seseorang tidak makan, tidak minum, serta seluruh panca indranya juga turut berpuasa.

Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan paling tinggi merupakan cara berpuasanya wali dan para nabi. Pada tingkatan ini, hamba Allah akan berpuasa tidak makan dan tidak minum, dan seluruh anggota badannya, mulai subuh sampai terbenam matahari, pikirannya hanya berzikir kepada Allah, tidak ada pikiran-pikiran soal duniawi.

“Tentu dalam puasa itu paling tidak yang nomor dua tadi. Kemudian ditambah dengan bacaan-bacaan Alquran dan dzikir kepada Allah. Karena kita bulan puasa itu bulan pembersihan,” jelasnya.

Dia menambahkan, Ramdahan ini merupakan latihan yang sangat baik untuk memperbaiki diri. Karena itu, kata dia, aturlah dirimu sebelum mengatur orang lain, kuasailah dirimu sebelum menguasai orang lain, disiplin lah lah dirimu sebeum mendisiplinkan orang lain, pimpinlah dirimu sebelum memimpin orang lain.

“Kalau puasanya benar, insyaAllah nanti membekas, sehingga kalau nanti keluar dari Ramdhan nanti akan terjadi perubahan-perubahan bagi orang yang Ramadhannya diterima,” kata mubaligh yang mendapat julukan singa podium ini.

 

REPUBLIKA