Memetik Pelajaran Dari Kisah Nabi Luth

Memetik Pelajaran Dari Kisah Nabi Luth: Ketika Kaum Gay Menjadi Mayoritas

Isu gay, homoseksual dan lesbian, kembali menyeruak. Hubungan yang dulu dianggap jijik dan kotor itu, kini dipaksa dinilai normal dan manusiawi. Para pelaku berjuang agar hubungan mereka legal dalam pernikahan. Sungguh ini mengancam keberlangsungan manusia. Padahal tahun 1950, tidak ada satu pun negara yang melegalkan dosa warisan kaum Nabi Luth ini.

Namun dunia berubah begitu cepat. Amerika telah mensahkan pernikahan ini sejak tahun 2015 lalu. Kemudian tahun ini diikuti oleh belasan atau bahkan puluhan negara lainnya. Brazil lebih “hebat” lagi. Mereka menjadi salah satu yang terdepan, pernikahan gay telah disahkan sejak tahun 2011 di negeri samba itu.

Isu Minoritas dan Diskriminasi

Dalam kondisi minoritas, kaum gay memposisikan diri sebagai orang-orang yang dizalimi. Berharap perhatian dan dihargai. Kata mereka, keluarga dan masyarakat telah memperlakukan mereka tidak adil. Datanglah pembelaan dari aktivis HAM (Hak Asasi Manusia). Para aktivis kemanusiaan yang tidak mengenal fitrah manusia. Mereka membela siapa saja, kecuali umat Islam.

Islam tetap konsisten, kebenaran tidak diukur oleh jumlah. Yang banyak bisa jadi benar, bisa pula berlaku zalim. Yang sedikit bisa saja berpegang teguh dengan kebenaran, dan belum tentu pula selalu benar. Kebenaran adalah apa yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah.

Dosa Warisan Kaum Luth

Orang-orang pertama yang melakukan dosa homoseksual adalah kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Sebagaimana firman Allah,

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (QS:Al-A’raf : 80).

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS:Al-A’raf : 81).

Khalifah bani Umayyah, al-Walid bin Abdul Malik rahimahullah, mengatakan, “Kalau Allah tidak berkisah kepada kita tentang Luth, maka aku tidak menyangka ada laki-laki berhubungan dengan laki-laki”. (Tafsir al-Quran al-Azhim). Jangankan al-Walid bin Abdul Malik, Nabi Luth yang hidup di tengah kaum gay ini dan menyaksikan langsung perbuatan mereka, pun merasa heran. Beliau ‘alaihissalam mengatakan, “Apakah kalian patut mendatangi laki-laki?” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 29). Demikianlah fitrah yang Allah berikan kepada orang-orang shalih dan memiliki kehormatan.

Ketika Kaum Gay Menjadi Mayoritas

Jika kita perhatikan sejarah, sekelompok orang atau kaum akan terlihat watak aslinya ketika mereka memiliki power. Apakah mereka menggunakan kekuatan yang mereka punya untuk kebaikan ataukah untuk keburukan?

Kita lihat orang-orang Yahudi. Mengemis kepada rakyat Palestina saat pertama kali datang ke sana. Mereka bentangkan spanduk di kapal-kapal yang membwa mereka berlabuh di tanah Kan’an. Berharap masyarakat Arab, khususnya Palestina, tidak mengecewakan mereka sebagaimana orang-orang Jermah telah melakukannya. Sekarang? Dunia pun habis cara menyembunyikan kekejaman mereka.

Kita juga saksikan minoritas orang-orang Syiah di negeri ini, merasa dizalimi sebagai minoriti. Bacalah apa yang dilakukan Daulah Fatimiyah (Ubaidiyah). Lihatlah apa yang terjadi di Irak dan Suriah. Mereka menampakkawa keasliannya.

Cara yang sama dipakai oleh kaum gay. Menjeriti kezaliman saat mereka sedikit. Saat mereka banyak? Mereka menyiksa, mengancam, bahkan memperkosa kaum laki-laki. Alquran telah bercerita tentang mereka. Mereka usir orang-orang yang menentang mereka. Mereka sebut yang mengingatkan mereka sebagai orang-orang “sok suci”.

Pertama, Melakukan ancaman

Saat minoritas mereka menuntut toleransi. Namun saat mayoritas, mereka mengancam orang-orang yang berbeda dengan mereka.

قَالُوا لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ يَا لُوطُ لَتَكُونَنَّ مِنَ الْمُخْرَجِينَ

Mereka menjawab: “Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir” (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 167).

Kedua, Melakukan pengusiran

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Jawab kaumnya idak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”. (QS:Al-A’raf | Ayat: 82).

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

“Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih”. (QS:An-Naml | Ayat: 56). Jadi, lagu lama para pembela kebatilan adalah menuduh orang-orang baik dengan “sok suci”.

Menurut dari pemapara di atas dapat dipahami bahwa di antara kebohongan para pembela kebatilan adalah tuntutan kesetaraan, penghargaan, dan toleransi. Padahal merekalah orang-orang yang tidak menloransi orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Prilaku kaum Nabi Luth tidak layak mendapat dukungan. Dukungan yang terbaik untuk mereka adalah dorongan agar mereka sembuh dan mau mengkonsultasikan penyimpangan mereka ke psikiater atau pihak-pihak kompeten lainnya.

ISLAM KAFFAH