Menaati Rasulullah Menaati Allah

Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda,

“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian, hingga ia lebih mencintaiku daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh manusia” (HR. Al-Bukhari, no 15 dan Muslim, no. 44).

Mendengar sabda Nabi di atas, para sahabat mencurahkan kecintaan yang besar kepada sang Rasul shallallahu alaih wasallam, melebihi cinta mereka kepada keluarganya. Mereka lebih mementingkan kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, daripada selainnya. Inilah prinsip hidup para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka.

Mereka begitu faham pengaruh cinta dalam kehidupan. Cinta akan memicu seorang, untuk selalu patuh dan tunduk kepada orang yang dicintai, yaitu Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Dalam Alquran, Allah taala telah menekankan hal ini. Yang menunjukkan pentingnya kepatuhan dan tunduk terhadap perintah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam. Bahkan AllahTaala mengaitkan ketaatan kepada-Nya, dengan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana dalam firman-Nya,

“Barangsiapa yang menaati rasul, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (An Nisa: 80)

Artinya, barangsiapa yang bermaksiat kepada sang Rasul shallallahu alaihi wasallam, itu artinya dia telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa taala.

Para sahabat begitu sadar, bahwa cinta ibarat tali yang kuat, yang mengeratkan ikatan hati, antara mereka dan Rasulullahshallallahu alaihi wasallam. Dengan kecintaan yang tulus inilah, mereka hendak menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah taala berfirman,

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah kemenangan yang besar.” (An Nisa: 13)

Memang, hubungan antara cinta, taat, tunduk dan patuh amatlah erat. Kata-kata ini tidak bisa dipisahkan. Semakin tinggi frekuensi cinta, semakin tinggi pula tingkat kepatuhan dan ketundukannya kepada yang ia cintai. Sebaliknya, saat frekuensi cinta berkurang, maka semakin rendah tingkat kepatuhan dan ketundukan terhadap perintah maupun larangan beliau.

Tanda Cinta

Cinta kepada sesutu apapun, mesti ada bukti. Ketika Anda mencintai rumah, pasti Anda akan senantiasa menjaga, merawat dan membersihkannya. Dan Anda akan marah bila ada orang yang mengotorinya. Saat Anda mencintai anak Anda, maka Anda akan mendidik, membimbing dan mengayominya. Demikian pula kecintaan kepada Rasulullahshallallahu alaihi wasallam. Ia juga memiliki tanda-tanda. Sebagai bukti Ketulusan dan kejujuran cintanya kepada beliau; bukan sekedar dakwaan atau bualan belaka.

Di antara bukti kejujuran cinta tersebut tersebut adalah, berpegang teguh dengan sunnahnya (jejak kehidupannya), serta memuliakan para pengikut sunnahnya (penghulunya adalah sahabat-sahabat beliau), memperbanyak shalawat untuknya, rindu berjumpa dengannya, cinta kepada orang-orang yang dicintainya dan benci kepada orang-orang yang dibencinya. (Makanat as-Sunnah an-Nabawiyah, hal 41).

Cinta yang Proposional

Ketahuilah, sesungguhnya cinta para sahabat kepada Rasulullah shallallahu alaih wasallam adalah cinta yang proposional. Maksudnya adalah, pertengahan antara cintanya orang yang melampaui batas dan cintanya orang yang menyepelekan atau teledor dalam hal kecintaan kepada Nabi. Berikut Ini kami paparkan tiga golongan manusia dalam hal kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam:

Pertama, orang yang melampaui batas dalam hal kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Seperti orang-orang yang terlalu berlebihan dalam mengekspresikan kecintaannya kepada Nabi. Dampaknya adalah ekspresi cinta yang melampaui batas syari. Akhirnya mereka membuat ibadah-ibadah baru yang tak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Seperti perayaan maulid Nabi, dengan dalih bahwa ini adalah ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi shallallahualaihiwasallam. Ini yang pertama.

Kedua, mereka yang lebih mendahulukan kecintaan kepada selain beliau, daripada kecintaan kepada beliau. Akibatnya, akan menimbulkan dampak negatif yang mereka alami dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Contohnya adalah, orang-orang yang mengaku mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam. Namun saat ada perkataan tokoh atau kiyai mereka, yang menyelisihi perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka lebih mendahulukan perkataan kiyainya tersebut.

Ketiga, merekalah para sahabat radhiyallahuanhum. Setiap muslim yang menginginkan kejujuran dalam cintanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, hendaklah ia mengikuti jejak mereka dalam mewujudkan cinta hakiki tersebut. Para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka tidak melampaui batas dalam kecintaan mereka, tidak pula seperti orang-orang yang teledor dan menyepelekan kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. (Lihat Makanat as-Sunnah an-Nabawiyah, hal 38).

Potret Cinta Sahabat Kepada Nabi

Pembaca yang budiman, mari sejenak melihat kembali perjalanan hidup generasi terbaik umat ini. Yaitu para sahabat radhiyallahu anhum. Untuk memetik pelajaran-pelajaran berharga dari keindahan perilaku mereka, keluhuran adab dan akhlak mereka.

Pernakah terbayang di benak Anda, bagaimana gambaran cinta dan pengagungan sahabat-sahabat kepada beliau?

Meski kata-kata tak kuasa untuk melukiskan hakikat cinta mereka yang begitu jujur dan agung. Namun, tak mengapa sedikit membaca kisah-kisah menakjudkan, dari gambaran cinta mereka tersebut:

Abu Sufyan, salah seorang yang pernah menjadi musuh besar Nabi SAW, menuturkan tentang kenyataan yang ia soal persahabatan rasul Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan para sahabat, “Aku belum melihat seorang pun yang mencintai orang lain, seperti cintanya sahabat-sahabat Muhammad -shallallahualaihiwasallam- kepadanya.” (Abu Nuaim, Marifat ah-Shahabah, jilid 3/1183-1184 ).

Ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ditanya, “Bagaimana cinta kalian kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam?”. Beliau menjawab,”Demi Allah, beliau lebih kami cintai dari harta, anak, ayah, dan ibu kami. Bahkan lebih (kami cintai) dari air segar di waktu dahaga.” (Al-Qadhi Iyadh, asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, jilid 2/52).

Kisah Urwah bin Masud yang masyhur. Ketika kaum Quraisy mengutusnya dalam rangka melakukan perjanjian damai dengan kaum muslimin, di Hudaibiyah. Saat perjumpaannya dengan Nabi dan kaum muslimin, ia mendapati sebuah sikap yang menakjudkan hatinya, dari para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sepulangnya Urwah ke Makkah, ia pun berkata di hadapan kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy.. Demi Allah, aku telah diutus kepada para raja sebagai delegasi kalian. (Aku diutus) kepada Kishar (raja negeri Roma), Kisra (raja negeri persia), begitu pula Najasyi (raja negeri Habasyah). Namun demi Allah, aku belum pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh pengikutnya, seperti pengagungan yang dilakukan para sahabat Muhammad kepadanya.Demi Allah, jika ia (Muhammad) berdahak, pasti dahak itu akan jatuh di tangan salah seorang mereka. Lalu mereka usapkan ke wajah dan kulit mereka. Jika mereka mendapat perintah darinya, maka mereka akan segera melaksanakan perintah tersebut.

Jika ia selesai berwudu, hampir-hampir mereka bersengketa karena saling berebut sisa air wudhunya. Jika ia berbicara, sahabat-sahabatnya merendahkan suara di hadapannya. Tak ada seorang pun yang memandangnya dengan pandangan yang tajam. Hal ini karena mereka begitu menghormatinya.” (Al-Bukhari, no 2731).

Karena dorongan cinta yang tulus, kepada Nabi shallallahu alaih wasallam, sampai-sampai seorang sahabat yang bernama Rabiah bin Kaab Al-Aslami radhiyallahu anhu, rela menjadi pelayan beliau, demi bisa menjadi pendamping beliau di surga. Rabiah bercerita, “Suatu malam aku menginap di rumah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Akupun menyediakan air wudhu untuknya serta memenuhi kebutuhan beliau. Lalu beliau bertanya, “Memohonlah..”. “Aku ingin menemanimu di surga.” pintaku. Beliau menjawab,”Tak adakah yang selain itu?”. “Tidak,” Jawabku. Beliau lantas bersabda, “Perbanyaklah sujud, agar dapat membantuku mewujudkan keinginanmu.” (Muslim, no 489)

Karena ketulusan cinta, para sahabat selalu ingin meniru tingkahlaku beliau.Dikisahkan bahwa, Rasulullah shallallahu alaihi wasallampernah memiliki sebuah cincin yang terbuat dari emas. Melihat beliau memakai cincin emas, maka para sahabatpun ikut mengenakan cincin emas. Kemudian ketika beliau membuang cincin itu (karena adanya larangan memakai cincin emas bagi laki-laki), seraya bersabda, “Aku tak akan memakai cincin emas lagi untuk selamanya.” maka merekapun langsung membuang cincin-cincin tersebut. (Al-Bukhari, no 5866).

Demikianlah, kepatuhan yang luar biasa. Pengagungan terhadap sunah yang tak ada bandingnya. Serta kerinduan yang selalu hadir dalam hati suci mereka kepada kekasih yang paling dicintai. Ini tidak lain adalah buah daripada cinta yang jujur dan tulus kepada Sang Rasul.

Semoga Allah meridai seluruh sahabat dan menyediakan kehidupan kekal abadi di surga-Nya bersama kekasih Muhammad shallallahu alaihi wasallam.Wasallallahu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shahbihi wasallam.

 

[Abu Huraerah Al Faluwy/muslimorid]