Menahan Amarah Salah Satu Akhlak Penghuni Surga

Allah SWT menggolongkan orang-orang yang mampu menahan amarahnya sebagai kelompok yang diistimewakan masuk surga. Sebab, menahan amarah merupakan salah satu akhlak penghuni surga.

Abu Umamah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mampu menahan amarahnya, padahal dirinya sanggup melampiaskannya, niscaya Allah SWT akan memenuhi dirinya dengan keridaan di hari Kiamat.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan memenuhi dirinya dengan keamanan dan keimanan di hari Kiamat.”

Demikian pula, Rasulullah SAW bersabda tentang orang-orang yang memaafkan orang lain, “Tidakkah seseorang memaafkan satu saja perbuatan aniaya (yang dilakukan seseorang terhadapnya), kecuali Allah SWT menambahkan kemuliaan padanya lantaran sikap memaafkannya itu.”

Sebagaimana diketahui, Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang santun dan selalu berlapang dada. Dalam masalah ini, terdapat sejumlah peristiwa yang diriwayatkan Rasulullah SAW. Di antaranya, beliau pernah berpergian bersama Umar bin Khathathab. Tiba-tiba seorang laki-laki Badui menghadang Nabi SAW dan berkata lancang kepada beliau.

Dikisahkan dari Ensiklopedia Alquran bahwa kejadian ini menyebabkan Umar naik pitam sehingga berniat mencabut pedangnya untuk membunuh lelaki itu. Namun Rasulullah SAW malah tersenyum lembut dan mencegah tindakan Umar ra. Setelah berhasil menenangkan orang Badui itu, beliau berkata kepada Umar ra, “Orang kuat bukanlah orang yang jago berkelahi, tapi orang yang sanggup mengendalikan dirinya ketika marah.”

Selain itu terjadi sebuah peristiwa langka perihal menahan amarah. Dikisahkan dari buku tersebut bahwa Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (Ali Zain al-Abidin) memiliki seorang budak wanita. Imam Ali bin Husain terbiasa melaksanakan shalat tahajud. Pada suatu waktu, beliau memanggil budaknya itu untuk menuangkan air untuknya saat berwudhu.

Ketika itu, Imam Ali merendahkan kepalanya agar si budak menuangkan air di atas kepalanya. Rupanya, budak itu sangat mengantuk, tak ayal genggamannya pun melemah. Akibatnya, tempat air itu terlepas dan menimpa kepada Imam Ali, sehingga kepalanya terluka dan berdarah. Beliau pun meringis kesakitan seraya menatap budak wanita itu dengan wajah sangat marah.

Lalu sang budak mengatakan pada beliau bahwa Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menahan amarahnya…” Tampaknya Imam Ali menyadari sikapnya itu dan berkata, “Aku menahan amarahku.” “Dan orang yang memaafkan orang lain,” lanjut budak wanita itu. “Allah memaafkan dirimu,” kata beliau. “Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” kata budak itu melanjutkan ayat yang dikutip.

Barangkali sang budak mengucapkan itu demi menyempurnakan ayat yang dibacanya. Namun Imam Ali memahaminya lain dan berkata, “Aku memerdekakanmu. Engkau dimerdekakan semata-mata karena Allah SWT.”

Budak wanita  itu terharu mendengar ucapan tersebut sehingga meneteskan air mata. Sambil menangis, ia berkata kepada Imam Ali, “Anda memberi kemerdekaan padaku, tapi Anda memperbudakku dengan makrifat dan keimananmu yang mendalam kepada Allah SWT. Kerena itu, perkenankan aku mengabdi kepadamu hingga akhir hayatku.” Imam Ali tersenyum mendengarnya, lalu berkata, “Terserah kepadamu.”

Kisah di atas menggambarkan keteladanan yang dicontohkan para pemuka Islam yang selalu berusaha berakhlak dengan akhlak Alquran dan akhlak Rasulullah SAW.

 

 

REPUBLIKA