Menakar Sukses Haji 2018 (2-Habis)

PEMERINTAH terus memaksimalkan pelayanan penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun. Berbagai masalah sudah diatasi dengan baik, termasuk hal-hal teknis yang sebelumnya dikeluhkan jamaah. Salah satu di antaranya masalah katering.

Bila pada 2017, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong melihat ada tiga persoalan utama ibadah haji yang harus segera diatasi, yakni masalah katering, pemondokan, transportasi. Kini pada 2018, tiga hal tersebut mulai diperbaiki Kementerian Agama.

Salah satu yang paling nyata adalah pengadaan katering jamaah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, seluruh makanan yang disajikan bercita rasa Nusantara dan bahkan juru masaknya menghadirkan para koki asli Indonesia.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, soal makanan adalah hal krusial, karena jika jamaah tidak bernafsu makan bisa saja mempengaruhi kesehatannya karena kurang asupan nutrisi yang berkecukupan.

“Karena itu tahun ini dihadirkan makanan bercita rasa Nusantara, dan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah,” kata Lukman.

Boleh dikatakan, tahun ini pengadaan katering berhasil. Hasil penelusuran Okezone di sejumlah hotel, jarang makanan jamaah yang tersisa. Mereka pun mengaku puas dengan makanan yang disajikan.

“Cocok makanannya. Ada tempe, sambal, sayur, dan ikan yang biasa saya makan di kampung,” ujar Jajang, jamaah asal Soreang Bandung.

Bukan hanya makanan, Jajang mengaku pelayanan hotel di Madinah bagus, terlebih jarak antara hotel ke Masjid Nabawi sangat dekat. “Ya, kelihatan dari sini (Masjid Nabawi). Jalan cuma 5 menit,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi trobosan baru di musim haji 2018 adalah sistem fast track atau jalur cepat yang dirasakan langsung oleh jamaah karena tidak perlu lagi antre berjam-jam saat proses imigrasi, baik di Bandara Jeddah maupun Madinah, karena sejak di Tanah Air, jamaah sudah dipindai sidik jari dan foto wajah seperti jamaah-jamaah di embarkasi lain.

Bedanya, jamaah dari kedua embarkasi tersebut mendapatkan predeparture clearance alias telah diloloskan pihak Imigrasi Arab Saudi di lokasi pemberangkatan. Setiba di bandara Saudi, jamaah tinggal melewati pemeriksaan bea dan cukai untuk diperiksa isi tas koper tenteng mereka untuk kemudian langsung menuju bus.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi terobosan bagus pemerintah di tahun haji ini. Menurut Fahri, fast track ini jauh lebih aman dan cepat yang bisa dirasakan langsung oleh jamaah.

“Harus diakui, ini adalah hasil kerja keras kita. Ini merupakan peningkatan yang kita capai melalui jalur diplomasi antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia,” ujar Fahri.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun terkesan terobosan yang dilakukan anak buahnya ini. “Jalur fast track ini memang sangat cepat,” jelasnya.

Sayangnya, jalur cepat ini masih uji coba dan baru dirasakan jamaah dari Embarkasi Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Pondok Gede. Tahun depan, kata Menag, diharapkan sudah bisa berlaku untuk seluruh embarkasi di Indonesia.

Jamaah Meninggal Menurun

Kasus terbanyak yang dialami oleh jamaah haji selama ini adalah kelelahan, batuk dan pilek, nyeri lambung, lemas, kaki bengkak dan nyeri. Jamaah terserang penyakit tahun ini juga meningkat karena terlalu banyak beraktivitas, terutama di luar ruangan karena udara panas.

Merujuk dari data itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci musim haji tahun ini sudah melampaui jumlah pada 2016. Meski begitu, secara prosentase jamaah, jumlah proporsional kematian masih lebih sedikit, dibandingkan pada 2017 berjumlah 657 orang.

Dengan jumlah kematian tersebut, jamaah wafat sepanjang musim haji tahun ini sudah lebih banyak dari total jamaah wafat pada 2016. “Tapi secara persentase masih lebih sedikit,” kata Kepala Seksi Media Center Haji Daker Bandara, Abdul Basir, di Madinah.

Perbandingannya, pada 2016, jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Angka itu setara dengan 0,20 persen dari total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Pada tahun ini, jumlah sementara sampai Jumat (21/9/2018) jamaah yang meninggal 366 (tersisa 5 hari akhir pemulangan seluruh jamaah) meliputi 0,17 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat.

PR yang Tertunda

Meski dikatakan sukses, bukan berarti tidak ada persoalan dalam pelaksanaan haji 2018 ini. Berbagai kendala ditemukan di lapangan. Salah satu yang menjadi hal paling krusial hingga kini adalah masalah Mina di Jamarat (tempat lempar jumrah).

Dari tahun ke tahun, masalah Jamarat selalu menjadi sorotan Pemerintah Indonesia. Jamaah haji Indonesia banyak “tumbang” karena kelelahan saat melakukan kegiatan melempar batu (jumrah) di Jamarat yang berbatasan dengan area Makkah.

Sejak tiga tahun lalu pemerintah meminta kepada Arab Saudi bisa memperluas kemah di Mina, mengingat persoalan jamaah yakni ketika puncak haji, banyak jamaah yang kelelahan dan itu berada di Arafah dan Mina untuk bermalam.

Oleh karena itu, perlu penambahan perluasan fasilitas istirahat dan juga toilet. Puncak kelelahan tersebut ada di Arafah dan Mina. Apalagi, mereka harus menempuh jamarat yang berkilo-kilo.

Berbeda ketika di Makkah dan Madinah mereka tinggal di hotel setara bintang 3. Tapi di Arafah dan Mina, jamaah harus tinggal di tenda, ditambah lagi suhu udaranya juga jauh lebih panas daripada di Tanah Air dan fasilitas terbatas.

Belum lagi persoalan tenda di Mina yang masih sulit dan jauh dari kata sempurna, seperti kondisi tidur yang jauh dari nyaman, saling berdesakan, dan yang mengkhawatirkan bercampurnya jamaah laki-laki dan perempuan.

Terkait itu, aturan Pemerintah Arab Saudi sesuai regulasi, ukuran tenda 0,9 meter dari lahan yang tersedia. Upaya Pemerintah Indonesia melobi Kerajaan Saudi agar ditambah menjadi 1,6 meter, terus dilakukan dan hingga kini belum terkabulkan.

Selain juga masalah bawaan jamaah ketika pulang ke Indonesia, tahun ini relatif lebih tertib meski ada beberapa yang tertangkap razia karena mencoba mengelabui petugas membawa air zamzam dengan berbagai cara. (Habis)

OKEZONE