Menantu Tidak Berkewajiban Menafkahi Mertua?

Pertanyan:

Siapakah yang berkewajiban menafkahi mertua ustadz, saya seorang suami melihat mertua selalu minta jatah uang bulanan ke istri saya. Padahal mertua saya punya anak laki-laki juga. Terimakasih.

Jawaban:

Bismillah, alhamdulillaah wasshalaatu wassalaamu ‘ala rasuulillaah. Ammaa ba’du;

Seorang laki-laki yang telah menikah wajib menafkahi istrinya. Adapun mertuanya tidaklah termasuk tanggungan wajib. Maka tidak dibenarkan jika seorang istri mengambil harta suaminya untuk diberikan kepada orang tuanya kecuali dengan izin serta keridhaan suami.

Lantas siapakah yang wajib menafkahi mertua?

Yang wajib menafkahi mertua adalah anak-anaknya. Sekiranya seorang istri memiliki harta pribadi (bukan harta suami) dan dia memiliki harta yang lebih dari kebutuhannya, maka wajib baginya untuk menafkahi kedua orang tuanya yang fakir. Karena secara umum menafkahi kedua orang tua adalah kewajiban atas anak, baik laki-laki ataupun perempuan. Dan hal itu termasuk bentuk bakti kepada keduanya.

Ibnul Mundzir (318 H) berkata:

أجمع أهل العلم على أن نفقة الوالدين الفقيرين اللذين لا كسب لهما، ولا مال، واجبة في مال الولد…

“Telah sepakat ahli ilmu bahwa nafkah kedua orang tua yang fakir yang tidak memiliki penghasilan dan tidak memiliki harta adalah sebuah kewajiban pada harta seorang anak. (Al-Mughni: 8/212)

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu anha, Nabi ﷺbersabda:

إنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ، وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ.» رواه أبو داود.

“Sungguh sebaik-baik makanan yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya dan sesungguhnya anak dia adalah bagian dari hasil usahanya.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini menerangkan bahwa orang tua memiliki hak atas harta anaknya. Maka boleh bagi keduanya untuk mengambil darinya. Tentu dengan beberapa syarat seperti;

(1) Mengambil sebatas yang tidak bermudharat bagi anaknya,

(2) Tidak mengambil harta yang berkaitan dengan kebutuhan anak,

(3) Tidak mengambil untuk diberikan kepada anaknya yang lain. Dan sebagian ulama menjelaskan hal tersebut hanya diperbolehkan dalam kondisi ketika orang tua membutuhkan saja.

Seorang anak -baik laki ataupun perempuan- wajib untuk menafkahi kedua orang tuanya apabila dalam kondisi berikut;

Pertama: Fakirnya kedua orang tua serta tidak mampunya mereka bekerja,

Kedua: Anak berkecukupan dan memiliki harta yang lebih dari kebutuhannya.

Akan tetapi telah terjadi perselisihan dikalangan para ulama siapakah yang wajib menafkahi kedua orang tua apabila memiliki anak laki-laki dan perempuan.

Ibnu Qudamah (682 H) dalam Al-Mugni berkata:

وإن اجتمع ابن وبنت، فالنفقة بينهما أثلاثا، كالميراث. وقال أبو حنيفة: النفقة عليهما سواء؛ وقال الشافعي: النفقة على الابن؛ لأنه العصبة.

“Jika berkumpul anak laki-laki dan perempuan, maka nafkah antara keduanya dibagi sepertiga bagian seperti dalam warisan. Dan berkata Abu Hanifah: Nafkah atas keduanya sama. Dan berkata Syafi’i: Nafkah itu atas anak laki-laki, karena ia adalah Ashabah (Ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan).” (Al-Mughni: 8/219)

Maksud dari “antara keduanya dibagi sepertiga bagian seperti dalam warisan” yaitu karena dalam warisan bagian satu orang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan. Misal orang tua yang memiliki satu anak laki-laki dan satu anak perempuan maka anak laki-laki wajib memberikan nafkah dua pertiga bagian dan anak perempuan sepertiga bagian. Apabila memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan maka nafkah dibagi empat bagian dua bagian atas anak laki-laki dan dua bagian atas dua anak perempuannya. Dan begitu seterusnya.

Ini adalah yang wajib, akan tetapi sekiranya salah satu dari mereka telah mencukupi nafkah orang tuanya maka gugur kewajiban nafkah atas saudara yang lain. Dan baginya pahala disisi Allah Ta’ala. Atau semua sepakat dengan jumlah tertentu atas masing-masing mereka.

Wallahu ta’ala a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Idwan Cahyana, Lc.

KONSULTASI SYARIAH