Mendekatkan Hati Saat Membaca Al-Quran (2)

UNTUK merasakan suasana batiniah, pada saat mengawali bacaan dengan merenungkan keagungan Allah Yang Maha Berfirman, maka Anda merenungkan keagungan firman-Nya. Hadirkan dalam hati Anda fenomena Arasy, Kursi, langit, bumi, dan segala yang terdapat di antara keduanya berupa malaikat, jin, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan barang-barang tambang.

Harus Anda ingat bahwa Pencipta semua itu adalah Esa. Semuanya berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, berada di antara karunia dan rahmat-Nya. Sementara itu Anda ingin membaca kalam-Nya dan dengan itu Anda ingin melihat sifat Dzat-Nya serta mempelajari keindahan ilmu dan hikmah-Nya. Dan Anda tahu bahwa sebagaimana bagian fisik mushaf tidak bisa disentuh, kecuali oleh orang-orang yang bersuci dan tidak boleh disentuh oleh selain mereka, maka begitu pula hakikat makna dan batin mushaf tertutup dari batiniah hati, kecuali bila ia telah disucikan dari setiap kotoran batiniah.

Pengagungan ini pernah ditunjukkan oleh sahabat Ikrimah. Apabila membentangkan mushaf, kadang-kadang ia pingsan sembari berkata, “Ini firman Tuhanku, ini firman Tuhanku.”

Ketahuilah bahwa kalau saja cahaya kalam-Nya yang mulia dan keagungannya tidak diselimuti oleh tirai huruf, niscaya kekuasaan manusia tidak sanggup mendengarnya lantaran keagungan dan kekuasaan-Nya serta limpahan cahaya-Nya. Kalau saja Allah Azza wa Jalla tidak memberikan keteguhan kepada Musa a.s., niscaya ia tidak mampu mendengarnya tanpa terbungkus oleh huruf dan suara, sebagaimana gunung tidak sanggup menahan penampakkan diri-Nya hingga hancur luluh.

Kedua, hendaklah Anda membaca dengan merenungkan makna-maknanya, jika memang Anda termasuk ahlinya. Ulangilah setiap bacaan yang Anda ucapkan dalam kondisi lalai. Janganlah Anda menganggapnya sebagai amal, karena pembacaan tartil pada dasarnya sebagai upaya memperkuat perenungannya.

Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, “Tidak sempurna kebaikan suatu ibadah bila tidak didasari dengan pengertian. Tidak sempurna kebaikan suatu bacaan Al-Quran bila tidak disertai perenungan. Janganlah Anda terlalu mementingkan jumlah khataman. Lebih baik Anda mengulang-ulang satu ayat dalam semalam dengan merenungkannya daripada dua kali khataman (tanpa perenungan). Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam membaca Bismillaahir Rahmaanir Rahiim dan mengulanginya 20 kali.”

Abu Darda’ r.a. berkata, “Rasulullah mendirikan shalat bersama kami pada suatu malam dan membaca satu ayat yang diulang-ulanginya: “In tu’adz-dzibhum fainnahum ibaaduka (jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu juga –QS. Al-Maidah: 118).” Tamim Ad-Daariy pada suatu malam dalam shalatnya membaca ayat: “Am hasibal ladziina ijtarahus sayyi-aati…” (QS. Al-Jatsiyah: 21). Said bin Jubair shalat pada suatu malam dengan membaca ayat: “Wamtaazul yauma ayyuhal mujrimuun.” (QS. Yasin: 59).

Barangkali yang lebih tepat bagi Anda adalah apa yang dikatakan oleh seorang arif, “Aku mengkhatamkan Al-Quran setiap Jumat sekali, kadang setiap bulan, kadang setahun sekali, dan aku sedang mengkhatamkan Al-Quran sejak tiga puluh tahun dan belum aku selesaikan sesudah itu.” Hal itu sesuai dengan tingkat perenungannya. Adakalanya dalam suatu waktu hati tidak bisa melakukan perenungan yang lama, maka perlu khataman secara khusus.*/Imam Al-Ghazali, dikutip dari bukunya 40 Prinsip Dasar Agama.

 

HIDAYATULLAH