Kemiripan Bekal Berhaji dengan Persiapan Menuju Kematian

Meneladan Tauhid Ibrahim AS

Di antara keteladanan Nabi Ibrahim yang patut kita aplikasikan adalah keteguhan akidah dan kemurnian tauhid.

Nabi Ibrahim AS merupakan sosok nabi teladan bagi umat manusia (QS al-Mumtahanah [60] ayat 4 dan 6). Satu di antara keteladanan yang patut kita aplikasikan adalah keteguhan akidah dan kemurnian tauhid yang dimilikinya.

Setidaknya ada empat hal yang patut kita contoh dari kisah Nabi Ibrahim AS mengenai pendidikan tauhid. Pertama, teguh mempertahankan akidah. Nabi Ibrahim berjuang meyakinkan kaumnya, termasuk ayah dan penguasa pada eranya, Raja Namrud, untuk bertauhid hanya menyembah Allah SWT. Perjuangan itu mendapatkan tantangan keras.

Ayahnya mengancam akan merajam lalu mengusirnya (QS al-An’am, 6: 46). Sementara itu, Namrud menghukum Nabi Ibrahim dengan membakarnya hidup-hidup (QS al-Anbiyah’ [21]: 69).

Tantangan itu tidak membuatnya berhenti, apalagi lari. Nabi Ibrahim tetap istiqamah dengan akidah yang mantap. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa sebesar apa pun tantangan yang mengadang, akidah tak boleh goyah. Dakwah harus tetap diperjuangkan walau nyawa jadi taruhan.

Kedua, tauhid berimplikasi pada ketaatan secara total. Nabi Ibrahim sangat menyayangi putranya, Ismail, yang bertahun-tahun didambakan kelahirannya. Namun, Allah SWT memerintahkannya untuk mengorbankan Ismail dengan menyembelihnya (Qs as-Saffat [37]: 102).

Perintah itu ditaati Nabi Ibrahim tanpa pertanyaan, apa lagi penolakan dengan alasan irasional. Itulah sikap orang yang bertauhid, menaati perintah Allah SWT meskipun dalam keadaan sulit.

Ketiga, tauhid berimplikasi pada ibadah ritual. Nabi Ibrahim memiliki akidah yang lurus, tauhid yang murni, hanya mengesakan Allah tanpa sekutu apa pun. Ia pun diperintahkan mendirikan rumah Allah (Ka’bah) dan membersihkannya dari kemusyrikan (QS al-Hajj [22]: 26) serta mendirikan shalat dengan rukuk dan sujud.

Maka, umat Nabi Muhammad yang bertauhid senantiasa melaksanakan ibadah ritual, terutama shalat dan memakmurkan masjid. Termasuk perintah ibadah haji yang beribadah di Masjidil Haram. Sejatinya, ketika kembali ke Tanah Air, mereka menjadi haji mabrur yang di antara indikatornya adalah mereka mencintai dan memakmurkan masjid.

Keempat, tauhid berimplikasi pada kepedulian dan kebaikan terhadap sesama manusia dan alam. Tauhid yang benar adalah mengesakan Allah SWT tanpa mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Hanya Allah SWT semata yang menciptakan dan memelihara alam semesta.

Sayid Muhammad Baqir al-Majlisi dalam kitab Hayat al-Qulub menulis: “Allah Yang Mahakuasa menunjuk Ibrahim sebagai sahabat-Nya (khalilullah) karena ia tidak manampik permintaan siapa pun dan ia sendiri tidak pernah meminta kepada siapa pun kecuali Allah.”

Tampak jelas wujud karakter manusia bertauhid ialah senang memberi pertolongan kepada makhluk, tapi ia hanya meminta pertolongan pada Sang Khalik.

Wallahu a’lam.

OLEH DR MUHAMMAD KOSIM

KHAZANAH REPUBLIKA