Mengapa Harus Pamer Jumlah Istri?

Belakangan publik dihebohkan dengan seorang ustadz masyhur yang menunjukkan rekaman video bersama tiga orang istrinya. Ketiganya tampak berbinar.

Lewat sebuah unggahan video di akun media sosial, sang Ustadz menunjukkan dia tengah menceramahi tiga istrinya tentang pilar rumah tangga sakinah.

Video tersebut menjadi ramai dan ditonton sampai 169.000 kali, mendapat 900 lebih komentar, dan mendapat 7.900 reaksi beragam.

Salah satu komentar dari warganet tentang foto itu, “Pamer!”

Benarkah yang dilakukan oleh Ustadz tersebut adalah sebuah praktik pamer? Mengapa harus pamer jumlah istri?

Poligami adalah isu yang sangat sensitif di Indonesia. Tak sedikit yang menilai bahwa memiliki istri lebih dari satu adalah praktik besar mencederai dan mengkhianati ikatan suci bernama pernikahan. Ada pula adagium “lebih baik selingkuh daripada harus poligami”. Selingkuh dianggap ‘jalan keluar’ terbaik daripada harus mengkhianati pernikahan. Hai, bukankah selingkuh juga pengkhianatan? Tidak dianjurkan agama pula. Sementara pihak lain membolehkan, “Asal jangan suami saya!”

Kita masih ingat terang benderang ketika ada dai kondang yang sedang lagi hits-hitsnya ketika itu, melakukan praktik poligami. Kabar itu pun disorot sejumlah media dan dikabarkan tidak hanya sehari dua hari namun berminggu-minggu nongkrong di berita ghibah. Sang Ustadz seolah melakukan dosa besar dan layak untuk dihujat sepanjang masa. Di saat bersamaan, ada kasus heboh seorang vokalis band ngetop melakukan praktik mesum dengan dua orang artis cantik. Videonya tersebar kemana-mana. Ada yang menghujat, namun tak sedikit malah tak henti memberikan empati serta tetap menggilai. Dua kasus tersebut seolah “pembanding” yang diperlihatkan oleh Allah: kamu berpihak ke pelaku poligami atau vokalis pezina?

Poligami statusnya sudah jelas. Diperbolehkan dengan tanda asterix di atasnya: syarat dan ketentuan berlaku. Dari Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka (Dari buku Prof. Yunahar Ilyas “Kesetaraan Gender dalam Al Qur’an”), Buya tidak melarang poligami. Buya Hamka hanya menganjurkan lebih baik beristri satu. Beliau tidak sampai mengharamkannya. Keadilan yang dituntut pada An Nisaa’ ayat 129, menurut beliau tidak berlaku untuk semua hal, ada perkecualian pada masalah hati. Karena memang tak ada yang bisa memaksa hati manusia. Beda dengan keadilan dalam nafkah rumah tangga dan pergiliran di malam hari misalnya.

Lalu, kembali ke pertanyaan mengapa harus pamer jumlah istri?

Kita tentu tidak perlu genit dan menuntut pertanyaan ini kepada sang ustadz. Barangkali suatu waktu beliau akan menjelaskan perihal itu. Namun jawaban seorang teman, seorang ibu rumah tangga ini patut untuk disimak.

“Mungkin mau pengumuman, biar gak jadi fitnah pas dia jalan sama istri barunya.
Mungkin mau syiar, bahwasanya dengan dia poligami, istrinya bahagia. Ah yang baik-baik sajalah dugaannya. Daripada puyeng.”

Wallahu a’lam. [@paramuda /BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH