Mengapa Kita Biarkan Masjid Sepi

Oleh: Muhammad Shobri Azhari

Bulan Ramadhan merupakan momen paling tepat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Mengaji Alquran, zikir, menghadiri majelis taklim, dan shalat berjamaah. Apalagi, jika amaliah tersebut dilakukan di masjid, tentu lebih afdhal lagi.

Pada bulan yang suci ini, hampir semua agenda keagamaan dipusatkan di masjid. Tadarus Alquran, berbuka bersama, santunan anak yatim, dan berjamaah shalat. Ibadah yang disebut terakhir semakin ramai, berbeda dengan bulan-bulan lainnya.

Shalat berjamaah, ibaratnya adalah show of force atau unjuk kekuatan kaum Muslimin. Ibadah jamaah, baik itu di masjid atau mushala adalah syiar agama. Dalam Alquran disebutkan, bagi yang mengagungkan syiar-syiar Allah merupakan ciri orang bertakwa.

Mereka yang memakmurkan masjid disebut oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya, “Jika kalian melihat seorang yang membiasakan diri mendatangi masjid, maka saksikanlah baginya keimanan. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.’’ (HR at-Tirmizi).

Nabi banyak memberi motivasi kepada kaum Musimin secara umum untuk mendatangi masjid dan memakmurkannya. Beliau menyebut mereka dengan predikat yang baik dan memuliakan mereka. Seperti disebutkan dalam hadis, “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid adalah kerabat Allah.” (HR Bazzar).

Bahkan, Nabi secara khusus mendidik para sahabat untuk mencintai masjid. Dengan dijadikannya masjid sebagai pusat peribadatan, pendidikan, dan pemerintahan sekaligus, membuat intensitas kehadiran para sahabat semakin meningkat.

Dengan didikan tersebut, otomatis hati mereka menjadi semakin dekat dengan masjid. Sekarang kita perlu berkaca, mengapa kita terkadang membiarkan masjid sepi. Padahal, di antara kita ada yang duduk sebagai pengurus utama masjid atau rumahnya dekat dengan masjid.

Di sini, kita banyak memiliki masjid yang seharusnya juga setiap saat kita makmurkan masjid tersebut. Bandingkan dengan perjuangan saudara-saudara kita seiman di daerah minoritas, di Eropa, Amerika, bahkan di Asia sendiri.

Betapa sulitnya mereka memiliki masjid. Pemerintah setempat cenderung menerapkan aturan yang ketat. Terkadang mereka harus mengakali hal itu dengan menjadikan rumah mereka sebagai masjid atau menyewa gedung untuk sekadar shalat Jumat.

Di Palestina, saudara-saudari kita tidak diizinkan shalat di Masjid al-Aqsa kecuali bila berusia di atas 50 tahun. Mereka berani bentrok dengan polisi Israel agar bisa shalat di al-Aqsha. Luka akibat tembakan dan cedera karena dipukul senjata tak menyurutkan mereka.

 

sumber: Republika Online