Mengenal Nikah Mut’ah ala Syiah Rafidhah [2]

Ali Bin Abi Thalib mengatakan bahwa hukum bolehnya nikah mut’ah telah dimansukh (dihapus) sebagaimana di dalam Shahih Al-Bukhari hadits no. 5119

 

Sambungan artikel PERTAMA

 

2.Tanpa disertai wali si wanita

Sebagaimana Ja’far Ash-Shadiq berkata: “Tidak apa-apa menikahi seorang wanita yang masih perawan bila dia ridha walaupun tanpa ijin kedua orang tuanya.” (Tahdzibul Ahkam7/254)

3.Tanpa disertai saksi (Al-Furu’ Minal Kafi 5/249)

4.Dengan siapa saja nikah mut’ah boleh dilakukan? Seorang pria boleh mengerjakan nikah mut’ah dengan: wanita Majusi? (Tahdzibul Ahkam 7/254),wanita Nashara dan Yahudi. (Kitabu Syara’i’il Islam hal. 184),wanita pelacur? (Tahdzibul Ahkam7/253),wanita pezina. (Tahriirul Wasilah hal. 292 karya Al-Khumaini),wanita sepersusuan? (Tahriirul Wasilah 2/241 karya Al-Khumaini),wanita yang telah bersuami.?(Tahdzibul Ahkam7/253)

Iistrinya sendiri atau budak wanitanya yang telah digauli.?(Al-Ibtishar 3/144),wanita Hasyimiyah atau Ahlul Bait.?(Tahdzibul Ahkam 7/272),sesama pria yang dikenal dengan homoseks? (Lillahi … Tsumma Lit-Tarikh hal. 54).

5.Batas usia wanita yang dimut’ah

Diperbolehkan bagi seorang pria untuk menjalani nikah mut’ah dengan seorang wanita walaupun masih berusia sepuluh tahun atau bahkan kurang dari itu. (Tahdzibul Ahkam 7/255 dan Lillahi … Tsumma Lit-Tarikh hal. 37),bertentangan dengan anatomi tubuh wanita dari hasil riset ilmiah,karena organ tubuh repoduksi harus mmenuhi ukuran dan waktu tertentu agar dapat berhubungan dengan lawan jenis.

6. Jumlah wanita yang dimut’ah

Kaum Rafidhah mengatakan dengan dusta atas nama Abu Ja’far bahwa beliau membolehkan seorang pria menikahi walaupun dengan seribu wanita karena wanita-wanita tersebut adalah wanita-wanita upahan. (Al-Ibtishar 3/147),fenomena moral yang amat buruk status wanita lebih murah dari barang rongsokan,sungguh sebuah ajaran yang keji dan tidak manusiawi

7. Nikahi upah

Adapun Nikahi upah ketika melakukan nikah mut’ah telah diriwayatkan dari Abu Ja’far dan putranya, Ja’far yaitu sebesar satu dirham atau lebih, gandum, makanan pokok, tepung, tepung gandum, atau kurma sebanyak satu telapak tangan. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/457 danTahdzibul Ahkam 7/260),menghargai martabat wnita seperti sampah akal busuk para pemuja syahwat agar bebas menyalurkan libidonya tanpa etika Agama.

8.Berapa kali seorang pria melakukan nikah mut’ah dengan seorang wanita?

Diijinkan bagi seorang pria untuk melakukan mut’ah dengan seorang wanita berapa kali dia kehendaki. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/460-461)

9.Bolehkah seorang suami meminjamkan istri atau budak wanitanya kepada orang lain?

Kaum Syi’ah Rafidhah membolehkan adanya perbuatan tersebut dengan dua model:

A.Bila seorang suami ingin bepergian, maka dia menitipkan istri atau budak wanitanya kepada tetangga, kawannya, atau siapa saja yang dia pilih. Dia membolehkan istri atau budak wanitanya tersebut diperlakukan sekehendaknya selama suami tadi bepergian. Alasannya agar istri atau budak wanitanya tersebut tidak berzina sehingga dia tenang selama di perjalanan!

B.Bila seseorang kedatangan tamu maka orang tersebut bisa meminjamkan istri atau budak wanitanya kepada tamu tersebut untuk diperlakukan sekehendaknya selama bertamu. Itu semua dalam rangka memuliakan tamu! (Lillahi … Tsumma Lit-Tarikh hal. 47)

10.Nikah mut’ah hanya berlaku bagi wanita-wanita awam. Adapun wanita-wanita milik para pemimpin (sayyid) Syi’ah Rafidhah tidak boleh dinikahi secara mut’ah. (Lillahi … Tsumma Lit-Tarikh hal. 37-38).

Tetapi wanita yang dimut’ah para sayyid tidak boleh dimut’ah oleh masyarakat Syi’ah secara umum.

11.Diperbolehkan seorang pria menikahi seorang wanita bersama ibunya, saudara kandungnya, atau bibinya dalam keadaan pria tadi tidak mengetahui adanya hubungan kekerabatan di antara wanita tadi. (Lillahi … Tsumma Lit-Tarikh hal. 44).

12.Sebagaimana mereka membolehkan digaulinya seorang wanita oleh sekian orang pria secara bergiliran. Bahkan, dimasa Al-‘Allamah Al-Alusi ada pasar mut’ah, yang dipersiapkan padanya para wanita dengan didampingi para penjaganya. (Lihat Kitab Shobbul Adzab hal. 239).

Bukankah hal seperti ini mirip perdaganan wanita ala AS, di mana kelompok wanita diperdagangkan sebagai budak nafsu secara terbuka.

Ali Menentang Mut’ah

Para pembaca, bila kita renungkan secara seksama hakikat nikah mut’ah ini, maka tidaklah berbeda dengan praktek/transaksi yang terjadi di tempat-tempat lokalisasi. Oleh karena itu di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib -yang diklaim oleh kaum Syi’ah Rafidhah sebagai imam mereka-  bahwa beliau justru menentang nikah mut’ah.

Ali Radhiallahu Anhu mengatakan:  “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam telah melarang nikah mut’ah dan daging keledai piaraan pada saat perang Khaibar.” Beliau juga mengatakan bahwa hukum bolehnya nikah mut’ah telah dimansukh (dihapus) sebagaimana di dalam Shahih Al-Bukhari hadits no. 5119.

Sebagaimana dikupas dalam bukunya Buya Hamka, ”Wanita Dalam Pandangan Islam”, nasib kaum wanita terseok-seok oleh faham filsafat sesat dan sekuler, akibat wanita tidak memposisi
kan diri dalam bingkai syari’at Islam yang haq.Wanita selalu berada dalam ekploitasi peradaban, di mana para filosof memandang sebagai ular berbisa, Iblis yang sangat buruk, bahkan filosof Satre sampai  meninggal lantaran berfikir tetang dunia gender yang tidak dapat dipecahkan oleh kemampuan akalnya sendiri.

Semua itu menunjukan betapa ruak dan tak berharganya kaum wanita tatkala jauh dari tuntunan Illahi yang dicontohkan oleh Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam dan para Sahabat mereka sampai empat generasi sesudahnya.

Inilah fakta sosial negara industri.Wallahu’alam.*

 

Oleh: Imam Hanafi

Penulis adalah Direktur LBH Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

sumber: Hidayatullah.com