Menjadi Mabrur

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengungkapkan, gelar haji mabrur dinikmati seorang yang mampu memenuhi syarat rukun dan wajib haji, serta menggunakan harta yang halal. Keikhlasan beribadah, kata dia, juga sangat penting dan menjadi perangkat utama dalam mendapatkan haji mabrur.

Seorang yang mendapat gelar mabrur, lanjut dia, akan terlihat perubahan yang drastis dibandingkan sebelum haji seperti lebih peduli pada ibadah, keluarga, masya rakat atau lingkungan. “Dia (haji mabrur) akan terlihat lebih takwa, tambah beriman, tambah santun,” kata Cholil saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (1 /8).

Persiapan untuk meraih gelar mabrur, kata Cholil, perlu adanya kesiapan secara jasmani, yaitu dengan melakukan ibadah sewajarnya dan tidak berlebihan, demi menjaga kestabilan kesehatan selama menunaikan haji. Sedangkan, secara rohani adalah mengikhlaskan niat karena Allah SWT dan tidak berambisi beribadah demi mendapatkan pujian atau kesombongan. Luruskan niat, tulus untuk menghadap Allah.

“Yang tak kalah penting, hindari riya karena itu mampu merusak pahala ibadah,” lanjut dia.

Kecanggihan teknologi dan media sosial menjadi salah satu godaan para jamaah saat menunaikan ibadah haji. Hal ini mengakibatkan banyaknya jamaah yang melakukan riya melalui foto yang mereka unggah saat berhaji. Kalau sah secara rukunnya dan wajibnya ibadah haji mereka mungkin terpenuhi, tapi kalau diterima tidaknya suatu ibadah itu patokannya adalah keikhlasan dan ketulusan kita saat beribadah.

“Dan, yang merusak itu adalah riya atau pamer,” jelas Cholil.

Maka, hal yang sekiranya mengarah ke pamer itu sebaiknya dihindarkan dulu. Kalau sekadar informasi kepada keluarga sendiri itu masih boleh, atau mengabarkan kondisi saat ini juga masih diperbolehkan.

“Tapi, kalau misalnya update di sosmed atau hal yang sudah kita tahu dapat menyebabkan riya lebih baik ditahan dulu, tambah dia.

Direktur Haji Dalam Negeri Kementerian Agama Ahda Barori menambahkan, bagi umat Islam yang belum mampu menjalankan ibadah haji, dapat melatih diri dengan mening katkan ibadah wajib dan sunah dengan ikhlas. Menurut dia, segala ibadah yang didasari keikhlasan memiliki nilai tinggi di mata Allah SWT.

Haji ini bukan sesuatu yang diwajibkan, terlebih bagi mereka yang tidak mampu. Maka, dapat meng- gantinya dengan ibadah lain yang didasari dengan niat ikhlas kepada Allah, kata Ahda kepada Republika.

REPUBLIKA