Mensyukuri Nikmat Allah Berupa Kekayaan (2)

Kadangkala, Allah Ta’ala menjadikan banyak nikmat dan kebaikan itu, untuk memperdaya orang yang durhaka kepada-Nya dan menentang perintah-Nya, sebagaimana yang telah kita dengar dari umat-umat terdahulu, juga kita saksikan menimpa umat-umat dan negara-negara sekarang ini, sebagaimana firman-Nya Ta’ala,

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللهِ فَأَذَاقَهَا اللهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat. (QS. An-Nahl: 112)

Hilang dan lenyapnya nikmat dari seseorang disebabkan oleh berbagai macam maksiat dan dosa yang dilakukannya, serta tidak adanya rasa syukur dan pujian kepada Allah Jalla wa ‘Ala Yang Maha Memiliki kebaikan dan karunia.

Oleh karena itu, hendaknya seorang mukmin selalu berusaha untuk mensyukuri nikmat, dengan mengetahui hak Allah Ta’ala dan hak-hak hamba-Nya yang berhubungan dengan nikmat tersebut.

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan, ”Hendaklah seseorang mengambil   harta   dengan kemurahan jiwanya agar mendapatkan keberkahan padanya, tidak mengambilnya secara boros dan penuh keluh kesah, bahkan hendaknya harta yang ia miliki bagaikan toilet yang sewaktu-waktu ia butuhkan, tetapi tidak ada tempat sedikitpun di dalam hatinya, dan ketika berusaha mendapatkan harta ibarat ia membersikan toiletnya.”

Lebih lanjut, Ibnu Taimiyyah menuturkan, ”Hendaknya harta yang dimilikinya, ia pergunakan sesuai dengan kebutuhannya dalam posisi seperti keledai yang ia tunggangi, permadani yang ia duduki, bahkan seperti kamar kecil tempat ia membuang hajatnya, tanpa harus memperbudak dirinya, dimana ia suka mengeluh, apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat harta dia jadi kikir.”

 

sumber: Fimadani