Menyelami Hukum Ibadah Kurban

Kurban merupakan ibadah yang menginspirasi perubahan besar.

Ulama sepakat bahwa hukum ibadah kurban itu adalah sunah muakadah. Sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Bahkan, beberapa ulama menghukumi ibadah kurban sebagai ibadah yang wajib dilaksanakan bagi yang berkemampuan. 

“Imam dan ulama yang berpendapat hukum ibadah kurban adalah sunah muakadah yakni Imam Malik, Imam Syafi’i, Iman Ahmad bin Hanbal, juga Ibnu Hazm dan yang lainnya,” ujar Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Nanung Danar Dono.

Sedangkan, imam dan ulama yang berpendapat ibadah kurban adalah ibadah yang wajib dilaksanakan yakni Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad, Laits bin Sa’ad, serta sebagian ulama Malikiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syekh Ibnu ‘Utsaimin juga berpendapat hukum ibadah kurban adalah wajib. Hal itu sesuai dengan Alquran surah al-Kautsar ayat 2, “Dirikanlah shalat dan berkurbanlah.’. 

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa telah memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ibnu Majah no 3123. Syekh al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan).

Lebih lanjut Nanung menjelaskan, umat Islam ketika dituntunkan untuk melaksanakan ibadah kurban terbagi menjadi empat golongan. Pertama, sudah dimampukan Allah, lalu berkurban dengan gembira. Kedua, belum dimampukan tetapi ingin mendapatkan kemuliaan ibadah kurban dengan membantu prosesi ibadah kurban di masjid. Ketiga, belum dimampukan, lalu tidak berkurban. 

“Keempat, sudah dimampukan, tapi tiba-tiba merasa miskin. Ini yang sangat tercela,” ujar dia. “Jangan sampai kita selalu tiba-tiba merasa miskin setahun sekali ketika ibadah kurban, padahal Allah sudah berikan bekal yang sangat cukup. Jangan sampai untuk beli rokok sebungkus sehari selalu bisa, tapi berkurban setahun sekali selalu tidak bisa.”

Nanung pun mengajak berhitung. Misalnya untuk pengeluaran rokok sebungkus sehari, berarti ada dana berlebih Rp 20 ribu setiap hari. Artinya, jika libur alias tidak merokok selama sebulan, maka sejatinya ada anggaran sisa sebanyak Rp 20 ribu kali 30 hari, yakni Rp 600 ribu.

Kemudian, jika tidak merokok setahun, maka sejatinya ada anggaran sisa sebanyak Rp 600 ribu kali 12 bulan, yakni Rp 7,2 juta. Sedangkan, harga kambing atau domba atau iuran sapi untuk tujuh orang maksimal biasanya Rp 3,5 juta. “Berarti mestinya bisa kita berkurban setahun sekali, dan sisanya Rp 3,7 juta  dapat ditabung untuk ibadah haji,” ujar dia.

Jika anggaran dan kemampuan kita tanggung, menurut Nanung, maka hendaknya menabung. Jika tidak bisa berkurban setahun sekali, menabunglah sehingga mudah-mudahan bisa berkurban setiap dua tahun. Jika tidak bisa berkurban setiap dua tahun, tetap menabung dan usahakan berkurban setiap tiga tahun, dan seterusnya. 

“Masa, kita tidak pernah bisa berkurban padahal punya anggaran berlimpah, punya motor mewah, punya rumah megah, mobil juga sudah. Jangan sampai kita termasuk dalam golongan yang terusir dari kelompok Rasulullah SAW gara-gara enggan mengikuti sunah beliau SAW.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Yuk berqurban di Global Qurban!