Meraih Surga dan Menjauh dari Neraka dengan Ilmu Syar’i

Majelis ilmu syar’i adalah surga di dunia

Kami yakin bahwa kita semua menginginkan agar termasuk dalam penghuni surga-Nya. Bahkan mungkin itulah cita-cita dan harapan kita yang tertinggi di antara cita-cita dan harapan yang lain. Oleh karena itu, kami ingin menjelaskan bagaimanakah jika cita-cita itu berhasil kita raih ketika hidup di dunia ini? Bukankah kita seharusnya akan sangat berbahagia?

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا

”Jika Engkau melewati taman-taman surga maka singgahlah!”

Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah! Apakah taman-taman surga itu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

حلق الذكر فإن لله سيارات من الملائكة يطلبون حلق الذكر فاذا اتوا عليهم صفوا بهم

”Majelis dzikir. Allah memiliki sekelompok malaikat yang mencari majelis-majelis dzikir. Jika mereka mendatanginya, malaikat-malaikat tersebut akan mengelilinginya.” (Dinilai hasan oleh Syaikh Ali Hasan dalam Al ‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 132)

Atho’ rahimahullah berkata, ”Majelis dzikir adalah majelis yang membahas tentang halal dan haram, bagaimana cara menjual, membeli (baca: fiqh jual beli), shalat, sedekah, nikah, thalaq, dan haji.” (Al ‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhuhal. 132)

Itulah taman-taman surga yang bisa kita dapatkan di dunia ini. Taman-taman surga itu tidak lain adalah majelis ilmu, yang dibacakan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah di dalamnya. Kita juga dapat berbahagia karena jalan menuntut ilmu ini juga akan memudahkan kita untuk berjalan menuju surga-Nya di akhirat kelak. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

”Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 7028)

Sehingga dengan ilmu syar’i, seharusnya kita berbahagia karena berhasil mendapatkan dua surga sekaligus, yaitu surga di dunia maupun surga di akhirat kelak.

Kebodohan: sifat penghuni neraka

Sebaliknya, kami yakin bahwa kita semua tidaklah menghendaki termasuk dalam penghuni neraka di akhirat kelak. Dan kami pun yakin bahwa inilah sesuatu yang paling kita takutkan jika kelak benar-benar menimpa diri kita Melebihi ketakutan jika kita jatuh miskin atau sakit parah di dunia ini.

Oleh karena itu, kami ingin menjelaskan, bagaimanakah sifat-sifat penghuni neraka itu supaya kita semua tidak termasuk ke dalamnya?

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mensifati penduduk neraka dengan kebodohan dan mengabarkan bahwa Dia menutup jalan-jalan ilmu untuk mereka. Allah Ta’ala berfirman menceritakan keadaan mereka,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ

”Dan mereka berkata, ’Sekiranya kami mendengarkan atau menggunakan akal, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.’ Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk [67]: 10-11)

Mereka mengabarkan bahwasannya mereka adalah orang-orang yang tidak mau mendengar dan tidak mau menggunakan akal.

Pendengaran dan akal, keduanya adalah pokok ilmu dan alat untuk meraih ilmu. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

”Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 179)

Maka Allah Ta’ala mengabarkan bahwasannya mereka itu tidak dapat meraih ilmu dari tiga arah untuk mendapatkan ilmu, yaitu dari akal, pendengaran, dan penglihatan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman di ayat lain,

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ

”Mereka itu tuli, bisu dan buta.” (QS. Al-Baqarah [2]: 18)

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

”Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِنْ مَكَّنَّاكُمْ فِيهِ وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَىٰ عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ

”Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati. Tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-oloknya.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 26)

Allah Ta’ala telah mensifati para penduduk neraka sebagaimana yang telah kita lihat bersama, yaitu dengan tidak adanya ilmu, kemudian Allah menyerupakan mereka dengan binatang ternak. Dan terkadang Allah menggambarkan mereka seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal (namun tidak memahaminya, pent.). Di bagian lain Allah juga menggambarkan bahwa mereka itu lebih sesat dari binatang ternak.

Terkadang Allah menyatakan bahwa mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi-Nya, terkadang Allah menyatakan bahwa mereka itu sebagai mayat-mayat, bukan sebagai orang hidup. Terkadang Allah mengabarkan bahwa mereka itu berada dalam kegelapan kebodohan dan kesesatan. Terkadang Allah mengabarkan bahwa dalam hatinya terdapat penghalang, dalam telinganya terdapat sumbat, dan pada matanya terdapat penutup.

Ini semua menunjukkan menjijikkannya kebodohan, tercelanya orang yang memilikinya dan menunjukkan kebencian Allah kepada mereka. Sebagaimana Allah mencintai ahli ilmu, memuji, dan menyanjung mereka. (Al ‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhuhal. 48-49)

Bagaimana agar kita tidak termasuk dalam penghuni neraka?

Setelah kita mengetahui bagaimanakah sifat-sifat penghuni neraka itu, lalu bagaimana agar kita tidak termasuk ke dalam penghuninya? Padahal Allah Ta’ala menyatakan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah orang-orang yang bodoh sebagaimana firman-Nya,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl [16]: 78)

Tidak ada cara lain untuk mengangkat kebodohan ini dari dalam diri kita kecuali dengan bersungguh-sungguh menuntut (mempelajari) ilmu agama. Karena ilmu tidak akan pernah mendatangi kita, namun kita-lah yang harus mencari dan mendatanginya. Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

”Hendaklah Engkau berniat untuk mengangkat kebodohan dari dalam hatimu. Jika Engkau belajar dan menjadi seorang ahli ilmu maka hilanglah kebodohan dari dirimu. Demikian pula, berniatlah untuk mengangkat kebodohan dari umat ini dengan mengajarkan ilmu itu menggunakan sarana apapun agar manusia dapat mengambil manfaat dari ilmumu.” (Kitaabul ‘Ilmi, hal. 28)

Imam Ahmad rahimahullah berkata, ”Tidak ada suatu amal pun yang sebanding dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”.

Orang-orang pun bertanya, ”Bagaimana niat yang benar itu?”

Imam Ahmad rahimahullah menjawab, ”Seseorang berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari selainnya.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata mengomentari perkataan Imam Ahmad di atas,

”Karena mereka itu pada dasarnya bodoh, sebagaimana juga dirimu. Jika Engkau belajar dengan tujuan mengangkat kebodohan dari umat ini maka Engkau termasuk ke dalam golongan orang yang berjihad di jalan Allah yang menyebarkan agama Allah.” (Kitaabul ‘Ilmi, hal. 29)

Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata, ”Bersungguh-sungguhlah kalian menuntut ilmu sebelum ilmu itu dicabut. Ilmu itu dicabut dengan dimatikannya para ulama. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh-sungguh orang yang terbunuh sebagai syuhada’ di jalan Allah itu menginginkan untuk dibangkitkan sebagai seorang ulama karena mengetahui kemuliaan mereka. Dan seseorang tidaklah dilahirkan sebagai orang yang berilmu, akan tetapi ilmu didapat dengan belajar.” (Al ‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhuhal. 141-142)

Oleh karena itu, kuatkanlah tekad kita untuk mengangkat kebodohan ini supaya tidak termasuk ke dalam penduduk neraka di akhirat kelak.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.Or.Id