Milih Ngurus Anak atau Ikut Pengajian?

Milih Ngurus Anak atau Ikut Pengajian?

Belum lama ini media sosial kembali dihebohkan dengan pernyataan dari Presiden RI yang kelima yakni Megawati Soekarno Putri dengan pernyataannya yang seolah menyindir kegiatan ibu-ibu majlis taklim yang doyan untuk pergi ke pengajian. Pernyataan yang dipotong itu pun memang tidak lengkap dan menjadi kontroversi.

Megawati mempertanyakan bahwa kenapa akhir-akhir ini banyak ibu-ibu yang suka ke pengajian, namun kurang memperhatikan anak dan keluarganya. “Saya ngeliat ibu-ibu tuh ya maaf ya, sekarang kayaknya budayanya beribu maaf, kenapa toh seneng banget ikut pengajian ya, “Maaf beribu-ribu maaf, saya sampe mikir gitu, iki pengajian ki sampai kapan toh yo, anake arep dikapakke (ini pengajian sampai kapan, anaknya mau diapain)?”

Pernyataan Megawati ini diungkapkan pada saat kegiatan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan statemen yang dikeluarkan oleh Megawati ini jika tidak dipotong dan dipahami secara keseluruhan.

Pada akhir pernyataan itu Megawati menegaskan bukan melarang dan mempertanyakan masalah pengajian, tetapi ibu-ibu dengan aktifitas pengajian itu tidak sampai melupakan kewajiban menjaga, mendidik dan merawat anaknya. Pernyataan ini memang ada benarnya karena kewajiban mendidik dan menjaga anak menjadi salah satu tanggungjawab orang tua.

Islam mengajarkan pada umatnya untuk lebih mengutamakan hal yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab sebenarnya dari seorang ibu. Jelas saja, tanggungjawab seorang ibu adalah dengan mengurus anak dan rumah tangganya. Apabila seorang ibu telah menjalankan kewajibannya dengan baik, maka diperbolehkan bagi seorang ibu menjalankan hal lain namun tentu saja dengan seizin suami.

Imam Ibnu Katsir ra menafsirkan ayat dalam al-Quran “Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian” (Al-Ahzab:33). Artinya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk di antara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).

Maksud dari ayat dan penjelasan di atas ialah, boleh bagi seorang istri untuk mengikuti kajian agama untuk menambah pengetahuan tentang agama, selama tugas rumah tangga tidak terlalaikan, termasuk mendidik anak di rumah, karena mendidik anak di rumah merupakan hal yang lebih prioritas. Memang menuntut ilmu adalah hal yang baik, namun kewajiban untuk mengurus anak jelas lebih mulia.

Itulah alasan menjadi seorang ibu harus lebih mampu untuk memadukan kedua sumber kebaikan tersebut. Akan tetapi jika memang tidak bisa dipadukan, hendaklah didahulukan mengurus anak, adapun belajar bisa dengan cara lain seperti membaca atau mendengarkan ceramah dari sosial media, namun dengan catatan penceramah yang didengarkan jelas sanad keilmuannya.

Tentu saja dengan aktifitas majlis taklim ibu-ibu dapat menambah ilmu dan keberkahan majlis taklim. Dengan catatan, kewajiban menjaga, mendidik dan merawat anak berjalan seimbang. Di majlis taklim ibu-ibu juga bisa menimba ilmu tentang mendidik anak.

Namun, tentu akan menjadi masalah jika majlis taklim yang rutin setiap hari melalaikan tugas seorang ibu atau istri di rumah. Membiarkan anak kelaparan atau meninggalkan tugas sebagai seorang istri dan ibu adalah suatu hal mudarat bagi seorang wanita, walaupun belajar agama adalah sebuah maslahat, tetapi kaidah umum dalam syari’at adalah menolak kerusakan lebih didahulukan dibandingkan meraih kemaslahatan.

Butuh kearifan dalam bersikap seimbang dan moderat dalam menjalani kehidupan beragama. Tanggungjawab yang melekat harus diprioritaskan. Kebahagiaan dan kesuksesan serta amal ibadah terbesar ibu dan istri adalah di dalam keluarga yang Sakinah, mawaddah wa rahmah.

ISLAMKAFFAH