mualaf

Mualaf Juan, Risiko Berat Berjuang Sembunyikan Islamnya

Mualaf Juan menghadapi beragam dilema selama sembunyikan Islamnya

Juan Dovandi (19 tahun) masih terus berproses sebagai mualaf. Karena hingga saat ini dia masih merahasiakan keislamannya dari keluarga.  

Juan Dovandi merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Kisah hidupnya cukup pelik, karena sejak balita telah ditinggal oleh ibunya pergi tanpa kabar. 

Tak hanya ibu, ayahnya pun dua tahun kemudian pergi meninggalkan dia dan adiknya. Semula dia hendak dititipkan di panti asuhan, namun saudari ayahnya iba sehingga merawat keduanya hingga saat ini. 

Juan saat ini duduk di kelas tiga SMA, karena tantenya seorang non-Muslim, sehingga sejak kecil dia diajarkan agama tantenya hingga saat ini. Kemudian ketika menginjak kelas empat SD, Juan daftar ulang dan tidak sengaja melihat kartu keluarga milik keluarganya. Saat itu, Juan belum terdaftar di kartu keluarga tantenya.  

“Saya melihat ada nama ibu saya dan beragama Islam dan juga nama saya dan adik saya yang Islam namun ayah saya Buddha,” ujar dia kepada Republika.co.id, belum lama ini. 

Saat itu Juan bertanya-tanya dalam hati karena agama yang dianutnya saat itu berbeda dengan yang ada di kartu keluarganya. Namun dia tak berpikir panjang sampai satu ketika hidayah sampai kepadanya. 

Ketika kelas empat SD, sebagai non-Muslim biasanya saat belajar agama Islam, siswa diperbolehkan keluar kelas. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan Juan yang saat itu bersekolah di sekolah negeri. 

Juan merasa penasaran dengan hal yang dipelajari Muslim. Juan yang keturunan Tionghoa kental dengan adat budaya dalam kesehariannya kemudian rutin ikut dalam pelajaran agama Islam. 

Dia tertarik dengan kisah Nabi Ibrahim tentang pencarian Tuhan. Bahwa dalam mencari Tuhan, Ibrahim AS pernah bertanya tentang patung yang disembah ayah dan masyarakatnya saat itu.  

Tetapi anehnya patung tersebut bisa dirusak. Ibrahim pun kemudian melakukan perjalanan dalam mencari Tuhan. Dia pernah bertanya tentang bintang yang bersinar apakah Tuhan tetapi keindahannya kalah dengan bulan. Demikin juga dengan bulan yang ternyata tenggelam saat matahari terbit dengan cahayanya yang lebih terang. 

Kemudian hingga akhir, Ibrahim yakin bahwa Tuhan adalah yang menciptakan semua hal yang telah dilihatnya. Kisah tersebut terdapat dalam Alquran, surat Al Anam ayat 76-79.   

Juan kemudian terus mempelajari Islam hingga kelas enam SD dan wali kelasnga tahu keinginan dia untuk memeluk Islam. Wali kelasnya menguatkan keyakinannya, dia sempat ragu karena keluarga yang telah membesarkan pasti melarangnya.  

Sejak mempelajari Islam, Juan tidak pernah lagi ikut ibadah tantenya. Ada saja alasan yang dia buat untuk menghindari ajakannya namun tetap saja terkadang dia terpaksa ikut.  

Hingga kelas delapan SMP, Juan semakin bertekad ingin membahas masalah agamanya. Benar saja, tantenya marah besar dan hendak mengusirnya. 

“Sejak saat itu saya tidak lagi membahas masalah agama dengan bibi saya, dan akan terang-terangan dengan keislaman saya jika telah bekerja dan mandiri,”ujar dia  

Karena dia merasa masih bergantung dengan keluarga bibinya maka dia menuruti kehendak bibinya. Namun diam-diam, Juan telah bersyahadat tanpa sepengetahuan bibinya. 

Dia juga diam-diam belajar sholat dan menyembunyikan buku-buku Islam termasuk juz “amma” di kamarnya. Hanya adik yang berbeda tiga tahun darinya yang mengetahui hal ini. 

Sejak SD dan SMP, Juan diberikan kemudahan mempelajari Islam di sekolah karena bersekolah di negeri. Setiap hari ada kajian di sekolah kemudian setiap Jumat ada mengaji yasin. Itu semua dia ikuti di sekolah. 

Namun saat menginjak SMA, tantenya yang selama ini tinggal bersamanya memiliki kesulitan ekonomi.  

Sehingga saat itu Juan terlambat untuk mendaftar sekolah negeri. Bibinya yang lain kemudian mendaftarkannya di sekolah swasta non-Muslim di SMK. 

Meski dia kesulitan untuk belajar Islam, dia bersyukur masih bisa bersekolah dan tetap belajar Islam meski seorang diri.  

Juan tidak berani untuk terang-terangan ibadah ke masjid. Karena keluarganya cukup dikenal di lingkungan rumah dan khawatir akan diadukan jika ketahuan sholat. Pernah dia ke masjid itupun saat SMP, di masjid sekolah, selain dari itu dia tidak berani.  

Jangankan untuk sholat dan mengaju keluar, untuk sekadar kegiatan sekolah pun memang keluarganya sangat ketat. Itu semata-mata bibinya khawatir dengannya.  

Untuk tetap mendalami Islam, selain belajar dari buku Juan mengikuti kajian online melalui internet dan ikut komunitas Islam online untuk bertukar pikiran.  

Ujian berat pernah terasa, saat keimananya goyah ketika ayahnya dikabarkan meninggal dunia. Dia juga sempat terpengaruh dengan lingkungan sekolahnya. 

Dia kemudian beristighfar dan kembali kepada Islam. Tantangan kedua juga adalah ketika keluarganya menyajikan makanan yang tidak halal. 

Dia merasa kesulitan karena belum memiliki uang sendiri untuk membeli makanan halal. Dia akan berpuasa jika memang makanan yang disajikan adalah makanan yang tidak halal. 

Juan sering berpuasa Senin-Kamis, meskipun belum rutin. Tahun lalu, dia bisa berpuasa Ramadhan meskipun belum penuh selama 30 hari. Karena khawatir ketahuan, Juan biasanya tidak sahur dan saat berbuka harus lewat dari magrib karena makan bersama keluarga sekitar pukul tujuh malam.  

Juan berharap dan berdoa keluarga yang telah membesarkannya bisa menerima keislamannya. Dia akan tetap menjalin silaturahim, jika suatu saat nanti secara terbuka telah menyatakan sebagai Muslim.”Saya terus berdoa agar tetap dikuatkan iman Islam saya,” tutur dia.  

Setelah lulus SMK, Juan memberanikan diri untuk meminta di khitan oleh bibinya. Setelah dikhitan, bibinya kemudian menanyakan alasan Juan. 

Juan kembali jujur bahwa dia masih menganut Islam dan tetap yakin dengan agama yang dibawa Rasulullah ini. Setelah keluarga di rumah mengetahui, keluarga besarnya pun berkumpul dan meminta Juan untuk kembali ke agama lamanya.  

Bahkan keluarganya pun akan menerima Juan jika memilih agama lain asalkan bukan Islam. Namun Juan tetap teguh, dia pun diancam untuk pergi dari rumah dan tidak boleh berhubungan dengan keluarga maupun adik kandungnya.  

“KTP dan ijazah saya tidak diberikan karena khawatir saya akan membuat masalah dan mendatangi mereka, sehingga saat ini saya belum bisa melamar kerja,”ujar dia.  

Juan memilih keluar dari rumah dan kini ditampung DKM Masjid Al Iman, Cipondoh, Tangerang. Dia diberikan sebuah ruangan untuk tempat tinggal.

Sembari menunggu pondok pesantren yang buka untuk dia mendalami Islam. Saat ini untuk hidup sehari-hari dia masih mengandalkan zakat dan infak kepadanya sebagai seorang mualaf.   

KHAZANAH REPUBLIKA