MUI: Ajaran Syiah Penuhi 10 Kriteria Aliran Sesat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyatakan bahwa sekte Syiah yang akhir-akhir ini banyak dipertanyakan oleh masyarakat adalah kelompok sesat dan menyimpang. Menurut MUI, ajaran Syiah telah memenehui sepuluh kriteria aliran sesat yang telah ditetapkan MUI dalam Rakernas pada Selasa, 6 Nopember 2007, di Sari Pan Pasifik, Jakarta.

Dalam buku ‘Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia’ yang diterbitkan oleh MUI Pusat pada bulan Nepember 2013 ini disebutkan bahwa suatu ajaran dalam Islam jika mengandung sepuluh kriteria yang telah ditetapkan MUI di Jakarta di atas merupakan ajaran menyimpang dan sesat. Sepuluh kriteria yang disebutkan MUI tersebut adalah, pertama; mengingkari salah satu Rukun Islam dan Rukun Iman , kedua; menyakini atau mengikuti Aqidah yang tidak sesuai dengan dalil Syar’I (Al Qur’an dan As Sunnah), ketiga; menyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an, keempat; mengingkari autentitas dan kebenaran Al Qur’an.

MUI melanjutkan, kelima; menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir, keenam; mengingkari hadist sebagai sumber ajaran Islam, ketujuh; melecehkan/mendustakan Nabi dan Rasul, kedelapan; mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir, kesembilan; mengurangi/menambah pokok-pokok ibadah yang tida ditetapkan Syariat dan kesepuluh; mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan kelompoknya.

“Kesepuluh kriteria kelompok sesat di atas telah dianut dan diamalkan oleh Syiah Imamiah, Itsna Asyariah dan Madzhab Ahlu Bait (Versi syiah)” kata MUI dalam buku yang dibagikan gratis untuk masyarakat tersebut.

MUI menunjukkan, sepuluh kriteria tersebut terungkap dianut oleh kelompok Syiah berdasarkan kajian dan musyawarah yang dilakukan Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) pada tanggal 3 Januari 2012 di gedung Islamic Centre Pamekasan, Madura. Menurut kajian BASSRA, di antara keyakinan Syiah Imamiyah yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam adalah:

Pertama: Rukun Iman dan Rukun Islam Syiah berbeda dari nash-nash Al Quran dan hadis mutawatir yang shahih, karena menambahkan rukun Al Wilayah (Keimaman Ali bin Abi Thalib dan Keturuannya) sebagai rukun Iman dan Islam.

Kedua: Menyakini adanya tahrif (interpolasi) Al Qur’an yang artinya mengingkari autentisitas dan kebenara Al Qur’an

Ketiga: Mengkafirkan keompok lain yang diluar golongannya karena mereka berprinsip seorang yang tidak mengimani rukun Iman dan Islam yang paling pokok, yaitu Al Wilayah, maka dianggap bukan muslim, fasik, bahkan kafir. Dan hal itu bukan hanya untuk umat Islam umumnya, akan tetapi juga mencakup para sahabat Nabi yang utama Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman Radiyallahu Anhum dan semua yang bersepakat membaiat mereka.

Dalam buku setebal 152 halam itu, MUI juga menyebutkan pernyataan para ulama besar Indonesia yang menegaskan bahwa Syiah adalah ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni, yang sesuai dengan ajaran Salafus Shaleh. Ulama-ulama tersebut adalah Syaikh Hasyim Al Asy’ari (Rais Akbar NU), Prof. DR. Hamka (Tokoh Muhammadiyah dan Ketum MUI periode 1975-1980), DR. Muhammad Nashir (Pendiri Dewan Dakwah (DDI) dan KH. Hasan Bashir (Ketua MUI periode 1985-1998).

 

sumber: Kiblat.net