Nikmat Dan Pahala Bagi yang Bekerja

Allah SWT menciptakan alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia sebagai wujud sifat Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hambanya. Allah SWT memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada ummat manusia untuk mengambil manfaat dari alam raya dan nikmat yang diambil berupa harta benda yang tidak bernilai harganya.

Namun demikian haruslah diingat bahwa Allah juga menciptakan rambu-rambu atau larangan kepada ummatnya agar harta benda yang telah diperoleh tidak membawa dampak negatif atau bahkan mudharat bagi para pemiliknya.

“Apa yang ada disisimu akan lenyap dan apa yang disisi Allah SWT adalah kekal. dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An Nahl 96).

Memenuhi Kebutuhan Hidup Manusia.

Manusia dalam memenuhi akan kebutuhan hidup, tidak akan pernah lepas atau puas. Untuk itu manusia harus bekerja dengan keras melalui berbagai profesinya masing-masing.

Meskipun Rasulullah telah mendapat jaminan dari Allah SWT, namun beliau tetap bekerja keras sebagaimana ummat Islamlainnya, yaitu untuk memberi contoh dan suri tauladan.

Rasulullah sebagai figur panutan, mendorong ummat Islam untuk bekerja lebih giat, bekerja keras agar dapat menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan keluarganya.

Pada suatu ketika beliau bersabda bahwa :” Sungguh, seorang yang (bekerja) mencari kayu bakar lalu memikulnya itu, jauh lebih baik daripada orang yang mendatangi orang lain untuk meminta-minta kepada orang yang telah diberi karunia Allah SWT.”

Sahabat Nabi memberitahukan kepada rasul bahwa setiap pagi ada seorang pemuda gagah dan tegap keluar rumah untuk bekerja, padahal kalau pemuda itu memanfaatkan kepemudaan, kegagahan dan ketegapan nya untuk kepentingan Allah akan lebih baik.

Rasulullah segera menegur sahabat dengan sabdanya : ” Kalian jangan berkata begitu, sebab kalau pemuda itu keluar untuk bekerja demi istri dan anak-anaknya yang kecil, maka ia berada dijalan Allahdan apabila ia keluar bekerja demi harga dirinya, ia juga berada dijalan Allah.”

Berdasarkan Hadist tersebut diatas, jelaslah bahwa Rasulullahsangat memberi motivasi bagi yang bekerja, dengan mengarahkan ummatnya untuk giat bekerja melalui cara-cara yang baik, halal dan bermanfaat serta untuk tujuan yang baik. Sebaliknya Rasulullah sangat murka, tidak menyukai ummat yang pemalas, tidak mau bekerja secara maksimal dan bergantung kepada belas kasihan orang lain, yaitu sebagai peminta-minta atau pengemis.

Berkaitan dengan kegiatan kerja tersebut, manusia terbagi kedalam tiga golongan, yaitu :

  • Orang yang bekerja sebatas kebutuhan hidupnya saja. Dan tidak mau mencari tambahan lagi. Dia bekerja didasari dengan niat yang baik, ikhlas dan terpuji, tidak terjebak nafsu untuk menumpuk harta kekayaan. Dan orang itu menggunakan waktu sisanya untuk beribadah kepada Allah. Maka orang tersebut terpuji menurut agama sebagaimana dinyatakan dalam QS An Nahl ayat 96.
  • Orang yang mencari kebutuhan hidup, namun hanya sekedarnya sehingga tidak mencukupi. Mungkin saja orang ini tergolong pemalas dan kemalasannya ini tidak dapat dibenarkan oleh agama. Misalnya terlalu pasrah, tidak berusaha semaksimal mungkin dan tidak mencari jalan lain yang dapat ditempuh. Ada sahabat Rasulullah berangkat haji bersama teman mereka, Dan temannya itu tiada henti beribadah, yaitu sholat sunnah, berzikir dan lain-lainnya. Kemudian Rasulullah bertanya kepada sahabat, siapa yang memberi makan padanya ?, Kita semua ya Rasulullah. Rasul bersabda, ” Kalian lebih baik dari nya.”
  • Orang yang bekerja, namun tidak puas sebelum dapat mengumpulkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya, agar dapat mewariskan kekayaan kepada anak keturunannya. Kegiatan itu tidak dibenarkan oleh agama, kecuali dilatar belakangi oleh keinginan yang mulia, yaitu menggunakan harta bendanya dijalan Allah, untuk perjuangan dan pengembangan agama Islam. Seperti membuat Masjid, membuka pendidikan agama dan lain sebagainya.

Kiranya sudah sepantasnya jika para tokoh agama, mubaligh, alim ulama, dai dan khotib senantiasa berwasiat, menekankan pentingnya bekerja dan beribadah sebagaimana semboyan yang sangat termasyur yaitu : ” Bekerjalah dengan keras seolah-olah engkau hidup seribu tahun lagi dan beribadahlah seolah-olah engkau besok pagi akan meninggal dunia.”

Dampak negatif dari harta benda.

Kerja keras untuk mendapatkan harta benda memang wajib dilakukan, namun harus dibarengi dengan norma-norma agama yang benar, yaitu tetap beribadah terus agar terhindar dari perbuatan yang merugikan diri sendiri, orang lain ataupun negara.

Dalam QS Al Munafiquun ayat 9, QS Al Alaq aya 6-7, Al Hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, menyatakan bahwa :

” Harta kekayaan yang diperoleh janganlah melalaikan untuk mengingat Allah, bermegah karena harta tersebut hanyalah merupakan cobaan belaka dan pada hakekatnya manusia benar-benar melampaui batas jika mereka melihat dirinya serba berkecukupan. Mereka akan merugi manakala menghamba kepada Dinar dan merugi orang yang menghamba kepada Dirham.”

Berkaitan dengan beberapa ayat Al Qur’an tersebut diatas, harta kekayaan dapat mengandung potensi negatif, diantaranya :

  1. Kekurangan atau kelebihan harta benda dapat mengakibatkan manusia menjadi lalai dengan Tuhannya.
  2. Kekurangan atau kelebihan harta benda pada hakekatnya merupakan ujian dari Allah SWT.
  3. Kondisi serba berkecukupan dapat menjadikan seseorang melampaui batas.
  4. Harta benda dapat mengundang atau mengakibatkan materialistik.
  5. Harta benda dapat memperbudak tuannya.

Kelima potensi negatif tersebut sangat berbahaya dan merugikan, oleh karena itu harus waspada dan menjaga jangan sampai harta benda tersebut mencelakakan diri baik dunia maupun akherat kelak.
.

Kerja keras itu untuk dunia dan akherat.

Rasulullah memerintahkan kepada ummatnya agar bekerja sekuat-kuatnya tanpa merugikan diri sendiri, orang lain dan negara. Dan tidak meninggalkan ibadah kepada Allah SWT agar mendapatkan pahala yang besar, baik dunia dan akherat kelak.

Dan jadilah orang yang berusaha dengan berencana dan bekerja keras, apalagi bekerja keras sebagai rasa bersyukur kepada Allah SWT karena selalu diberikan kesempatan berusaha. Hal itu sudah dicontohkan oleh Rasulullah untuk menjadi orang yang berbahagia dengan cara memperbanyak bersyukur.

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa shalat malam hingga kakinya bengkak. ‘Aisyah pun lalu bertanya, mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah? Bukankah Allah telah mengampuni dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Beliau menjawab: ‘Bukankah aku akan bahagia jika menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?’” (HR. Bukhari 4837, Muslim 2820).

Wallahu ‘Alam Bishawab.

 

sumber: Sulitnih.com

 

Baca juga: Empat Prinsip Etos Kerja