Daftar Istilah-Istilah Haji

  • Badal Haji

    menghajikan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar’i) yang menghilangkan istitha’ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal dunia setelah dia berniat haji. Orang laki-laki boleh mengerjakan untuk laki-laki dan perempuan, demikian pula sebaliknya. Diutamakan yang mengerjakan itu adalah keluarganya.

  • Badal Melontar Jumroh

    Bagi yang berhalangan (Udzur Syar’i) boleh mewakilkan kewajiban melontar jumroh kepada orang lain. Caranya dengan mendahulukan melontar jumroh Ula untuk dirinya, kemudian melontar untuk yang diwakili. Demikian seterusnya untuk melontar jumroh Wustha dan Aqobah.

  • Dam

    Menurut artinya adalah darah, sedang menurut istilah adalah mengalirkan darah untuk Baitullah dengan menyembelih ternak, yaitu kambing, unta atau sapi ditanah Haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji. Dan terdiri dari 2 (dua) macam , yaitu :
    a. Dam Nusuk (Karena memang aturannya demikian) dikenakan bagi orang yang mengerjakan haji Tamattu’ atau haji Qiran.
    b. Dam Isa’ah (Karena melanggar aturan) :
    1) Melanggar aturan Ihram haji dan Umrah
    2) Meninggalkan salah satu wajib haji atau Umrah yang terdiri dari :
    a) Tidak berihram dari Miqat
    b) Tidak Mabit di Muzdalifah
    c) Tidak Mabit di Mina
    d) Tidak Melontar Jumroh
    e) Tidak Tawaf Wada’

  • Hajar Aswad

    batu berwarna hitam kemerah-merahan dengan luas permukaan kurang lebih 30 cm persegi yang menempel di Rukun Yamani. Bagi jemaah haji disunnatkan mencium, menyapu atau mengangkat tangan padanya ketika memulai thawaf. Batu ini dimuliakan oleh Allah SWT, sehingga dikatakan sebagai simbol tangan kanan Allah di muka bumi bagi hamba-hambanya yang mukmin. Batu tersebut dilingkari dengan bingkai perak putih.

  • Hari Arafah

    Yaitu pada tanggal 9 Zulhijah, dinamakan hari Arafah karena jamaah haji harus berada dipadang Arafah untuk melaksanakan Wukuf, dimulai dari masuknya waktu Dzuhur.

  • Hari Nahr

    Yaitu hari tanggal 10 Zulhijah dinamakan hari Nahr (penyembelihan) karena pada hari itu dilaksanakan penyembelihan Qurban dan Hadyu (Dam).

  • Hari Tarwiyah

    Yaitu tanggal 8 Zulhijah, dinamakan hari Tarwiyah (perbekalan) karena jamaah haji pada zaman rosulullah mulai mengisi perbekalan air di Mina pada hari itu untuk perjalanan ke Arafah.

  • Hari Tasyrik

    Yaitu hari tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah. Pada hari itu jamaah haji berada di Mina untuk melontar Jumroh dan Mabit.

  • Hijir Ismail

    nama tempat yang terletak disebelah utara Ka’bah, dilingkari oleh tembok lebar (Al-Hathimu). Hijir Ismail ini setiap saat dipenuhi hamba-hamba Allah, terutama ketika musim haji. Di tempat ini jemaah haji melakukan shalat, berdoa dan sebagainya. Tempat ini sama mulianya dengan di dalam Ka’bah; Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Siti Aisyah ingin sekali memasuki Ka’bah dan beribadah di dalamnya, lalu Rasulullah SAW memerintahkan masuk Hijir Ismail saja dan tidak ke dalam Ka’bah, sebab shalat/beribadah di Hijir Ismail sama dengan di dalam Ka’bah.

  • Ibadah Haji

    berkunjung ke Baitullah di Makkah untuk melakukan tawaf, sa’i dan wukuf di Arafah serta amalan lainnya dengan niat haji pada masa tertentu demi mencapai ridho Allah.

    Hukum Ibadah Haji adalah wajib bagi orang yang pertama kali melaksanakan (memenuhi rukun Islam), dan bagi orang yang bernazar. Sedangkan bagi yang sudah melaksanakan ibadah haji hukumnya sunnah.

    Waktu mengerjakan ibadah haji di mulai sejak 1 Syawal hingga menjelang terbit fajar malam ke sepuluh Zulhijah.

Shalat dan Puasa di Negeri Non-muslim dengan Mengikuti Waktu Saudi Arabia

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala

Pertanyaan:

Apakah hukum orang yang melaksanakan shalat di negeri kafir dengan mengikuti waktu shalat di Arab Saudi? Apa hukum shalat sebelum (masuk) waktunya?

Jawaban:

Orang yang melaksanakan shalat di negeri kafir dengan mengikuti waktu shalat di Saudi Arabia, dia telah berbuat kesalahan besar, kecuali jika negeri kafir tersebut letaknya dekat dengan Saudi Arabia. Maksudnya, dia tidak keluar dari waktu shalat (di negerinya tersebut, pen.) jika negeri kafir tersebut letaknya di sebelah timur Saudi Arabia [1]atau telah masuk waktu shalat tertentu jika negeri kafir tersebut letaknya di sebelah barat Saudi Arabia [2].

Adapun jika waktu shalat di Saudi Arabia telah berakhir sebelum masuknya waktu shalat di negeri kafir tersebut, maka jika dia mengerjakan shalat sesuai dengan waktu Saudi Arabia, pada hakikatnya dia telah shalat sebelum masuk waktunya. Jika dia shalat sebelum waktunya, maka shalatnya tidak sah, sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ [4]: 103)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan batas waktu shalat dalam sabdanya,

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ، مَا لَمْ يَحْضُرِ وَقْتُ الْعَصْرِ، وَوَقْتُ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ إِلَى مغِبيبِ الشَّفَق، وَوَقْتُ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ، وَوَقْتُ الْفَجْرِ م إِلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ

Waktu dzuhur adalah ketika matahari telah bergeser (ke barat, pen.) dan ketika bayangan seseorang itu sama dengan tinggi orang tersebut, selama belum masuk waktu ashar. Waktu ashar adalah sampai matahari menguning. Waktu maghrib (berakhir) ketika awan merah menghilang. Waktu isya’ adalah sampai pertengahan malam [3]. Waktu shalat fajar (shalat subuh) adalah sampai terbit matahari.” (HR. Muslim no. 612)

Demikian pula orang yang mengakhirkan shalat sampai keluar waktunya secara sengaja, maka shalatnya tidak sah (tidak diterima), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Telah kita maklumi bersama bahwa orang yang berpuasa di negeri mereka masing-masing, mereka tidak boleh berpuasa dengan mengikuti waktu di Saudi Arabia. Mereka berpuasa sesuai dengan waktu terbit fajar dan tenggelam matahari di negeri mereka tersebut. Maka demikian pula pelaksanaan shalat (yaitu, mengikuti waktu shalat di negerinya masing-masing, pen.). [4]

***

Diselesaikan di sore hari ba’da ashar, Rotterdam NL, 14 Sya’ban 1439/ 1 Mei 2018

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

 

Catatan kaki:

[1]     Dalam kondisi seperti ini, waktu di Saudi Arabia lebih lambat dibandingkan negeri kafir tersebut. Jika dia mengikuti waktu Saudi Arabia, bisa jadi waktu shalat di negeri kafir tersebut sudah habis.

[2]     Sebaliknya, dalam kondisi seperti ini, waktu di negeri kafir tersebutlah yang lebih lambat dibandingkan waktu di Saudi Arabia. Jika dia mengikuti waktu Saudi Arabia, bisa jadi di negeri kafir tersebut belum masuk waktu shalat.

[3]     Maksudnya, tengah-tengah antara waktu tenggelam matahari dan waktu terbit fajar. Misalnya, jika matahari tenggelam jam 18.00 dan terbit fajar jam 04.00, maka tengah malam adalah jam 23.00 (bukan jam 24.00). Maka, pukul 23.00 adalah batas akhir waktu isya’, menurut pendapat yang lebih kuat. Wallahu Ta’ala a’lam.

[4]     Diterjemahkan dari kitab: I’laamul Musaafiriin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala, hal. 32-34 (pertanyaan nomor 27).

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/39637-shalat-dan-puasa-di-negeri-non-muslim-dengan-mengikuti-waktu-saudi-arabia.html

Salah Paham Mengenai Bau Mulut Orang yang Berpuasa

Ada sebagian kaum muslimin yang salah paham mengenai hadits “bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada bau misk”.

Mereka beranggapan bahwa bau mulut orang yang berpuasa harus dibiarkan secara total, tidak boleh dinetralkan baunya atau diubah baunya, karena nantinya akan lebih harum daripada minyak wangi misk di sisi Allah. Akibat dari salah paham ini, mereka sengaja membiarkan mulut bau, mereka tidak mau berkumur-kumur, tidak mau gosok gigi bahkan sebagian meyakini semakin bau mulut mereka karena puasa, maka semakin harum di sisi Allah.

 

Pemahaman ini tidak tepat, karena:

  1. Bau mulut orang yang berpuasa bersumber dari uap lambung akibat lambung yang kosong dari makanan, bukan berasal dari mulut secara total
  2. Boleh menggosok gigi atau memakai siwak untuk meminimalkan bau mulut karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup sering melakukan siwak dalam keadaan berpuasa

Berikut penjelasannya lebih rinci:

1. Bau mulut orang yang berpuasa bersumber dari uap lambung akibat lambung yang kosong dari makanan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”[HR. Muslim no. 1151]

Ibnu Rajab Rahimahullah menjelaskan bahwa bau mulut berasal dari uap lambung yang baik ke mulut. Beliau berkata,

خلوف الفم: رائحة ما يتصاعد منه من الأبخرة لخلو المعدة من الطعام بالصيام، وهي رائحة مستكرهة في مشام الناس في الدنيا لكنها طيبة عند الله حيث كانت ناشئة عن طاعته وابتغاء مرضاته، كما أن دم الشهيد يجيء يوم القيامة يثغب دماً لونه لون الدم وريحه ريح المسك

“Bau yang naik berupa uap karena kekosongan lambung dari makanan ketika puasa. Bau yang tidak disukai oleh penciuman manusia di dunia, akan tetapi baik di sisi Allah karena muncul dari ketaatan dan mencari keridhaan Allah. Sebagaimana darah orang yang syahid akan datang pada hari kiamat, warnanya warna darah tetapi baunya bau misk.” [Al-Lathaif Al-Ma’arif hal 161]

 

2. Boleh menggosok gigi atau memakai siwak untuk meminimalkan bau mulut

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sering melakukan siwak ketika berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa beliau sangat menjaga kebersihan mulut.

Salah serorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan,

رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَا لاَ أُحْصِى يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersiwak beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau sedang berpuasa.”[HR Tirmidzi & Ahmad]

Bersiwak selain membersihkan mulut juga bisa mendatangkan ridha Allah. Beliau juga bersabda,

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“Bersiwak bisa membersihkan mulut dan mendatangkan ridha Allah.” [HR. Nasa’i dan dishahihkan al-Albani]

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46728-salah-paham-mengenai-bau-mulut-orang-yang-berpuasa.html

Nikmat Waktu Luang, untuk Apa?

Kalau kita mau merenungkan dan menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala, siapa pun manusia di dunia tentu tidak akan mampu menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)

Berbagai nikmat Allah Ta’ala itu seharusnya bisa kita manfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Sedikit apa pun nikmat yang kita terima, seharusnya kita syukuri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barangsiapa yang tidak mensyukuri (nikmat) yang sedikit, maka dia sulit untuk mensyukuri (nikmat) yang banyak.” (HR. Ahmad 4: 278. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 667)

Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita bahwa terdapat dua nikmat yang mayoritas manusia tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, apalagi mensyukurinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua nikmat yang banyak manusia tidak bisa memanfaatkan dengan baik, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412).

Waktu senggang (waktu luang) adalah di antara nikmat yang banyak dilalaikan dan disia-siakan.

Padahal, setiap nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan kepada kita, kelak akan ditanyakan pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu).” (QS. At-Takaatsur [102]: 8)

Berkaitan dengan nikmat waktu, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu; (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu; (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; (5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 11832; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 7846; dan lain-lain. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib.)

Di antara metode dan kiat terbesar bagi kita agar dapat memanfaatkan waktu dengan baik adalah dengan meninggalkan segala aktivitas yang sia-sia. Diriwayatkan dari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317; Ibnu Majah no. 3976. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)

Betapa sering kita melewatkan waktu hanya untuk aktivitas yang sia-sia. Di antaranya dengan menghabiskan waktu malam hanya untuk “ngobrol” yang tidak ada manfaatnya. Sehingga akibatnya, kita tidur larut malam sehingga terlambat bangun subuh.

Padahal, perlu diketahui bahwa menghabiskan malam dengan begadang tanpa ada urgensi dan kepentingan yang memang bermanfaat (baik manfaat duniawi maupun manfaat untuk agama) itu termasuk perbuatan yang dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)

Dan karena bangun kesiangan, kita pun akhirnya terlewat dari mendapatkan keberkahan waktu subuh. Dari sahabat Shakhr Al-Ghamidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Dawud no. 2606; At-Tirmidzi no. 1212; Ibnu Majah no. 2236; dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

Kita berdoa kepada Allah Ta’ala, agar di Ramadhan tahun ini, kita bisa dimudahkan untuk memanfaatkan setiap detik waktu kita untuk aktivitas ibadah kepada Allah Ta’ala untuk meraih derajat ketakwaan.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46629-nikmat-waktu-luang-untuk-apa.html

Setiap Malam Ramadhan Ada Pembebasan dari Api Neraka

Saudaraku
Berdoalah dan berharaplah dengan sungguh-sungguh 
Di bulan Ramadhan ini 
Agar kita termasuk orang-orang
Yang setiap malam ditulis dan ditetapkan
Terbebas dari api neraka

Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

ﻭَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻋُﺘَﻘَﺎﺀُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ، ﻭَ ﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻞَّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ

“Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. At-Tirmidzi, Hasan, lihat Al-Misykat no. 1960)

Manfaatkan bulan mulia ini
Ikhlas kembali kepada Allah
Memperbaiki diri dan memperbaiki niat
Sangat berharap di Ramadhan ini
Nama kita yang Allah tetapkan
terbebas dari api neraka
dan masuk surga Allah tertinggi

Perbanyak doa ini
Karena mustajabnya doa
Kapan pun siang dan malam

Diriwayatkan Bazzar (Kasyf, no. 962), dari hadits Abu Said, dia berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ﺇﻥ ﻟﻠﻪ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﺘﻘﺎﺀ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ _ ﻳﻌﻨﻲ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ _ , ﻭﺇﻥ ﻟﻜﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ ﺩﻋﻮﺓ ﻣﺴﺘﺠﺎﺑﺔ 

“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala memberikan kebebasan dari siksa neraka pada setiap malam –yakni di bulan Ramadan- dan sesungguhnya setiap muslim pada waktu siang dan malam memiliki doa yang terkabul ( mustajabah)”.

Terutama doa ketika akan berbuka puasa

Jabir radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﻟِﻠَّﻪِ ﻋِﻨْﺪَ ﻛُﻞِّ ﻓِﻄْﺮٍ ﻋُﺘَﻘَﺎﺀَ ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ

“Sesungguhnya Allah memiliki pada setiap berbuka orang-orang yang dimerdekakan (dari api neraka) dan itu di setiap malam.” (HR. Ibnu Majah, Shahih Ibnu Majah, 2/59)

Catatan:
Doa ketika sebelum atau setelah berbuka puasa itu mustajab, yang lebih utama adalah doa sebelum berbuka puasa, oleh karena itu hendaknya kita tidak ngobrol-ngobrol terus sampai adzan menjelang berbuka sehingga lupa berdoa sebelum berbuka.
Silahkan baca pembahasannya di sini!

 

MUSLIMAFIYAH

Insiprasi Kaum Muda

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengungkapkan, “Saya menggambarkan masa muda itu seperti sesuatu yang ada di lengan bajuku, lalu jatuh.” (Manaqibul Imam Ahmad, karya Ibnu Jauzi, hlm. 195).

Masa muda merupakan fase penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia pada hakikatnya sebentar dan perlahan beranjak tua. Ketika badan masih sehat, pikiran masih cemerlang, dan semangat masih menggebu-gebu, maka seorang pemuda-pemudi harus mengisi hari-harinya dengan amal ketakwaan, antusias menuntut ilmu, berkiprah dalam memberikan kontribusi positif kepada orang lain dan teguh membela kebenaran.
Hafshah binti Sirrin berkata, “Wahai para pemuda, kerahkanlah potensi kalian selagi kalian masih muda, karena saya tidak melihat adanya kemungkinan beramal kecuali di masa muda.” (Dikutip dari buku Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, hlm. 194).

Dalam mukadimah kitabnya yang monumental, Al-Majmu‘ (I/169), Imam Nawawi pernah mengatakan, “Hendaklah seorang pelajar menggunakan kesempatan guna menghimpun ilmu ketika masa luang, masih bersemangat, masa muda, badan masih kuat, ide masih cermerlang, dan kesibukan masih minim, sebelum ia terhalangi oleh masa-masa mengganggu”.

Generasi muda kaum muslimin hendaknya menjadikan pendahulunya, generasi didikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai inspirasi sekaligus teladan terdepan dalam keimanan serta ketakwaan. Keberanian ‘Ali bin Abi Thalib, kedalaman lautan ilmu ‘Aisyah, kesederhanaan Mus’ab bin Umair, kefakihan Ibnu ‘Abbas, dan lainnya adalah contoh keberhasilan generasi salaf yang seharusnya menjadi spirit generasi muda saat ini.
Dan ketika remaja muslim tidak disibukkan dengan amal kebaikan, maka ia akan tersibukkan dengan kebalikannya -keburukan-, atau minimalnya sesuatu yang sia-sia tanpa faedah. Celah inilah yang digunakan para musuh Islam untuk melumpuhkan generasi ini, dengan berbagai makar dan propaganda menyesatkan agar mereka menjauh dari petunjuk Islam.

William Edward Gladstone, mantan perdana menteri Inggris pernah mengatakan, “… percuma kita memerangi umat Islam dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada para pemuda Islam itu bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati-hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada 1000 meriam. Oleh karena itu, tanamkan dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.” (dikutip dari Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014)

Jelaslah bahwa salah satu target para pendengki Islam adalah merusak generasi mudanya. Oleh karena itu, para pemuda haruslah waspada dan jangan mudah terprovokasi dengan berbagai gaya hidup kaum kuffar dan pemikiran menyimpang. Maka, marilah kita kembali kepada Islam, dalam hal keyakinan, pemikiran, ibadah, akhlak, dan muamalah sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh generasi salaful ummah.

Sebagai akhir risalah ini, perlu direnungkan sebuah nasihat dari Muhammad bin ‘Ali rahimahullah kepada anak lelakinya, “Wahai anakku, berhati-hatilah kamu dari sikap malas dan bosan. Sesungguhnya keduanya adalah kunci dari setiap keburukan. Sesungguhnya jika kamu malas, maka engkau tidak akan mampu melaksanakan kebenaran dan jika kamu bosan, maka engkau tidak akan bersabar di atas kebenaran.” (Tahdzibul Hilyah Auliya’, I/507)

Yang muda yang bertakwa, ialah profil generasi muda yang menghiasi hidupya dengan iman dan senantiasa meniti jalan yang lurus dalam rangka beribadah semata kepada-Nya.

***

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi: Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, Zam-zam, Solo, 2012. Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11089-insiprasi-kaum-muda.html

Doa Mustajab Setelah atau sebelum Berbuka Puasa?

Berdoalah, Allah Akan Mengabulkannya

Secara umum Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa, memohon dan memelas kepada-Nya. Allah juga telah menjanjikan akan mengabulkan permohonan hamba tersebut. Allah berfirman,

ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ

Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).

Merasa Doa Tidak Dikabulkan?

Jika tidak terkabulkan di dunia, maka pasti akan dikabulkan di akhirat dan disimpan sebagai satu kebaikan,

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»

Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah dosa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara, [1] baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau [2]dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau [3] dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”, para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah lebih banyak (pengabulan doanya).”[1]

Oleh karena itu Allah malu jika hambanya berdoa kemudian kembali dengan tangan hampa. Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

إن ربكم تبارك وتعالى حيي كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرا

Sesunguhnya Rabb kalian tabaraka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”[2]

Berdoa Memiliki Waktu-Waktu Mustajab

Perlu diketahui bahwa doa memiliki waktu-waktu yang mustajab. Artinya ketika berdoa di waktu tersebut akan lebih mudah dan lebih cepat terkabulkan. Salah satunya adalah berdoa ketika berbuka puasa. Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,

ﺛﻼﺙ ﻻ ﺗﺮﺩ ﺩﻋﻮﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﻔﻄﺮ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻌﺎﺩﻝ ﻭ ﺍﻟﻤﻈﻠﻮﻡ

‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil, dan doanya orang yang terzhalimi.”[3]

Ini juga salah satu kebahagiaan ketika berbuka puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه

Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak.”[4]

Waktu mustajab Sebelum atau Sesudah Berbuka Puasa?

Terkadang menjadi pertanyaan adalah apakah waktu mustajab berbuka puasa itu sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) atau setelah berbuka puasa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa asalnya waktu mustajab adalah sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) karena inilah keadaan seorang hamba masih berpuasa, badan mungkin ada sedikit lemah dan butuh makanan serta butuh dengan Rabb-nya. Akan tetapi, ada hadits membaca doa buka puasa setelah berbuka, sehingga bisa saja doa tersebut adalah setelah berbuka. Beliau berkata,

ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺮﻭﺏ ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻧﻜﺴﺎﺭ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻭﺍﻟﺬﻝ ﻭﺃﻧﻪ ﺻﺎﺋﻢ ، ﻭﻛﻞ ﻫﺬﻩ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﻟﻺﺟﺎﺑﺔ ﻭﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺮﺍﺣﺖ ﻭﻓﺮﺣﺖ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﻏﻔﻠﺔ ، ﻟﻜﻦ ﻭﺭﺩ ﺩﻋﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻮ ﺻﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻭﻫﻮ : ” ﺫﻫﺐ ﺍﻟﻈﻤﺄ ﻭﺍﺑﺘﻠﺖ ﺍﻟﻌﺮﻭﻕ ﻭﺛﺒﺖ ﺍﻷﺟﺮ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ” } ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻲ ﺩﺍﻭﺩ ‏( 2066 ‏) { ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻻ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ،

“Doa (yang mustajab) adalah sebelum/menjelang berbuka yaitu ketika akan terbenam matahari. Karena saat itu terkumpul (sebab-sebab mustajabnya doa) berupa hati yang tunduk dan perasaan rendah (di hadapan Rabb) karena ia berpuasa. Semua sebab ini adalah penyebab doa dikabulkan. Adapun setelah berbuka puasa, badan sudah segar lagi dan nyaman. Bisa jadi ia lalai (akan sebab-sebab mustajab). Akan tetapi terdapat hadits yang seandainya shahih maka doa mustajab itu setelah buka puasa yaitu doa: Dzahabaz dzama’ wabtallail ‘uruq wa tsabatal ajru insyaallah. Maka doa mustajab itu setelah berbuka.”[5]

Secara umum doa orang berbuka puasa mustajab akan tetapi waktu berbuka ada keutamaannya lagi. Doa orang selama berpuasa adalah mustajab sebagaimana hadits,

ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ ‏

“Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[6]

An-Nawawi menjelaskan,

ﻳﺴﺘﺤﺐّ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﻓﻲ ﺣَﺎﻝِ ﺻَﻮْﻣِﻪِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﻟِﻤَﻦْ ﻳُﺤِﺐُّ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ

“Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa sepanjang waktu puasanya (selama ia berpuasa) dengan doa-doa yang sangat penting bagi urusan akhirat dan dunianya, bagi dirinya, bagi orang yang dicintai dan untuk kaum muslimin.”[7]

Demikian semoga bermanfaat

@Yogyakarta Tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633
[2] HR. Abu Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi
[4] HR. Muslim, no.1151
[5] Liqa-usy Syahriy no. 8 syaikh Al-‘Utsaimin
[6] HR. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 2408 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar
[7] Syarh Al-Muhaddzab An-Nawawi

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29990-doa-mustajab-setelah-atau-sebelum-berbuka-puasa.html

Puasa Bagi Pasien yang Gagal Ginjal dan Cuci Darah

Pasien yang terkena penyakit gagal ginjal umumnya akan melakilan cuci darah. Bagaimana dengan puasanya?

Secara umum ada dua metode cuci darah:

1. Hemodialisis
Metode ini yang paling dikenal dan dipraktekkan. Ringkasnya darah akan dialirkan dengan mesin khusus dan “dibersihkan” kemudian dikembalikan ke tubuh pasien dalam keadaan darah yang lebih bersih

2. Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Metode ini menggunakan selaput peritoneal pada bagian rongga perut yang memiliki banyak pembuluh kapiler sebagai penyaring.

Perlu diperhatikan apabila prosedurnya hanya mengeluarkan darah sebentar lalu “disaring” kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh maka ini tidak membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan,

ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻂ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺨﻠﻂ ﻣﻊ ﺍﻟﺪﻡ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺴﻴﻞ ﻻ ﻳﻐﺬﻱ ﺍﻟﺒﺪﻥ ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺼﻔﻲ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻳﻨﻘﻴﻪ ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﻳﻔﻄﺮ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ . ﻭﺣﻴﻨﺌﺬ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻪ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎً ﻭﻳﺮﺟﻊ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻃﺒﺎﺀ

“Adapun campuran yang dicampurkan bersama darah ketika proses pencucian darah tidak mengenyangkan, akan tetapi hanya menyaring dan membersihkan maka ini tidak membatalkan puasa. Ketika itu boleh ia gunakan dan hendaklah puasa yang ia lakukan itu dikembalikan pada kebijakan dokter (boleh puasa atau tidak.” [1]

Akan tetapi kedua prosedur di atas umumnya akan mendapat penambahan cairan glukosa yang dimasukkan pada tubuh pasien. Glukosa ini lah yang membatalkan puasa karena termasuk memberika makan dan energi pada tubuh semisal makan dan minum

Dalam Fatwa Asy-Syabakiyyah dijelaskan,

ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻐﺴﻴﻞ ﻓﻲ ﺣﺪ ﺫﺍﺗﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻔﻄﺮﺍً، ﻭﻟﻜﻦ ﺃﺧﺬ ﻣﺤﻠﻮﻝ ﺍﻟﺠﻠﻮﻛﻮﺯ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﺃﻭ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻳُﻌﺪ ﻣﻔﻄﺮﺍً، ﻷﻥ ﻣﺤﻠﻮﻝ ﺍﻟﺠﻠﻮﻛﻮﺯ ﻣﻐﺬٍ،

“Cuci darah itu sendiri bukanlah pembatal puasa, akan tetapi penambahan cairan glokusa ketika proses pencucian darah, atau setelah atau sebelumnya inilah yang dianggap sebagai pembatal puasa. Karena cairan glukosa termasuk memberikan energi (seperti makanan).”[2]

Umumnya juga orang yang gagal ginjal (terutama yang parah) juga mengalami kelemahan tubuh sehingga bisa jadi diinfus ketika prosedur cuci ginjal. Telah kami bahas, bahwa infus dan suntikan intravena (melalui vena) yang mengandung bahan makanan semisal vitamin, mineral dan glukosa itu membatalkan puasa. Silakan baca disini.[3]

Bagaimana dengan puasanya? Apakah harus mengganti?

Jawabannya: iya, harus mengganti jika mampu karena ini hukum asal orang sakit yaitu mengganti puasanya di hari yang lain sebelum Ramadhan berikutnya.

Allah berfirman,

ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺮِﻳﻀًﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻌِﺪَّﺓٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺃُﺧَﺮَ 

“ Barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Pada pasien gagal ginjal yang sangat parah (misalnya gagal ginjal stadium 5) bisa jadi tidak mampu sama sekali untuk berpuasa selama ia terkena penyakit tersebut sehingga sampai bulan Ramadhan berikutnya ia pun tidak mampu berpuasa. Pada keadaan ini ia cukup membayar fidyah saja dan tidak perlu meng-qadha puasanya. Telah kami bahas pada tulisan kami di sini.[4]

Kesimpulan:

1. Prosedur umum cuci darah itu membatalkan puasa

2. Pasien gagal ginjal boleh tidak puasa ketika tidak mampu atau pada proses cuci darah hari itu dan mengganti (qadha) di hari yang lain

3. Pasien gagal ginjal yang sangat parah (misalnya stadium 5) dan tidak mampu berpuasa dan meng-qadha, maka boleh hanya membayar fidyah saja tanpa meng-qadha

Demikian semoga bermanfaat

MUSLIMAFIYAH

TAUHID Juga Terkait dengan Akhlak dan Pembersihan Hati

Beberapa orang sangat suka dengan tema “bersihkan hati/manajemen qalbu” dan “akhlak/muamalah yang baik”. Tema ini laris manis di kalangan orang awam. Perlu diperhatikan, bahwa tema ini juga mencakup tentang pembahasan TAUHID dan SYIRIK, hendaknya jangan dilupakan total membahas hal ini. Semoga kita tidak termasuk orang yang “hanya menyeru kepada kebaikan-kebaikan saja”, tapi lupa menyeru kepada mengingkari kemungkaran seperti kesyirikan.[1]

Kata mereka “apabila membahas ingkar mungkar” nanti akan dijauhi oleh jama’ah [2]. Hal ini tentu tidak benar, ingkar mungkar harus tetap dilakukan. Hanya saja disampaikan dengan cara yang baik, lembut, hikmah, bijaksana dan sesuai pada kondisi dan keadaan.[3]

Ketika membahas tentang “membersihkan hati/manajemen qalbu”, sebagian orang hanya berpikir membersihkan hati dari kotoran berupa penyakit hati seperti sombong, ujub, hasad dan lain-lan, padahal termasuk “membersihkan hati” adalah membersihkannya dari dosa dan noda syirik, bahkan jika kita membersihkan dosa dan noda syirik, ada kemungkinan Allah akan mengampuni dosa-dosa kita yang lainnya.

Allah berfirman dalam hadits qudsi,
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ، ثُمَّ لَقِيتَنيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا ، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابهَا مَغْفِرَةً
”Wahai anak Adam, kalau engkau datang menemuiku dengan membawa dosa sebesar bumi ini, kemudian engkau bertemu dengan Ku dalam kondisi tidak berbuat syirik sama sekali, maka aku akan mendatangi engkau dengan sebesar bumi pula berupa ampunan.” (HR. Tirmidzi, Hasan)

Ketika membahas tentang “akhlak/muamalah yang baik”, sebagian orang bisa jadi hanya berpikir tentang akhlak sesama manusia saja, padahal pembahasan akhlak juga terkait dengan muamalah terhadap Allah. Muamalah terhadap Allah yaitu menegakkan tauhid dan menjauhi syirik, perlu juga dibahas tentang tauhid asma’ wa sifat dan apa-apa yang bisa melanggar hak Allah sebagai pencipta kita. Muamalah yang baik dengan Allah akan mendatangkan ridha Allah. Segera kembali kepada Allah agar Allah ridha.

وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى

“Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)”. (QS. Thaha: 84).

Catatan penting:

“Tauhid dan aqidah yang benar akan melahirkan akhlak yang mulia.”

 

MUSLIMAFIYAH

Shalat Tarawih Lebih Baik Di Awal Malam Bersama Imam

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa shalat tarawih di sebagian tempat terkadadang di bagi menjadi 2 gelombang. Gelombang pertama dilakukan di awal malam yaitu setelah shalat isya bersama imam dan gelombang kedua dilakukan pada tengah malam (umumnya jam 2-3 malam sampai menjelang waktu sahur). Pelaksanaan dua gelombang ini umumnya diadakan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan.

Sebagian kaum muslimin ada yang berkata:
“Saya lebih baik shalat tarawih gelombang kedua malam saja, ini lebih baik san lebih afdhal.”

Sebagian menyangka bahwa shalat tarawih di akhir malam (gelombang kedua) lebih baik daripada shalat tarawih di awal malam bersama imam (gelombang pertama). Pendapat terkuat -wallahu a’lam- bahwa shalat tarawih di awal malam bersama imam lebih baik, karena ini yang biasa dilakukan oleh para salaf sejak dahulu.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan hal tersebut, beliau berkata:

أما صلاة التراويح؛ فإنه سنة مؤكدة، وفعلها بعد صلاة العشاء وراتبتها مباشرة، هذا هو الذي عليه عمل المسلمين .أما تأخيرها كما يقول السائل إلى وقت آخر، ثم يأتون إلى المسجد ويصلون التراويح؛ فهذا خلاف ما كان عليه العمل، والفقهاء يذكرون أنها تُفعل بعد صلاة العشاء وراتبتها، فلو أنهم أخروها؛ لا نقول أن هذا محرم، ولكنه خلاف ما كان عليه العمل، وهي تفعل أول الليل

“Adapun shalat tarawih, hukumnya adalah sunnah muakkadah (ditekankan). Waktu pelaksanaannya LANGSUNG SETELAH SHALAT ISYA  dan setelah shalat rawatibnya (shalat ba’diyah isya). Inilah yang diamalkan oleh kaum muslimin.
Adapun mengakhirkannya (diakhir malam) sebagaimana yang ditanya oleh penanya, kemudian mereka mendatangi masjid dan shalat tarawih di akhir malam, maka hal ini tidak sesuai dengan yang diamalkan (para salaf & ulama). Para ahli ilmu (fuqaha) menyebutkan bahwa tarawih dilakukan setelah shalat isya dan rawatibnya (ba’diyyah isya).

Apabila mereka melakukan di akhir malam, kami tidak mengatakan hukumnya adalah haram, akan tetapi tidak sesuai yang diamalkan (para salaf & ulama), karena shalat tarawih dilakukan di awal malam.” [Majmu’ Fatawa  syaikh Al-Fauzan 2/434]

Perlu diketahui bahwa yang menjadi pembahasan kita adalah “afdhaliyyah” yaitu mana yang lebih baik, sehingga tidak tidak perlu kita saling mencela atau menyindir mereka yang memilih shalat tarawih di awal malam atau di akhir malam.

Shalat tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan. Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat malam tu tidak ada batasan raka’atnya, sehingga boleh saja seseorang shalat kembali di akhir malam setelah shalat di awal malam bersama imam. Shalat tarawih dua gelombang pun diperbolehkan sebagaimana penjelasan dewan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah berikut:

ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﺪ ﻓﻲ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﺮﻛﻌﺎﺕ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ ﻋﻦ ﻋﺪﺩﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﺍﻷﻭﻝ ﻭﻳﻘﺴﻤﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻗﺴﻤﻴﻦ : ﻗﺴﻤﺎ ﻳﺼﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭﻳﺨﻔﻔﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﺗﺮﺍﻭﻳﺢ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﺍﻷﻭﻝ ، ﻭﻗﺴﻤﺎ ﻳﺼﻠﻴﻪ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭﻳﻄﻴﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﺗﻬﺠﺪ ، ﻓﻘﺪ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﻭﺍﺧﺮ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻫﺎ

“Tidak mengapa jumlah raka’at shalat tarawih ditambah pada 10 akhir (Ramadhan) dan dibagi menjadi dua gelombang: gelombang pertama shalat pada awal malam dan diringankan (pendek bacaan) sebagaimana pada 20 hari awal dan gelombang kedua pada akhir malam dan diperpanjang bacaannya sebagai shalat tahajjud. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh shalat pada 10 akhir Ramadhan dibandingkan selain waktu tersebut.” [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 6/82]

 

Al Qadhi ‘Iyadh juga menjelaskan bahwa shalat malam itu (termasuk tarawih) tidak ada batasan tertentu jumlahnya. Beliau mengatakan:

ﻭﻻ ﺧﻼﻑ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺣﺪ ﻻ ﻳﺰﺍﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﻣﻨﻪ ، ﻭﺃﻥ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﺎﻋﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﻠﻤﺎ ﺯﺍﺩ ﻓﻴﻬﺎ ﺯﺍﺩ ﺍﻷﺟﺮ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻭﻣﺎ ﺍﺧﺘﺎﺭﻩ ﻟﻨﻔﺴﻪ . ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ .

“Tidak ada perbedaan pendapat (di kalangan ulama) bahwa tidak ada batasan shalat malam, tidak ada aturan tidak boleh ditambah maupun dikurangi. Shalat malam adalah bentuk ketaatan yang apabila ditambah maka pahala juga bertambah. Yang menjadi perbedana pendapat adalah jumlah rakaat yang sering dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipilih (disukai) oleh beliau hallallahu’alaihi wasallam untuk dirinya” [Syarh Muslim An-Nawawi]

Kesimpulan:

1.Shalat tarawih lebih baik dilakukan di awal malam setelah shalat isya dan setelah shalat ba’diyyah isya bersama imam

2.Shalat tarawih boleh dibagi menjadi dua gelombang, pertama di awal malam dan kedua di akhir malam

3.Jumlah raka’at shalat malam (tarawih) tidak ada batasannya, sehingga boleh saja seseorang shalat di awal malam bersama imam, kemudia ia shalat malam lagi di akhir malam.

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46702-shalat-tarawih-lebih-baik-di-awal-malam-bersama-imam.html