Muslimah Menyambut 10 Hari Terakhir Ramadhan

Saudariku tercinta, tak terasa kita telah memasuki penghujung bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kami sajikan sedikit pembahasan mengenai keistimewaan 10 hari terakhir Ramadhan beserta amalan yang dapat kita lakukan di hari-hari tersebut. Harapannya, tulisan ini dapat memotivasi saya pribadi dan saudari-saudariku semua untuk bersemangat dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita karena sesungguhnya amal itu tergantung dengan penutupnya.

Keistimewaan 10 Hari Terakhir Ramadhan

Keistimewaan terbesar yang terdapat pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan adalah lailatul qadarLailatul qadar merupakan malam diturunkannya Alquran. Malam tersebut istimewa karena ia lebih baik dibandingkan 1000 bulan sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (۲) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (۳) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ((٥

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Para malaikat dan ar-Ruh (Jibril) turun dengan izin Rabb-nya untuk mengurus setiap urusan. Keselamatan pada malam itu hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr : 1-5)

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih bersemangat untuk beribadah ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadhan dalam rangka mencari lailatul qadar. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau kencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)

Beliau pun juga memotivasi umatnya untuk mencari lailatul qadar terutama di malam-malam yang ganjil, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari no. 2017)

Amalan di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Beberapa amalan yang dapat dilakukan untuk mengisi 10 hari terakhir bulan Ramadhan adalah sebagai berikut.

  1. I’tikaf di Masjid

I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan melakukan ketaatan kepada Allah. Ketika seseorang melakukan i’tikaf maka ia mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, menahan jiwanya untuk bersabar dalam ibadah, memutus hubungan dengan  makhluk untuk berkomunikasi dengan Khaliqnya, mengosongkan hati dari kesibukan dunia yang menghalanginya dari mengingat Allah Ta’ala dan sibuk beribadah dengan melakukan dzikir, membaca Alquran, shalat, berdoa, bertaubat, dan beristigfar.

I’tikaf dianjurkan setiap waktu, tetapi lebih ditekankan ketika masuk bulan Ramadhan. Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukan i’tikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sebagaimana hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-i’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri beliau ber-i’tikaf setelah itu.” (HR. Al-Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

Dari hadits tersebut, dapat kita simpulkan bahwa seorang wanita juga dianjurkan untuk melakukan i’tikaf karena dahulu para istri Nabi tetap melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.

  1. Qiyamul Lail

Di antara amalan yang istimewa di 10 hari terakhir Ramadhan adalah bersungguh-sungguh dalam shalat malam, memperlama shalat dengan memperpanjang berdiri, ruku’, dan sujud. Demikian pula memperbanyak bacaan Alquran dan membangunkan keluarga dan anak-anak untuk bergabung melaksanakan shalat malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada lailatul qadr karena keimanan dan hal mengharap pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1901)

  1. Membaca Alquran

Hendaknya seseorang bersemangat untuk tilawah Alquran karena Ramadhan merupakan waktu turunnya Alquran. Demikian pula karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetorkan bacaan Alquran kepada Jibril ketika Ramadhan, sebagaimana hadits dari Fathimah radhiyallahu ‘anha,

أنّ جبريل عليه السلام كان يعارضه القرآن كل عام مرةً وأنّه عارضه في عام وفاته مرتين

Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam biasanya menyetorkan Alquran dengan Rasulullah sekali dalam setiap tahun. Akan tetapi, ia menyetorkan Alquran dua kali di tahun wafatnya Rasulullah.’ (HR. Muslim no. 2450)

  1. Shadaqah

Di antara amalan yang dianjurkan ketika bulan Ramadhan adalah ber-shadaqah. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ النَّاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ، إِنَّ جِبْرِيْلَ َعَلْيْهِ السَّلَام ُكَانَ يَلْقَاهُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ فِيْ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخُ فَيعْرضُ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيْهِ جِبْرِيْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia paling dermawan dengan kebaikan dan beliau lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan. Sesungguhnya Jibril menemui beliau setiap tahun di bulan Ramadhan hingga berlalulah bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetorkan bacaan Alquran kepada Jibril. Apabila beliau berjumpa dengan Jibril, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dengan kebajikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Al-Bukhari no. 3220)

  1. Memperbanyak Doa

Hendaknya seseorang banyak berdoa di 10 hari terakhir Ramadhan karena jika doanya bertepatan dengan malam lailatul qadar maka doanya akan terkabul. Demikian pula, hendaknya seseorang berdoa dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika bertanya tentang doa yang diucapkan ketika lailatul qadar,

قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

“Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR. At-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850, At Tirmidzi berkata: “Hasan shahih”)

  1. Bertaubat dan Istigfar

Di antara amalan yang sangat dianjurkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan adalah memperbanyak taubat dan istigfar karena bulan Ramadhan adalah bulan ampunan. Allah Ta’ala berfirman dalan hadits qudsi,

يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَادَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ فِيْكَ وَلاَأُبَالِىْ يَاابْنَ آدَمَ لَؤْ بَلَغَتْ ذُنُوْ بُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku maka Aku akan mengampuni semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli. Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukan-Ku dengan apapun juga maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.” (HR. At-Tirmidzi no. 3540, dihasankan al-Albani dalam Shahih at-Targhib, no. 1616)

Lantas, Bagaimana Jika Haid?

Haid merupakan kodrat seorang wanita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ

“Haid merupakan keadaan yang Allah tetapkan untuk anak perempuan Adam.” (HR.Al- Bukhari 294, Muslim 1211, dan yang lainnya)

Oleh karena itu, hendaknya seorang muslimah bersabar dalam menerima ketetapan dari Allah tersebut. Meskipun, ia tidak boleh melakukan puasa dan shalat, tetapi wanita yang haid dapat melakukan ibadah-ibadah lain yang tak kalah besar pahalanya. Di antaranya adalah berdzikir, sedekah, memperbanyak doa, membaca Alquran tanpa menyentuhnya, memperbanyak taubat, dan istigfar.

Waspadai Pencuri Ramadhan!

10 hari terakhir Ramadhan merupakan waktu yang sangat rawan terutama bagi seorang wanita. Di antara aktivitas yang semestinya diwaspadai oleh seorang muslimah adalah sebagai berikut.

  1. Sibuk Memasak di Dapur

Menjelang lebaran, umumnya wanita banyak pergi ke pasar dan berkutat di dapur untuk membuat kue dan menyiapkan hidangan untuk lebaran. Hal ini menyebabkan mereka lalai dari beribadah. Hendaknya seorang muslimah menyadari keistimewaan 10 hari terakhir Ramadhan sehingga ia tidak menghabiskan banyak waktu di pasar dan di dapur.

  1. Mengejar Diskon Lebaran

Menjelang lebaran, banyak took, dan mall yang menawarkan potongan harga besar-besaran. Hal ini mendorong mayoritas kaum muslimin untuk berbondong-bondong belanja baju lebaran. Akibatnya, toko dan mall menjadi sangat ramai sebaliknya masjid menjadi sangat sepi. Sangat disayangkan ketika kaum muslimin lebih tergiur dengan diskon lebaran dibandingkan diskon pahala. Muslimah yang berakal tentu akan memilih untuk meraup pahala Ramadhan sehingga ia tidak akan sibuk memikirkan baju lebaran.

  1. Menghabiskan Waktu di Jalan

Di antara tradisi menjelang lebaran adalah mudik ke kampung halaman. Hendaknya seorang muslimah memilih waktu yang tepat dan transportasi yang efisien sehingga dapat menghemat waktu dan tidak berlama-lama di perjalanan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar seorang muslimah tetap dapat beribadah secara maksimal di 10 hari terakhir bulan Ramadhan sekaligus dapat menyambung tali silaturahim dengan keluarga.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik untuk mengoptimalkan 10 hari Ramadhan dan menerima amal ibadah yang kita lakukan. Aamiin.

Referensi:

Ithaf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al-Fauzan. Darul ‘Ashimah. Saudi.

Penerjemah: Deni Putri K

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10267-muslimah-menyambut-10-hari-terakhir-ramadhan.html

20 Ramadhan: Awal Kehancuran Berhala-Berhala Bangsa Arab

Sebagaimana telah diketahui, terjadi persitiwa besar pada tanggal 20 Ramadhan. Peristiwa dibebaskannya Kota Mekah dari syirik dan ahlinya. Tentang hal ini telah kami muat pada artikel 20 Ramadhan: Pembebasan Kota Mekah. Pada tulisan ini, kami akan memuat tentang hancurnya kesyirikan dan simbol-simbolnya di kota suci Mekah.

Setelah Mekah menjadi wilayah Islam pada 20 Ramadhan 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai membersihkan Ka’bah dari kotoran kesyirikan. Berhala-berhala dibuang dan dihancurkan. Beliau sendiri turun tangan dalam peristiwa ini. Saat menghancurkan berhala-berhala itu beliau membaca ayat:

قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ

Katakanlah: “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi”. [Quran Saba’: 49]

dan ayat:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. [Quran Al-Isra: 81].

Jumlah berhala yang berada di Ka’bah kala itu adalah 360 berhala. Saat itu, di Ka’bah terdapat gambar Nabi Ibrahim, Ismail, dan Ishaq dalam keadaan sedang mengundi nasib dengan anak panah. Gambar-gambar itu diwarnai dengan za’faron. Nabi Muhammad tidak mau masuk ke dalam Ka’abah sebelum gambar-gambar itu dikeluarkan. Beliau bersabda, “Semoga Allah memerangi mereka. Ibrahim tidak pernah mengundi nasibnya dengan anak panah.” (HR. al-Bukhari: al-Fath (16/126, hadits No. 4288), dll).

Dalam riwayat lain disebutkan juga terdapat gambar Maryam. Dan juga ditemukan patung merpati yang terbuat dari kayu, beliau pun membuangnya keluar Ka’bah. Setelah Ka’bah dibersihkan, beliau shalat dua rakaat di dalamnya.

Setelah pembersihan Ka’bah, Rasulullah mengirim utusan ke wilayah sekitar Mekah untuk menghancurkan berhala-berhala terbesar milik bangsa Arab. Rasulullah mengirim Khalid bin al-Walid bersama tiga puluh orang lainnya menuju Bathni Nakhlah yang terdapat di Tsaqif. Mereka diamanahi untuk menghancurkan berhala al-Uzza.

Uzza adalah beberapa pohon di daerah Bathni Nakhlah. Sebuah wilayah antara Mekah dan Thaif. Pohon-pohon ini dikelilingi bangunan dan ditutupi kelambu. Dijaga oleh juru kunci. Dan terdapat setan-setan yang berbicara dengan manusia. Orang-orang penggemar kesyirikan menyangka pohon keramat inilah yang berbicara sendiri. Dan Uzza adalah berhala penduduk Mekah dan sekitarnya. Yakni milik bani Mudhar, Quraisy, dan Kinanah. Uzza dihancurkan saat bulan Ramadhan tinggal tersisa lima hari lagi. Khalid menebang pohon hingga rata dengan tanah. Dan membunuh jin wanita yang berbicara dengan manusia, yang menyesatkan itu.

Rasulullah juga mengutus Saad bin Zaid al-Asyhali bersama dua puluh orang lainnya untuk menghancurkan Manah di al-Musyallal. Sebuah tempat dekat Qudaid. Manah adalah sebuah batu besar yang terletak di sebuah wilayah antara Mekah dan Madinah. Berhala ini milik orang-orang Aus, Khazraj, dan Khuza’ah. Penghancuran ini terjadi enam hari sebelum berakhirnya Ramadhan.

Berhala besar lainnya adalah al-Lata (Arab: اللَاتَ). Ia adalah sebuah berhala besar yang berada di ath-Thaif. Berwujud patung yang memiliki relief. Yang dibangun rumah untuknya. Dan ditutupi dengan kelambu. Agar mirip dengan Ka’bah. Di sekeliling al-Lata terdapat teras dan dijaga oleh juru kunci. Untuk menghancurkan berhala ini, Rasulullah mengutus Abu Sufyan bin Harb dan al-Mughirah bin Syu’bah.

Menurut pendapat yang lainnya nama Lata dibaca dengan al-Latta (Arab: اللَاتَّ). Sebuah kata yang berasal dari kata kerja latta – yaluttu (Arab: لَتَّ – يَلُتُّ) yang artinya menumbuk gandum. Sedangkan al-Latta sendiri artinya orang yang menumbuk gandum. Al-Latta adalah seorang laki-laki shaleh yang menumbuk gandum, memasaknya, kemudian menghindangkannya untuk jamaah haji. Saat ia wafat, dibangunlah rumah di atas makamnya. Dibentangkan kelambu pada makam tersebut. Kemudian menjadi sesembahan selain Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengutus Amr bin al-Ash untuk menghancurkan Suwa’. Sebuah berhala milik Hudzail. Berhala-berhala inilah yang Allah sebut dalam firman-Nya,

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ (20)

“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” [Quran An-Najm: 19-20].

Dari sini kita mengetahui bahwasanya sesembahan orang-orang musryik jahiliyah itu beragam. Ada yang batu, pohon, kuburan orang shaleh, para nabi, dll. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan antara penyembah pohon dengan penyembah kuburan orang shaleh. Antara penyembah batu dengan penyembah nabi. Semua dihukumi musyrik oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau perangi mereka dalam Fathu Mekah. Dan beliau hancurkan sesembahan-sesembahan mereka.

Pelajaran lainnya adalah gaya pengagungan orang-orang musyrik jahiliyah dengan yang ada pada zaman ini mirip. Kuburan atau batu atau pohon diberi bangunan dan diberi tirai atau kelambu. Sebagai bentuk sakral dan pengagungan.

Daftar Pustaka:
– Fauzan, Shaleh bin Abdullah. 2006. Syarah al-Qawaid al-Arba’. Kairo: Dar al-Imam Ahmad.
– Ahmad, Mahdi Rizqullah. 2012. as-Sirah an-Nabawiyah fi Dhaui al-Mashadir al-Asliyah, Terj. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Perisai Qur’an.

Read more https://kisahmuslim.com/5954-20-ramadhan-awal-kehancuran-berhala-berhala-bangsa-arab.html

Selama 60 Tahun Menyediakan Buka Puasa Untuk Jamaah Masjid Nabawi

Di Masjid Nabawi sendiri lebih dari 1000 jamaah mengikuti buka bersama setiap harinya. Menu buka puasa dihidangkan pada 6 meja atau orang Indonesia mengenalnya sejenis lesehan panjang yang terletak di beberapa tempat Masjid Nabawi, termasuk di teras masjid.

Ar-Rahili mengatakan, biasanya menu buka puasa itu terdiri dari yogurt, susu, roti, kopi, dan ada juga hidangan yang disebut date dan duqa, sebuah makanan rumahan yang diadon dari bumbu-bumbu khas Arab.

Ketika ditanya, berapa uang yang ia habiskan setiap harinya untuk menyajikan menu buka puasa itu. Ar-Rahili enggan menyebutkan nominal yang ia sedekahkan itu. Ia mengatakan ini adalah perwujudan ibadah kepada Allah, bukan untuk mencari ketenaran.

Di kota suci lainnya, Mekah al-Mukaramah, Gubernur Mekah, pangeran Misyaal bin Abdullah meresmikan sebuah program yang berkelanjutan dalam menjamu kaum muslimin untuk berbuka di Masjid al-Haram. Program buka puasa itu mampu menjamu 1,5 juta orang di Propinsi Mekah.

Program berbuka puasa yang dicangankan pemerintah Arab Saudi ini akan disebarkan tidak hanya di masjid saja. Pemerintah mengerahkan petugas-petugas untuk mengedarkan buka puasa di lapangan-lapangan tempat orang-orang berkumpul, jalan-jalan, dan traffic light.

Pemerintah Arab Saudi juga mengajak para donatur dari kalangan orang-orang kaya untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial selain permsalahan buka puasa. Pemerintah menyiapkan suatu badan khusus untuk menyantuni orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

Inilah sekilas tentang suasana Ramadhan di Arab Saudi, dimana kalangan masyarakat hingga pemerintah bahu membahu dalam berderma. Masyarakat secara personal bersedekah dengan kemampuan mereka dan pemerintah memfasilitasi warga yang mampu untuk berbagi dengan warga yang tidak mampu. Mudah-mudahan semangat Ramadhan yang demikian juga tertular ke negeri kita Indonesia ini, amin.

Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma menceritakan:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Alquran. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari).

Sumber: Arabnews.com

Oleh Nurfitri Hadi

Read more https://kisahmuslim.com/4495-selama-60-tahun-menyediakan-buka-puasa-untuk-jamaah-masjid-nabawi.html#more-4495

Tidak Sah Shalat Tarawih yang Ngebut dan Tidak Tuma’ninah

Hendaknya shalat tarawih dilakukan dengan tuma’ninah dan tidak ngebut. Di beberapa tempat (alhamdulillah, sebagian kecil) didapati masjid yang melakukan shalat tarawih dengan sangat cepat dan tidak ada tuma’ninah. Pendapat terkuat tuma’ninah adalah rukun dari shalat, sehingga apabila ditinggalkan baik secara sengaja atau tidak sengaja, maka shalatnya tidak sah. Hal ini berdasarkan hadits yang sudah jelas dan masyuhur yaitu hadits Al-Musi’ fi Shalatih (orang yang shalatnya salah/jelek). Dalam hadits tersebut dikisahkan ada seseorang yang shalat sangat cepat dan tidak tuma’ninah, lalu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak sah. Beliau bersabda pada orang tersebut,

ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ

“Kembalilah dan shalatlah! karena sesungguhnya engkau belum melakukan shalat.” [HR. Bukhari & Muslim]

 

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah dijelaskan bahwa mazhab Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tuma’ninah adalah rukun shalat.

ﻓﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺤﺎﺟﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻄﻤﺄﻧﻴﻨﺔ ﺭﻛﻦ ﻣﻦ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ، ﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﻤﺴﻲﺀ ﺻﻼﺗﻪ

“Ulama Syafi’iyyah dan Hanbilah, Abu Yusuf al-Hanfiyyah dan Ibnu Hajib Al-Malikiyyah berpandapat bahwa tuma’ninah adalah rukun shalat berdasarksan hadits Al-Musi’ fi Shalatih.” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 30/96]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar tuma’ninah pada gerakan shalat, beliau bersabda,

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

Jika engkau berdiri hendak melakukan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagimu. Setelah itu, ruku’lah sampai engkau benar-benar ruku’ dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah sampai engkau tegak berdiri, setelah itu, sujudlah sampai engkau benar-benar sujud dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah sampai engkau benar-benar duduk dengan thuma’ninah. Lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya!”. [HR. Bukhari & Muslim]

 

Imam Bukhari membuat bab dalam shahihnya dengan judul:

بَابُ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهُ بِالإِعَادَةِ

“Bab: perintah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi shalat kepada orang yang tidak menyempurnakan rukuknya.”

Apabila shalat dilakukan dengan gerakan sangat cepat, dikhawatirkan sebagaimana hadits yaitu seburuk-buruknya pencuri yaitu pencuri dalam shalat. Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِى يَسْرِقُ مِنْ صَلاتِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: “لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلاَ سُجُودَهَا

“Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ibn Abi Syaibah, dishahihkan Ad-Dzahabi).

Apabila hal ini dilakukan terus-menerus (yaitu shalat dengan sangat cepat), dikhawatirkan juga mati tidak di atas fitrah ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Hudzifah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal). Hudzaifah berkata melanjutkan:

وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [HR. Ahmad & Bukhari]

 

Bagaimana batasan tuma’ninah? Dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani ada dua poin:

وقدر الطمأنينة المفروضة: أدنى سكون بين حركتي الخفض والرفع عند أصحاب الشافعي ، وأحد الوجهين لأصحابنا.

والثاني لأصحابنا: أنها مقدرة بقدر تسبيحة واحدة

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46857-tidak-sah-shalat-tarawih-yang-ngebut-dan-tidak-tumaninah.html

Apakah Menelan Air Liur Membatalkan Puasa?

Apakah Menelan Air Liur Membatalkan Puasa?

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Ustadz dan keluarga yg semoga selalu dirahmati Allah ta’ala.

Mohon penjelasan bagaimana puasa kita yang kadang tanpa sengaja menelan air liur?

Jazaakumullah khoyron
Baarokallah fiikum

(Admin BIAS T08 G-51)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

ِAlhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Aamiin, jazakumullahu khairan atas doanya, dan semoga doa tersebut juga untuk Anda.

Kemudian terkait menelan air liur sendiri saat seorang berpuasa, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa.

Ibnu Qudamah, ketika menjelaskan tentang hal-hal yang membatalkan puasa, beliau membuat pembahasan:

فَصْلٌ : وَمَا لا يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ مِنْهُ , كَابْتِلاعِ الرِّيقِ لا يُفَطِّرُهُ , لأَنَّ اتِّقَاءَ ذَلِكَ يَشُقُّ , فَأَشْبَهَ غُبَارَ الطَّرِيقِ , وَغَرْبَلَةَ الدَّقِيقِ . فَإِنْ جَمَعَهُ ثُمَّ ابْتَلَعَهُ قَصْدًا لَمْ يُفَطِّرْهُ ; لأَنَّهُ يَصِلُ إلَى جَوْفِهِ مِنْ مَعِدَتِهِ , أَشْبَهَ مَا إذَا لَمْ يَجْمَعْهُ، فَإِنَّ الرِّيقَ لا يُفَطِّرُ إذَا لَمْ يَجْمَعْهُ , وَإِنْ قَصَدَ ابْتِلاعَهُ , فَكَذَلِكَ إذَا جَمَعَهُ

(Diantara hal yang tidak membatalkan puasa) adalah sesuatu yang tidak mungkin terhindarkan, seperti menelan air liurnya, karena kalau seorang tidak boleh menelan air liurnya itu adalah suatu hal yang sangat menyusahkan. maka air liur itu hukumnya seperti debu-debu jalan atau debu tepung yang diayak, bahkan kalau ada yang sengaja mengumpulkan air liurnya kemudian menelannya, tetap puasanya tidak batal, karena ia menelan sesuatu yang berasal dari alat pencernaannya, dan yang mengumpulkan air liurnya kemudian menelannya, itu sama halnya dengan orang yang tidak mengumpulkannya terlebih dahulu, karena air liur jika tidak dikumpulkan terlebih dahulu (dalam mulut) tidak membatalkannya, maka begitu juga saat itu mengumpulkannya terlebih dahulu, tetap tidak membatalkannya.

Selesai penukilan…

Wallohu A’lam
Wabillahittaufiq.

Referensi: https://bimbinganislam.com/apakah-menelan-air-liur-membatalkan-puasa/

 

 

Bagaimana Apabila Masih Mempunyai Hutang Puasa Ramadhan? -mempunyai-hutang-puasa-ramadhan/

Bagaimana Apabila Masih Mempunyai Hutang Puasa Ramadhan?

Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Istri saya tadi pagi baru inget kalo masih punya utang puasa tahun lalu, nah apa yang harus di lakukan ya Ustadz? Dibayar setelah puasa ini atau gimana ya ?

(Disampaikan oleh Endra NH Admin N08)

 


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين

بِسم الله

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Puasa pada bulan bulan ramadhon adalah puasa yang Allah ﷻ wajibkan bagi setiap orang yang beriman,

Allah ﷻ berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Bulan ramadhon adalah bulan diturunkannya alquran, sebagai petunjuk bagi manusia, penjelas dan pembeda (antara haq dan bathil), maka siapa yang berada di bulan itu maka wajib baginya berpuasa”

(QS. Al-Baqarah 185)

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان

Islam itu dibangun diatas 5 pilar : Syahadat bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa dibulan ramadhon.”

(HR. Bukhari 8, HR Muslim 16, HR Tirmidzi 2612)

Akan tetapi Allah ﷻ memberi keringanan bagi sebagian kaum muslimin untuk tidak berpuasa disebabkan alasan syar’i, seperti sakit, safar, hadih dan nifas, akan tetapi wajib bagi mereka menggantinya di hari yang lain diluar bulan ramadhon.

 

Allah ﷻ berfirman:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka siapa yang sakit atau sedang safar (di bulan ramadhon) maka wajib dia ganti pada hari yang lain”.

(QS. Al-Baqoroh 184)

Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كنا نؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة

“Dahulu (ketika kita haidh di zaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam), kita diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan mengganti sholat.”

(HR. Muslim 508)

Dan para ulama sepakat atas wajibnya bagi seseorang yang memilki udzur, untuk mengganti puasa sebelum datang ramadhon berikutnya.

Lalu, bagaimana dengan orang yang sengaja tidak menggantinya (tanpa udzur) sampai datang ramadhon berikutnya?

Maka para ulama mengatakan dia berdosa akan kelalaiannya dan tetap wajib mengganti puasa tersebut, dan mereka berselisih pendapat apakah ditambahkan kewajiban memberi makan kepada faqir miskin:

1. Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwsanya wajib baginya memberi makan orang miskin.
2. Imam Abu Hanifah berpendapat: orang tersebut wajib mengganti saja. (lihat penjelasan lebih lanjut dalam kitab majmu’ dan mughny).

Pendapat yang kuat insya Allah adalah pendapat yang dipegang Abu Hanifah, dikarenakan kewajiban yang Allah ﷻ tetapkan dalam al-quran adalah mengganti hari yang batal di hari lain, tanpa menjelaskan harus memberi makan.

Wallohu A’lam
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله تعالى
Senin , 01 Ramadhan 1440 H/ 06 Mei 2019

Referensi: https://bimbinganislam.com/bagaimana-apabila-masih-mempunyai-hutang-puasa-ramadhan/

Perbanyaklah Berdoa di Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah waktu terkabulnya doa dikuatkan dengan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan doa maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10: 14) mengatakan bahwa perowinya tsiqah -terpercaya-. Lihat Jaami’ul Ahadits, 9: 224)

Doa adalah senjata bagi orang yang beriman. Mengapa demikian?
Diibaratkan seseorang ketika ingin mempertahankan diri dari serangan musuh atau ingin ‘menembak’ target maka dia akan membutuhkan senjata. Seperti halnya seorang mukmin, ketika dia ingin sesuatu maka dia butuh ‘senjata’ dengan berdoa kepada Allah.

Lalu sudahkah engkau ketahui wahai saudariku tentang waktu-waktu terbaik untuk berdoa ketika bulan Ramadhan ini?

1. Sepertiga malam terakhir dan ketika waktu sahur
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)

Imam Nawawi berkata, “Pada waktu itu adalah waktu tersebarnya rahmat, banyak permintaan yang diberi dan dikabulkan, dan juga nikmat semakin sempurna kala itu.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 36)

Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di atas dengan berkata, “Doa dan istighfar di waktu sahur adalah  diijabahi (dikabulkan).” (Fathul Bari, 3: 32)

2. Siang hari saat berpuasa
Ketika sedang puncak-puncaknya rasa lapar dan dahaga menyerang maka perbanyaklah berdoa saudariku. Karena ini merupakan waktu yang baik untuk berdoa.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” ( HR. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya)

Kata Imam Nawawi, “Disunnahkan orang yang berpuasa berdoa saat berpuasa dalam urusan akhirat dan dunianya, juga doa yang ia sukai, begitu pula doa kebaikan untuk kaum muslimin.” ( Al Majmu’, 6: 273)

3. Ketika berbuka puasa
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya doa karena saat itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7: 194)

4. Ketika malam lailatul qadar

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)

Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu’anha:

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

“Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni. (Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku)” .(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih)

Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu’anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

Selain keempat waktu di atas, kita juga bisa memanfaatkan waktu untuk berdoa ketika adzan berkumandang, di antara adzan dan iqamah, ketika sedang sujud dalam shalat, ketika sebelum salam pada shalat, di hari Jum’at , dan ketika turun hujan. Karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa.

MasyaAllah, begitu banyaknya waktu yang baik untuk memohonkan hajat kita kepada Allah. Maka dari itu jangan sampai kita melalaikan waktu-waktu tersebut hanya untuk hal yang sia-sia bahkan untuk hal yang maksiat –Wal ‘iyadzu billah-.
Semoga Allah selalu memberikan hidayah dan taufik kepada kita.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11171-perbanyaklah-berdoa-di-bulan-ramadhan.html

Tetap Memuliakan Tamu Walaupun Dihina

Pertanyaan :

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ustadz dan keluarga yang semoga selalu dirahmati Allah ta’ala.
Semoga memberkahi kita semua Aamiin..

Ustadz, ana seorang istri. Ana mau tanya jikalau rumah kami dihina oleh orang yang mau menginap dirumah, apakah kami tetap memberi ijin orang itu menginap? Bagaimana batasan menjaga kehormatan seorang muslim tanpa memutus tali silaturahim ?
Karena yang menghina adalah adik perempuan suami. Sedangkan rumah kami adalah warisan ayah saya (bukan rumah suami).
Jazaakumullah khoyron
Baarokallah fiikum

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Disampaikan Oleh Sahabat BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Iya, hendaklah ia tetap mengizinkan menginap, itu hak tamu.
Dan syariat kita mengkaitkan penunaian hak tamu dengan keimanan pada Allah dan hari akhir.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Muslim 47)

Terlebih lagi tamunya merupakan kerabat sendiri, keluarga sendiri, ada keutamaan khusus tentang hal itu. Berbuat baik padanya lebih bernilai dibanding kepada orang lain. Sebagaimana digambarkan dalam hadits

اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ  :  صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ

Bersedekah kepada orang miskin bernilai satu kebaikan, yakni sedekah, dan bersedekah kepada kerabat bernilai dua kebaikan; sedekah dan silaturrahim” (Shahihul Jami’ 3858)

 

Maka hendaknya ia kesampingkan dulu perasaan tidak nyaman yang ada pada hatinya karena sikap tamu, lebih baik ia fokuskan pada penunaian hak tamu yang mendatangkan pahala dan keberkahan bagi kehidupannya.
Toh sang tamu juga tidak akan lama atau selamanya disana, sabarlah. Dan itu akan manis rasanya jika ia mengetahui ganjarannya.

Wallohu A’lam
Wabillahittaufiq.

Referensi: https://bimbinganislam.com/tetap-memuliakan-tamu-walaupun-dihina/