Doa Agar Terhindar dari Berbagai Keburukan Dunia dan Akhirat

Ada doa yang bagus diamalkan agar kita dapat terhindar dari berbagai keburukan dunia dan akhirat.

Hadits #1471

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنْ جَهْدِ البَلاَءِ ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ ، وَسُوءِ القَضَاءِ ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاء )) متفق عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ سُفْيَانُ : أَشُكُّ أَنِّي زِدْتُ وَاحِدَةً مِنْهَا.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah perlindungan kepada Allah dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Al-Bukhari, no. 6347 dan Muslim, no. 2707]

Dalam riwayat lain, Sufyan berkata, “Aku ragu kalau aku telah menambahkan salah satunya.”

 

Faedah Hadits

  1. Dianjurkan meminta perlindungan dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan.
  2. Kalimat bersajak tidaklah masalah selama tidak membebani diri.
  3. Musibah itu takdir. Dan ketika seorang hamba berdoa agar terangkatnya musibah, maka sudah jadi takdir pula.
  4. Meminta perlindungan dan berdoa menunjukkan seorang hamba butuh dan tunduk kepada Allah.
  5. Doa ini berisi permintaan perlindungan dari segala kejelekan dunia dan akhirat.

 

Doa yang bisa dirangkai dari hadits di atas,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ البَلاَءِ ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ ، وَسُوءِ القَضَاءِ ، وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاء

“ALLOOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN JAHDIL BALAA-I, WA DAROKISY SYAQOO-I, WA SUU-IL QODHOO-I, WA SYAMAATATIL A’DAAI (artinya: Ya Allah aku meminta perlindugan kepada-Mu dari beratnya cobaan, kesengsaraan yang hebat, takdir yang jelek, dan kegembiraan musuh atas kekalahan).”

 

Keterangan doa:

  1. JAHDIL BALA-I adalah beratnya cobaan. Bisa dibaca pula dengan juhdil bala’ yaitu cobaan yang dirasa tidak kuat lagi dipikul dan tidak mampu ditolak. Yang dimaksud cobaan di sini adalah cobaan yang menimpa badan seperti penyakit dan selainnya atau cobaan maknawi yaitu berbagai gangguan dari orang lain seperti celaan, ghibah, namimah, dan fitnah.
  2. DAROKISY SYAQOO-I adalah bertemu dengan kebinasaan. Asy-syaqaa’ yang dimaksud adalah lawan dari kebahagiaan. Yang dimaksud dalam doa adalah kita meminta agar tidak binasa dalam hal dunia, tidak binasa jiwa, keluarga, harta, dan urusan akhirat, juga tidak binasa lantaran dosa dan kesalahan.
  3. SUU-IL QODHOO-I adalah takdir yang dirasa jelek dan membuat seseorang bersedih atau menjerumuskannya dalam perbuatan terlarang. Ketetapan jelek ini bisa jadi dalam hal agama, dunia, dalam jiwa, keluarga, harta, anak, dan akhir hidup. Doa ini berarti kita meminta pada Allah agar terus terjaga dalam hal-hal yang disebutkan.
  4. SYAMAATATIL A’DAA-I adalah kegembiraan musuh atas kekalahan.

 

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. https://kalemtayeb.com/safahat/item/3095

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19952-doa-agar-terhindar-dari-berbagai-keburukan-dunia-dan-akhirat.html

Ini Landasan Bumi saat Mi’raj ke Sidratul Muntaha

AL-Aqsha adalah permukaan bumi yang dipilih Allah menjadi tempat landasan dari bumi menuju sidratul muntaha (miraj).

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dibawakan kepadaku Buraq. Ia adalah hewan tunggangan berwarna putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal. Ada tanda di setiap ujungnya.” Beliau melanjutkan, “Aku mengikat Buraq itu di salah satu pintu Baitul Maqdis, tempat dimana para nabi mengikat hewan tunggangan mereka. Kemudian aku masuk ke dalamnya dan salat dua rakaat. Setelah itu aku keluar dari masjid, lalu Jibril mendatangiku dengan membawa bejana yang berisi khamr dan susu. Aku memilih yang berisi susu, lalu Jibril shallallahu alaihi wa sallam berkata, Engkau telah memilih fitrah. Setelah itu, kami pun miraj menuju langit.” (HR. Muslim)

Seandainya Allah menakdirkan, miraj dilakukan dari Masjid al-Haram pastilah Allah mampu melakukannya, akan tetapi Allah menetapkan agar Nabi dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam miraj dari Masjid al-Aqsha, agar kaum muslimin tahu kedudukan masjid ini dan agar masjid tersebut memiliki tempat istimewa di hati-hati umat Islam.

Masjid al-Aqsha al-Mubarak adalah di antara tiga masjid yang boleh diniatkan secara khusus untuk mengunjunginya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (untuk beribadah) kecuali ketiga masjid: Masjid al-Haram, Masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan Masjid al-Aqsha.” (HR. Bukhari).

 

INILAH MOZAIK

Safinatun Najah: Sebab Tayamum

Apa saja sebab tayamum? Kita pelajari lagi dari Safinatun Najah.

Safinatun Najah #11

Oleh: Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami Asy-Syafi’i

أَسْبَابُ التَّيَمُّمِ ثَلاَثَةٌ:

1- فَقْدُ الْمَاءِ

وَ2- الْمَرَضُ.

وَ3-الاحْتِيَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِ حَيَوَانٍ مُحْتَرِمٍ.

Fasal: Sebab tayammum ada tiga, yaitu [1] tidak ada air, [2] sakit, dan [3] airnya dibutuhkan untuk memberi minum binatang (makhluk) yang kehausan yang muhtarom (yang dimuliakan syara’).

غَيْرُ الْمُحْتَرَم سِتَّةٌ:

1- تَارِكُ الصَّلاَةِ.

وَ2- الزَّانِيْ الْمُحْصَنُ.

وَ3- الْمُرْتَدُّ.

وَ4-الكَافِرُ الْحَرْبِيُّ.

وَ5- الْكَلْبُ الْعَقُوْرُ.

وَ6- الْخِنْزِيْرُ.

Yang tidak masuk muhtarom (tidak dihormati) ada enam, yaitu [1] orang yang meninggalkan shalat, [2] pezina yang sudah menikah, [3] murtad, [4] kafir harbi, [5] anjing galak, dan [6] babi.

 

Catatan Dalil

Pertama: Pengertian Tayamum

Tayamum secara bahasa berarti al-qashdu (berkehendak). Secara istilah, tayamum berarti sampainya debu untuk bersuci dengan mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu dan dengan tata cara tertentu. Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:92.

 

Kedua: Dalil Disyariatkannya Tayamum dalam Al-Quran dan As-Sunnah

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang suci; usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي ، نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَة ُفَلْيُصَلِّ ، وَأُحِلَّتْ لِي الغَنَائِمُ ، وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي ، وَأُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةُ ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ لِلنَّاسِ عَامَّةً

Aku dianugerahi lima perkara yang tidak pernah diberikan seorang pun dari Rasul-Rasul sebelumku, yaitu (1) aku diberikan pertolongan dengan takutnya musuh mendekatiku dari jarak sebulan perjalanan, (2) dijadikan bumi bagiku sebagai tempat shalat dan bersuci (untuk tayammum, pen.), maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka hendaklah ia shalat, (3) dihalalkan rampasan perang bagiku dan tidak dihalalkan kepada seorang Nabi pun sebelumku, (4) dan aku diberikan kekuasaan memberikan syafa’at (dengan izin Allah), (5) Nabi-Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 438 dan Muslim, no. 521, 523)

 

Ketiga: Tidak adanya air ketika safar

Ada empat keadaan untuk musafir, yaitu:

  1. Meyakini tidak ada air di sekitarnya, maka boleh tayamum dalam keadaan ini.
  2. Bisa mendapatkan air di sekitarnya dekat atau jauh, maka wajib air tersebut dicari. Hal ini dengan syarat kalau sudah masuk waktu shalat. Karena tayamum adalah bersuci darurat, maka tidak disebut darurat ketika mampu bersuci dengan air dan tidak disebut darurat jika bersuci sebelum waktunya.
  3. Yakin adanya air di sekitarnya selama tidak jauh. Standar jauh adalah jika air tersebut dicari, keluarlah waktu shalat, dan dipilihlah tayamum karena sudah tidak mendapati air pada waktu tersebut.
  4. Air sulit dijangkau karena terlalu padat orang yang ingin memakainya dan alat untuk mengambil air hanyalah satu, dalam kondisi ini—menurut pendapat yang kuat—boleh bertayamum, dan tidak perlu diulangi menurut madzhab.

Lihat bahasan Kasyifah As-Saja, hlm. 137.

Yang dijadikan patokan jarak untuk dikatakan jauh adalah sekitar setengah farsakh. Jarak ini sama dengan 2,5 km. Ketika keadaan air ada pada jarak tersebut, dianggap jauh, maka boleh tayamum karena kesulitan mendapati air. Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93 dan Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101.

Sebab tayamum karena safar disebutkan dalam ayat,

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6)

Syaikh As-Sa’di menerangkan dalam Taysir Al-Lathif Al-Mannan, “Adapun penyebutan safar dalam ayat karena safar diduga kuat lebih butuh pada tayamum dan sulitnya mendapatkan air. Sama seperti dikaitkannya gadai dengan safar (dalam ayat yang lain). Namun bukanlah safar jadi sebab orang bertayamum sebagaimana sangkaan sebagian orang. Pemahaman seperti itu dapat disanggah dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘lalu kamu tidak memperoleh air’.”

Dengan catatan lagi menurut Syaikh Muhammad Az-Zuhaili, safar yang boleh mengambil keringanan tayamum adalah bukan safar maksiat karena rukhsah (keringanan) tidaklah berlaku pada maksiat.

 

Keempat: Tayamum karena uzur tidak bisa menggunakan air

Misal yaitu air memang dekat namun ada musuh di dekat sumber air tersebut yang ditakuti.

Bisa juga ada uzur menggunakan air karena sakit yaitu:

  1. Karena takut muncul penyakit.
  2. Karena takut penyakitnya bertambah parah.
  3. Karena takut penyakitnya makin lama kesembuhannya.

Seperti ini dibolehkan untuk tayamum. Dalilnya adalah hadits berikut.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ»

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah keluar pada saat safar, lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya, “Apakah aku mendapati keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub), lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda, “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud, no. 336; Ibnu Majah, no. 572 dan Ahmad, 1:330. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasanselain perkataan ‘cukup baginya bertayamum’)

Bisa pula uzur lainnya karena keadaan sangat dingin dan sulit memanaskan air seperti kejadian ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu bertayamum ketika junub karena takut binasa ketika sangat dingin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujui hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan padanya,

يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ

“Wahai ‘Amr, engkau shalat dengan sahabat-sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub.” ‘Amr lantas memberitahukan beliau apa yang menyebabkan ia tidak mandi junub. ‘Amr menjawab,

وَقُلْتُ إِنِّى سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا) فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Aku berkata, ‘Aku mendengar firman Allah: Janganlah membunuh diri kalian sendiri sesungguhnya Allah terhadap kalian itu Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’: 29). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa dan tidak berkata apa-apa.” (HR. Abu Daud, no. 334 dan Ahmad, 4:203. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Lihat bahasan dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93.

Catatan:

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam nasihat di telegram beliau (@almunajjid) menyatakan, “Tayamum tidaklah sah ketika masih terdapat air atau mampu untuk mencari air tanpa ada kesulitan apa pun. Di antara bentuk bergampang-gampangan yang tercela adalah memilih tayamum di saat dingin padahal mampu untuk menggunakan air atau dengan cara menghangatkan air. Ingat, yang dibolehkan untuk tayamum hanyalah mereka yang tidak mendapatkan air atau jauh dari air, atau air yang ada hanya cukup untuk minum, atau tidak mampunya menggunakan air karena sakit atau semisal itu.”

 

Keempat: Air hanya cukup untuk minum

Keadaan ketika memiliki air namun hanya cukup untuk minum saja, dibolehkan untuk tayamum berdasarkan dalil,

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا

Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah.” (QS. Al-Maidah: 6). Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:93.

Namun air tidak diberikan kepada enam dengan alasan untuk berganti pada tayamum sebagaimana disebut dalam Safinatun Najah yaitu: [1] orang yang meninggalkan shalat, [2] pezina yang sudah beristri, [3] murtad, [4] kafir harbi (kafir yang diajak perang), [5] anjing galak, dan [6] babi.

Untuk diberikan kepada hewan yang haus, boleh dijadikan alasan untuk tayamum, berarti dianggap tidak mendapati air.

 

Kelima: Setelah terbukti air tidak ada, barulah tayamum

Dalam Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i (1:101), Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili menyebutkan bahwa tidak bioleh dikatakan air itu tidak ada sebagai alasan tayamum kecuali setelah mencarinya karena dalam ayat disebutkan “falam tajiduu maa-an” (ketika tidak mendapati air). Tayamum itu badal (pengganti). Badal itu ada setelah yang digantikan (mubdal) itu tidak ada.

 

Keenam: Air mampu dibeli, bolehkah tayamum?

Jika ada air dengan harga yang wajar, maka wajib air tersebut dibeli dan tidak sah untuk tayamum saat itu selama mampu membeli air. Lihat Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101.

 

Ketujuh: Jika mendapati air namun hanya bisa wudhu sebagian

Jika air hanya bisa membasuh sebagian anggota wudhu, maka air digunakan untuk wudhu terlebih dahulu kemudian untuk sisanya dilanjutkan dengan tayamum karena dalam ayat disebutkan “falam tajiduu maa-an” (ketika tidak mendapati air). Karena air masih didapati, maka tidak bisa beralih langsung kepada tayamum sedangkan ia masih mendapati air. LihatAl-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:101-102.

Masih berlanjut dengan bahasan tayamum insya Allah.

Pagi hari diselesaikan di #darushsholihin, 13 Rajab 1440 H (Rabu pagi)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19940-safinatun-najah-sebab-tayamum.html

Efek Dahsyat dari Perbuatan Dosa

Al-Qur’an seringkali menjelaskan begitu bahayanya melanggar ketentuan Allah. Dibaliknya ada efek dahsyat yang akan menimpa pelakunya.

Allah swt berfirman,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS.An-Nisa’:14)

Dalam ayat lain disebutkan,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)

Karena begitu besarnya efek yang dihasilkan oleh perbuatan dosa, Al-Qur’an selalu mengingatkan untuk cepat-cepat bertaubat apabila terjadi kekhilafan dalam diri kita. Karena perbuatan dosa itu dapat membuatnya tergelincir dalam semua urusan dalam hidupnya.

Bila kita merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an maka akan kita temukan bahwa efek dari dosa itu tidak hanya menimpa pelakunya, tapi efeknya bisa merembet kemana-mana.

(1) Yang pasti akan merasakan efek buruk dari dosa adalah pelakunya.

وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَ

“Dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS.An-Nisa’:79)

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS.Asy-Syura:30)

Disana ada dosa yang menjauhkan kita dari rezeki…

Ada dosa yang merubah nikmat menjadi bencana…

Ada dosa yang menghambat doa untuk dikabulkan…

Dan semua keburukan yang menimpamu adalah hasil dari tanganmu sendiri.

(2) Efek dari dosa itu bisa menimpa harta manusia.

Bagaimana diceritakan para pemilik kebun yang berlimpah dalam Surat Al-Qalam, tiba-tiba dihancurkan oleh Allah karena enggan memberi orang-orang yang miskin.

فَأَصۡبَحَتۡ كَٱلصَّرِيمِ

“Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.” (QS.Al-Qalam:20)

Begitu juga diceritakan dalam Surat Al-Kahfi.

(3) Bahkan orang-orang yang rela melihat perbuatan dosa orang lain juga akan terkena dampaknya.

Begitulah ketika Bani Israil dilarang untuk memancing di hari Sabtu oleh Allah, orang-orang yang tidak ikut memancing namun hatinya rela dengan perbuatan itu juga mendapatkan adzab dari Allah swt.

وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابِۭ بَـِٔيسِۭ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ

“Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS.Al-A’raf:165)

(4) Dosa-dosa itu juga bisa memberi efek buruk bagi suatu Negeri.

Kita melihat bagaimana Negeri Saba’ dihancurkan karena perbuatan dosa para penduduknya.

فَأَعۡرَضُواْ فَأَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ سَيۡلَ ٱلۡعَرِمِ وَبَدَّلۡنَٰهُم بِجَنَّتَيۡهِمۡ جَنَّتَيۡنِ ذَوَاتَيۡ أُكُلٍ خَمۡطٖ وَأَثۡلٖ وَشَيۡءٖ مِّن سِدۡرٖ قَلِيلٖ

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr. (QS.Saba’:16)

Dalam ayat lain disebutkan,

فَتِلۡكَ بُيُوتُهُمۡ خَاوِيَةَۢ بِمَا ظَلَمُوٓاْ

“Maka itulah rumah-rumah mereka yang runtuh karena kezhaliman mereka.” (QS.An-Naml:52)

(5) Dosa juga bisa memberi efek buruk kepada bumi Allah swt.

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS.Ar-Rum:41)

Semua kerusakan di bumi ini adalah hasil dari perbuatan manusia. Sementara apabila mereka beriman dan bertakwa maka Allah akan memakmurkan tempat dimana mereka tinggal.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS.Al-A’raf:96)

Marilah kita menjaga diri dari berbagai macam dosa. Jangan pernah meremehkan yang kecil karena dari yang kecil itu akan menggiring kita untuk melakukan dosa besar.

Semoga bermanfaat…

 

KHAZANAHALQURAN

Ungkapan Rasa Syukur

Tak ada alasan bagi Muslim untuk tidak bersyukur kepada Allah.

 

Sebuah hadis diriwayatkan Hakim dari Jabir bin Abdullah RA menyebutkan, di akhirat nanti ada seorang hamba yang telah beribadah selama 500 tahun. Ahli ibadah tersebut pun dipersilakan Allah SWT untuk memasuki surga. “Wahai hamba-Ku, masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku,” bunyi Firman Allah dalam hadis qudsi tersebut.

Namun, ada yang menyangkal dalam hati si ahli ibadah. Mengapa ia masuk surga lantaran rahmat Allah? Bukankah ia telah beribadah selama 500 tahun? “Ya Rabbi, mengapa aku tidak dimasukkan ked alam surga karena amalku?” tanyanya.

Allah SWT pun memperlihatkan nikmat yang telah diberikan-Nya bagi si ahli ibadah. Nikmat Allah tersebut ditimbang dengan seluruh amal ibadah yang telah ia kerjakan. Ternyata, nikmat penglihatan dari sebelah matanya saja sudah melebihi ibadah 500 tahun si ahli ibadah. Akhirnya, si ahli ibadah pun tunduk dihadapan Allah dan menyadari betapa kecilnya nilai ibadahnya.

Tak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak bersyukur kepada Allah. Sebanyak apa pun ibadah yang dilakukan, tak akan sebanding dengan nikmat dan karunia yang telah diterima dari Allah. Demikianlah hakikat dari ibadah, sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Rabb-nya. Jadi, menunaikan ibadah bukan hanya sebatas “pelunas utang” dan menunaikan kewajiban saja.

Rasulullah SAW sebagai seorang hamba yang dijamin tidak berdosa (maksum) adalah teladan dalam hal bersyukur. Suatu kali, istri beliau SAW bertanya, mengapa suaminya itu selalu shalat tahajud sepanjang malam. Bahkan, kaki beliau SAW pun sudah bengkak lantaran lamanya berdiri. “Ya Rasulullah, bukankah Allah SWT telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” ujar Aisyah.

Aisyah mengisyaratkan, buat apalagi susah-susah ibadah, toh Rasulullah SAW sudah dijamin Allah masuk surga. Seluruh kesalahannya, kalaupun ada, sudah diampuni Allah. Dan, ia adalah makhluk yang paling mulia dimuka bumi. Lalu, mengapa ia masih merepotkan diri dengan ibadah sepanjang malam?

“Bukankah lebih elok jika aku menjadi hamba yang bersyukur,” jawab Rasulullah (HR Bukhari).Demikianlah Rasulullah mencontohkan, hakikat dari ibadah bukanlah sebatas “pelunas utang” atau pembersih diri dari dosa. Ibadah adalah luapan rasa syukur kepada Allah.

Sungguh, sangat banyak hal-hal yang harus disyukuri seorang hamba. Nikmat tersebut baru akan terasa nilainya ketika Allah SWT telah mencabutnya. Jadi, sebelum Allah mencabut nikmat itu, syukurilah keberadaannya.

“Dan, jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya (karena banyaknya). Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Penyayang.” (QS an-Nahl [16] : 18).

Ketika seorang hamba sudah mengetahui hakikat ibadahnya sebagai bentuk syukur, saat itulah ibadah bisa menjadi perisainya. Seorang yang menunaikan kewajibannya dan juga menambahnya dengan ibadah-ibadah sunah akan bermuara pada kecintaan Allah. Ketika ia sudah mendapatkan cinta Allah, seluruh aktivitas yang ia jalani di muka bumi adalah restu dan rida dari Allah SWT.

Sebagaimana Firman Allah dalam hadis qudsi: “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku senangi daripada melaksanakan apa yang Aku fardukan atasnya. Dan, tidak pula hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri dengan melakukan amalan-amalan sunah, sehingga Aku mencitainya. Dan, bila Aku mencintainya, menjadilah Aku telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang dengannya ia memegang, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Apabila ia bermohon kepada-Ku maka pasti Ku kabulkan permohonannya, apabila ia meminta perlindungan-Ku maka pasti ia Ku lindungi. (HR Bukari Muslim).

Mereka yang mendapatkan cinta Allah tersebut juga diistilahkan dengan wali Allah. Tak mudah untuk mengetahui siapa wali Allah tersebut. Tetapi, yang jelas wali Allah adalah ahli ibadah yang menunaikan ibadah sebagai bentuk rasa syukur mereka.

Berhati-hatilah berurusan dengan para wali Allah. Seperti dinyatakan dalam kelanjutan hadis di atas, “Siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang dicintai Allah) maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang dengannya.” ed: hafidz muftisany

 

KHAZANAH REPUBLIKA

12 Tipe Hati yang Sakit menurut Al-Qur’an

Setelah sebelumnya kita membahas hati yang sehat menurut Al-Qur’an. Kali ini kita akan menyebutkan 12 tipe hati yang sakit. Apa saja hati yang sakit menurut Al-Qur’an?

 

1. Hati yang Berpenyakit

Yaitu hati yang tertimpa penyakit seperti keraguan, kemunafikan dan suka memuaskan syahwat dengan cara yang haram.

فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS.al-Ahzab:32)

 

2. Hati yang buta

Yaitu hati yang tidak dapat melihat dan menemukan kebenaran.

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(QS.al-Hajj:46)

 

3. Hati yang alpa

Yaitu hati yang lalai dari Al-Qur’an. Karena terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi dan syahwat yang menyesatkan.

لَاهِيَةً قُلُوبُهُم

“Hati mereka dalam keadaan lalai.” (QS.al-Anbiya’:3)

 

4. Hati yang berdosa

Yaitu hati yang menutupi kesaksian atas  sebuah kebenaran.

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ  وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُه

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (QS.al-Baqarah:283)

 

5. Hati yang sombong

Yaitu hati yang congkak dan enggan mengakui Ke-Esaan Allah. Ia semena-mena melakukan kedzaliman dan permusuhan.

كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS.Ghafir:35)

 

6. Hati yang kasar

Yaitu hati yang tidak memiliki kasih sayang dan belas kasihan.

وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك

“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”(QS.Ali Imran:159)

 

7. Hati yang terkunci

Yaitu hati yang tidak mau mendengarkan hidayah dan enggan merenungkannya.

وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِه

“Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya.” (QS.al-Jatsiyah:23)

 

8. Hati yang keras

Yaitu hati yang tidak dapat diluluhkan oleh keimanan. Tak dapat terpengaruh oleh nasehat dan peringatan. Dan ia berpaling dari mengingat Allah.

وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً

“Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS.al-Ma’idah:13)

 

9. Hati yang lalai

Yaitu hati yang menolak untuk mengingat Allah dan mendahulukan hawa nafsu dibanding ketaatan kepada-Nya.

 

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami.” (QS.al-Kahfi:38)

 

10. Hati yang tertutup

Yaitu hati yang tertutup rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Nabi.

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ

Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup”. (QS.al-Baqarah:88)

 

11. Hati yang jauh (dari kebenaran)

Yaitu hati yang melenceng jauh dari cahaya kebenaran.

فأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.” (QS.Ali Imran:7)

 

12. Hati yang ragu

Yaitu hati yang selalu diombang-ambingkan oleh keraguan.

انَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُون

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS.at-Taubah:45)

Inilah 12 tipe hati yang sakit menurut Al-Qur’an. Semoga hati kita terhindar dari 12 tipe ini. Karena itu perbanyaklah berdoa,

 

يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبُ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Duhai yang membolak-balikkan hati.. Tetapkan hati kami diatas agama-Mu…

Menjemput Rizki Bukan Mencari Rizki

AYO kita pastikan semua kesibukan kita jadi amal soleh, karena yang bisa dibekal untuk pulang kelak hanya amal soleh.

Bukan mencari Rejeki melainkan menjemput Rejeki, karena Rejeki sudah pasti ada dan yang perlu dicari adalah keberkahannya. Rejeki yang berkah ke hati jadi tenang, ke ibadah jadi semangat, juga jadi gemar sedekah, ke keluarga jadi makin sakinah.

Rejeki yang tak barokah, hati selalu resah gelisah, selalu merasa kurang, jadi malas ibadah, kurang manfaat lebih senang dikumpul-kumpul. Rejeki kita dimanapun, lebih tau kepada kita daripada kita tau mereka dimana, ikhtiar adalah amal soleh dan Rejeki sudah dijaminNya. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

Ringan Dikerjakan Tapi Sering Dianggap Sepele, Inilah Keutamaan Shalat Sunnah Tahiyatul Masjid

Ketika kita memasuki masjid sebelum melakukan shalat berjamaan, sangat dianjurkan untuk melakukan shalat sunnat tahiyatul masjid terlebih dahulu.

Shalat Tahiyatul Masjid merupakan shalat sunnah yang dilakukan sebanyak 2 rekaat saat seseorang masuk ke masjid sebelum melakukan shalat wajib.

 

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah radhiyallahu’anhu yang berbunyi:

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rekaat sebelum dia duduk,” (HR Bukhari dan Muslim)

Sebelum Anda melakukan shalat, mungkin anda juga perlu mengetahui apa saja keutamaan dari shalat Tahiyatul Masjid.

Inilah 10 keutamaan Shalat Tahiyatul Masjid:

1. Memuliakan Masjid

Karena masjid merupakan rumahnya Allah, sudah selayaknya orang-orang yang datang ke rumah-Nya memulyakan-Nya.

Adapun salah satu bentuk memulyakan masjid adalah dengan melakukan shalat tahiyatul masjid ketika kita memasuki masjid.

2. Sebagai penutup kekurangan shalat wajib

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad)

3. Sebagai penghapus dosa dan derajat ditinggikan.

 

Karena memperbanyak sujud bisa dilakukan dengan cara melakukan shalat sunnah dan salah satu shalat sunnah tersebut adalah shalat tahiyatul masjid.

4. Cermin ketaatan dan ketakwaan pada Allah

Melakukan shalat tahiyatul masjid dengan tekad yang bulat dan sungguh-sungguh hanya karena Allah merupakan cermin orang yang bertakwa.

5. Dapat menyelesaikan segala urusan

Menyelesaikan dalah segala urusan disini maksudnya dapat menyelesakan permasalahan yang membuat seseorang merasa resah dan bimbang dalam persoalan hidupnya.

Dengan melakukan shalat sunnah salah satunya shalat tahiyatul masjid dan serahkan segala urusannya kepada Sang Pencipta, maka Allah akan memberikan kecukupan dan memberi jalan keluar atas persoalan yang dialami.

6. Penyempurna shalat fardu

Maksudnya jika dalam melakukan shalat fardhu itu ada kekurangan atau kurang sempurna seperti lupa, ataupun sebagainya maka dapat disempurnakan dengan melakukan shalat tahiyatul masjid.

7. Rasa syukur seorang hamba

Melakukan shalat tahiyatul masjid juga merupakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas semua nikmat yang diberikan.

Seperti nikmat hidup, nikmat sehat dan rezeki yang melimpah.

8. Merupakan salah satu amal yang diutamakan

Shalat tahiyatul masjid merupakan salah satu amal yang diutamakan, seperti amalan shalat wajib dan sunnah lainnya.

9. Orang yang istimewa dihadapan Allah

Karena dengan rajin melakukan shalat sunnah ini, maka ia akan dijadikan wali Allah.

Ia termasuk orang yang beriman dan bertakwa.

10. Dianjurkan Rasulullah SAW

 

Shalat tahiyatul masjid merupakan salah satu shalat sunnah yang dianjurkan dan telah dicontohkan oleh Rasululah SAW.

Seperti sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya kiamat adalah seseorang melalui (masuk) masjid, namun tidak melakukan shalat dua rakaat di dalamnya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)

TRIBUNNEWS.com

Anjuran Shalat Tahiyatul Masjid

Berikut pelajaran penting dari Imam Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Sholihin tentang shalat tahiyatul masjid. Ada faedah-faedah berharga yang bisa diambil dari hadits-hadits tentang tahiyatul masjid.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

 

بَابُ الحَثِّ عَلَى صَلاَةِ تَحِيَّةِ المَسْجِدِ بِرَكْعَتَيْنِ وَكَرَاهَةِ الجُلُوْسِ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ فِي أَيِّ وَقْتٍ دَخَلَ وَسَوَاءٌ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ بِنِيَّةِ التَّحِيَّةِ أَوْ صَلاَةٍ فَرِيْضَةٍ أَوْ سُنَّةٍ رَاتِبَةٍ أَوْ غَيْرِهَا

208. Bab Anjuran Shalat Tahiyatul Masjid Dua Rakaat dan Makruhnya Duduk Sebelum Shalat Dua Rakaat pada Waktu Kapan Saja Ia Masuk Masjid, Baik Ia Shalat Dua Rakaat dengan Niat Tahiyatul Masjid maupun Shalat Wajib, atau Sunnah Rawatib, atau yang Lainnya

 

Hadits #1144

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( إِذَا دَخَلَ أحَدُكُمُ المَسْجِدَ ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah ia langsung duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 444 dan Muslim, no. 714]

 

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan anjuran untuk melaksanakan shalat dua rakaat ketika masuk masjid, bisa dengan shalat wajib, niatan shalat tahiyatul masjid, atau shalat rawatib.
  2. Mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa shalat tahiyatul masjid dihukumi sunnah (bukan wajib).
  3. Shalat tahiyatul masjid masih dibolehkan meskipun pada waktu terlarang untuk shalat (seperti bada Shubuh atau bada Ashar). Inilah yang menjadi pendapat madzhab Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapat.
  4. Jika seseorang masuk masjid lalu dalam waktu dekat masuk kembali, maka dianjurkan shalat tahiyatul masjid berulang kali. Demikian salah satu pendapat dalam masjid Syafi’i.

 

Hadits #1145

وَعَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَيْتُ النَِّبيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَهُوَ فِي المَسْجِدِ ، فَقَالَ:((صَلِّ رَكْعَتَيْنِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Beliau bersabda ketika itu, ‘Lakukanlah shalat dua rakaat.’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715]

 

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan anjuran shalat tahiyatul masjid.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ilmu dengan cara memerintahkan sahabat mempraktikkan ilmu.

 

Beberapa Catatan Tentang Shalat Tahiyatul Masjid

 

  1. Para ulama sepakat akan dianjurkannya shalat tahiyatul masjid dan dimakruhkan untuk tidak melakukan tahiyatul masjid ketika tidak ada uzur.
  2. Shalat tahiyatul masjid itu dua rakaat. Jika ada yang shalat tahiyatul masjid lebih dari dua rakaat dengan sekali salam, tetap dibolehkan dan dianggap termasuk dalam tahiyatul masjid karena dua rakaat sudah masuk di dalamnya.
  3. Jika bentuknya ketika masuk masjid adalah shalat jenazah, sujud tilawah, sujud syukur, atau shalat hanya satu rakaat, tidak disebut melakukan tahiyatul masjid.
  4. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa shalat tahiyatul masjid tidaklah mesti dengan niat tahiyatul masjid, asalkan shalat mutlak dua rakaat, atau berniat dua rakaat shalat rawatib, atau dua rakaat shalat non-rawatib, atau shalat fardhu (adaan atau qadha’an atau nazar), maka dibolehkan dan dianggap mendapatkan apa yang diniatkan.
  5. Ulama Syafi’iyah juga mengatakan jika seseorang berniat shalat fardhu dan tahiyatul masjid sekaligus, atau shalat rawatib dan tahiyatul masjid sekaligus, maka ia mendapatkan pahala tahiyatul masjid.
  6. Jika seseorang berulang kali masuk masjid dalam satu jam, maka disunnahkan shalat tahiyatul masjid setiap kali masuk.
  7. Ketika masuk Masjidil Haram, disunnahkan langsung melakukan thawaf (itu lebih afdal) dibanding menyibukkan diri dengan shalat tahiyatul masjid.
  8. Ketika masuk masjid dan imam sudah naik mimbar khutbah Jumat, maka tidaklah langsung duduk namun mengerjakan shalat tahiyatul masjid dengan rakaat yang ringan.
  9. Jika duduk sudah terlalu lama ketika masuk masjid dan tidak mengerjakan shalat tahiyatul masjid terlebih dahulu, maka shalat tersebut jadi luput.
  10. Tidak ada qadha untuk shalat tahiyatul masjid yang luput.

Poin-poin di atas diambil dari Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, 3:375-376.

Wallahu Ta’ala a’lam bish shawaab.

Referensi:

  1. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Imam Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  3. Kunuz Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isbiliyya.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19946-anjuran-shalat-tahiyatul-masjid.html