Karunia Allah

SAUDARAKU, setiap karunia dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. yang sudah kita terima, itu belum tentu menjadi nikmat bagi kita. Pemberian Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjadi nikmat jika kita mensyukurinya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Semoga kita tergolong orang-orang yang senantiasa bersyukur atas berbagai karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga bagaimana pun keadaan kita saat ini, apapun episode kehidupan yang tengah kita hadapi, selalu bisa kita nikmati karena rasa syukur kita. Aamiin yaa Robbalaalamin. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

Mengeluh hanya pada Allah

COBALAH hari ini buka al-Qur’an surat Yusuf (12) ayat 86, kita temukan satu ayat yang menarik sekali untuk dibaca dan direnungkan: “Dia (Ya’qub) menjawab, Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf 12: Ayat 86)

Untuk mengetahui konteks ayat ini adalah harus bagi kita membaca ayat-ayat sebelumnya. Singkat kata, Nabi Ya’qub merasa sedih betul dengan berbagai ujian dan cobaan yang diterimanya, khususnya yang berkenaan dengan anak tercintanya, Yusuf. Lalu, kemanakah beliau keluhkan kesedihan beliau?

Ayat di atas jelas menyatakan bahwa kesusahan dan kesedihan beliau adalah disampaikan hanya kepada Allah. Mengapa tidak kepada orang lain? Orangvlain tidak akan merasakan apa yang sungguh dirasakan oleh kita saat kita mendapatkan musibah. Maknanya, sebagian banyak orang adalah tidak memiliki empati.

Saat keluhan sedih kita sampaikan kepada orang lain, sangat bisa jadi bukan solusi dan empati yang didapat melainkan ejekan dan hinaan. Ada banyak orang yang pekerjaannya adalah tertawa di atas derita orang lain dan menertawakan derita orang lain. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |

Doa Rasulullah di Saat Susah Maupun Senang

YA, Allah, kumohon cinta-Mu

dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu

Ya, Allah, jadikanlah

Cintaku kepada-Mu melebihi

cintaku kepada diriku sendiri, terhadap keluargaku

Dan air yang dingin (saat kehausan)

Bait doa di atas adalah sebuah doa yang selalu dilantunkan oleh Rasulullah SAW setiap pagi dan petang, saat siang dan malam dan saat gembira maupun susah, bahkan setiap saat dan setiap detik. Sebuah doa permintaan yang tumbuh dari kedalaman hati sang perindu Allah.

Rasulullah adalah satu-satunya manusia yang mempunyai kadar mahabbah kepada Allah paling tinggi di antara manusia-manusia lain. Doalah sang suri tauladan bagi semua manusia. Dial ah Nabi akhiruzzaman, penutup dari nabi-nabi sebelumnya. Beliau memberikan contoh bagaimana harus memposisikan diri sebagai hamba yang menanggung cinta kepada Tuhannya, jalan ini lah yang kemudian diteruskan oleh para pencari Tuhan, oleh para perindu dan pecinta Tuhan.

“Wahai Tuhan kami, jadikanlah cintaku kepada-Mu sebagai sesuatu yang paling aku sukai, dan rasa takutku pada-Mu sebagai suatu rasa yang paling dalam. Putuskanlah segala ketergantungan dunia dariku, dan gantilah dengan rasa rindu untuk berjumpa dengan-Mu. Jika Engkau memberikan kepada ahli dunia kesejukan harta mereka, maka jadikanlah kesejukan di dalam ibadahku”, kata Nabi dalam salah satu doa nya.

Kalau kita baca bait doa di atas, betapa dalam cinta nabi kepada Tuhan, sehingga tidak ada lagi didunia ini yang diinginkannya selain mengharapkan cinta Allah semata.

Pernah suatu saat Aisyah, istri tercinta Nabi ingin menemui Nabi, sedangkan beliau sendiri dalam kondisi tenggelam dalam lautan mesra dengan kekasihnya. Ketika beliau melihat Aisyah, baliau bertanya, “Siapa kamu?”

“Aisyah!” jawabnya

“Aisyah siapa?” tanya Nabi untuk kedua kalinya

“Aisyah anak As-Siddiq!”

“Siapa As-Shiddiq?”

“Ayah mertua Muhammad!”

“Siapa itu Muhammad?”

Mendengar pertanyaan terakhir dari suaminya, Aisyah hanya bisa diam. Dia tahu betul bahwa Nabi, semaminya sedang tenggelam dalam lautan cinta dengan Kekasihnya (Allah SWT).

Seperti itulah rasa cinta Muhammad kepada Tuhannya. Cinta memang sering kali melupakan yang lain selain yang dicintainya. Dalam kehidupan sehari-hari Nabi adalah seorang suami yang begitu mencintai istrinya, anaknya dan keluarganya. Tetapi cintanya kepada Allah adalah sebuah cinta yang sangat dahsyat, cinta sejati yang melebihi cintanya kepada yang lain.

Cinta Nabi kepada Tuhan itulah yang selalu dijadikan dasar ibadah oleh kaum sufi. Mereka berusaha menjadikan kehidupan Nabi yang penuh cinta kasih sebagai suri tauladan dalam hidupnya sehari-hari. Para pecinta Tuhan juga sangat mencintai Rasulullah sebagai tali penyambung untuk menyampaikan cinta mereka kepada Tuhan.

Mencintai Rasulullah SAW adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah karena Allah mengatakan lewat firman-Nya dalam hadist qudsi, “Mencintai yang Aku cinta maka Aku akan cinta”. Sangat disayangkan di zaman sekarang ini ada sekelompok orang yang mengaku dirinya paling Islam, paling bertauhid, paling mengikuti sunnah, namun mereka sangat melarang kita untuk memuliakan Nabi dan memuliakan ulama-ulama pewaris Nabi. Mereka berusaha memutuskan Wasilah kita kepada Rasulullah SAW dengan jalan menuduh orang-orang yang berwasilah kepada Rasulullah sebagai pembuat bidah, sesat dan bahkan kafir.

Semoga Allah SWT senatiasa melimpahkan cinta-Nya kedalam hati kita karena tanpa limpahan cinta Allah SWT sebagai pemilik cinta maka kita tidak akan bisa mencintai-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin [Sufimuda.net]

Doa Mengubah Takdir Baik dan Buruk

DOA memang bisa mengubah takdir. Tapi semuanya tetap berujung pada ketentuan Allah. Beriman pada takdir selalu dengan kedua perspektif manusia yaitu takdir baik dan buruk. Padahal bagi Allah semua berujung kebaikan. Baik dan buruk itu perspektif manusia saja.

Manusia yang beriman seharusnya tak menyerah untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan dan di saat yang sama ia berdoa. Berdoa adalah usaha agar keinginan kita diselaraskan dengan keinginan Allah Sang Penentu. Kalau pun tidak atau belum, doa adalah kekuatan untuk mengubah perspektif negatif kita.

Keberpihakan Allah kepada hamba-Nya dalam penentuan takdir bermaksud ketika keinginan kita dikabulkan Allah.

Manusia bisa berada pada empat kondisi, di antaranya:
– yang ia inginkan terjadi = sama dengan keinginan Allah Ta’ala
– yang ia tidak ia inginkan tidak terjadi
– yang ia inginkan tidak terjadi
– yang tidak ia inginkan terjadi

Sebagai orang beriman kita harus menyiapkan diri menerima keempat kondisi di atas. Doa adalah salah satu sarana menyiapkan diri menerima takdir Allah apapun keputusannya.

Wallahu a’lam. [Ustaz DR. Syaiful Bahri]

 

INILAH MOZAIK

 

 

Tiga Jenis Daging yang Dikonsumsi Era Ottoman Sebagai Obat

Ada banyak metode pengobatan yang digunakan sepanjang sejarah peradaban manusia. Di  era ottoman, makanan dan diet merupakan salah satu metode ampuh yang kerap digunakan dinasti ini.

Menurut sejumlah manuskrip Ottoman, pengobatan tersebut dimulai dengan menetapkan enam aturan yang harus diikuti untuk hidup sehat, dan salah satu dari aturan ini adalah makan makanan yang seimbang.

Jenis dan karateristik makanan dan obatan termasuk waktu konsumsi sangat diperhatikan. Pengobatan Ottoman didasarkan pada pengobatan Islam, yang berakar pada ajaran Hippocrates dan Galen, dan terutama pada karya-karya dokter Islam Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu al-Baytar.

Alasan utama mengapa makanan dan minuman sangat penting dalam kedokteran adalah bahwa mereka tidak hanya menyediakan nutrisi tetapi juga menjaga kesehatan dan memiliki sifat kuratif.

Konsekuensinya, praktik diet yang sehat muncul sebagai bidang pengetahuan medis yang berbeda. Subyek nutrisi, diet dan pencernaan berkaitan erat dengan menjalani hidup sehat dan pengobatan penyakit yang dibahas panjang lebar dalam naskah medis periode Utsmaniyah. Di antara tiga makanan yang menjadi konsumsi wajib bagi pasien di era Ottaman adalah sebagai berikut:

Burung. Penulis Turki abad ke-17 Evliya elebi menceritakan daging dari berbagai burung diberikan kepada pasien sebagai makanan diet di Rumah Sakit Jiwa Fatih Sultan Mehmet Han dan di Rumah Sakit Bayezid di Edirne.

Berbagai hidangan lezat disiapkan untuk pasien dua kali sehari, jika burung hutan tidak tersedia, maka mereka akan menyajikan burung bulbul, burung pipit dan merpati harus dimasak dan diberikan kepada pasien.

Daging atau lemak burung untuk menyembuhkan luka dan pengobatan  pada otot dan sistem saraf serta untuk meningkatkan kejantanan, menyembuhkan suara serak, menghilangkan perut kembung, dan menggemukkan serta menguatkan tubuh, menghilangkan rasa sakit, membersihkan, dan mempercantik kulit.

Ayam. Kaldu ayam muda, ayam betina dan ayam jago sama gizinya untuk makanan dan kesehatan. Namun ayam jantan yang terbaik adalah yang belum mulai berkokok dan ayam betina yang baik adalah yang belum bertelur.

Jika ayam diisi dengan apel misk atau quince dan kemudian dipanggang, itu sangat bergizi. Memasak ayam jantan dengan banyak air dan menambahkan poliploidi dapat digunakan sebagai pencahar.

Resep diberikan untuk mengobati penyakit tertentu. Sebagai contoh, untuk pengobatan lumbago dengan ayam jago dan tambahkan 20 gram benih safflower yang ditumbuk, 15 gram polipodi, sejumput daun dill, biji adas, jinten, anyelir, dan beberapa buncis.

Ikan. Berbagai spesies ikan, termasuk goby, turbot, belut, gurame, ikan laut, tombak, ikan belanak merah, plaice, bluefish, bream, picarel, belanak abu-abu, sole, dua-banded bream, bonito, mackerel dan trout, dan juga lumba-lumba , digambarkan sebagai penyembuh oleh penulis medis.

Obat-obatan dengan ikan digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit seperti furunkel kronis, kutil, sengatan beracun seperti sengatan kalajengking, gigitan anjing gila, pembengkakan di anus, demam tinggi, malaria, tuli, gumpalan keras pada uvula, psoriasis dan sakit kuning.n Ratna Ajeng Tejomukti

 

REPUBLIKA

Sempat Vakum Puluhan Tahun, PNRI Kembali Cetak Alquran

Perum Percetakan Negara RI (PNRI) memulai kembali pencetakan Kitab Suci Alquran dengan target senilai lebih dari Rp 30 miliar sepanjang tahun ini.

“Terus terang ini perjuangan kami selama kurang lebih empat tahun untuk dapat mencetak Alquran dan pada saat itu kami belum punya mesin tapi sudah mendapatkan order,” ujar Direktur Utama Perum PNRI Djakfarudin Junus di Jakarta, Rabu (16/1).

Menurut dia, target tersebut berdasarkan proyeksi sejumlah order atau pesanan Alquran yang kemungkinan akan bekerja sama dalam kerangka sinergi BUMN untuk disalurkan ke daerah-daerah, terutama daerah bencana.

“Kitab-kitab suci Alquran yang hancur karena bencana tsunami ataupun gempa, itu kami akan suplai,” ujarnya setelah menghadiri peresmian dan meninjau operasional mesin pencetakan Alquran milik Perum PNRI.

Pada hari ini, Perum PNRI secara resmi memulai kembali pencetakan kitab suci Alquran yang ditandai dengan peresmian serta peninjauan operasional mesin pencetakan Alquran.

Menurut Dirut Perum PNRI, BUMN tersebut pernah melakukan pencetakan kitab suci Alquran pada 1956, namun kemudian terhenti.

“Ini merupakan tonggak sejarah bahwa BUMN dalam bidang percetakan, dalam hal ini Perum PNRI, memulai kembali pencetakan Alquran dengan empat jenis cetakan dalam berbagai ukuran, baik yang terjemahan maupun tanpa terjemahan,” katanya.

Dirut Perum PNRI itu berharap hal tersebut bisa memberikan keberkahan bagi umat Islam Indonesia, bahwa negara melalui Perum PNRI sebagai BUMN, bisa hadir untuk negeri, mencetak kebutuhan umat.

Peresmian mesin pencetakan Alquran di Perum PNRI tersebut dilakukan Kepala Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Mahmud Husein dan dihadiri Direktur Utama Perum PNRI Djakfarudin Junus, Direktur Utama Balai Pustaka Achmad Fachrodji, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis Perum LKBN Antara Hempi N Prajudi, serta sejumlah pejabat tinggi terkait lainnya.

Fokus Selalu Berbuat Kebaikan

SAHABAT yang baik, Islam mengajarkan bahwa berbuat baik adalah sebagai ibadah, karena berbuat baik adalah amal yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sukai.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “..Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah [2] : 195)

Mari kita senantiasa berbuat baik meskipun orang lain tidak peduli pada kebaikan kita. Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa peduli pada sekecil apapun kebaikan yang dilakukan oleh hamba yang beriman kepada-Nya.

Tidak ada yang sia-sia, sekecil apapun amal kebaikan pasti ada perhitungan dan ganjaran yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa lillaahitaala dalam beramal dan senantiasa antusias dalam berbuat kebaikan. Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

Ketika Rasulullah Kaget Kesiangan Salat Subuh

DIRIWAYATKAN dari Abu Qatadah, yang berkata: Pada suatu malam kami menempuh perjalanan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagian orang mengatakan: “Ya Rasulullah! Sebaiknya kita beristirahat menjelang pagi ini.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku khawatir kalian tidur nyenyak sehingga melewatkan salat subuh.” Kata Bilal: “Saya akan membangunkan kalian.”

Di saat semua terlelap, Bilal berusaha tetap terjaga dengan bersandar pada hewan tunggangannya. Namun Ia justru ikut tertidur dengan pulasnya sehingga tidak sadar jika waktu sudah menunjukan lewat Subuh.

Nabi yang bangun duluan kaget bukan kepalangan karena melihat busur tepian matahari sudah muncul. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Hai Bilal! Mana bukti ucapanmu?

Bilal menjawab: “Saya tidak pernah tidur sepulas malam ini.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengambil nyawamu kapanpun Dia mau dan mengembalikannya kapanpun Dia mau. Hai Bilal! bangunlah dan suarakan azan.”

Kemudian Rasul dan rombongan mengambil air wudu dan melaksanakan salat meski matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih. (Hadis Sahih Imam Bukhari, nomor 595).

Dari kisah di atas, diketahui jika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sudah memberikan teladan bagi umatnya yang kesiangan salat subuh. Namun hal ini bukan berarti kita tidak mempersiapkan diri untuk bangun lebih pagi.

Jika terpaksa mengalami kondisi ini, maka segeralah untuk mendirikan salat ketika teringat. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Nabi pernah bersabda: “Siapa yang lupa untuk melaksanakan salat, maka laksanakanlah ketika ingat, tanpa kaffarah (denda) atas lupanya itu kecuali dengan mengerjakan salat tersebut.” Kemudian Rasulullah membaca ayat (yang artinya): ” dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku,” (Alquran surat Thaahaa, ayat 14). (Hadis Sahih Bukhari, nomor 597).

Rasulullah Pernah Salat Asar pada Waktu Maghrib

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa pada saat perang Khandaq, Umar bin Khattab datang setelah matahari terbenam. Umar mencaci-maki orang-orang kafir Quraisy.

Kata Umar: “Ya Rasulullah! Saya hampir saja tidak melaksanakan salat Asar sampai matahari hampir terbenam.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah! Aku belum melaksanakan salat Asar.”

Kata Jabir: “Kami pergi ke Buthhan, kemudian Nabi berwudu untuk salat dan kami pun berwudu, lalu Nabi melaksanakan salat Asar setelah matahari terbenam, setelah itu beliau melaksanakan salat Maghrib,” (Hadis Shahih Bukhari, nomor 596).[]

 

 

Syarat Spesifik Seseorang Disebut Ulama

MEMANG istilah-istilah itu cukup banyak, terkadang satu dengan lainnya saling bertumpang tindih. Dan wajar bila banyak yang bingung dengan begitu banyaknya istilah itu. Kami tidak akan memberikan definisi masing-masing istilah itu, namun hanya akan memberikan sedikit penjelasan, semoga bisa sedikit membantu.

a. Ulama

Pengertian ulama dalam istilah fiqih memang sangat spesifik, sehingga penggunaannya tidak boleh pada sembarang orang. Semua syaratnya jelas dan spesifik serta disetujui oleh umat Islam. Paling tidak, dia menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu Alquran, ilmu hadits, ilmu ifiqih, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah serta menguasai dalil-dalil hukum baik dari Quran dan sunnah. Juga mengerti masalah dalil nasikh mansukh, dalil ‘amm dan khash, dalil mujmal dan mubayyan dan lainnya.

Dan kunci dari semua itu adalah penguasaan yang cukup tentang bahasa arab dan ilmu-ilmunya. Seperti masalah nahwu, sharf, balaghah, bayan dan lainnya. Ditambah dengan satu lagi yaitu ilmu mantiq atau ilmu logika ilmiah yang juga sangat penting. Juga tidak boleh dilupakan adalah pengetahuan dan wawasan dalam masalah syariah, misalnya mengetahui fiqih-fiqih yang sudah berkembang dalam berbagai mazhab yang ada. Semua itu merupakan syarat mutlak bagi seorang ulama, agar mampu mengistimbath hukum dari quran dan sunnah.

b. Kiai

Lain halnya dengan sebutan kiai, yang bukan istilah baku dari agama Islam. Panggilan kiai bersifat sangat lokal, mungkin hanya di pulau Jawa bahkan hanya Jawa Tengah dan Timur saja. Di Jawa Barat orang menggunakan istilah Ajengan. Biasanya istilah kiai juga disematkan kepada orang yang dituakan, bukan hanya dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah lainnya. Bahkan benda-benda tua peninggalan sejarah pun sering disebut dengan panggilan kiai. Melihat realita ini, sepertinya panggilan kiai memang tidak selalu mencerminkan tokoh agama, apalagi ulama.

c. Ustaz

Sedangkan panggilan ustaz, biasanya disematkan kepada orang yang mengajar agama. Artinya secara bebas adalah guru agama, pada semua levelnya. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan kakek dan nenek. Namun hal itu lebih berlaku buat kita di Indonesia ini saja. Istilah ini konon walau ada dalam bahasa Arab, namun bukan asli dari bahasa Arab. Di negeri Arab sendiri, istilah ustaz punya kedudukan sangat tinggi. Hanya para doktor (S-3) yang sudah mencapai gelar profesor saja yang berhak diberi gelar Al-Ustadz. Kira-kira artinya memang profesor di bidang ilmu agama. Jadi istilah ustaz ini lebih merupakan istilah yang digunakan di dunia kampus di beberapa negeri Arab, ketimbang sekedar guru agama biasa.

d. Penceramah

Adapun nama tokoh tertentu, mungkin lebih tepat untuk disebut dengan profesinya, yaitu penceramah. Karena kerjanya memang berceramah ke sana ke mari. Sedangkan untuk disebut sebagai ulama atau ustaz, kalau kita mengacu kepada penggunaan istilah yang baku dan formal, rasanya memang kurang tepat. Yang namanya berceramah, memang boleh siapa saja dan juga bisa bicara apa saja. Dari masalah-masalah yang perlu sampai yang tidak perlu. Dengan merujuk langsung kepada literatur hingga yang hanya ngelantur. Yang penting memenuhi selera penonton.

Dan biasanya ceramah mereka selain lucu, juga komunikatif serta seringkali mengangkat masalah yang aktual. Sehingga yang mendengarkannya betah duduk berjam-jam. Itu sisi positifnya. Positif yang lainnya penceramah model begini adalah mampu merekrut massa yang lumayan banyak. Mungkin karena juga dibantu dengan media. Tetapi kekurangannya juga ada. Misalnya, umumnya mereka bukan orang yang lahir dan dibesarkan dengan tradisi keilmuan yang mendalam. Juga bukan jebolan perguruan tinggi Islam dengan disiplin ilmu syariah. Padahal poin ini cukup penting, sebab yang mereka sampaikan ajaran agama Islam, tentunya mereka harus mampu merujuk langsung ke sumbernya. Agar tidak terjadi keterpelesetan di sana sini.

Yang kedua, kelemahan tokoh yang dibesarkan media adalah akan cepat surut sebagaimana waktu mulai terkenalnya. Pembesaran nama tokokh lewat media itu memang demikian karakternya. Cepat membuat orang terkenal dan cepat pula ‘melupakannya’. Yang dimaksud dengan melupakan maksudnya adalah bahwa media bisa dengan mudah menampilkan sosok baru. Dan sosok lama akan hilang sendirinya dari peredaran.

Kecuali hanya pada tokoh yang dikenal berkarakter kuat, sehingga tidak lekang dilewati panjangnya zaman. Kira-kira seperti bintang film juga. Ada aktor yang sampai tiga zaman, tapi ada juga aktor yang terkenal dan meroket dengan cepat, lalu hilang dari peredaran. Namun lepas dari keutamaan dan kelemahannya, para penceramah ini sudah punya banyak jasa buat umat Islam di negeri ini. Banyak orang yang tadinya kurang memahami agama, kemudian menjadi lebih memahami. Yang tadinya kurang suka dengan Islam, berubah jadi lebih suka. Semua itu tentu saja tidak bisa kita nafikan, sekecil apa pun peran mereka.

Tentu bukan pada tempatnya bila mereka melakukan hal-hal yang kurang produktif, kita lalu mencemooh, memaki atau bahkan bertepuk tangan gembira melihat bintang mereka mulai pudar. Kekurang-setujuan kita dengan beberapa hal yang mereka lakukan, jangan sampai membuat kita harus melupakan peran dan jasa mereka selama ini. Bahkan belum tentu kalau kita sendiri yang berada pada posisi mereka, kita akan mampu memenuhi harapan semua orang.

Dan ke depan, tidak ada salahnya kita secara serius dan profesional menyiapkan kelahiran para ulama yang lebih matang. Bukan sekedar yang enak diorbitkan media, tetapi mereka yang kita sekolahkan ke Timur Tengah dengan serius, hingga mendapatkan ilmu yang cukup. Lalu ketika pulang ke negeri ini, mereka bekerja dengan baik menyampaikan ilmunya kepada kita semua.

Mungkin tidak ada salah tiap masjid di negeri ini berinvestasi untuk melahirkan satu ulama. Misalnya, dengan memilih lulusan pesantren yang punya nilai tinggi, untuk dibiayai kuliah S-1 dan S-2 ke Mesir, Saudi, Kuwait, Pakistan, Jordan, Suriah atau pusat-pusat ilmu lainnya. Dengan asumsi, 4 tahun lagi mereka akan segera lulus S-1. Itu saja sebenarnya sudah jauh lumayan dari pada sekedar penceramah. Apalagi kalau bisa sampai S-2 atau bahkan S-3, tentu akan lebih baik lagi.

Nantinya diharapkan tiap masjid dipimpin oleh lulusan-lulusan yang berkualitas seperti mereka. Mereka yang jadi imam, mereka yang juga mengajarkan ilmu-ilmu di masjid, dan mereka juga yang dijadikan rujukan dalam masalah agama. Orang-orang cukup datang ke masjid utuk berkonsultasi masalah syariah. Dan itu bisa dilakukan tiap hari dalam tiap waktu salat. Sebab mereka memang dipekerjakan dan digaji oleh masjid, tentunya dengan standar yang baik. Sehingga para imam masjid ini tidak perlu nyambi jadi tukang ojek, atau jadi karyawan di pabrik dan perusahaan tertentu. Waktunya bisa dimanfaatkan 24 jam untuk umat dan beliau stand-by di masjid.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]