HOAX, Jemaah Haji Khusus Diimbau segera Lunasi Biaya Haji

Jakarta (Kemenag) — Beredar di media sosial, surat berkop Kementerian Agama yang berisi permintaan agar jemaah haji khusus segera melakukan pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) khusus tahun 1440H/2019M.

Dalam surat bertanggal 27 November 2018 tersebut juga tertulis arahan agar Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) segera menyelesaikan administrasi calon jemaah haji khusus yang akan berangkat dan masuk cadangan. Caranya, dengan menghubungi Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim di no 08126849971.

Arfi Hatim selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus memastikan kalau surat itu palsu alias hoax. Dari sisi struktur dan tata naskah, surat imbuan tersebut salah dan tidak benar. Hal itu sudah menjadi salah satu bukti bahwa surat edaran tersebut hoax.

“Abaikan saja. Itu jelas hoax,” jelas Arfi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (27/11).

Kemenag mengimbau masyarakat ataupun PIHK tidak tertipu dengan hal-hal seperti itu. Menurut Arfi,  persiapan penyelenggaraan haji masih di tahap awal. Kemenag bahkan belum menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang kuota, baik reguler maupun khusus. Setelah itu,  baru akan diterbitkan KMA tentang BPIH Khusus, lalu dikeluarkan Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) tentang Pelunasan BPIH Khusus.

“Jadi KMA BPIH khusus 2019, belum diterbitkan, bagaimana akan melakukan pelunasan,” tukas Arfi.

Sambil menunggu itu, Kementerian Agama saat ini sedang melakukan proses akurasi data pendaftaran haji khusus. Proses ini akan berlangsung dari 16 November – 7 Desember 2018. Pengecekan itu dilakukan sampai nomor porsi 3000759964, ditambah untuk kuota cadangan sebesar 20% atau sebanyak 3.132 (3000763743)

“Untuk memantau perkembangan persiapan haji 1440H/2018M, jemaah bisa mengakses website Ditjen Penyelenggaran Haji dan Umrah, www.haji.kemenag.go.id,” tutupnya. (Humas)

KEMENAG RI

Berapa Kebaikan yang Kau Raup Hari Ini?

SAUDARAKU, waktu kita tidak lama hidup di dunia. Bahkan kita tidak pernah mengetahui seberapa pendek waktu yang ada untuk kita. Kita hari ini masih bisa bernafas dan beraktifitas, bukan berarti pasti lusa atau besok kita masih sama. Hendaknya kita mempergunakan waktu yang ada untuk ketaatan pada Allah.

Lalu bagaimana kita dapat melaksanakan seluruh aspek ketaatan sedang kemampuan dan waktu kita terbatas? Sesungguhnya Allah Maha Adil dan Maha Tahu. Kerjakanlah amal shalih yang kita mampu. Utamakan dahulu kewajiban (fardhu ain) yang dibebankan pada diri kita. Lakukan sholat wajib lima waktu di awal waktu dan dengan khusyu. Selanjutnya lakukan amalan utama lainnya yang disukai Allah.

Berikut beberapa amalan yang InsyaAllah kita dapat meraup banyak kebaikan dari Allah.

Pertama, berjalan mendatangi Masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Dari Abu Hurairahradhiyallahu anhu, Nabishallallahu alaihi wa sallambersabda,”Setiap langkah menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” (HR. Ahmad, 2:283. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Sholat wajib berjamaah di masjid sendiri mendatangkan banyak pahala, berjalan melangkah menuju masjid untuk sholat berjamaah nya pun mendapatkan kebaikan dan dihapuskan kejelekan. Masya Allah.

Kedua, membaca Al Quran. Al Quran adalah kitabullah yang apabila dibaca maka pembacanya akan mendapat pahala yang besar. Perhatikan sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam berikut ini, “Abdullah bin Masudradhiyallahu anhuberkata: “Rasulullahshallallahu alaihi wasallambersabda:Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan Alif-Laam-Miim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami, no. 6469).

Bila kita duduk khusyu membaca kitabullah kurang lebih 5 menit, dan dapat membaca 30 ayat yang misal masing masing ayat terdiri dari 20 huruf saja, maka kita InsyaAllah akan mendapatkan 6000 kebaikan. MasyaAllah.

Amalan lain yang bernilai adalah berdzikir. Banyak kalimat dzikir yang matsur yang dapat mendatangkan pahala besar bagi pembacanya. Ada dzikir yang kita baca bila memasuki pasar. Bacaan dzikir ini sangat besar manfaatnya. Dari Umar bin Khatabradhiyallahu anhu, bahwa Rasulullahshallallahu alaihi wa sallambersabda,”Barangsiapa masuk pasar, kemudian dia membaca:LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL-MULKU WA LAHUL-HAMDU, WA HUWA ALA KULLI SYAIIN QODIIR, Siapa yang membaca doa di atas ketika masuk pasar, Allah akan mencatat untuknya satu juta kebaikan, dan menghapuskan darinya satu juta keburukan.”

Ada pula dzikir yang ringan di lisan, namun berat di timbangan mizan di akhirat kelak. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,”Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman (Allah) yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Selain amalan di atas, bersabar adalah sebuah amalan yang pahalanya tidak terbatas. Bersabarlah menghadapi ujian dan musbiah dari Allah, dan bersabar dalam menapaki ketaatan pada Allah dan dalam menjauhi larangan Allah. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 10, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.”

Demikian beberapa amalan yang dapat mendatangkan pahala banyak bagi pelakunya. Tentunya masih banyak lagi amalan-amalan yang diperintahkan Allah yang mengandung banyak pahala. Seperti misal umrah, birrul walidain, dan lain-lain. Mari lakukan ketakwaan sesuai kemampuan kita. Mari senantiasa memanfaatkan waktu kita untuk kebaikan. [*]

INILAH MOZAIK

Tanda Kiamat: Istri Bantu Suami Bekerja

KITA tahu bahwa tugas seorang istri lebih banyak di rumah. Ia memiliki kewajiban mematuhi perintah suami dan memberikan layanan yang baik terhadap anggota keluarga. Termasuk dalam hal mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang saleh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan bahwa seorang istri pun mampu untuk berkarya. Ia pun bisa mengekspresikan diri di luar rumah, dengan syarat memiliki izin dari suami. Selain itu, ia pun harus bisa menjaga diri dan kehormatannya. Tidak menimbulkan mudarat bagi orang yang melihatnya.

Tak semua perempuan menyadari akan syarat tersebut. Saking bebasnya perempuan keluar rumah, maka, banyak pula yang merasa bebas dalam hal apapun termasuk berpakaian. Selain itu, dalam hal perniagaan pun tak sedikit perempuan yang ikut andil di dalamnya. Tahukah Anda pertanda apa ini? Ya, inilah tanda-tanda akhir zaman.

Tanda mengenai maraknya perniagaan, keikutsertaan istri dalam berniaga dan monopoli pasar oleh segelintir orang sudah muncul dan menyebar. Karena semakin mudahnya melakukan bisnis dan perdagangan, sampai-sampai seorang istri pun ikut terlibat dalam pengelolaannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya, menjelang kedatangan hari kiamat nanti, akan muncul tanda-tanda: pengucapan salam kepada orang tertentu, maraknya perniagaan, bahkan seorang istri sampai membantu suaminya dalam berniaga, terputusnya tali silaturahmi, kesaksian palsu merajalela, kesaksian yang benar disembunyikan dan menyebarnya buah pena (tulisan),” (HR. Ahmad. Syaikh Syuaib al-Arnauth menilai hadis ini sebagai hadis hasan. Hadis ini diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan).

Amr ibn Taghlab RA menuturkan, bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah kian melimpahnya harta, menjamurnya perniagaan, merebaknya kebodohan, orang yang melakukan jual-beli akan mengatakan, Aku tidak mau bertransaksi denganmu sampai aku bertanya terlebih dahulu kepada pedagang dari Bani Fulan, dan ketika mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya,” (HR. Nasai. Al-Albani dalam kitab ash-Shahihah mengkategorikan hadis ini ke dalam hadis shahih. Permulaan hadis ini tercantum dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim).

Sabda Nabi yang berbunyi:

“Orang yang melakukan jual-beli akan mengatakan, Aku tidak mau bertransaksi denganmu sampai aku bertanya terlebih dahulu kepada pedagang dari Bani Fulan, dan ketika mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya”, menunjuk kepada para pedagang besar sebagai pemilik modal, atau agen-agen ekspor-impor satu perusahaan sebagai penguasa pasar.

Mereka monopoli pasar dan mengendalikan harga. Akibatnya, para pedagang kecil tidak dapat mengelola bisnis kecuali setelah mendapat izin dari mereka, atau diminta untuk bekerjasama dengan pedagang lain yang sudah ditentukan.

Kemudian, sabda beliau yang berbunyi,

“Dan ketika ia mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya,” dikuatkan oleh beberapa riwayat lain yang menjelaskan tentang akan menyebarnya tulisan. Dari hadis ini dapat ditafsirkan pula bahwa menjelang hari kiamat, alat tulis canggih, seperti komputer, telepon genggam, alat pengubah suara menjadi tulisan dan lain sebagainya akan menyebar luas. Sehingga, dengan adanya semua itu akan muncul satu generasi yang tidak bisa menulis dengan tangan, atau tidak mahir dalam menulis.

Bisa juga dimaksud dengan kata “juru tulis” dalam hadis tersebut adalah juru tulis yang mencatat akad jual-beli, menguasai hukum-hukum dagang, yang bersedia secara sukarela mencatat semua akad perdagangan tanpa dibayar. [Kiamat Sudah Dekat?/Dr. Muhammad Al-Areifi]

 

INILAH MOZAIK

MUI Padang Ingatkan Umat Muslim tak Kenakan Atribut Natal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Sumatra Barat mengimbau umat Muslim untuk tidak mengenakan atribut Natal, apalagi ikut merayakannya. Imbauan ini khususnya ditujukan kepada karyawan dan pegawai pertokoan yang tahun-tahun sebelumnya sempat diketahui ikut mengenenakan atribut natal.

MUI menerbitkan imbauan ini karena memasuki bulan Desember, sejumlah pertokoan dan pusat perbelanjaan di Kota Padang mulai mendekorasi interiornya dengan hiasan natal. Ketua MUI Kota Padang, Duski Samad, menyebutkan bahwa sebetulnya tidak ada masalah bagi masing-masing pemeluk agama merayakan hari besar keagamaan dengan mengenakan pakaian dan atribut sesuai keyakinan.

Namun, lanjutnya, sebaiknya tidak ada pemaksaan terhadap umat agama lain untuk ikut mengenakan atribut agama lainnya pula. “Umat Islam saya imbau untuk tidak ikut-ikutan merayakanya. Apalagi sampai menggunakan atribut Natal. Itu tidak boleh. Jadi jangan campur adukkan antara akidah dengan pergaulan sosial,” ujar dia, Selasa (4/12).

Duski juga mengingatkan pemilik toko dan pengelola pusat perbelanjaan serta hotel agar tidak memaksa karyawannya yang beragama Islam untuk menggunakan atribut natal. Menurutnya, kepatuhan pada regulasi dan moral bagi pemilik usaha harus menghormati karyawannya yang beda keyakinan.

“Dan yang paling penting umat non-Muslim yang akan Natal, hormati adat, moral, dan aturan itu artinya sudah menjaga kehormatan bersama,” katanya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Memakai Gigi Palsu

AGAR terlihat tampak menarik, banyak orang-orang yang merawat tubuh mereka dengan mendatangi salon-salon kecantikan dan semisalnya. Apalagi kalau bagian wajah, semaksimal mungkin harus perfect, terutama bagi yang giginya rontok atau tanggal.

Kebanyakan dari mereka memasang gigi palsu yang sewarna dengan gigi aslinya, agar tidak tampak gigi palsunya. Bagaimana hukum memakai gigi palsu dalam Islam?

Syekh Shaleh Munajid berkata: “Memasang gigi buatan ditempat gigi yang dicabut karena sakit atau rusak itu adalah perkara yang mubah (diperbolehkan). Tidak ada dosa di dalam melakukannya. Kami tidak mengetahui satupun dari ahli ilmu (Ulama) yang mencegahnya (memasang gigi palsu). Tidak ada perbedaan (hukum) antara dipasang secara permanen ataupun tidak.”

Dari keterangan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum memakai gigi palsu dalam Islam adalah mubah (diperbolehkan). Hal ini tidaklah diharamkan. Yang diharamkan adalah jika tujuannya untuk mempercantik atau memperindah.

Al-Lajnah Ad-Daimah berfatwa: “Tidaklah mengapa mengobati gigi yang copot atau rusak dengan sesuatu yang dapat menghilangkan bahayanya atau dengan mencabutnya dan menggantinya dengan gigi buatan (palsu) ketika hal itu memang diperlukan.

Sahabat Ibnu Masud Radhiya Allahu Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang dari mengikir gigi, menyambung rambut dan mentato, kecuali dikarenakan penyakit.” (HR. Ahmad: 3945)

Asy-Syaukani menerangkan: “Perkataan Ibnu Masud “kecuali dikarenakan penyakit”, dzahirnya adalah: Sesungguhnya keharaman yang telah disebutkan (dalam hadis) tidak lain di dalam masalah ketika tujuannya untuk memperindah, bukan dikarenakan untuk menghilangkan penyakit atau cacat. Maka, sesungguhnya itu (dengan tujuan pengobatan) tidaklah diharamkan.

Bagi orang yang giginya ompong, hal itu tentu sangat mengganggu saat makan, sehingga tidak mengherankan jika pemasangan gigi palsu tidaklah diharamkan, karena otomatis saat mengunyah makanan sedikit banyak akan mengalami kesulitan.

Jadi, hukum memakai gigi palsu dalam Islam adalah mubah, dengan tujuan pengobatan ataupun menghilangkan bahaya dari copotnya gigi yang asli. Bahkan tidak satupun ulama yang melarang memasang gigi palsu. [hukumislam]

INILAH MOZAIK

Apakah Kalian Punya Anak yang Sudah Baligh?

DAHULU kala pada masa pemerintahan seorang Kisra di Negeri Persia, Iran, yang adil dan bijak hingga membuat masyarakatnya hidup penuh kebaikan, terjadi sebuah perselisihan antara seorang pembeli rumah dengan penjualnya.

Sang pembeli menemukan harta karun di rumah barunya, dan berniat mengembalikan harta tersebut kepada sang penjual yang merupakan pemilik lama rumah tersebut. Sang pembeli berkata, “Aku hanya membeli rumah itu. Bukan untuk harta karun di dalamnya.”

“Aku sudah menjualnya, jadi aku tidak peduli apa isi di dalamnya. Sekarang semua itu milikmu dan merupakan tanggung jawabmu,” jawab sang penjual.

Pertikaian terus terjadi karena tidak ada yang mau mengambil harta karun tersebut. Masing-masing merasa benar. Karena tak kunjung usai, ada seseorang yang melerai dan mengusulkan untuk mengajukan permasalahan tersebut ke Kisra.

Sesampainya di sana, Kisra bertanya, “Apakah kalian mempunyai anak yang sudah baligh?”

Sang penjual menjawab sambil terheran, “Aku mempunyai anak laki-laki yang sudah baligh.” Sementara sang pembeli pun mengatakan kalau dia memiliki seorang putri. “Dia sudah baligh,” tambahnya.

Kisra lalu melanjutkan, “Jika demikian, kenapa kalian tidak mempertemukan mereka berdua. Barangkali mereka berjodoh. Jika keduanya setuju untuk menikah, tentu kalian akan menjadi kerabat. Lalu wariskan harta itu kepada mereka untuk membiayai rumah tangganya.”

Sang pembeli dan sang penjual tersenyum. Mereka merasa memperoleh jawaban yang adil atas anjuran Kisra tersebut. Sesungguhnya Allah Swt telah melancarkan semua urusan atas kejujuran dan kebaikan mereka. Akhirnya anak keduanya pun menikah dan memperoleh warisan dari harta karun yang berasal dari rumah orangtua mereka. [An Nisaa Gettar]

INILAH MOZAIK

Ayo Menanam Kebaikan Agar Tercipta Kedamaian

BAYANGKAN jika semua orang di dunia ini gemar menanam kebaikan. Tentulah buahnya akan cukup untuk menciptakan kedamaian bagi setiap penghuninya. Karena menanam satu biji tidak hanya menghasilkan satu buah, melainkan puluhan atau bahkan ratusan buah. Seperti firman Allah swt berikut:

“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai, ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261)

Namun, sudah sunatullah bahwa Allah selalu menciptakan dua sisi yang berlawanan satu sama lain. Ada tinggi, ada rendah. Ada besar, ada kecil. Ada benar, ada salah. Ada surga, ada neraka. Ada yang gemar menanam kebaikan, ada pula yang gemar menanam keburukan.

Meskipun setiap manusia memiliki fitrah untuk berbuat baik, keadaan akan selalu menghadirkan pilihan. Bersyukur kisah kebaikan masih kerap mewarnai keseharian kita. Seperti cerita yang dikisahkan oleh Fudhail bin Iyadh tentang sahabatnya yang bercerita tentang seorang lelaki yang gemar menanam kebaikan.

Sang lelaki baik tengah berjalan di pasar dengan membawa benang tenun, ketika melewati dua orang pemuda yang sibuk bertengkar. Keduanya berseteru memperebutkan uang satu dirham. Tanpa berpikir panjang sang lelaki baik pun memberikan satu-satunya uang satu dirham miliknya, sehingga ia pulang tanpa membawa apapun.

Kemudian, sang lelaki baik meminta istrinya untuk mengumpulkan perkakas rumahnya yang bisa dijual. Saat membawanya, di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang bapak yang membawa ikan busuk. Tanpa disangka bapak tersebut meminta kepada sang lelaki baik untuk menukarkan barang miliknya dengan ikan busuk di tangannya. Ia pun setuju. Menurutnya, dengan ikan tersebut ia berarti membawa sesuatu yang bisa dimasak untuk istrinya.

Di rumah, istrinya sangat terkejut begitu mendapati sebuah mutiara di dalam perut ikan yang dibawanya. Ia pun menjualnya dan pulang dengan membawa 120.000 dirham. Betapa bersyukurnya pasangan suami istri tersebut.

Tidak lama kemudian, seseorang datang mengetuk pintu rumahnya. Sang lelaki baik menjumpai sesosok fakir miskin yang meminta-minta. Tanpa ragu-ragu ia pun menyedekahkan sebagian harta yang baru saja diperolehnya dari hasi menjual mutiara. Sampai akhirnya sosok tersebut kembali lagi, namun kali ini tidak untuk meminta-minta. Sosok tersebut berucap, “Sesungguhnya aku bukanlah seorang fakir ataupun miskin, melainkan utusan Allah yang mengganti sedekah satu dirhammu dengan 20 qirath. Apa yang telah Dia berikan padamu barulah satu qirathnya. Dia yang Maha Pemurah, masih menyimpankan 19 qirath yang lainnya.”

Betapa Allah Maha Menepati Janji bahwa siapapun yang menanam kebaikan, ia akan menuai buah dari kebaikan yang ia tanam berlipat ganda. Juga benar jika ada yang berkata, Allah yang Maha Pemurah akan memberikan rezeki bagi hamba-Nya tanpa arah yang disangka-sangka.

 

INILAH MOZAIK

Berbekallah untuk Perjalananmu

KALIMA judul di atas biasa kita dengar dari orang-orang tua kita saat kita akan melakukan perjalanan jauh. Perjalanan jauh itu membutuhkan bekal atau sangu yang memungkinkan kita sampai tujuan dengan tenang. Lebih dari itu, ada banyak kemungkinan terjadi di tengah jalan yang harus diselesaikan dengan menggunakan bekal itu.

Manusia itu sejak lahir sesungguhnya sudah terhitung melakukan perjalanan panjang menuju kematiannya. Setiap detik, jam dan hari yang dilaluinya sebenarnya adalah runtuhnya umur perjalanannya.

Anehnya justru manusia tak pernah sedih memikirkan hari yang hilang dan bahkan terus saja berbahagia menikmati hari yang baru tanpa adanya muhasabah. Sudahkah memiliki bekal cukup untuk perjalanan menuju kematian?

Kasihan sekali pada para musafir yang mati tanpa membawa bekal. Terdampar dan terlempar begitu saja tanpa ada yang peduli. Bahagianya para musafir yang berbekal cukup. Kalaupun harus mati, ada tempat yang layak dan ada yang mengurus dengan layak. Kasihan bagi mereka yang yakin hendak mati dan pindah tempat ke alam kubur, namun ternyata tak siap bekal untuk memperindah kehidupannya di alam kubur kelak.

Ada enam bekal utama yang perlu dibawa dalam perjalanan menuju Allah melalui pintu kematian itu: pertama adalah iman dan tawhid. Manisnya iman dan lezatnya tawhid adalah bekal yang paling fundamental bagi para pejalan menuju Allah. Sungguh hidup menjadi indah dengan iman dan tawhid. Tanpa iman dan tawhid, hidup akan hambar dan membuang-buang waktu sia-sia saja. Bagaimana tak hambar dan sia-sia kalau semuanya akhirnya bernilai 0 (nol)?

Ada sekelompok orang yang sungguh telah beriman dan bertauhid dengan baik dan benar. Mereka menikmati jalan hidup dengan kebahagiaan dan keceriaan meski harus melalui banyak ujian dan rintangan. Mereka berkata: “Andai saja para raja dan keluarganya yang berburu kesenangan dan kebahagiaan itu tahu bahwa kita jauh lebih bahagia ketimbang mereka, maka mereka pasti akan memerangi kita untuk merebut kebahagiaan kita ini.” Kebahagiaan iman dan tawhid adalah melampaui kesenangan dan kebahagiaan jabatan atau kekuasaan.

 

INILAH MOZAIK

Keutamaan-Keutamaan Ibadah Shalat

Banyak kita temukan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang keutamaan ibadah shalat. Akan tetapi, sungguh mengherankan ketika kita jumpai kaum muslimin yang tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu tentang keutamaan dan kedudukan ibadah shalat sehingga melalaikannya. Bagi sebagian kaum muslimin, shalat adalah ibadah yang paling tidak menarik, merepotkan, dan melelahkan. Jadilah mereka tidak mendirikan shalat, tidak menyisihkan waktu untuk mendirikan shalat, bahkan terkadang mengejek saudaranya yang perhatian dengan shalat, atau menjadikan shalat sebagai bahan gurauan dan candaan.

Dalam tulisan singkat ini, kami akan sebutkan sedikit tentang keutamaan ibadah shalat, sebagai bahan pengingat bagi penulis pribadi, dan juga kaum muslimin yang membaca tulisan ini.

Shalat adalah penyejuk hati dan penghibur jiwa

Shalat merupakan penyejuk hati, penghibur dan penenang jiwa. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

“Dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan dijadikanlah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat.” (HR. An-Nasa’i no. 3391 dan Ahmad 3: 128, shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ

“Wahai Bilal, berdirilah. Nyamankanlah kami dengan mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 4985, shahih)

Shalat adalah dzikir, dan dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, hati pun menjadi tenang. Shalat adalah interaksi antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Seorang hamba berdiri di hadapan Rabb-nya dengan ketundukan, perendahan diri, bertasbih dengan memuji-Nya, membaca firman Rabb-nya, mengagungkan Allah baik dengan perkataan dan perbuatan, memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang memang layak ditujukan untuk diri-Nya, dia meminta kepada Allah Ta’ala berupa kebutuhan dunia dan akhirat.

 

Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar

Jika seorang hamba mendirikan shalat sesuai dengan ketentuan dan petunjuk syariat, maka shalat tersebut akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 45)

Kemampuan shalat untuk mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar itu sangat tergantung kepada kualitas ibadah shalat yang dilakukan. Minimal, ketika sedang shalat itu sendiri seseorang berhenti dan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena ketika sedang shalat, seseorang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Ada yang selesai shalat kemudian mencuri sandal di masjid, misalnya, karena memang kualitas shalatnya yang buruk sehingga tidak lama selesai shalat, dia kembali lagi melakukan kemungkaran.

Kualitas shalat yang bagus antara lain ditandai dengan hati yang kembali bertaubat kepada Allah Ta’ala, menghadirkan hatinya menghadap Allah Ta’ala, dan kuatnya keimanan di dalam hati. Jika seorang hamba terus-menerus dalam kondisi seperti itu, maka ketika dia memiliki keinginan melakukan kemungkaran, dia pun ingat dengan kondisi dirinya ketika menghadap Allah Ta’ala dalam shalatnya, sehingga pada akhirnya dia pun tercegah dari perbuatan kemungkaran tersebut.

 

Shalat sebagai penolong manusia terkait urusan agama dan dunia

Allah Ta’ala berfirman,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى

“Dulu jika ada perkara yang menyusahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1420, hadits hasan)

Pahala dan kebaikan yang besar telah disiapkan untuk hamba-Nya yang mendirikan shalat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ

“Lima shalat yang telah Allah Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Siapa saja yang mendirikannya dan tidak menyia-nyiakan sedikit pun darinya karena meremehkan haknya, maka dia memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala untuk memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan siapa saja yang tidak mendirikannya, dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala. Jika Allah menghendaki, Dia akan menyiksanya. Dan jika Allah menghendaki, Allah akan memasukkan ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud no. 1420, An-Nasa’i no. 426 dan Ibnu Majah no. 1401, shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصَّلَاةُ نُورٌ

“Shalat adalah cahaya.” (HR. Muslim no. 223)

Yaitu cahaya dalam hati, wajah, cahaya di alam kubur dan cahaya pada hari kiamat.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan tentang shalat pada suatu hari, kemudian berkata,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

“Siapa saja yang menjaga shalat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga shalat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad 2: 169 dengan sanad yang hasan)

 

Qarun adalah simbol orang yang lalai karena sibuk dengan harta. Fir’aun lalai karena sibuk dengan kekuasaan dan kerajaan. Haman (perdana menteri Fir’aun) lalai karena sibuk menjilat penguasa demi meraih jabatan yang tinggi. Sedangkan Ubay bin Khalaf sibuk dengan urusan perdagangan atau bisnisnya. Inilah gambaran orang-orang yang disibukkan dengan perkara dunia sehingga lalai dari shalat.

Shalat adalah penggugur atas dosa-dosa kecil dan membersihkan kesalahan

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟

“Bagaimana pendapatmu jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau mandi sehari lima kali? Apakah tersisa kotoran di badannya?”

Para sahabat menjawab,

لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ

“Tidak akan tersisa kotoran sedikit pun di badannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا

“Itu adalah permisalan untuk shalat lima waktu. Dengan shalat lima waktu, Allah Ta’ala menghapus dosa-dosa (kecil).” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَاةُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

“Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, adalah penggugur dosa di antara keduanya, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 233)

 

Shalat adalah penghubung paling kuat antara hamba dengan Rabb-nya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

“Allah Ta’ala berfirman, “Aku membagi shalat (yaitu surat Al-Fatihah, pent.) untuk-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku sesuai dengan apa yang dia minta.”

فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memujiku.”

وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan yaitu pujian yang berulang-ulang, pent.)

وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan”; Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuliakanku.” Dan terkadang Allah berfirman, “Hamba-Ku memasrahkankan urusannya kepada-Ku.”

فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Ketika hamba berkata (yang artinya), “Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku. Dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”

فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

Dan ketika hamba berkata (yang artinya), “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 395)

 

Faidah tambahan dari hadits di atas adalah bahwa nama lain surat Al-Fatihah adalah “shalat”, karena surat Al-Fatihah senantiasa dibaca ketika shalat. Hadits ini juga menjadi dalil bagi sebagian ulama bahwa surat Al-Fatihah itu dimulai dari ayat,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

sedangkan basmalah bukan termasuk dari bagian surat Al-Fatihah. Masalah ini dapat dibaca lebih detail di tulisan-tulisan lainnya yang khusus membahas permasalahan ini. [1, 2]

Maka apakah kita temukan adanya penghubung yang lebih erat antara seorang hamba dengan Rabbnya melebihi ketika seorang hamba mendirikan shalat? Yaitu ketika seorang hamba yang berada di bumi mendirikan dan memperhatikan shalat dengan membaca surat Al-Fatihah ayat demi ayat, dan Allah Ta’ala merespon (menjawab) bacaan surat tersebut dari atas langit yang tujuh? Renungkanlah keutamaan yang sangat besar ini, wahai kaum muslimin. [3]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43999-keutamaan-keutamaan-ibadah-shalat.html

Adab: Sekaliber Abu Hurairah tak Segan Meralat Fatwanya

Nama Abu Hurairah RA, tentu tidaklah asing. Sahabat yang juga dikenal dengan nama Abd al-Rahman ibn Sakhr al-Azdi itu dikenal sebagai sosok yang alim dan menguasai agama.

Namanya juga masuk dalam deretan sahabat pemberi fatwa. Penguasaan tokoh yang lahir pada 603 M ini terhadap ilmu agama dilatarbelakangi oleh kedekatannya dengan Rasulullah SAW.

Abu Hurairah, pernah menemani Nabi akhir zaman itu lebih dari tiga tahun. Kondisi ini memberikan keistimewan berikutnya yakni, ia berhasil mencatat predikat perawi hadis terbanyak. Tak kurang dari 5,375 hadis berhasil ia riwayatkan langsung dari Rasulullah.

Meski demikian, masih saja ada beberapa hal yang ternyata belum dapat dicerna baik oleh Abu Hurairah, meskipun akhirnya sahabat yang lahir di Baha, Yaman tersebut dengan hati lapang dan keterbukaan, berkenan belajar atau berkonsultasi kepada Rasulullah. Peristiwa berikut ini, menunjukkan sikap kearifan dan kedewasaan yang pantas dimiliki ulama,  sebagaimana diteladankan oleh pria asal Bani Daws tersebut.

Suatu ketika,  usai shalat Isya’ berjamaah di belakang Rasulullah SAW, Abu Hurairah berjalan-jalan di tengah kegelapan malam, tiba-tiba seorang perempuan bercadar mendekati Abu Hurairah dan mengadukan persoalan yang tengah menderanya. Si perempuan bertanya perihal nasibnya yang telah berbuat dosa besar.” Apakah saya bisa bertaubat?,” katanya kepada Abu Hurairah.

Abu Hurairah yang pernah ditunjuk sebagai gubernur Madinah, di awal masa Dinasti Umayyah tersebut, lantas mencoba mendengarkan keluhan si perempuan dengan baik.

Abu Hurairah bertanya kepadanya, apa dosa yang telah diperbuatnya. “Aku telah berzina kemudian membunuh anakku dari hasil hubungan terlarang itu,” jawab si perempuan dengan nada ketakutan dan malu.

Tetapi, Abu Hurairah keget bukan kepalang. Ia tidak habis pikir. Mengapa perempuan tega melakukannya. Sedikit terbawa sentimen dan emosi, tokoh yang wafat di usia 78 tahun itu, dengan cepat mengeluarkan pernyataan dan fatwa yang cukup keras.

”Binasalah engkau, binasalah engkau. Demi Allah, Anda tidak akan diampuni,” kata Abu Hurairah sembari bergumam, baru kali ini ia berfatwa tanpa berkonsultasi kepada Rasul terlebih dahulu.

Tak elak, fatwa yang dikeluarkan mertua dari Sa’id bin al-Musayyib itu mendapat reaksi yang tak kelah heboh dari si perempuan. Ia shock, berteriak, menangis menderu-deru, lantas pergi meninggalkan Abu Hurairah.

Esok hari, Abu Hurairah menghadap Nabi SAW dan menceritakan peristiwa yang berlangsung kemarin malam sekaligus meminta pernyataan dari Rasulullah. Ternyata, justru jawaban yang disampaikan oleh Rasul bertolakbelakang dengan pandangan Abu Hurairah.

Rasul bersabda,” Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, demi Allah engkau bisa celaka, engkau bisa celaka. Tidakkah engkau lupa akan ayat ini,” Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).

Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah mahapengampun lagi mahapenyayang.” (QS al-Furqan [25]: 68, 70).

Abu Hurairah segera meminta ampunan atas kekeliruannya berfatwa. Ia merasa bertanggung jawab telah membuat perempuan yang ia temui semalam berputus asa dan bersedih. Ia pun bergegas mencari dan melacak keberadaannya. Ia menelusuri sudut-sudut Madinah. Tetapi, usahanya tak membuahkan hasil. Ia bertanya kepada tiap orang.

Anak-anak menganggap sahabat yang dimakamkan di Kompleks Makam al-Baqi’ itu aneh, mirip orang gila yang kebingungan. Ia menunggu hingga malam tiba. Akhirnya, di tempat yang sama, mereka berdua bertemu.

Abu Hurairah meminta maaf dan menyampaikan kabar gembira dari Rasul. Kegembiraan tepancar dari raut muka si peremuan, ia bahagia. Sebagai ungkapan rasa syukur dan suka cita itu, ia menyedekahkan sebidang kebun agar dipergunakan untuk kepentingan kaum dhuafa.

KHAZANAH REPUBLIKA