Hati-hati Cuaca Panas Mulai Menyengat di Tanah Suci

Iklim dan kondisi cuaca di Tanah Suci Makkah dan Madinah, Arab Saudi, kini memasuki musim panas. Menghadapi musim panas yang akan mencapai puncaknya pada Agustus mendatang, jamaah diminta mengantisipasi agar tidak terganggu saat menjalankan ibadah.

Konsulat Jenderal RI di Jeddah Hery Saripuddin mengatakan musim panas di Tanah Suci biasanya dimulai pada Februari hingga Agustus. Saat musim panas, suhu udara mencapai di atas 40 derajat celcius pada siang hari. Kondisi ini harus diantisipasi jamaah agar tetap fit saat menjalankan ibadah umrah.

“Cuaca sudah mulai panas, apalagi Agustus pas jamaah berada di Makkah,” ujar Hery di Jeddah, Minggu 22 Juli 2017.

Hery mengatakan pihaknya sudah mengingatkan agar jamaah mempersiapkan diri sebelum berangkat dan selama berada di Tanah Suci. Hanya saja jamaah perlu terus diingatkan agar tetap mewaspadai udara panas.

Hal yang perlu diperhatikan jamaah antara lain tidak banyak melakukan kegiatan di luar ruang yang tidak perlu. Terutama pada siang hari saat udara sangat panas. “Untuk kegiatan umrah, tawaf dan sai sebaiknya dilakukan pada malam hari,” kata Hery.

Ia juga menyarankan agar jamaah meletakkan sandal di dekatnya pada saat berada di masjid. Ini untuk menghindarkan sandal hilang dan jamaah bertelanjang kaki saat pulang dari masjid.

“Berjalan dengan kaki telanjang di udara yang panas bisa mengkibatkan kaki melepuh,” ujarnya.

Jamaah juga diingatkan agar menjaga pola makan dan minum agar tetap sehat. Soal minum itu menurutnya tidak boleh dianggap enteng. “Jika air kencing berwarna kuning saat buang air, itu berarti kurang minum,” kata Hery.

HALALLIFESTYLE

Selain Wajib, Ternyata Ada Juga Tawaf yang Sunah

Salah satu inti rangkaian ibadah haji adalah tawaf. Ini adalah kegiatan mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali. Tapi, tahukah Anda ternyata tawaf tak hanya satu jenis saja, melainkan ada empat, yaitu Tawaf Qudum, Tawaf Sunat, Tawaf Ifadal, dan Tawaf Wada.

Pengamat haji dan penulis buku Muhammad Ramdlan Nurrohman mengatakan masih banyak masyarakat yang belum mengenal jenis-jenis tawaf ini.

“Biasanya yang tahu mereka yang sudah berangkat haji, karena ada dalam rukun haji, jadi pasti masuk dalam materi bimbingan manasik. Tapi kalau umum sih, gak,” kata dia saat dihubungi Halallifestyle.id, Senin 23 Juli 2018.

Ramdlan mengatakan bahwa seharusnya mengenai tawaf ini diajarkan juga sebelum jamaah berangkat ke Tanah Suci, sehingga saat berniat naik haji sudah mengetahui gambarannya.

Tawaf pertama adalah Tawaf Qudum yang dilakukan saat tiba di Mekah. Tawaf pembuka ini hukumnya sunah, jadi jika tidak melakukan tidak akan membatalkan ibadah haji.

Diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW setiap kali memasuki Masjidil Haram selalu melakukan tawaf sebagai pengganti Tahiyyatul Masjid. Bagi wanita yang melaksanakan Tawaf Qudum, tidak perlu berlari-lari kecil, cukup dengan berjalan biasa saja. Bagi wanita yang sedang haid dilarang melakukan Tawaf Qudum.

Tawaf yang kedua yaitu Tawaf Sunat, atau lebih dikenal dengan sebutan Tawaf Tathawwu. Tawaf ini bisa dilakukan kapan saja, walaupun dalam waktu-waktu yang haram untuk shalat. Tapi, tawaf ini tidak boleh dilaksanakan jika masih ada kewajiban haji lainnya yang belum dilaksanakan.

Ketiga adalah Tawaf Ifadal atau Tawaf Ziarah yang wajib dilaksanakan untuk ibadah haji. Jika tawaf ini tidak dilaksanakan maka hajinya batal. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hajj 29:

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”

Tawaf Ifadal ini dilaksanakan setelah peserta haji melakukan lontar jumroh Aqabah, membayar dam dan mencukur.

Tawaf yang terakhir adalah Tawaf Wada atau Tawaf Shadar. Tawaf ini dilakukan menjelang kepulangan jamaah haji berpulang ke kampung masing-masing. Tawaf ini cukup dilakukan dengan berjalan dengan membaca doa yang berbeda untuk setiap putaran.

Tawaf ini sifatnya wajib. Bila tidak dikerjakan maka wajib membayar dam dan jika sudah mengerjakan haruslah meninggalkan Masjidil Haram. Jika jamaah sudah keluar dari masjid dan masuk kembali, maka jamaah diharuskan mengulangi Tawaf Wada ini. Untuk wanita yang sedang haid, tidak perlu melakukan Tawaf Wada. (Ranny Supusepa)

HALALLIFESTYLE

Jalan Menuju Masjid Hapus Dosa dan Tinggikan Derajat

SETELAH berwudhu, menyucikan diri dari segala najis dan kotoran secara sempurna sehingga tubuh dan jiwa kita siap untuk melaksanakan salat berjemaah. Semua ulama bersepakat mengenai anjuran salat berjemaah, bahkan sebagaian ulama mewajibkannya.

Kita sebagai umat Islam, diharuskan untuk berkumpul di masjid untuk mendirikan salat berjemaah dalam barisan yang rapi. Selain pahala besar yang dijanjikan Allah, berjalan menuju masjid untuk mendirikan salat juga mengandung faedah luar biasa bagi kesehatan.

Rasulullah saw sering kali menganjurkan umatnya untuk berjalan kaki menuju masjid atau tempat salat. Anjuran tersebut beliau sampaikan dalam beberapa hadis. Dan, Allah juga akan memberikan pahala yang sangat besar bagi orang yang berjalan menuju tempat salat.

Orang yang paling jauh jaraknya menuju masjid niscaya akan mendapat pahala yang paling besar. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Maukah kalian ditunjukkan kepada suatu amal yang dengannya Allah menghapus dosa dan meninggikan derajat?”

Lalu, para sahabat menjawab, “Tentu saja, Rasulullah.”

“Menyempurnakan wudhu dan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai, memerbanyak langkah menuju masjid, dan menunggu waktu salat dengan mendirikan salat. Itulah keutamaan. Itulah keutamaan.” (HR.Muslim)

Abu Musa ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang mendapat pahala salat yang paling besar adalah yang paling jauh jarak perjalanannya ke masjid.” (HR.Muslim)

Hadis ini dan hadis sebelumnya menegaskan keutamaan rumah yang jauh dari masjid sehingga butuh banyak langkah untuk sampai ke sana. Pahala yang didapatkannya pun lebih banyak dibandingkan dengan orang lain. Semakin jauh rumah seseorang dari masjid, makin besar pahala salatnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang bersuci di rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah Allah untuk melaksanakan kewajiban dari Allah, niscaya langkahnya itu akan menghapus dosanya dan mengangkat derajatnya.” (HR.Muslim)

Semua hadis di atas menegaskan anjuran kepada kita, umat muslim untuk berjalan kaki menuju masjid sekuat tenaga, tidak diatas kendaraan apapun meskipun rumahnya jauh dari masjid, selama tidak ada uzur atau hambatan yang menghalangi perjalanannya. Ingat, pulang juga dianjurkan dengan berjalan kaki. [Chairunnisa Dhiee]

INILAH MOZAIK

Tahukah Kamu Dimana ‘Arsy Allah?

KETERANGAN bahwa Arsy Allah berada di atas air dinyatakan di surat Hud, Allah berfirman,

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arsy-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS. Hud: 7)

Dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Arsy-Nya berada di atas air sebelum Allah menciptakan langit dan bumi dan berikut isinya. Qatadah ulama tafsir tabiin mengatakan, “Allah Taala menyampaikan kepada kalian bagaimana Allah memulai ciptaan-Nya, sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” (Tafsir at-Thabari, 15/246)

Dinyatakan dalam hadis dari Imran bin Husain Radhiyallahu anhu, “Bahwa ada beberapa penduduk Yaman menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan menanyakan sesuatu, “Kami datang kepada anda untuk menanyakan perihal ini..”

Jawaban Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Allah telah ada dan sesuatu apapun selain-Nya belum ada. Arsy-Nya berada di atas air. Dia mencatat segala sesuatu dalam ad-Dzikr (al-Lauh al-Mahfudz). Dan Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Bukhari 3191 dan Baihaqi dalam al-Kubro 17702).

Ayat dan hadis di atas menjelaskan tentang kondisi awal penciptaan alam semesta. Dan bahwa Arsy Allah berada di atas air sebelum penciptaan langit dan bumi. Meskipun Arsy Allah senantiasa berada di atas air.

Dalam hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bisa kalian perhatikan apa yang diberikan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, dan apa yang berada di tangan-Nya sama sekali tidak berkurang, dan Arsy-Nya berada di atas air.” (HR. Bukhari 6869 dan Muslim 1659)

Kesimpulan bahwa Arsy Allah selalu berada di atas air, diambil dari hadis di atas. Di mana Allah selalu memberi dari sejak penciptaan langit dan bumi hingga sekarang. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menegaskan, “Arsy-Nya berada di atas air.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan, “Makna tekstual hadis yang sebelumnya bahwa Arsy dulu berada di atas air, sebelum penciptaan langit dan bumi. Dan disepakati bahwa Arsy Allah selalu berada di atas air. Dan yang dimaksud dengan air bukan air lautan, namun dia adalah air di bawah Arsy sebagaimana yang Allah kehendaki.” (Fathul Bari, 13/410).

Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

INILAHMOZAIK

Jamaah Indonesia Wafat Saat Shalat Ashar di Masjid Nabawi

Kemenag menjamin badal haji jamaah yang meninggal sebelum proses haji. Nantinya keluarga dari jamaah yang meninggal akan mendapatkan sertfikat badal haji tersebut.

 

SUKARDI Ratmo Diharjo, 59 tahun, baru beberapa hari tiba di Tanah Suci untuk memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji.

Ternyata, Allah tak hanya memanggilnya untuk berhaji, tapi juga memanggilnya untuk menghadap-Nya. Ya, jamaah calon haji kloter 1-JKG (Embarkasi Jakarta) ini telah berpulang ke Rahmatullah.

Kepergian pria asal Ujung Menteng, RT 001/002, Cakung, Jakarta Timur itu begitu spesial. Sebagaimana informasi dihimpun hidayatullah.com dari Kementerian Agama, Sukardi menghembuskan napas terakhirnya saat sedang bersujud, kala menunaikan shalat ashar di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, Rabu (18/07/2018) lalu.

Berdasar data Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Sukardi adalah jamaah haji pertama yang meninggal di Tanah Suci pada musim haji 1439H/2018 ini.

Direktur Instalasi Gawat Darurat KKHI Madinah dr Muhammad Yanuar menerima certificate of death (COD) dari RS Arab Saudi pada Rabu pukul 23.00 WAS.

“Berdasar COD, penyebab kematiannya adalah cardiac arrest atau henti jantung,” jelasnya kepada Media Center Haji (MCH) Daker Madinah kutip laman resmi Kemenag.

COD itu lantas ditindaklanjuti dengan memeriksa buku kesehatan Sukardi. Tercatat, ternyata mengidap hipertensi (tekanan darah tinggi). Dia juga masuk kategori haji yang istitha’ah(mampu) tapi dengan pendampingan. ”Kan, dia berhaji didampingi istri,” ujarnya.

Kemenag menjamin badal haji jamaah yang meninggal sebelum proses haji. Nantinya keluarga dari jamaah yang meninggal akan mendapatkan sertfikat badal haji tersebut.

Jamaah Kedua

Sementara itu, kepergian Sukardi disusul jamaah calon haji Indonesia lainnya. Adalah Hadia Daeng Saming (73), yang tergabung dalam kloter 5 Embarkasi Makassar. Ia wafat sesaat setelah mendarat di Bandara Ammir Muhammad bin Abdul Aziz (AMMA) Madinah, Jumat (20/07/2018). Ia terbang dengan maskapai Garuda Indonesia nomor penerbangan GA-1203.

Hadia menjadi jamaah asal Indonesia kedua yang meninggal di Tanah Suci. Tim Media Center Haji (MCH) Madinah melaporkan, Hadia berangkat dari Embarkasi Makassar bersama rombongan dari Kabupaten Gowa dan Barru.

Hadia mula-mula tak sadarkan diri saat menuju antrean keimigrasian menuju Gerbang Zero Bandara AMMA saat dibopong putrinya, Asmia Hadi Hasan, yang berusia sekitar 50 tahun.

Andi Marolla, petugas Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang mendampingi rombongan Hadia dari Embarkasi Makassar menuturkan, di atas pesawat, sekitar 2-3 jam sebelum pendaratan, Hadia sudah tak sehat. Ia sesak napas dan diketahui memang memiliki riwayat bronkitis.

Hadia menolak diangkut memakai mobil khusus untuk pasien pengguna kursi roda setelah turun dari pesawat. Saat mengantre untuk imigrasi, ia pingsan kala dipapah Asmia Hadi, lalu dibawa ke klinik bandara.

Di klinik bandara, Hadia mengalami asistol alias henti jantung. Petugas paramedis coba melakukan Cardiopulmonary Resusication (CPR) atau usaha untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi serta penanganan akibat terhentinya denyut jantung. Namun tidak berhasil. Hadia dinyatakan wafat sekitar pukul 15.04 WAS di Klinik Bandara AMMA.

Kadaker Bandara Arsyad Hidayat yang berada di lokasi tampak terus menenangkan sang putri, Asmia, yang terpukul atas wafatnya sang ibu. Sembari menenangkan Asmia, Arsyad pun mendorongnya dengan kursi roda. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun…*

HIDAYATULLAH

Al-Azhar: ‘UU Rasis’ Israel akan Gagal Halangi Perjuangan Bebaskan Baitul Maqdis

Al-Azhar asy Syarif mengecam keras langkah ‘Israel’ menyetujui UU Negara Yahudi, sebagai langkah rasial yang mengungkap hakikat penjajah tanah Palestina.

Al-Azhar menegaskan, langkah illegal yang ditempuh ‘Israel’ merupakan rangkaian pelanggaran baru terhadap eksistensi bangsa Palestina, dimulai dari perjanjian Balfour 1917, dilanjutkan klaim Amerika Serikat (AS) yang memindahkan kedutaannya ke Yerusalem (Baitul Maqdis) Ibu Kota ‘Israel’,  pada Senin,  14 Mei 2018.

“Al-Azhar dengan keras mengecam … apa yang disebut ‘Undang-undang Negara Bangsa (Yahudi)’ dalam sebuah langkah mencerminkan rasisme yang buruk dan membuktikan sifat sebenarnya dari pendudukan itu,” kata lembaga Islam bersejarah itu dalam pernyataannya yang dibagikan pada akun media sosialnya sebagaimana dikutip al Ahram.

Hari Kamis, anggota parlemen Zionis ‘Israel’, Knesset,  menyetujui dan meloloskan ‘Undang-undang Negara Bangsa’ yang mendefinisikan ‘Israel’ sebagai negara bangsa dari orang-orang Yahudi dan menjadikan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi. Penjajah juga mendefinisikan ‘UU rasis’ pembentukan komunitas Yahudi sebagai alasan kepentingan nasional.

Undang-undang apartheid ini telah memprovokasi kekhawatiran dunia yang akan menyebabkan meminggirkan warga Arab di ‘Israel’.

Undang-undang yang didukung oleh 62 anggota parlemen dan ditolak oleh 55 anggota itu menempatkan warga Arab di ‘Israel’ sebagai “orang asing permanen”.

Undang-undang rasis ini dinilai akan memulai proses jangka panjang yang akan mengikis hak dan status warga Muslim dan Kristen Arab ‘‘Israel’’, menurut kritikus.

Menurut Al Azhar, langkah rasial ‘Israel’ ini akan gagal menghadapi keteguhan dan pengorbanan bangsa Palestina, dan komitmen mereka untuk mendirikan hak negara merdeka dengan Ibu Kota Baitul Maqdis.

“Langkah tersebut merupakan babak baru dalam katalog pelanggaran dan serangan yang diderita oleh warga Palestina,” kata  pemegang jabatan ulama Islam Sunni yang dihormati dan jabatan publik penting di Mesir ini dalam sebuah pernyataan.

Al-Azhar al-Syarif menegaskan bahwa Palestina akan tetap sebagai bagian Negara Arab, yang tak bisa ditawar, meski beragam agama dan suku.

“Palestina akan selalu tetap menjadi Negara Arab, hak yang tidak dapat dicabut untuk orang-orang Arabnya terlepas dari agama dan sekte mereka,” sebagaimana dikutip MENA.

“Keputusan rasis ini akan gagal dalam menghadapi ketahanan dan pengorbanan rakyat Palestina dan hak mereka untuk memiliki negara merdeka yang ibukotanya adalah Yerusalem,” kata Al-Azhar.

Al-Azhar dianggap sebagai salah satu institusi Ahlus Sunnah (Sunni) terbesar dan paling berpengaruh di dunia.*

HIDAYATULLAH

Benarkah Kotoran Ayam dan Kambing Tidak Najis?

AYAM diantara binatang yang sering bercampur dengan kehidupan manusia dalam keseharian. Seringkali kaki terpijak atau tangan tak sengaja menyentuh kotorannya. Mengingat hewan ini sering berbaur dengan kita, sangat perlu kita pelajari hukum kotoran ayam. Najis atau sucikah?

Di sini akan kami paparkan sebuah kaidah yang dapat membantu mengetahui hukum masalah ini dan banyak masalah lainnya yang sejenis, yaitu, “Kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci.”

Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan dalam kitab Al-Mughni (2/492), “Kotoran dan air kencing hewan yang halal dimakan adalah suci.”

Dalam Fatawa Lajnah Da-imah (Komite fatwa kerajaan Saudi Arabia) diterangkan, “Air seni hewan yang halal dimakan hukumnya suci. Kalau dipergunakan pada badan karena suatu kebutuhan, tidaklah mengapa shalat dalam kondisi demikian.” (Fatawa Lajnah Da-imah 5/378).

Artinya, kotoran hewan yang haram dimakan hukumnya najis, mengikuti hukum dagingnya yang haram dimakan. Kesimpulan inilah yang dipegang oleh mazhab Maliki dan Hambali. (Lihat : Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah, 7/72).

Ayam diantara hewan yang halal dimakan, sehingga kotorannya tidaklah najis. Demikian juga hewan-hewan lainnya yang halal dimakan, seperti sapi, kambing, bebek dst. Ada beberapa argumen yang menguatkan kaidah di atas:

Pertama, hukum asal segala sesuatu adalah suci, sampai ada dalil yang menerangkan kenajisannya. Untuk kotoran ayam, dan seluruh hewan yang halal dimakan, tak ada dalil yang menyatakan kenajisannya. Kedua, hadis dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahuanhu yang terdapat dalam shahih Bukhori dan Muslim. Beliau bercerita,

“Sejumlah orang dari suku Uql atau Uranah datang menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Namun mereka mengalami sakit karena tidak betah di Madinah. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi kandang unta, dan menyuruh mereka untuk minum air kencing dan susunya.” (HR. Bukhari 1501 & Muslim 4447). Tidak mungkin Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyarankan obat dari barang yang najis.

Ketiga, masih keterangan dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, “Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam shalat di kandang kambing.” (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202). Sangatlah tidak mungkin Nabi Shallallahu alaihi wa sallam shalat di tempat yang najis.

Keempat, Imam Muslim meriwayatkan hadis shahih dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, tentang bolehnya shalat di kandang kambing. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian di kendang kambing, karena padanya ada barokah.” (HR. Muslim).

Bolehnya shalat di kandang kambing dan tidak ditemukannya perintah untuk membersihkan kotoran kambing terlebih dahulu sebelum mempergunakan kendang kambing sebagai tempat shalat, meskipun kalaupun dibersihkan tetaplah ada sisa-sisa kotoran yang menempel di pelataran kandang itu, ini menunjukkan bahwa kotoran kambing, serta seluruh hewan yang halal dimakan tidaklah najis.

Demikian, wallahualam bis showab. [Ustadz Ahmad Anshori, Lc (Pengasuh PP. Hamalatul Quran DIY)]

INILAH MOZAIK

Cerdas Membagi Waktu, Ibadah Bisa Lebih Maksimal

Kegiatan beribadah di Tanah Suci dapat lebih maksimal jika terencana. Agar tak banyak waktu yang terbuang, jamaah pun disarankan untuk membuat agenda harian yang terstruktur.

Pembimbing ibadah haji dan umrah, Rafiq Jauhary, berbagi tips dengan Republika.co.id terkait hal ini. Prioritas utama tentunya beribadah. Bagaimana dengan aktivitas lainnya?

Tiba di Tanah Suci

Jamaah memerlukan waktu beberapa hari untuk menyesuaikan tubuhnya dengan kondisi cuaca dan perbedaan waktu. Tentunya, kegiatan harian pun perlu disesuaikan dengan agenda yang pas.

Ketika tiba di Madinah, jamaah sebaiknya tidak disibukkan dengan kegiatan memasak. Apalagi, makan siang dan malam hari telah disediakan dengan menu Indonesia. Adapun untuk sarapan, ada roti yang dihidangkan untuk jamaah.

“Dengan mengurangi beban kegiatan pribadi, tinggal urusan masjid yang perlu diatur,” kata pembimbing haji dan umrah yang juga mahasiswa Al Madinah International University ini.

Aktivitas di masjid

Sebagai pembimbing yang lama tinggal di Arab Saudi, Rafiq menyarankan jamaah untuk tidak terlalu awal pergi ke masjid. Jangan abaikan waktu istirahat.

Untuk shalat subuh, jamaah dapat berangkat ke masjid satu jam sebelum subuh dan kembali setelah matahari terbit. Lantas, berangkatlah dari penginapan satu jam sebelum Zhuhur dan segeralah kembali untuk makan siang.

Adapun untuk shalat Ashar, Maghrib, dan Isya, jamaah bisa i’tikaf menunggu di masjid. Isi waktu dengan mengaji, berdoa, berzikir, atau mengikuti pengajian. Selepas Isya, kembalilah ke hotel untuk makan malam dan istirahat.

Cukupkan waktu istirahat

Selama di Tanah Suci, hindari terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama jamaah lain sehingga mengurangi waktu istirahat. Rafiq yang menempuh pendidikan di Darul Hadits Al-Ghomidy, Awaly, Makkah dan Ma’had Harom Al-Makki  ini juga mengingatkan jamaah untuk tidak menghabiskan tenaga dengan membandingkan harga belanjaan atau oleh-oleh di tempat yang jauh karena harga satu tempat dengan yang lain relatif sama.

Jadikan hari-hari di Madinah sebagai pemanasan sebelum tiba di Makkah. “Jaga kondisi tubuh, perbanyak mengikuti taklim atau membaca buku sehingga dapat menambah ilmu,” kata penulis buku Bahasa Arab Praktis Untuk Jamaah Haji dan Umroh ini.

 

REPUBLIKA

Jamaah Haji Diminta Berhati-hati Saat Menyeberang Jalan di Arab Saudi

MADINAH – Hampir setiap tahun ada saja jamaah haji Indonesia yang mengalami kecelakaan lalu lintas, khususnya tertabrak mobil saat menyeberang jalan. Karena itu, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah meminta jamaah haji untuk berhati-hati saat menyeberang jalan.

Terlebih belum lama ini, seorang pilot Lion Air menghembuskan napas terakhirnya di Madinah, Arab Saudi, saat menyeberang jalan. Jenazah almarhum yang bernama Bambang Sugiri itu sudah dikebumikan di Kompleks Pemakaman Baqi’ di samping Masjid Nabawi, Minggu (22/7/2018).

Prosesi pemakaman jenazah dilakukan oleh Tim Petugas Perbantuan Haji KJRI Jeddah, kru maskapai Lion yang berjumlah sekitar 20 orang, perwakilan Maskapai Flynas, dan masyarakat.

Sesuai aturan pemerintah setempat, jenazah warga negara asing bisa dimakamkan setelah memperoleh surat pernyataan persetujuan dari pihak keluarga yang intinya mengikhlaskan jenazah untuk dikebumikan di Arab Saudi.

Berbekal surat pernyataan persetujuan dari pihak keluarga, KJRI kemudian menerbitkan surat pengantar izin pemakaman dan diserahkan kepada kantor polisi lalu lintas Madinah. Pihak kepolisian menerbitkan surat pengantar penyerahan jenazah dari rumah sakit ke KJRI.

Jenazah dibawa ambulans menuju tajhizul mauta (tempat pemandian dan pengkafanan jenazah) yang terletak di samping Masjid Nabawi. Seusai salat Asar, jenazah disalatkan di Masjid Nabawi dan dimakamkan di Baqi’ yang merupakan areal pemakaman paran sahabat nabi.

Rekan korban, Widjanarko Tri Istiadi, yang saat itu menemaninya berbelanja, menuturkan peristiwa terjadi hari Sabtu (21/7/2018) sekitar pukul 14.30 waktu setempat. Korban bersama lima kru lainnya menyeberang jalan seusai berbelanja di sebuah swalayan yang terletak di seberang penginapannya.

Namun nahas, sebuah mobil yang sedang melaju kencang dari arah kiri menabrak pria kelahiran Yogyakarta ini. “Empat orang menyeberang duluan. Saya paling terakhir. Pak Bambang ini, yang kena musibah di depan saya. Beliau lihat kanan, mobil datang dari arah kiri. Baru lihat ke arah kiri, mobil sudah mendekat,” tutur Widjanarko.

Beberapa menit kemudian mobil ambulans dan tim medis tiba di lokasi. Namun, nyawa korban tidak tertolong dan meninggal beberapa saat sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.

Berkaca dari kejadian ini, Konsul Jenderal (Konjen) RI, Mohamad Hery Saripudin mengingatkan seluruh warga Indonesia, khususnya jamaah haji yang tengah berada di Tanah Suci agar berhati-hati saat hendak menyeberang jalan.

Untuk diketahui, arus lalu lintas di Arab Saudi datang dari arah kiri. Sementara di Indonesia, arus lalu lintas datang dari arah kanan. Oleh karena itu, penyeberang jalan harus menengok ke arah kiri saat hendak menyeberang.

“Arus lalu lintas di Arab Saudi berbeda dengan di Indonesia. Di Saudi harus tengok kiri saat hendak menyeberang. Di Indonesia ke arah sebaliknya,” pesan Konjen kepada SINDOnews, Minggu (23/7/2018).

Hampir setiap musim haji, sambung Konjen, ada saja jamaah Indonesia yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Terutama akibat kurang memperhatikan arah laju kendaraan di jalan raya Arab Saudi

SINDONEWS

Agar tak ‘Majnun’ di Tanah Suci

Lelaki tua itu tak bisa dipegang. Tak juga berhenti berbicara dengan bahasa daerah yang tak dimengerti kebanyakan petugas haji. Ia baru saja mengamuk di Masjid Nabawi, Rabu (18/7).

Empat petugas jadi korban. Satu di antaranya digigit hingga memar dan berdarah di lengan kiri. Ruam ungu serta bekas gigitan masih nampak sore itu. Rekannya, kena tonjok dan bibirnya berdarah.

Sang jamaah yang sempat digelandang ke kantor Daerah Kerja (Daker) Madinah Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) Arab Saudi itu kemudian melarikan diri dari kantor daker. Di jalan-jalan Madinah, ia meracau dan melukai diri sendiri.

Sekian lama lepas dan tak terkendali, jamaah asal Embarkasi Lombok tersebut kemudian ditangani langsung Kepala Seksi Perlindungan Jamaah Daker Madinah, Maskat Ali. Jamaah diringkus dan dimasukkan mobil mini bus. “Udara di mobil dingin dan saya suruh minum air, akhirnya tenang,” kata Maskat ketika ditemui oleh wartawan Republika.co.id,Fitriyan Zamzami di kantor Daker Madinah, Kamis (19/7).

Seragamnya sempat penuh darah sang jamaah yang melukai diri sendiri tersebut. Saat mengunjungi bangsal Rawat Inap Psikiatri Klinik Kesehatan Haji Indonesia, Kamis (19/7), pria tersebut tengah terduduk di ruang observas. Sarungn yang ia kenakan saat mengamuk masih melekat. Namun kini, ia sudah orang yang berbeda. “Sudah baik, Pak,” kata dia sembari tersenyum.

Di bangsal tersebut, ada empat tempat tidur observasi, serta masing-masing tiga di ruangan isolasi pria dan wanita. Ada seorang jamaah pria tengah tertidur di salah satu ruang isolasi itu.

Lain lagi cerita dari tim pelayanan umum di Masjid Nabawi. Mereka menemukan seorang jamaah perempuan asal Embarkasi Bekasi meracau dan meminta pulang ke Tanah Air menggunakan layanan ojek daring. Sang jamaah berusia lanjut itu akhirnya bisa ditenangkan setelah dikipasi dan diberi minum.

Direktur KKHI Madinah dr Muhammad Yanuar, mengatakan, gangguan psikiatri memang jadi salah satu risiko jamaah haji. Salah satu sebabnya adalah cuaca panas yang menyebabkan dehidrasi. Jamaah yang diamankan Linjam Daker Madinah, menurutnya mengalami gejala tersebut.

Setelah diinfus dan diberi obat di KKHI, jamaah bersangkutan tiba-tiba lebih tenang. “Ini ciri khas orang yang mengalami dehidrasi. Seolah-olah mengalami gangguan jiwa, padahal karena kekurangan minum,” terang Yanuar.

Sebab itu, ia mengimbau jamaah mewaspadai hal tersebut. Menurutnya, orang Indonesia biasanya takut banyak minum karena takut buang air kecil. Padahal, di Masjid Nabawi banyak toilet dan jarak ke ke hotel pun dekat. Selain banyak minum, jamaah juga jangan berdiri di bawah cuaca panas tanpa alat pelindung diri seperti payung, masker, dan kaca mata hitam.

 

REPUBLIKA