Nasab Habib di Indonesia: Kontroversi Keabsahan Ilmiah dan Tantangan Verifikasi

Habib adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang diyakini memiliki nasab atau keturunan yang langsung hingga Rasulullah SAW. Di Indonesia, penyematan gelar Habib sering kali dilakukan oleh organisasi Islam seperti Rabithah Alawiyah, lembaga yang bertanggung jawab mencatat dan melestarikan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Sayyidatuna Fathimah Azzahra.

Rabithah Alawiyah dan Peranannya

Rabithah Alawiyah memainkan peran krusial dalam memverifikasi keabsahan nasab para habib. Lembaga ini berfungsi sebagai otoritas yang melakukan koordinasi dan penegasan atas klaim silsilah keturunan yang belum terdaftar. Dengan demikian, mereka berusaha menjaga keaslian dan kontinuitas garis keturunan dari Rasulullah SAW.

Kontroversi: Kiyai Imaduddin Utsman Al-Bantani dan Kritik Terhadap Nasab Habib

Klaim bahwa habib di Indonesia adalah keturunan Nabi Muhammad SAW telah mendapat kritikan dari Kiyai Imaduddin Utsman Al-Bantani. Dalam penelitiannya yang berjudul Pengakuan Para Habib Sebagai Keturunan Nabi Belum Terbukti Secara Ilmiah, Kiyai Imaduddin, yang juga merupakan Ketua Komisi Fatwa MUI Banten dan Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Cempaka, menyatakan bahwa nasab para habib tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.

Kiyai Imaduddin mengklaim bahwa silsilah nasab habib putus dari Rasulullah SAW, dengan menyebutkan bahwa Alawi bin Ubaidillah, dianggap sebagai leluhur para habib, tidak terbukti sebagai cucu Nabi Muhammad berdasarkan kitab-kitab nasab dari masa yang sama. Ia menegaskan bahwa kesimpulannya adalah hasil dari ijtihad, dan tidak memaksa orang lain untuk setuju dengannya.

Reaksi dari Komunitas Habib

Pernyataan Kiyai Imaduddin Utsman memicu reaksi dari komunitas habib di Indonesia. Salah satunya adalah Habib Idrus Alathas dari Bekasi, yang mengajak Kiyai Imaduddin untuk berdialog ilmiah mengenai nasab habib secara terbuka. Dialog ini direncanakan akan berlangsung di Pondok Pesantren Al Manar, Depok, pada Sabtu, 15 April 2023, dengan fasilitasi dari organisasi DKMN yang diketuai oleh Kiai Abdul Mujib dari Jakarta.

Kesimpulan

Kontroversi seputar keabsahan nasab habib di Indonesia menunjukkan pentingnya verifikasi dan kajian ilmiah dalam menjaga keaslian garis keturunan Rasulullah SAW. Meskipun klaim keturunan ini membawa kehormatan, namun keabsahan ilmiah tetap menjadi isu krusial yang perlu dikaji lebih dalam. Dialog ilmiah yang akan diadakan dapat menjadi wadah untuk mencari kebenaran dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.

sumber: INEWS.id

Buah Manis Ramadan

Ramadan adalah sebuah wadah pembentukan jiwa dan kualitas diri seorang muslim. Ibarat perguruan tinggi dengan mahasiswa yang dibentuk oleh pendidikan dan keterampilan untuk menghadapi tantangan dunia kerja yang penuh dengan dinamika. Keberhasilannya diukur dari bagaimana ia dapat bertahan hidup dan menghidupi keluarganya dengan keterampilan yang ia miliki. Bahkan, dengan izin Allah, berbekal keterampilan itu ia bisa membuka lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan berkontribusi pada pengurangan angka pengangguran untuk bangsa ini.

Adapun Ramadan, dengannya seorang muslim digembleng dan dididik sedemikian rupa dengan ‘sistem’ yang telah dibentuk oleh Allah Ta’ala. Pahala dilipatgandakan, setan dibelenggu, nafsu diredam, pintu surga dibuka, dan pintu neraka ditutup. Kecenderungan hati untuk selalu dekat dengan Allah Ta’ala melalui Al-Qur’an, salat malam, sahur, puasa, sedekah, dan berbuka. Demikianlah, sekelumit gambaran dari pendidikan Ramadan yang telah Allah persiapkan untuk kita. Janji Allah bagi hamba-Nya yang berhasil melewati aturan-aturan Allah dalam menjalani pendidikan Ramadan ini adalah takwa.

Sebagaimana seorang mahasiswa yang menginginkan ilmu dan gelar kesarjanaannya, begitu pula seorang muslim seharusnya menginginkan keistikamahan dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi semua larangan syariat dengan ‘gelar’ takwanya. Uniknya, hanya Allah Ta’ala, satu-satunya Zat yang mengetahui siapa saja dari hamba-Nya yang telah menyandang gelar ketakwaan tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Karenanya, kita tidak boleh terlalu pede dengan amalan-amalan yang telah kita lakukan selama Ramadan, dengan menganggap bahwa pasti semua diterima oleh Allah Ta’ala. Tidak pula kita pesimis bahwa amalan-amalan tersebut tertolak. Diterima atau tidaknya amal seseorang adalah hak Allah Ta’ala semata.

Akan tetapi, Allah Ta’ala telah memberikan kita petunjuk untuk mengetahui tanda-tanda diterimanya amalan-amalan kita baik dalam konteks seluruh bentuk ibadah secara umum maupun ibadah puasa secara khusus.

Sikap terhadap amal ibadah yang telah ditunaikan

Sekali lagi, kita tidak pernah tahu apakah amal ibadah kita diterima oleh Allah Ta’ala. Jangan-jangan ada unsur riya’ dalam menjalankannya, bisa jadi terdapat kekeliruan dalam tata caranya, dan mungkin saja ada rukun-rukun dan syarat yang tidak terpenuhi yang disebabkan karena masih minimnya pengetahuan kita dalam menjalankan berbagai amalan ibadah tersebut.

Namun, para ulama salaf telah mencontohkan bahwa kita mesti memaksimalkan amalan ibadah semampu yang mereka bisa untuk menyempurnakannya. Kemudian mereka merasa khawatir apakah Allah Ta’ala menerima atau menolaknya. Allah Ta’ala berfirman tentang karakteristik para salaf tersebut,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” (QS. Al Mu’minun: 60)

Terhadap ayat di atas, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ قَالَ « لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ ».

Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.’, adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khamr?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas menjawab, “Wahai putri Ash-Shidiq (maksudnya Abu Bakr Ash-Shidiq, pen)! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan, yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang yang berpuasa, yang bersedekah, dan yang salat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad. Disahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.)

Oleh karenanya, justru kekhawatiran terhadap amalan ibadah yang telah ditunaikan merupakan sifat orang-orang yang beriman. Karena, perasaan khawatir tersebut akan mendorong dirinya untuk melakukan amalan yang lebih berkualitas dan lebih sempurna sehingga Allah Ta’ala memberikan kemudahan bagi dirinya untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa.

Tanda Allah menerima amal seseorang

Allah Ta’ala telah memberikan kepada kita sebuah petunjuk untuk mengetahui tanda amal ibadah kita diterima atau tidak, yaitu kebaikan-kebaikan serupa yang dilakukan secara konsisten setelahnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

هَلۡ جَزَاۤءُ ٱلۡإِحۡسَـٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَـٰنُ

Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS. Ar-Raḥmān: 60)

Lebih spesifik dari ibadah Ramadan, kita dapat mengenali sebuah tanda bahwa amalan selama bulan puasa seseorang diterima adalah bahwa Allah memberikan kemudahan baginya untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Syawal. Mari kita renungkan perkataan Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah tentang faedah Ramadan,

أن معاودة الصيام بعد صيام رمضان علامة على قبول صوم رمضان فإن الله إذا تقبل عمل عبد وفقه لعمل صالح بعده كما قال بعضهم : ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن عمل حسنة ثم اتبعها بعد بحسنة كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى كما أن من عمل حسنة ثم اتبعها بسيئة كان ذلك علامة رد الحسنة و عدم قبولها

Kembali lagi melakukan puasa setelah puasa Ramadan, itu tanda diterimanya amalan puasa Ramadan. Karena jika Allah menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk melakukan amalan saleh setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan, yang melakukan kebaikan lantas setelahnya malah ada kejelekan, maka itu tanda tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Latha’if Al-Ma’arif, hal. 388.)

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan,

وعلامة قبول عملك : احتقاره واستقلاله وصغره في قلبك

Tanda diterimanya amal salehmu adalah engkau memandang remeh, sedikit, dan kecil amalan saleh tersebut di dalam hatimu!” (Madarijus Salikin, 2: 62)

Pandangan remeh, sedikit, dan kecil tersebut berangkat dari kesadaran diri bahwa kita merupakan hamba Allah Ta’ala yang lemah dan sangat bergantung kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan petunjuk kemudahan dalam menjalankan ibadah.

Mari kita perhatikan diri kita! Betapa kasih sayang Allah sangat besar diberikan kepada kita berupa kesempatan untuk kembali merasakan nikmatnya ibadah Ramadan di tahun ini, di mana jutaan hamba-hamba-Nya telah Allah wafatkan sebelum Ramadan. Bagaimana jika kita menjadi bagian dari mereka, sedangkan dosa-dosa masih bertumpuk?

Karena sedikitnya amalan kita, maka kita perlu memohon pertolongan Allah agar diberikan kemudahan demi kemudahan untuk menjadi seorang hamba yang bertakwa.

Buah manis Ramadan

Tanda dari diterimanya amalan seorang hamba adalah perubahan diri menjadi pribadi yang lebih baik dari segala aspek. Keistikamahan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya (yang merupakan tanda ketakwaan seorang hamba) merupakan buah manis dari hasil gemblengan muslim selama bulan puasa merupakan buah manis Ramadan.

Maka, hendaknya, kebaikan puasa selama bulan Ramadan melahirkan azam (tekad) yang kuat untuk mengiringinya dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, kemudian mendorong diri untuk mempunyai kebiasaan melaksanakan puasa Senin Kamis, puasa ayyamul bidh, hingga puasa Daud pada bulan berikutnya.

Terlebih perkara salat, khususnya salat-salat nawafil (salat sunah) yang selama Ramadan kita maksimalkan dengan tekun. Salat-salat rawatib, salat malam, Witir, Duha, dan syuruq menjadi rutinitas yang terasa ringan selama Ramadan. Alangkah baiknya, jika rutinitas yang agung ini juga kita pertahankan pada bulan-bulan setelah Ramadan sebagai bentuk ikhtiar dan optimisme terhadap amalan Ramadan, serta pertanda Allah menerima amalan kita. Allahumma amin.

Begitu pula, kebiasaan membaca Al-Qur’an selama Ramadan melahirkan habit untuk senantiasa membaca Al-Qur’an pada bulan-bulan berikutnya dengan intensitas yang lebih tinggi, menambah perbendaharaan hafalan, serta memperkaya diri dengan ilmu tafsir guna memperoleh kemudahan dalam mentadaburinya setiap waktu.

Demikian pula, dengan sedekah yang biasa kita lakukan selama Ramadan. Menjadi rutinitas pula kiranya untuk diri kita dalam memberikan bantuan kepada sesama baik moril maupun materil yang berorientasi untuk mencapai keridaan Allah.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menanamkan semua kebiasaan-kebiasaan baik ini pada diri kita sehingga kita menjadi pribadi yang saleh dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kasih sayang Allah Ta’ala. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/93166-buah-manis-ramadan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Mualaf Jesslyn Terima Tantangan Debat Ferdinand Hutahaean soal Kekristenan secara Akademik

Seorang mualaf keturunan Tionghoa, Jesslyn Thea Lestari (25) akhirnya menerima tantangan debat politisi Ferdinand Hutahaean terkait perbandingan agama dengan tema ‘Kekristenan dan Ketuhanan Yesus’ secara akademis.

“Walaupun saya sebenarnya gak kenal bapak siapa, sorry i don’t know who you’re, tapi ok, karena bapak menantang dan masukin nama saya, saya bersedia berdebat akademik dengan bapak,” ujar Jesslyn di kanal YouTube Dondy Tan, Jumat (12/4/2024).

https://youtube.com/watch?v=Mry-jXb-fbU%3Ffeature%3Doembed

“You going to face me one by one and I’m going to face you with approximately going to be three languages and you can use any kind of Bible you want to use,” (Anda akan menghadapi secara face to face dengan tiga bahasa. Anda dapat menggunakan jenis Alkitab apa pun yang ingin Anda gunakan).

Dia juga menambahkan, dalam debat ini nanti, sebenarnya, Ferdinand tidak sedang menentang dirinya, tapi, justru akan menentang isi kandungan Alkitab itu sendiri, kata Jasslyn.

“So basically when you want to face me in a debate especially about the christianity you are not actually againstting me but you are againstting your own bible and you can actually choose which Bible you want to face.” (Jadi pada dasarnya ketika Anda ingin menghadapi saya dalam sebuah debat terutama tentang Kekristenan Anda sebenarnya tidak menentang saya tetapi Anda menentang Alkitab Anda sendiri dan Anda sebenarnya dapat memilih Alkitab mana yang ingin Anda hadapi).

“Jadi ini jawabannya, saya tunggu respon dari bapak ya, jangan dicuekin dan jangan dikacangan ya pak ya,” jawab mantan debater melawan kelompok Islam sebelum mualaf.

Siapa Jesslyn Thea Lestari?

Jesslyn Thea Lestari adalah alumni Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta kelahiran Pontianak. Sejak kecil ia beragama Kristen, lalu berpindah-pindah ke berbagai kelompok gereja.

Mantan jemaat GBI,  GTI, GPDI, dan Bethani kemudian mulai meragukan keimananya sendiri hingga kemudian memeluk Islam saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, setelah hampir 4 tahun terombang-ambil tidak memiliki Tuhan.

“Saya tidak sadar menjadi Atheis, meskipun saya mengaku Kristen, ” ujarnya dalam obrolannya di kanal YouTube H Rhoma Irama Official. “Saya baru sadar Atheis bulan Desember (tahun 2024) ini,” ujarnya.

“Salah satu triger saya tertarik Islam adalah sifat Allah itu mutlak dan mutlak,” ujarnya.

Ia juga bercerita bahwa di agamanya terdahulu dia tidak pernah menemukan Tuhan. Di sisi lain, di agama terdahulu, ia menilai banyak menemukan hal tidak logis, ia sampai belajar Islam dengan membaca buku keislaman. 

Menariknya, Islam merupakan agama yang membukakan mata untuk hidup dengan baik tidak sembarangan. Sebelum masuk Islam, dia berusaha menanyakan konsep ketuhanan Islam ke banyak orang Islam.

Hal menarik yang dia dapatkan adalah kesamaan penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam Islam. “Mereka selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Ketuhananya, pengajaranya, semua sama. Berarti kan datang dari sumber asli yang sama, ” ujar dia.

https://youtube.com/watch?v=Sli_SJuglKY%3Ffeature%3Doembed

Hal ini sangat berbeda kalau dia bertanya kepada orang-orang Kristen tentang konsep ketuhanan mereka. “Jawabannya akan berbeda-beda, ” ujarnya dalam obrolan di Kanal YouTube Cerita Untungs, Ahad (8/3/2024).

Dukungan Warganet

Sontak netizen menyambut gembira. Seorang warganet bahkan sampai ada yang ikut bantu memfasilitasi dana.

“Kak jesslyn kalau dia gak punya uang untuk biaya datang aku sumbang deh 10 juta, aku ingin tau debatnya orang munafik kayak si ferdinan, entar tanyain rekeningnya ferdinan berapa kak, ok semangat,” ujarnya. @88digitalaudio40.

“Semangat ka Jesslyn kami muslim mendukung.. Allahhu Akbar Allahu Akbar,” dukung @edialviansyah7240.

“..tempat sudah siap, makanan sudah siap, biaya transportasi sudah siap, semuanya sudah  disiapkan mbak Jesslyn, mantaap sekali… allahuakbar!,” tulis @joearibowo569.

“Sebagai muslim sangat ,mengapresiasi dan mendukung sekali para debater2 Islam. Maju terus pantang menyerah semoga Allah ta’alla selalu memberikan Rakhmat hidayah,dan pahala yang berlimpah dalam mengungkapkan kebenaran Islam,” tulis @achmadwashie4290.

Tantangan Ferdinand

Sebelum ini, pengguna media sosial Ferdinand Hutahean telah menantang  pendebat Muslim untuk beradu argumen tentang  masalah kekristenan dan ketuhanan Yesus.

Tiga orang yang dimaksud adalah Zulkifli M Abbas,  pria asal Makassar, Sulawesi Selatan. Pria yang akrab dipanggil Bang Zuma ini adalah pembina Apologet Islam Indonesia (API).

Kedua adalah Dondy Tan, pengurus pada Yayasan Pembina Muallaf At Tauhid yang dulunya pemeluk Protestan dan masuk Islam tahun 2014 silam. Dan satu lagi yang ditantang adalah mualaf keturunan Tionghoa, Jesslyn Thea Lestari.

Ferdinand Hutahaean adalah mantan anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P  yang pernah terjerat kasus hukum terkait ujaran kebencian. Dia dipolisikan oleh Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dengan cuitan “Allahmu lemah” pada tahun 2022.

“Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela, “.  demikian ciutan @FerdinandHaean3, yang menjadi bumerang dan menjadi alat bukti ujaran kebencian.

Dalam tantanganya yang diarahkan pada Zulkifli M Abbas, Dondy Tan dan Jesslyn Thea Lestari, Ferdinand memisalnya masalah kekristenan dan ketuhanan Yesus seperti minum anggur dan air comberan.

“Jika Anda ingin tahu rasa anggur, jangan meminum air comberan. Karena air comberan tak akan mampu menceritakan rasa anggur. Jadi kalau Anda mau tahu tentang Kristen dan Yesus, maka jadilah pengikut Yesus,” ujar Ferdinand.

https://youtube.com/watch?v=lrCqIE8y1v8%3Ffeature%3Doembed

“Dan jika Anda ingin mengerti tentang Kekristenan dan Yesus, maka berdebatlah dengan orang yang paham (dalam vide ia mengarahkan telunjuknya menuju dadanya), bukan orang yang kepahamannya sekecil. Saya tunggu Anda berdebat dengan saya jika Anda orangnya cerdas,” demikian bunyi tantanganya  yang diunggah di kanal YouTube Jadid Hidaya, Sabtu (7/4/2024).

Dalam penutupnya, ia juga ‘setengah mengancam’ untuk tidak bertendensi ‘negatif’ tentang kekristenan. “Karena saya akan melawan Anda,” ujar Ferdinand.

Untuk diketahui, tahun ini, Ferdinand Hutahaean yang sebelumnya esks politikus Partai Demokrat  gagal jadi Caleg dari dapil Jakarta III. Sebagai Caleg dari PDI-P, ia hanya bercokol di nomor urut 5 dengan hanya meraih 29.601 suara.*

HIDAYATULLAH

Sehat dengan Sholat

Sholat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim di seluruh dunia.

Sholat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim di seluruh dunia. Shalat adalah bentuk umat muslim untuk menyembah Allah SWT. Nabi Muhammad juga sering melaksanakan shalat fardhu, bahkan memperbanyak shalat sunnah untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Selain itu, shalat juga memiliki beberapa manfaat bagi tubuh.

“Ada empat gerakan pokok di dalam shalat, yaitu qiyam (berdiri tegak), rukuk (membungkukkan tubuh), sujud (meletakkan tujuh rukun sujud di sajadah) dan duduk (di antara dua sujud, tahiyat awal dan tahiyat akhir). Masing-masing gerakan jika dilakukan dengan cara yang benar atau tuma’ninah akan memberikan dampak yang hebat bagi tubuh kita. Subhanallah, Allah tidak menciptakan semuanya sia-sia,” dikutip dari buku karya Prof. Muhammad Sja’bani yang berjudul Dahsyatnya Gerakan Shalat, Kamis (29/02/2024).

Manfaat yang pertama, ialah dapat menyehatkan jantung dengan cara menstabilkan irama denyut jantung selama melaksanakan shalat. Hal itu dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat mengalir secara optimal ke seluruh tubuh.

Kedua, dapat mengurangi nyeri pada pinggang dan dapat memelihara kesehatan tulang belakang. Karena terdapat gerakan – gerakan pada shalat yang bermanfaat untuk melenturkan sendi – sendi pada tulang sehingga dapat merefleksikan tulang yang kaku.

Ketiga, dapat menstabilkan kadar gula dan lemak sehingga meningkatkan elastisitas pembuluh darah. Hal itu dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah dan komposisi dalam darah, seperti Diabetes, Hipertensi, Hiperuricemia, Sklerotik Pembuluh Darah, serangan jantung, dan juga Stroke.

Keempat, dapat meningkatkan aktivitas otot dasar panggul sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah pada Disfungsi Ereksi. Kelima, dapat mempengaruhi secara psikis, sehingga dapat menambah ketenangan dan juga meningkatkan daya tahan tubuh dan juga dapat menurunkan proses degeneratif dengan meningkatkan kadar Endorfin dan Eosinofil, penurunan kadar asam urat, penurunan kadar gula, penurunan kadar profil lipid, perbaikan resistensi insulin beserta menurunkan hormon kortisol. 

IHRAM

Idul Fitri Batu Loncatan Untuk Jadi Umat yang Lebih Baik

Hari Raya Idul Fitri menjadi momentum batu loncatan untuk menjadi pribadi dan umat yang lebih baik. Karena itu umat Islam harus menjadi garda terdepan dalam memperkuat solidaritas sebangsa dan setanah air.

“Marilah kita menjadikan momentum Idul Fitri ini sebagai batu loncatan agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, bisa menjadi umat yang lebih baik,”ujar Kakanwil Kemenag Sulawesi Utara Sarbin Sehe saat menjadi khatib Salad Idul Fitri 2445 H di Lapangan Tikala, Manado, Rabu (10/4/2024).

Idul Fitri juga bisa momentum menjadi bangsa yang lebih baik, kata dia, lebih mengedepankan kebersamaan dan gotong royong ketimbang perselisihan, saling membantu sesama tanpa memandang suku, etnis, budaya, dan agamanya.

“Percayalah solidaritas sebangsa dan setanah air ini adalah merupakan salah satu esensi dari ajaran Islam,” katanya.

Khatib mengatakan umat Islam di Indonesia sangat beruntung karena mewarisi jargon-jargon yang tidak membenturkan keinginan agama dengan komitmen berbangsa.

“Para ulama kita tidak hanya giat menyerukan keharusan menjaga persaudaraan sesama Muslim, melainkan juga persaudaraan sesama warga bangsa, dan bahkan lebih dari itu adalah saudara sesama manusia,” ujarnya.

Dalam kehidupan, kata dia, perbedaan memang sebuah keniscayaan, namun kasih sayang dan cinta sesama saudara apalagi didasarkan pada suatu keyakinan agama yang sama, seyogyanya dapat mempersatukan tanpa harus menyamakan.

Sebagai warga bangsa, kata dia, dalam proses moderasi beragama meyakini bahwa mengamalkan ajaran agama adalah cara menjaga Indonesia masa depan.

“Sebagaimana menunaikan kewajiban negara adalah wujud pengamalan ajaran agama keduanya memiliki korelasi yang kuat. Keragaman agama, etnis, budaya dan suku adalah suatu keniscayaan. Disyukuri menjaga dan merawatnya adalah kewajiban bersama,” ajaknya.

Khatib menambahkan banyak cara Allah menguji hambanya agar menjadi soleh, yang semakin teguh dalam keyakinan ajaran agama, dan semakin erat tali persaudaraan dengan sesamanya.

“Momen Idul Fitri hendaknya saling menguatkan satu sama lain, persatuan dan kesatuan, saling memuliakan, saling tolong-menolong dan mendoakan, sebagai wujud dari bagian praktik dari hasil pendidikan yang kita peroleh dalam bulan suci Ramadan,” pungkasnya.

ISLAMKAFFAH

Bolehkah Puasa Syawal Tidak Full 6 Hari?

Meskipun telah meninggalkan bulan Ramadhan dan telah memasuki bulan Syawal, kita tetap dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Termasuk di antaranya adalah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Tetapi, akibat dari suatu kesibukan membuat sebagian orang tidak bisa puasa penuh selama 6 hari. Lantas, bolehkah puasa Syawal tidak full 6 hari?

Dalam literatur kitab klasik, salah satu dalil kesunnahan puasa 6 hari bulan Syawal adalah berdasarkan sabda nabi Saw yang menyatakan bahwa seseorang yang berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti ia berpuasa selama satu tahun.

Hal ini yang dibuat pijakan kuat madzhab syafi’i, Ahmad Bin hanbal dan Abu Daud tentang kesunahan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal. 

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Mawahibus Shamad halaman 73 berikut

 )من شوال كان كصيام الده ) فيه دلالة صريحة لمذهب الشافعى وأحمد وداود وموافقيهم في استحباب صوم هذه الستة

Artinya: “Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti ia berpuasa selama satu tahun.’ (HR. Muslim). Dalil ini yang dibuat pijakan kuat madzhab syafi’i, Ahmad Bin hanbal dan Abu Daud tentang kesunahan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal.”

Dengan hadits di atas, cukup jelas bahwa untuk mendapatkan pahala seperti berpuasa selama satu tahun seseorang diharuskan melakukan puasa selama 6 hari. Akan tetapi, bagi seseorang yang tidak bisa memenuhi puasa 6 hari dia masih diperbolehkan untuk melakukan puasa sebanyak yang dia mampu. Bahkan hal ini lebih utama daripada tidak melakukan puasa sama sekali. 

Hal ini selaras dengan kaidah fikih,

 مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ

Artinya : “Bila tak mendapatkan semuanya, jangan tinggalkan seluruhnya.”

Kaidah diatas memberikan penjelasan bahwa apabila seseorang tidak mampu untuk melakukan puasa 6 hari di awal bulan Syawal, maka seharusnya dia tidak meninggalkan seluruhnya, melainkan melakukan puasa di hari yang mampu. Hal ini karena dalam urusan agama kita diperintahkan untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Sebagaimana dalam firman Allah Swt berikut,

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ 

Artinya : “Karena itu bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS at-Taghabun [64]: 16).

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan pahala seperti berpuasa selama satu tahun seseorang diharuskan melakukan puasa selama 6 hari. Akan tetapi, bagi seseorang yang tidak bisa memenuhi puasa 6 hari dia masih diperbolehkan untuk melakukan puasa sebanyak yang dia mampu. Bahkan hal ini lebih utama daripada tidak melakukan puasa sama sekali.

Demikian penjelasan mengenai bolehkah puasa Syawal tidak full 6 hari. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Niat Puasa Syawal 6 Hari

Puasa enam hari Syawal merupakan amalan sunnah yang memiliki keutamaan besar, yaitu pahalanya setara dengan berpuasa setahun penuh. Keutamaan ini hanya diperoleh bagi yang telah berpuasa Ramadhan secara penuh. Nah berikut niat puasa Syawal 6 hari.

Simak penjelasan dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarah al-Minhaj, Jilid III, halaman 209;

( و ) صوم ( ستة من شوال ) لما صح من قوله صلى الله عليه وسلم { من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر } وقوله { صيام رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة } أي كصيامها فرضا وإلا فلا يختص ذلك بصوم رمضان وستة من شوال لأن الحسنة بعشرة أمثالها ، وقضية كلام التنبيه وكثيرين أن من لم يصم رمضان لعذر أو سفر أو صبا أو جنون أو كفر لا يسن له صوم ستة من شوال

Artinya; “Dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Syawal berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang sahih: “Siapa yang berpuasa Ramadhan dan kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka (pahala) bagaikan berpuasa setahun penuh.” Dan sabdanya: “Puasa Ramadhan itu (setara) dengan sepuluh bulan, dan puasa enam hari (setara) dengan dua bulan, maka (jumlahnya) menjadi puasa setahun.” Maksudnya, seperti berpuasa setahun penuh secara wajib.

Namun, hal ini tidak hanya khusus untuk puasa Ramadhan dan enam hari di bulan Syawal. Karena setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Berdasarkan penjelasan kitab “At-Tanbih” dan banyak ulama lainnya, bagi orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, bepergian, masih anak-anak, gila, atau kafir, tidak disunnahkan untuk mereka berpuasa enam hari di bulan Syawal,”.

Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda bahwa pahala orang yang melakukan puasa Ramadhan dan enam hari di bulan Syawal sama dengan pahala puasa sepanjang tahun. Nabi bersabda;

حدثنا أبو معاوية ثنا سعد بن سعيد عن عمر بن ثابت عن أبي أيوب الأنصاري قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من صام رمضان ثم اتبعه ستا من شوال فذلك صيام الدهر

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, Telah menceritakan kepada kami Sa’ad bin Sa’id, dari ‘Umar bin Tsabit, dari Abu Ayyub Al-Anshari, ia berkata : Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa puasa ramadhan kemudian dilanjutkan enam hari dibulan Syawwal, terhitung puasa sepanjang masa,”. (HR. Ahmad No. 23580).

Niat Puasa Syawal 6 Hari

Puasa Syawal, termasuk dalam kategori puasa sunnah, memiliki keutamaan yang setara dengan berpuasa selama setahun penuh. Namun, berbeda dengan puasa wajib Ramadhan, niat puasa Syawal tidak harus dilakukan di malam hari atau sebelum terbit fajar.

Sejatinya, niat puasa Syawal dapat dilakukan ketika siang hari, selama matahari belum tergelincir di siang hari. Hal ini memberikan kemudahan bagi umat Islam yang ingin melaksanakan puasa Syawal, karena mereka tidak perlu terburu-buru untuk berniat di malam hari.

Meskipun demikian, dianjurkan untuk melakukan niat puasa Syawal di awal waktu, yaitu sebelum terbit fajar. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW untuk melakukan segala amalan kebaikan di awal waktu.

Nah, bagi yang ingin menjalankan puasa sunnah Syawal, niat bisa dilafalkan pada malam hari sebelum berpuasa. Berikut lafal niat puasa Syawal untuk malam hari:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ

Artinya: “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala.”

Sementara itu, bagi orang yang baru bisa melaksanakan niat siang hari, berikut lafadznya:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى



Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ

Artinya; “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah ta’ala”.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Islam Agama yang Benar? (Bag. 1)

Dalam perjalanan mencari kebenaran, setelah seseorang mengetahui dan mengakui keberadaan Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, maka langkah selanjutnya adalah mencari tahu petunjuk Tuhan manakah yang benar? Sebab, seseorang akan dihadapkan pada fakta banyaknya jumlah agama di dunia ini. Hal itu seringkali membuat orang yang sedang mencari kebenaran kebingungan.

Apalagi ditambah dengan banyaknya aliran -isme, semacam liberalisme, sekulerisme, nihilisme, ateisme, feminisme, dan lain sebagainya yang turut memperkeruh terangnya cahaya kebenaran. Oleh karena itu,  jika seseorang lengah, ia akan dengan mudah jatuh ke dalam salah satu agama atau aliran kepercayaan tersebut, dan menghabiskan sepanjang umurnya memperdalam, mengkaji, bahkan membela kepercayaan yang keliru.

Agar hal tersebut tidak terjadi, maka kita perlu memahami apa yang membuat Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan satu-satunya jalan menuju Allah ‘Azza Wajalla.

Alasan pertama: Sumber yang valid

Dalil-dalil yang digunakan kaum muslimin untuk membuktikan kebenaran Islam tidak dapat dibandingkan dengan dalil-dalil yang digunakan umat Kristen, Yahudi, ataupun umat beragama lainnya. Bahkan, salah satu hal yang bisa dibanggakan kaum muslimin adalah kemampuan mereka dalam membuktikan validitas sumber setiap syariat agama mereka.

Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, Bibel adalah kitab umat Kristen, dan Taurat adalah kitab umat Yahudi. Hal yang membedakan Al-Qur’an dengan kitab-kitab samawi lainnya adalah kemampuan umat Islam untuk menyatakan bahwa Al-Qur’an, dengan setiap surat dan ayatnya, jalur periwayatannya bersambung sampai ke Nabi Muhammad ﷺ.

Periwayatan Al-Qur’an merupakan periwayatan yang mutawātir, artinya periwayatannya tidak dilakukan oleh satu orang dari satu orang dari satu orang. Akan tetapi, Al-Qur’an diriwayatkan oleh sekelompok orang dari sekelompok orang dari sekelompok orang dan seterusnya hingga bersambung kepada Nabi ﷺ yang menerima wahyu lewat perantara Jibril ‘alaihissalām yang bertugas menyampaikan wahyu dari Allah ‘Azza Wajalla.

Sementara itu, agama-agama lainnya tidak memiliki jalur periwayatan yang bersambung ke nabi-nabi mereka, yang dalam bahasa Arab disebut sanad. Sanad adalah rantai transmisi informasi dari satu person ke person yang lain. Setiap person dalam rantai transmisi tersebut paling tidak harus dikenal identitasnya, sehingga dapat diteliti lebih lanjut kredibilitasnya dalam meriwayatkan.

Pada kitab-kitab agama selain Islam terdapat keterputusan sanad yang sangat jelas, bahkan pada beberapa bagian tidak diketahui penulisnya. Sebagai contoh, salah satu peneliti Perjanjian Baru (salah satu bagian dari Bibel) Stephen L. Harris [1] mengatakan bahwa keempat Injil, yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes adalah hasil karya orang-orang yang tidak dikenal. Demikian pula, menurut Bart D. Herman, peneliti Bibel Universitas North Carolina, menyatakan bahwa tidak ada satu pun dari penulis Injil menyaksikan dan mendengar Yesus atau mengaku menyaksikan atau mendengar ucapan Yesus secara langsung, serta nama Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes bukanlah nama penulisnya, melainkan nama yang diberikan Bapa-Bapa Gereja. [2] Bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut topik ini, dapat merujuk buku-buku yang ditulis peneliti-peneliti tersebut.

Alasan kedua: Mukjizat isi Al-Qur’an

Selain ketersambungan periwayatan Al-Qur’an, salah satu keistimewaan Al-Qur’an juga terletak pada isinya. Dr. Muhammad ‘Abdullāh Darrāz menyusun sebuah kitab yang membahas mukjizat isi Al-Qur’an secara khusus yang berjudul Al-Naba’ Al-‘Aẓīm. Di dalam kitab tersebut, dijelaskan berbagai alasan mengapa Al-Qur’an merupakan firman Allah, dan Nabi Muhammad ﷺ tidak mungkin mengarang Al-Qur’an. Salah satunya kutipannya sebagai berikut,

“Kitab yang mulia ini dengan karakteristiknya mustahil berasal dari buatan manusia. Ayat-ayatnya memanggil seakan sebuah suratan takdir. Bahkan, seandainya ia ditemukan tergeletak di padang pasir, orang yang menemukan dan menelaahnya akan yakin bahwa ia bukan bersumber dari bumi ini, melainkan diturunkan dari langit.” [3]

Salah satu bentuk mukjizat isi Al-Qur’an adalah tidak adanya kontradiksi, baik kontradiksi antar ayat maupun kontradiksi dengan fakta ilmiah atau sejarah. Allah Subhānahu Wa Ta‘āla berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَـٰفًۭا كَثِيرًۭا

Maka, tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur`ān? Sekiranya (Al-Qur`ān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 82)

Sedangkan dalam kitab-kitab agama lainnya, terdapat banyak sekali kontradiksi. Sebagai contoh, kontradiksi di dalam Bibel yang berbicara tentang seseorang bernama Ahazia. Ayat yang pertama mengatakan bahwa umurnya 22 tahun, sedangkan ayat yang kedua menyebutkan bahwa umurnya 42 tahun. Berikut ayatnya:

“Ia, Ahazia, berumur dua puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri raja Israil.” (Kitab 2, Raja-raja, 8: 26)

“Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya adalah Atalya, cucu Omri.” (Kitab 2, Tawarikh, 22: 2)

Tanggapan umat Kristen terhadap kontradiksi kedua ayat tersebut biasanya menyatakan bahwa penyalin manuskrip keliru saat menulis di kedua tempat tersebut. Semudah itukah respons mereka? Masalahnya, kekeliruan ini bukanlah kekeliruan penerjemahan, tetapi kekeliruan pada naskah aslinya. Bayangkan, jika kesalahan semacam ini terjadi pada Al-Qur’an, lalu kita katakan, “Para sahabat keliru saat menulis ayat.” Apakah kita akan percaya terhadap Al-Qur’an?

Lanjut ke bagian 2: [Bersambung]

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Catatan kaki:

[1] Understanding the Bible (1985), California: Mayfield.

[2] Lost Christianities: The Battles for Scripture and the Faiths We Never Knew (2003), Oxford University Press.

[3] An-Naba’ul-Aẓīm, hal. 106.

Sumber: https://muslim.or.id/93051-mengapa-islam-agama-yang-benar-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Doa Nabi Ibrahim untuk Cepat Pergi Haji

Alquran surat Al-Baqarah ayat 128 mengabadikan doa Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Doa ini bagus dipanjatkan bagi setiap orang yang beriman yang ingin cepat dipanggil Allah sebagai tamunya (bisa berangkat haji).

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Rabbana waj’alna muslimaini laka wamin dzurriyyatina ummatan muslimatan laka wa arina manasikana watub ‘alaina innaka antat-tauwwabur rahim”

Artinya. “Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang taat kepada-Mu, begitu pula anak keturunan kami. Jadikanlah mereka ummat Islam, ajarkanlah cara-cara beribadah haji kepada kami, ampunilah dosa-dosa kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang kepada semua makhluq-Mu.”

Ustaz Rafiq Jauhary Lc mengatakan, doa itu juga baik digunakan umat Islam yang ingin segera berangkat ke baitullah. Karena dalam doa itu ada kalimat “ajarkanlah cara-cara beribadah haji kepada kami”

“Doa ini juga boleh dibacakan untuk para jamaah dan calon jamaah haji,” katanya melalui tausiyah darinya, Kamis (15/4).

Ustaz Rafiq yang juga pemilik travel haji dan umrah Taqwa Tours mengatakan ada banyak hikmah yang dapat dipetik dari doa Nabi Ibrahim bersama dengan putranya, Nabi Ismail. Setidaknya ada tiga permohonan penting yang disampaikan dalam doa beliau berdua. Pertama, memohon agar menjadikan mereka dan anak turunnya tetap istiqamah dalam keislaman. Inilah doa yang selalu dipanjatkan oleh hampir setiap Nabi.

“Karena di antara amanah terberat bagi seorang kepala keluarga adalah menjaga anggota keluarganya agar tidak terjerumus dalam siksa neraka; tentu caranya dengan mengamalkan Islam secara kaffah,” katanya.

Kedua, memohon kepada Allah agar diberi ilmu dalam menjalankan ibadah. Ilmu menjadi hal yang penting karena tanpanya perjuangan untuk menjalankan ibadah seberat apapun sangat beresiko membuatnya tertolak, sia-sia. Ketiga taubat. Sangat mungkin seorang yang telah berilmu pun memiliki peluang berbuat kesalahan.

Ustaz Rafiq mengatakan, Nabi Ibrahim mengajak putranya dan mengajarkan bagaimana beribadah dan berdoa. Nabi Ibrahim juga menjelaskan apa visi besar yang diusung dalam keluarga.

“Hal ini sangat penting mengingat visi haruslah disampaikan dalam keluarga dan diperjuangkan bersama,” katanya.

BPKH

Mengenal Prinsip Akhlak

Manusia harus berakhlak kepada sesama manusia.

Kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan.  Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan berdasarkan prinsip dasar manusia.

“Prinsip dasar menyangkut akhlak dalam islam itu adalah letakkan segala sesuatu pada tempatnya, kalau anda tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya yang semestinya maka anda tidak berakhlak,” kata K.H Quraish Shihab dikutip dari akun Youtube Pribadinya, Quraish Shihab.

K.H Quraish Shihab menjelaskan, manusia harus berakhlak kepada sesama manusia. Akhlak kepada sesama manusia bermacam-macam contohnya seperti, akhlak kepada orang tua, kepada anak, kepada istri, kepada pembantu, kepada diri sendiri, bahkan akhlak kepada jalanan.

Salah satu contoh menempatkan sesuatu pada tempatnya ada dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jauhilah dari duduk-duduk di jalan!. Para sahabat berkata: “wahai Rasulullah, kegiatan kami duduk (di jalan) berkumpul ya hanya (di pinggir jalan) itu. Kami bisa bercengkerama saat itu. Rasulullah Saw. lalu bersabda: “Kalau kalian memang sulit berpindah dari berkumpul (seperti itu), maka berikan kepada jalanan itu haknya.” Para sahabat bertanya lagi: “Apa hak dari jalan itu wahai Rasulullah ? Rasul menjawab : menundukkan pandangan, tidak menyakiti, membalas salam, menyampaikan kebaikan, melarang kemungkaran. 

Selain berakhlak kepada sesama manusia, terdapat akhlak yang harus dilakukan sebagai umat muslim dan yang paling penting dalam ajaran Islam, yaitu berakhlak kepada Allah SWT merupakan kewajiban yang harus diingat.

“Yang terpokok menyangkut akhlak terhadap Allah SWT, jangan pernah menduga atau terlintas dalam benak anda bahwa ada sekutu baginya, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kezhaliman,” ujar K.H Quraish Shihab. 

IHRAM