Alasan Jabatan Khalifah Dihapus Mustafa Kemal

Disfungsi khalifah Doktor Studi Islam University of Leiden Belanda Ali Mufrodi dalam buku yang berjudul Ensiklopedi Tematis Dunia Islam menjelaskan, pada abad ke-20 nasionalisme Turki yang dipimpin Mustafa Kemal Ataturk tumbuh di wilayah Ustmani atau Turki Ottoman.

Nasionalisme Turki menyebabkan Kerajaan Ustmani terpuruk dari panggung sejarah pada 1924 dan digantikan dengan Turki modern yang berbentuk republik yang sekuler. Saat itu, Mustafa Kemal berpendapat dalam sidang Majelis Nasional Agung tahun 1922, jabatan sultan dan khalifah terpisah dalam sejarah. Khalifah berada di Baghdad, sedangkan sultan di daerah.

Maka, jabatan yang dipegang oleh penguasa Turki harus dipisah, sultan dihilangkan, tapi khalifah dipertahankan.
Usul tersebut diterima oleh Majelis Nasional Agung pada 1 November 1922, sehingga raja Turki hanya bergelar khalifah yang mengurusi masalah spiritual saja tanpa berkuasa atas urusan duniawi.

Sultan Muhammad VI Wahiduddin tidak setuju terhadap keputusan Majelis Nasional tersebut, sehingga dituduh sebagai pengkhianat oleh pihak nasionalis. Ia kemudian meninggalkan Istan bul. Sementara itu, kaum nasionalis mengangkat saudara sepupu Wahiduddin, yakni Abdul Majid sebagai khalifah.

(Baca: Kesultanan Islam Terakhir Runtuh, Ini Penyebabnya)

John Freely dalam tulisannya yang berjudul Inside the Seraglio menuturkan, setelah Majelis Nasional Agung Turki menghapus kesultanan pada 1 November 1922, Sultan Mehmed diusir dari Konstantinopel. Ia meninggalkan Turki menggunakan kapal-kapal perang Inggris Malaya pada 17 No vem ber. Ia pergi ke pengasingan di Malta. Meh med kemudian tinggal di Riviera, Italia.

Dengan penghapusan jabatan Sultan, dualisme kepemimpinan duniawi sudah tidak ada lagi. Kedaulatan berada di tangan Majelis Nasional Agung dan kekuasaan eksekutif berada di bawah Majelis negara. Khalifah Abdul Majid hanya berkedudukan sebagai lambang bagi Turki yang bersifat Islam.

Masalah yang muncul setelah itu ialah mengenai bentuk negara. Karena kedaulatan Turki sudah berada di tangan rakyat menurut Konstitusi 1921, negara harus berbentuk republik sebagaimana dikehendaki para tokoh nasionalis. Tetapi, kelompok Islam tidak setuju.

Mereka masih mempertahankan bentuk khilafah daripada bentuk lain. Majelis Nasional Agung memutuskan dalam sidangnya pada 29 Oktober 1923 bahwa Turki menjadi republik dan megangkat Mustafa Kemal menjadi presiden yang pertama.

Meskipun keputusan tersebut tidak disetujui oleh golongan Islam, mereka merasa puas dengan usulannya bahwa Islam adalah agama negara.

Dengan pengangkatan Mustafa Kemal menjadi presiden Turki maka terjadilah dualisme kepemimpinan di Turki. Di satu pihak, Abdul Majid sebagai khalifah didukung oleh umat Islam di Turki dan umat Islam di dunia yang ingin tetap mempertahankan khalifah.

Mustafa Kemal ingin menghapuskan jabatan khalifah dengan alasan bahwa jabatan tersebut merupakan milik umat Islam seluruh dunia. Oleh karena itu, tidak pada tempatnya jika dibebankan hanya kepada Turki. Maka, ia mengusulkan supaya jabatan khalifah dihapuskan dari Turki yang sudah menjadi republik.

Dari hari ke-hari, kedudukan Mustafa Kemal semakin kuat di mata rakyat. Dalam kedudukannya sebagai panglima dari semua pasukan yang ada di Turki selatan Mustafa Kemal membentuk pemerin tahan tandingan di Anatolia sebagai imbangan terhadap kekuasaan Sultan Abdul Majid II di Istanbul. Hal ini dilakukannya karena ia melihat Sultan sudah berada di bawah kekuasaan sekutu.

Majelis Nasional Agung dalam sidang sejak Februari 1924 membicarakan hal tersebut dengan perdebatan yang sengit dan akhirnya memutuskan untuk menghapus jabatan khalifah pada 3 Maret 1924. Abdul Majid II yang menjabat kha li fah dipersilakan meninggalkan Turki. Ia bersama keluarganya menuju Swiss. Dengan demikian, dualisme kepemimpinan di Turki dapat teratasi.

Erdogan Ingin Kembalikan Turki Sebagai Negara Khalifah?

Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Jarum jam sudah meninggalkan hari Sabtu, 21 Februari 2015. Di tengah kegelapan itu, 39 kendaraan lapis baja dan 100 truk militer yang mengangkut 572 tentara mulai meninggalkan perbatasan Turki. Iring-iringan kendaraan militer itu melaju ke sebuah kampung di wilayah Suriah yang berjarak sekitar 30 km. Tepatnya ke Desa Asyimah yang berada di Provinsi Halb.

Tujuannya: memindahkan makam Sulaiman Shah dari wilayah Suriah yang dikuasai ISIS ke Turki. Shah adalah ayah Ertugrul. Ertugrul merupakan bapak dari Usman Bey. Yang terakhir ini kemudian dikenal sejarah sebagai Usman I, pendiri Kekhalifahan Usmaniyah.

Sulaiman Shah merupakan kepala Suku Qoya, beranggotakan sekitar 5.000 orang. Mereka penggembala di Asia Tengah.  Sekitar 8 abad lalu, Shah memimpin sukunya melarikan diri dari kejaran tentara Mongol. Mereka menuju Suriah. Namun, malang bagi Sulaiman Shah. Ia dan beberapa orang pengikutnya tenggelam ketika menyeberangi Sungai Efrat. Jenazahnya dimakamkan di  dekat benteng Ja’bar di pinggir sungai.

Ketika keturunannya berhasil mendirikan Kekhalifahan Usmaniyah sekian puluh tahun kemudian, makam Sulaiman Shah pun dibangun dengan layak di wilayah Halb, Suriah. Suriah waktu itu menjadi wilayah Turki Usmani.

Turki Usmani runtuh pada Perang Dunia I dan berdirilah Negara Turki Modern (Republik Turki). Suriah pun lepas dari kekuasaan Turki. Ia berada di bawah Mandat Prancis. Namun, menurut perjanjian Prancis-Turki pada 1921, kompleks makam Sulaiman Shah yang berada di wilayah Suriah  tetap berada di bawah kekuasaan Turki, yang ditandai dengan bendera dan tentara penjaga.

Pada 1968, ketika Suriah membangun bendungan Efrat, makam Sulaiman Shah pun dipindahkan ke tempat lain, khawatir air bendungan akan merusak kompleks makam. Dalam perjanjian dengan Suriah pada 1968, pihak Turki menginginkan agar makam kakek buyutnya itu tetap berada di wilayah Suriah. Pada 1973, makam Sulaiman Shah dipindah ke sebuah bukit, yang berjarak sekitar 30 km dari perbatasan Turki.

Hanya saja kompleks makam yang baru ini sangat terpencil. Karena itu dalam perjanjian dengan Suriah pada 2010, pihak Turki diperbolehkan membangun jalan dari wilayahnya menuju kompleks makam kakek buyutnya itu. Pihak Turki juga diperbolehkan menempatkan tentara penjaga dan mengibarkan bendera. Sejak itu banyak umat Islam, terutama dari Turki yang berziarah ke makam Sulaiman Shah, termasuk Abdullah Gul ketika masih jadi Presiden Turki.

Namun, sejak beberapa bulan ini makam kakek pendiri Kekhalifahan Usmaniyah itu dalam bahaya. Penyebabnya apalagi kalau bukan ISIS. Dalam waktu singkat negara Abu Bakar al Baghdadi dan pengikutnya telah berhasil menguasai wilayah luas di Irak dan Suriah, termasuk wilayah Halb di mana terdapat makam Sulaiman Shah.

Dalam Dokumen Mosul (Watsiqatul al Mosul) disebutkan, ‘‘Kami tidak akan membiarkan kuburan kecuali kami ratakan dengan tanah. Kami tidak akan melihat benda-benda yang mirip berhala kecuali kami hancurkan.’’  Dokumen Mosul merupakan ‘ketentuan dan peraturan negara’ yang berlaku untuk seluruh wilayah yang telah dikuasai ISIS.

Khawatir makam kakek pendiri Kekhalifahan Usmaniyah itu akan diratakan dengan tanah oleh ISIS, pemerintah Turki pun bergerak cepat. Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan segera memerintahkan operasi cepat menyelamatkan makam Sulaiman Shah. Surat pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait  pun dilayangkan, antara lain ke Abu Bakar al Baghdadi dan Presiden Suriah Bashar Assad. Al Baghdadi adalah penguasa de facto dan Assad penguasa de jure atas wilayah Provinsi Halb di mana kompleks makam Sulaiman Shah berada.

Namun, tanpa menunggu jawaban masing-masing pihak, militer Turki segera bergerak cepat.  Hanya dalam tempo sekitar empat jam operasi pun berhasil gemilang. Menjelang azan Subuh,  iring-iringan kendaraan militer Turki itu pun berhasil membawa  jenazah Sulaiaman Shah masuk wilayah Turki. Bersama mereka juga dievakuasi 38 tentara penjaga makam. Sedangkan kompleks pemakaman mereka hancurkan rata dengan tanah.

Beberapa jam kemudian masyarakat internasional baru mengetahui tentang adanya operasi militer itu ketika Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu menggelar konferensi pers pada Ahad pagi. Menurutnya, operasi ini perlu dilakukan lantaran makam Sulaiman Shah dalam bahaya ancaman ISIS. Jenazah (yang telah jadi tanah) selanjutnya akan disimpan di suatu tempat di Turki, untuk suatu saat dimakamkan kembali di Suriah bila kondisinya sudah memungkinkan.

Bagi Turki, seperti halnya penganut Ahlus Sunnah wal Jamaah lainnya, pemakaman bukan sekadar tempat dikuburkan jenazah dan selesai. Pemakaman adalah tempat ziarah yang berpahala. Apalagi bila yang dimakamkan adalah ulama, kiai, atau orang-orang yang dianggap berjasa bagi negara, bangsa, dan agama.

Namun, untuk umat Islam Turki, Sulaiman Shah lebih spesial. Ia bukan hanya dianggap berjasa. Namun, ia adalah simbol. Ia adalah sumber inspirasi bagi kejayaan umat Islam. Ia, lewat halnya anak-anak dan keturunannya, sudah dianggap sebagai tokoh kebanggaan yang pernah berhasil menjadikan bangsa Turki sebagai penguasa dunia, menjadi super power yang tak tertandingi. Selama beberapa abad kekuasaan Turki Usmani menjangkau Eropa, Asia, dan Afrika.

Kekhalifahan Usmaniyah juga telah menjadi simbol dan inspirasi bagi pemerintahan Turki sekarang ini. Presiden Erdogan, lewat Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang merupakan partai Islam modern, telah berhasil membawa Turki sebagai negara maju hanya dalam beberapa tahun. Negara maju termasuk bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa. Apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara Arab dan Islam.

Dan, keberhasilannya itu, seperti sering dinyatakan oleh Erdogan, tidak terlepas dari identitas Islam yang pernah disandang oleh Kekhalifahan Usmaniyah. Karena itu tak mengherankan bila Erdogan sering menjadikan simbol-simbol kejayaan Turki Usmani untuk diadopsi bagi negara dan pemerintahannya sekarang ini. Ambillah contoh bagaimana ia membangun istananya yang megah di Ankara. Juga para pengawal dan tentara di istana yang berpakaian ala militer Turki Usmani. Termasuk ketika ia menyelamatkan makam kakek pendiri Kekalifahan Turki Usmani dari kekejaman ISIS.

Pada waktu yang sama Erdogan juga menampilkan diri sebagai pemimpin negara maju yang penuh percaya diri. Ia tak segan-segan mengritik Presiden AS Barack Obama dan pemimpin Barat lainnya apabila pernyataan dan sikap mereka dianggap merugikan umat Islam.

Oleh sebab itu tidak aneh pula bila lawan-lawan politiknya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang menuduh bahwa Erdogan ingin mengembalikan Turki ke masa kekhalifahan dulu. Erdogan juga dikritik lantaran sikap dan kebijakannya dianggap telah menggerogoti sekulerasasi Negara Turki dan mengembalikannya pada Islam seperti halnya Kekhalifahan Turki Usmani dulu. Istilah sekulerisasi ini merujuk pada identitas Republik Turki Modern yang didirikan oleh Mustafa Kemal Attaturk.

Inilah barangkali makna di balik penyelamatan makam kakek pendiri Kekhalifahan Turki Usmani itu.

 

sumber: Republika Online

Siapakah Ataturk, Aktor ‘Penggulingan’ Ustmani?

Mustafa Kemal Ataturk dikenal sebagai pendiri Republik Turki. Dia lahir dalam lingkung an keluarga Muslim dari orang tua Turki yang sederhana di kota pelabuhan kosmopolitan, Selonika (sekarang Thessaloniki di Yunani) pada 12 Maret 1881.

Ayahnya, Ali Riza, adalah seorang pegawai biasa di kantor bea cukai, sedangkan ibunya bernama Zubayde seorang wanita yang amat taat dalam menjalankan agama.

Doktor Studi Islam University of Leiden Belanda, Ali Mufrodi, dalam buku yang berjudul Ensiklopedi Tematis Dunia Islam menjelaskan, Mustafa Kemal Ataturk dimasukan oleh orang tuanya ke madrasah, tetapi ia tidak senang dan selalu melawan guru.

Ia kemudian pindah ke sekolah dasar modern lalu masuk sekolah militer menengah sebelum masuk sekolah latihan militer di Montasir dan masuk sekolah tinggi militer di Istanbul pada 1899. Mustafa Kemal Ataturk belajar politik melalui temannya Ali Fethi ketika masih dalam masa studi dan membaca banyak buku karangan pemikir Prancis.

Pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk diakui sebagai penguasa Turki baik de facto maupun de jure se cara internasional melalui perjanjian Lausanne pada 23 Juli 1923.

 

sumber: Republika Online

Kesultanan Islam Terakhir Runtuh, Ini Penyebabnya

Riwayat Kerajaan Ustmani yang telah berdiri kurang lebih selama 625 tahun harus berakhir pada 3 Maret 1924.

Majelis Nasional Agung dalam sidang sejak Februari 1924 memutuskan untuk menghapus jabatan khalifah pada 3 Maret 1924. Abdul Majid II yang menjabat khalifah dipersilakan meninggalkan Turki. Ia bersama keluarganya menuju Swiss.

Dinasti Ustmani berkuasa lebih dari enam abad. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian Asia, Afrika, dan Eropa.
Puncak kejayaan Ustmani berlangsung pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566). Setelah itu, Ustmani semakin lemah karena pemertakan internal dan kalah perang melawan bangsa Eropa. Kerajaan Ustmani akhirnya diganti dengan Republik Turki.

Dalam buku Ensiklopedi Islam dijelaskan, Kerajaan Ottoman mulai melemah setelah wafatnya Sulaiman al-Qanuni.
Sultan-sultan yang menggantikannya umumnya lemah dan tidak berwibawa. Penyebab lainnya adalah kehidupan mewah dan berlebih-lebihan di kalangan pembesar istana, sehingga banyak terjadi penyimpangan dalam keuangan negara.

Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1640-1648) suasana dalam negeri Kerajaan Ottoman menjadi semakin kacau. Para wanita (ibu suri dan permaisuri) turut campur dalam mengendalikan roda pemerintahan. Ibrahim adalah seorang sultan yang sangat lemah, sehingga ia hanya dijadikan boneka oleh wazirnya (perdana menteri) yang bernama Mustafa.

Pada hakikatnya Mustafalah yang memegang tampuk kekuasaaan. Akan tetapi, kepemimpinan Mustafa tidak mampu menentramkan suasana, bahkan mengundang banyak permusuhan di kalangan pembesar istana.
Pada 1876 Sultan Hamid II naik takhta.

Pemerintahan nya bersifat absolut dan penuh kekerasan. Karena itu, timbul rasa tidak senang baik di kalangan sipil maupun di kalangan militer. Gerakan- ge rakan oposisi terhadap pemerintah absolut Sultan Abdul Hamid II inilah yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan Turki Muda dengan pelopornya, antara lain, Ahmad Riza (1859-1931), Muhammad Murad (1853-1912), dan pangeran Sahabuddin (1877-1948).

Sementara itu, kelompok militer semakin memperketat usaha mereka untuk menggulingkan Sultan dengan membentuk komite-komite rahasia, seperti komite perkum pulan persatuan dan kemajuan. Salah seorang pemimpin komite itu adalah Mustafa Kemal yang kemudian populer dengan panggilan Kemal Ataturk (Bapa Bangsa Turki).

Pada 1908 perkumpulan Persatuan dan Kemajuan dapat mendesak Sultan Abdul Hamid II untuk menghidupkan kembali Konstitusi 1876. Akibat desakan itu, pemilihan umum diadakan dan terbentuklah parlemen baru yang diketuai oleh Ahmad Riza dari perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Di dalam parlemen baru itu, Turki muda juga turut memegang kekuasaan.

 

sumber: Republika Online

Bukti Salahuddin Berperang Sesuai Alquran dan Sunnah

Kemah-kemah pasukan Salahudin Al Ayubi bertebaran di sepanjang Lembah Tanduk Hittin. Sementara pasukan Salib berkemah di sepanjang lereng yang berdekatan dengan lembah tersebut. Mereka terlihat kelelahan setelah menempuh sebuah perjalanan panjang.

Di perkemahan pasukan Salahudin, 12 ribu prajurit mendendangkan untaian kata penyemangat jiwa. Malam 27 Ramadhan 583 H atau 1187 M menyusupkan semangat tersendiri bagi pasukan Muslim yang akan segera bertempur dengan pasukan Salib. Kemenangan seakan telah di depan mata sebab kelelahan dan perpecahan di kalangan pihak Salib sendiri. Namun, Salahudin tak mau gegabah. Ia perintahkan pasukannya untuk melakukan pengepungan atas perkemahan pasukan Salib.

Karen Armstrong dalam bukunya Perang Suci, mengisahkan, usai fajar menyingsing pasukan Muslim yang dipimpin Salahudin bergegas meninggalkan perkemahan dan melakukan penyerangan. Kavaleri dari pasukan Salib yang dipimpin oleh Raymund melakukan perlawanan sengit.

Pengepungan yang dilakukan pasukan Muslim pun kemudian berlubang. Namun kemudian Salahudin segera memerintahkan pasukannya untuk kembali menutup lubang tersebut. Dan pasukan Muslim kemudian membentuk sebuah pengepungan yang begitu rapat.

Pertempuran pun akhirnya dimenangkan pasukan Salahudin.”Ayahku turun dari pelana kuda kemudian bersujud di atas tanah. Ia bersyukur kepada Allah dengan tangis bahagia,” demikian pernyataan Afdhal, anak Salahudin, yang menyertainya dalam pertempuran tersebut.

 

Kemenangan ini telah membuat pasukan Salib hancur. Dan tak lama kemudian Salahudin mampu mengambil kembali Yerusalem ke pangkuan umat Islam. Sesaat sebelum memasuki Yerusalem, ia mengatakan kepada pasukannya akan makna penting Yerusalem bagi Islam.

Kaum Muslim yang paling awal, pernah menjalankan shalat menghadap Yerusalem. Kemudian Salahudin dan pasukannya memasuki Yerusalem tanpa perlawanan berarti. Ini terjadi pada 2 Oktober 1178 M dan sejak saat itu Yerusalem menjadi kota Muslim hingga 800 tahun lamanya.

Saat itu Salahudin meminta pemimpin Salib dan orang-orang Kristen waktu itu untuk meninggalkan Yerusalem secara damai. Tak akan ada pertempuran, kata Salahudin, bila tak ada perlawanan yang dilakukan terhadap pasukan Muslim. Tak ada penjarahan harta milik orang Kristen.

Dalam peristiwa itu, tak ada satu pun orang Kristen yang dibunuh. Tak ada pembantaian yang pernah dilakukan pasukan Salib kepada umat Islam seperti sebelumnya terjadi. Tak ada genangan darah yang membasahi tanah Yerusalem.

 

Mengutip Islamonline, setahun setelah keberhasilan Salahudin bersama pasukannya menguasai Yerusalem, yaitu pada 584 H mereka juga kembali mencapai kemenangan gemilang dengan merebut kembali sejumlah kota dari pasukan Salib. Di antaranya adalah Gebla, Al-Lazikiyah, dan Sayhun.

Salahudin selama hidupnya dikenal sebagai orang yang saleh. Dalam peperangan, ia pun dengan konsisten berupaya untuk tetap berjalan dalam tuntutan Alquran dan Sunnah. Tak heran bila tak ada pembantaian dan penjarahan setalah kemenangan ada di tangan.

Salahudin juga memiliki kedekatan dengan rakyatnya. Ia tak membuat jarak dan menonjolkan statusnya ketika berhadapan dengan rakyat jelata. Ia juga memiliki semangat tinggi dalam mencapai tujuan, terutama dalam membebaskan tanah-tanah Muslim dari tangan pasukan Salib.

Sejumlah penasihat Salahudin suatu saat pernah memberikan masukan kepadanya agar rehat sejenak saat Ramadhan. Namun Salahudin dengan tegas menolak usulan itu. ”Kehidupan manusia sangat pendek dan kematian tak pernah memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih,” katanya.

Salahudin menambahkan, tak ingin membiarkan mereka (salib) menduduki tanah-tanah Muslim meski hanya sehari. Ia menyatakan pula bahwa Ramadhan menjadi sebuah kesempatan baginya dan pasukan Muslim untuk merebut kembali tanah-tanah Muslim yang telah diduduki pasukan Musuh. ”Ramadhan tak menjadi sebuah penghalang untuk berjuang membebaskan tanah-tanah Muslim itu,” katanya.

Kuota Haji 2016 tak Bertambah

Kuota haji pada 2016 jumlahnya tetap 168.800 jamaah. Artinya, Indonesia tidak akan mendapatkan tambahan 10 ribu jamaah, seperti yang telah dijanjikan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud saat Presiden Joko Widodo berkunjung beberapa waktu lalu.

“Pihak Kemhaj (Kementerian Haji Arab Saudi) bahwa kuota tahun ini seperti tahun lalu… Namun permintaan tambahan yang disampaikan Menag dalam pembahasan yang dengan Kemhaj akan dipelajari dan akan diberikan jawaban dalam waktu secepatnya,” kata Staf Kantor Urusan Haji Indonesia (KUHI) di Arab, Saudi Slamet Sudiyanto dalam pesan singkat kepada Republika.co.id, Selasa (15/3).

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta kejelasan mengenai santunan korban crane bagi jamaah haji Indonesia yang wafat dan luka-luka. Menteri Urusan Haji Arab Saudi Bandar bin Muhammad Hajjar mengatakan, pihaknya sedang memproses pembayaran santunan bagi ahli waris korban jatuhnyacrane di Masjidil Haram tahun lalu.

—————————————————————————————————————-
Baca Juga:
Aplikasi Pengecekan Jadwal Keberangkatan Haji
—————————————————————————————————————-
Sebanyak 12 warga Indonesia meninggal dunia dan 61 orang lainnya luka-luka. Pemerintah Arab Saudi berjanji untuk memberikan undangan haji bagi ahli waris korban crane yang meninggal dunia dan mengulang ibadah haji bagi korban luka-luka.

Selain itu, Arab Saudi memberikan santunan 1 juta riyal untuk korban meninggal dan 500 ribu riyal untuk korban luka-luka. Untuk memenuhi syarat pemberian santunan, data pribadi setiap korban akan dicek secara teliti berdasarkan waktu penanganan di rumah sakit.

Data tersebut mencakup nama, kebangsaan, paspor, dan alamat. Data yang telah lengkap akan diteruskan kepada otoritas yang bersangkutan. MusimHaji

 

sumber: Republika Online

Pengaruh Sujud Bisa Menemani Rasulullah di Surga

Rabiah bin Kaab al-Aslami radhiyallahuanhu, berkata, “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku menyiapkan air wudhu dan keperluan beliau. Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadaku, “Mintalah sesuatu!” Maka sayapun menjawab, “Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga”. Beliau menjawab, “Ada lagi selain itu?”. “Itu saja cukup ya Rasulullah”, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam salat)”. (HR. Muslim, No. 489).

Penjelasan dan beberapa faedah yang bisa dipetik

1. Syaikh Bin Baz rahimahullah ketika menjelaskan, “Maknanya adalah Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga.” (http://www.binbaz.org.sa/mat/10229).

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah mengatakan, “Dan makna adalah meminta kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk mendoakannya dengan itu (agar bisa menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga)”.

Karena memang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memiliki kemampuan memasukkan orang ke dalam Surga dan hanya Allah-lah yang mampu memasukkan seseorang ke dalam Surga. Bahkan Allah Taala telah memerintahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mengatakan bahwa beliau tidak memiliki manfaat untuk diri beliau sendiri dan tidak bisa menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.

“Katakanlah Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah” (Al-Araaf: 188).

2. An-Nawawi rahimahullah, “Di dalamnya terdapat motivasi untuk memperbanyak sujud dan mendorongnya. Dan yang dimaksud dengan sujud di sini adalah sujud dalam salat”. (Syarah Shahih Muslim: 4/206).

Dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berlaku kaidah tentang pemberian pahala bagi pelaku sebuah amal soleh, “Barangsiapa yang menambah amalan, maka Allah akan menambah kebaikan baginya (pahala), dan barang siapa yang kurang dalam beramal, maka akan kurang pula pahalanya sesuai dengan amalannya (yang kurang)”.

Maksudnya bahwa amal salih dan pahala itu berbanding lurus, semakin banyak atau tinggi kualitas amalan itu, maka semakin besar pahalanya, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, semakin Anda menjaga baik salat-salat Anda yang wajib dan memperbanyak salat-salat sunnah, maka semakin besar kesempatan Anda untuk menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga dan semakin lama dan besar bentuk “menemani beliau” shallallahu alaihi wa sallam tersebut.

Jadi pengaruh sujud dalam meraih pahala menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga di sini tergantung kuantitas dan kualitasnya.

Yang menunjukkan kuantitas, contohnya: “Maka sesungguhnya tidaklah engkau sujud kepada Allah dengan satu sujud saja, melainkan Allah akan mengangkat dengan sebabnya satu derajat dan menggugurkan darimu satu kesalahan, dengan sebabnya (pula)”. (HR. Muslim no. 488).

Syaikh Abdul Karim Al-Khudoir hafizhahullah (Anggota Hai`ah Kibarul Ulama KSA) berkata, “Ini menunjukkan bahwa salat sunnah mutlak yang dilakukan seseorang pada saat malam ataupun siang tidaklah ada batasan rakaatnya. (Jadi sekali lagi), tidaklah ada batasan rakaatnya. Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud, maka semakin banyak sujudnya (dan rakaatnya), semakin besar pula peluang dikabulkan (harapan bisa menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga)”.

Adapun yang menunjukkan kualitas adalah seperti yang tercermin dalam perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:

“Jika salahsatu sujud lebih utama kualitasnya dari yang lainnya, maka derajat yang terangkat dengan sebabnya lebih tinggi dan dosa yang digugurkan dengan sebabnya lebih besar (pula). Sebagaimana sujud yang lebih besar kekhusyuannya dan kehadiran hatinya nilainya lebih utama dari selainnya Maka, demikian pula dengan sujud (seseorang) yang panjang, yang nampak ketaatannya kepada Rabb nya lebih utama daripada sujud yang pendek”.

Berarti kesimpulannya adalah ditinjau dari sisi kualitas sujud, semakin panjang dan khusyu sebuah sujud, menyebabkan semakin tinggi tingkatan menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga.

3. Makna “menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga”

Seseorang menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga, tidak mengharuskan makna bahwa ia mendapatkan kedudukan di Surga yang sama persis dengan kedudukan yang dipersiapkan untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebab, beliau mendapatkan kedudukan di Surga yang khusus, yang kedudukan tersebut tidak untuk yang selainnya.

Yang dimaksud dengan menemani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga adalah bersama dengan beliau, dekat dengannya, melihatnya atau bertemu dengannya dan tidak berpisah dengannya.

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah berkata, “Karena menemani (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Surga) itu sendiri bertingkat-tingkat, maka di antara manusia ada yang mendapatkan kenikmatan berupa menemani beliau alaihish shalatu was salam dengan sempurna, dan dekat dengan beliau di Surga, Ada pula di antara mereka yang mendapatkan kenikmatan berupa berjumpa atau melihat beliau, (semua itu) sesuai dengan amal-amal salehnya” (Islamqa.info/ar/182700 ).

Ibnu Allan Asy-Syafii rahimahullah berkata, “(Maka sayapun menjawab, Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga”) maksudnya adalah agar aku bisa bersamamu, dekat denganmu, merasakan kenikmatan memandangmu dan berdekatan denganmu hingga aku tidak berpisah darimu.

Dengan demikian, di sini tidak ada kesulitan memahami bahwa kedudukan Al-Wasilah itu merupakan kedudukan khusus untuk beliau, para Nabi yang lainnya tidak mendapatkannya, sehingga tidak ada satu pun nabi yang diutus yang bisa menyamai beliau di dalam kedudukannya tersebut, apalagi selain para nabi. Karena yang dimaksud (dengan ‘menemani’ di sini) yaitu meraih satu tingkatan dari tingkatan-tingkatan kesempurnaan kedudukan ‘dekat dengan beliau’, maka diungkapkanlah hal ini dengan istilah ‘menemani’. (Dalilul Falihin: 1/392). [Ustadz Said Abu Ukasyah]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2281046/pengaruh-sujud-bisa-menemani-rasulullah-di-surga#sthash.sSEhgEL2.dpuf

Benarkah Rasulullah Pernah Lupa Rakaat Shalat?

Benarkah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah lupa jumlah rakaat shalat? Pertanyaan itu tergolong menggelitik bagi sebagian orang yang tidak mendalami hadits dan fiqih.

Sebagian orang beranggapan tidak mungkin Rasulullah lupa jumlah rakaat shalat karena menurut mereka, lupa jumlah rakaat merupakan tanda tidak khusyu dalam shalat. Namun, ternyata Rasulullah benar-benar pernah lupa jumlah rakaat shalat.

Ibnu Masud radhiyallahu anhu mengatakan:

. . Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengerjakan shalat dzuhur lima rakaat. Beliau kemudian ditanya, “Apakah jumlah rakaat ini memang ditambah?” Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Mengapa demikian?” Sahabat yang tadinya menjadi makmum mengatakan, “Anda telah melaksanakan shalat Dzuhur lima rakaat.” Lantas beliau pun sujud sebanyak dua kali setelah selesai salam itu. (HR. Bukhari)

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits-hadits tersebut banyak dicantumkan dalam kitab fiqih bab shalat ketika membahas sujud sahwi.

Jadi, Rasulullah memang pernah lupa jumlah rakaat shalat. Setelah diingatkan oleh para sahabat, beliau kemudian melakukan sujud sahwi.

Lalu, apa hikmah Rasulullah lupa jumlah rakaat shalat ini?Pertama, hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah manusia biasa seperti halnya umatnya. Bedanya, beliau dipilih oleh Allah dan diberi wahyu.

Sebagai manusia biasa, Rasulullah pernah salah dan juga pernah lupa. Namun, Allah tidak membiarkan jika Rasulullah salah kecuali akan diingatkanNya. Misalnya saat beliau bermuka masam ketika Abdullah bin Ummi Maktum datang sementara Rasulullah sedang berusaha mendekati pembesar Quraisy agar menerima dakwah. Rasulullah kemudian diingatkan Allah agar tidak bermuka masam dengan diturunkannya surat Abasa.

Selain langsung diingatkan Allah, jika Rasulullah lupa, beliau juga meminta diingatkan para sahabatnya, sekaligus menegaskan bahwa beliau adalah manusia biasa bukan malaikat.

“Saya adalah manusia biasa. Saya juga bisa lupa sebagaimana kalian bisa lupa. Oleh karena itu, jika saya lupa, ingatkanlah” (HR. Muslim)

Sifat manusia biasa yang dimiliki Rasulullah ini sesungguhnya adalah keunggulan. Agar tidak ada alasan bagi manusia menyatakan tidak sanggup mengikuti beliau. Berbeda jika misalnya Rasulullah adalah malaikat, bukan manusia biasa, pasti orang-orang memiliki alasan tidak sanggup mengikuti beliau.

Kedua, dengan adanya peristiwa ini (Rasulullah lupa jumlah rakaat), maka kaum muslimin mendapatkan petunjuk tentang sujud sahwi. Dan memang bisa jadi, Allah Subhanahu wa Taala menjadikan Rasulullah saat itu lupa jumlah rakaat shalat agar umatnya mendapatkan contoh apa yang harus dilakukan ketika lupa jumlah rakaat shalat. Yakni, sujud sahwi.Wallahu alam bish shawab.[ ]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2272143/benarkah-rasulullah-pernah-lupa-rakaat-shalat#sthash.BTndgdZs.dpuf

Rasulullah Bersalaman & Mengusap Wajah Usai Salat?

Setiap hari kita menyaksikan setiap selesai salam dalam salat berjemaah, banyak umat Islam yang mengusap wajah dan bersalaman satu sama lain. Hal ini menjadi polemik di kalangan umat Islam, adakah dalilnya?

Ada yang berpandangan bersalaman setelah salat berjemaah, adalah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam karena bisa menambah eratnya persaudaraan sesama kaum muslimin. Aktivitas ini sama sekali tidak merusak salat seseorang karena dilakukan setelah prosesi salat selesai dengan sempurna.

Ada yang menyebutkan hal itu Sunnah, tetapi ada juga yang mengatakan Bid’ah. Jadi tergantung dari golongan apa yang membid’ahkannya dan mensunahkannya.

Hadist-hadist yang membolehkan salaman usai salat;

1. Diriwayatkan dari al-Barra dari Azib r.a., Rasulallah s.a.w. bersabda, “Tidaklah ada dua orang Muslim yang saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah.” (H.R. Abu Dawud)

2. Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad bahwa ia salat subuh bersama Rasulallah Salallahu alaihi wasalam. Setelah salat, para jemaah berebut untuk menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (H.R. Bukhari, hadits ke 3360).

Sedangkan mengusap wajah usai salat, jawabannya sama dengan di atas. Yakni selama tidak mengganggu salat anda ya tidak masalah. Sebab dalam salat terkandung doa-doa kepada Allah SWT. Sehingga orang yang mengerjakan salat berarti juga sedang berdoa. Maka wajar jika setelah salat ia juga disunnahkan untuk mengusap muka.

Dalam riwayat Imam Nawawi disebutkan, dan kami juga meriwayatkan hadits dalam kitab Ibnus Sunni dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah SAW apabila selesai melaksanakan salat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Lalu berdoa: “Saya bersaksi tiada Tuhan kecuali Dia Dzat Yang maha Pengasih dan penyayang. Ya Allah Hilangkan dariku kebingungan dan kesusahan.” (Ianatut Thalibin, juz I, hal 184-185)

Hal itu menjadi bukti bahwa mengusap muka usai salat dianjurkan dalam Islam. Sebab Rasulullah SAW juga mengusap wajah beliau usai melaksanakan salat. Wallahu’alam.[]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2281070/rasulullah-bersalaman-mengusap-wajah-usai-salat#sthash.FwpnoAXH.dpuf

Orang Sedang Salat Boleh Melarang orang Lewat

Cukup banyak umat Islam yang belum mengetahui bahwa melintas di depan orang yang sedang salat tidak diperkenankan. Sebaiknya orang yang sedang salat bila mengetahui hal itu mengamalkan ajaran Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam.

Rasulullah bersabda, “Jika seseorang dari kalian sedang salat, maka jangan membiarkan seseorang lewat di depannya, dan hendaknya dia larang menurut kemampuannya, jika dia enggan, maka hendaknya diperanginya, karena sesungguhnya dia setan.” (HR. Bukhari dan Muslim )

Hadits itu menjelaskan agar orang yang tengah salat mencegah orang yang lewat di hadapannya menurut kemampuannya. Di antara yang dilakukan adalah dengan menjulurkan tangan sebagai pertanda ada orang yang sedang salat, jangan dilewati.

Nabi Muhammad Saw juga bersabda, “Jika saja seorang lewat di hadapan seorang yang salat mengetahui dosa yang dilakukannya, maka sungguh jika dia berdiri selama empat puluh (hari atau bulan atau tahun) lebih baik baginya daripada lewat di hadapan orang yang salat tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tetapi jika orang yang tengah salat itu telah meletakan sutrah di hadapannya, maka tidak masalah, boleh berjalan di hadapannya. Sutrah yakni pembatas yang terletak atau diletakkan di depan orang yang sedang melaksanakan salat. Tujuannya menghalangi orang atau binatang yang melewati di tempat sujudnya. Hikmahnya untuk menjaga kekhusyukan salat.

Sutrah dapat berupa dinding, tembok, tiang, meja, kursi, kardus, buku, tas, dan benda lainnya. Para ulama memandang, tidak ada batasan dan syarat-syarat tertentu mengenai kategori sutrah, yang penting dapat dilihat dan dimengerti orang lain.

“Jika seseorang di antara kalian telah meletakkan di depannya seperti kayu yang berada di ujung belakang pelana, maka hendaknya dia salat dengan tidak usah menggubris setiap yang lewat di belakang (sutrah) tadi.” (HR. Muslim)

Sedangkan jika dalam posisi salat berjemaah, maka yang diperintahkan meletakan sutrah adalah imam, karena sutrah imam merupakan sutrah makmum juga. Maka jika ada di antara makmum yang batal, untuk mengisi shaf yang kosong, boleh berjalan di hadapan makmun lainnya.

Haditsnya adalah, “Suatu hari aku datang dengan mengendarai keledai, pada waktu itu aku sudah dewasa. Ketika itu Rasulullah saw sedang salat bersama para sahabat di Mina, kemudian aku lewat di depan shaf mereka, sedang keledainya aku biarkan makan, kemudian aku masuk ke dalam shaf dan tidak ada satupun yang mengingkari perbuatanku tadi.” (HR. Muslim)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2279976/orang-sedang-salat-boleh-melarang-orang-lewat#sthash.5tyWjBK4.dpuf