Hukum Infus dan Suntik Saat Puasa

Bagaimana hukum infus dan suntik saat puasa? Kita tahu infus dan suntikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu pengobatan (at-tadawi), kekuatan daya tahan tubuh (at-taqwiyah), dan pengganti makanan (at-taghdiyah). Dua yang pertama ulama sepakat tidak membatalkan puasa. Sedangkan infus atau suntik jenis ketiga (yang menjadi ganti makanan), ulama berbeda pendapat.

Namun demikian, sebagian ulama mengatakan batal karena dapat mengenyangkan, dan sebagian yang lain tidak membatalkan karena tidak melalui jauf (rongga) yang terbuka.

Di dalam Fiqh al-Shiyam halaman 86 dikatakan:

وَيَسْأَلُ عَنْهُ الصَّائِمُوْنَ الحِقْنَ وَتُسَمَّى فِي بَعْضِ البِلادِ الإِبْرَ سَوَاءٌ كَانَتْ فِي الْعَضَلِ أَمْ تَحْتَ الْجِلْدِ أَمْ فِي الوَرِيدِ. وَمِنْ هَذَا الحِقْنِ مَا يُؤْخَذُ لِلتَّدَاوِي وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّقْوِيَةِ وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّغْذِيَةِ. الى أن قال … أَمَّا الَّذِي اخْتَلَفَ فِيْهِ عُلَمَاءُ العَصْرِ فَهُوَ فِي شَأْنِ الحِقْنِ أَوِ الإِبْرِ الَّتِي تُعْطَى مِنْ طَرِيقِ الْوَرِيدِ وَيُقْصَدُ بِمَا التَّغذِيةُ مِثْلُ الجُلُوكُوْز وَمَا شَابَهَهُ فَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى هَذَا النَّوْعَ مُفْطِرًا لِأَنَّهُ يَحْمِلُ غِذَاءً يَصِلُ إِلَى دَاخِلِ الجِسْمِ وَيَنْتَفِعُ بِهِ…. وَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى أَنَّ هَذَا النَّوْعَ لَا يُفْطِرُ …فقه الصيام (٨٦)

Artinya: “Orang-orang yang berpuasa bertanya tentang hukum bersuntik (ketika puasa). Di sebagian negara, jarum suntik dikenal dengan ibr, baik itu disuntikkan ke otot, dibawah pori-pori kulit, maupun ke urat. 

Fungsi dari jarum suntik ini (al-haqn) ada yang untuk pengobatan, penguatan, atau untuk konsumsi (infus) dan seterusnya. Hingga Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan, perkara yang masih diperselisihkan ulama di masa kini adalah jenis jarum suntik melalui urat yang bermanfaat dan bertujuan sebagai sumber konsumsi (makanan) misal glukosa dan semacamnya. 

Sebagian ulama menghukuminya dapat membatalkan puasa karena jarum suntik model seperti itu dapat membawa makanan ke dalam bagian dalam tubuh dan dapat memberi manfaat (menambah energi). Sebagian ulama yang lain menganggapnya tidak membatalkannya.”

Demikian juga di dalam kitab Mughni al-Muhtaj dikatakan:

وَخَرَجَ بِالْعَيْنِ الْأَثَرُ، كَالرِّيحِ بِالشَّمِّ، وَحَرَارَةِ الْمَاءِ وَبُرُودَتِهِ بِالذوْقِ، وَبِالْجوْفِ عَمَّا لَوْ دَاوَى جرْحَهُ الَّذِي عَلَى لَحْمِ السَّاقِ أَوْ الْفَخِذِ فَوَصَلَ الدَّوَاءُ إِلَى دَاخِلِ الْمُخْ أَوْ اللَّحْمِ أَوْ غَرَزَ فِيهِ حَدِيدَةً فَإِنَّهُ لَا يُفْطِرُ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ بجَوْفٍ. مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج ٦ / ص ٢٠٠).

Artinya: “Dikecualikan dari kata al-ain (benda), yaitu al-atsar (efek/dampak), seperti angin yang dirasa dengan proses penciuman dan panas atau dinginnya air melalui indra perasa. 

Dikecualikan pula dari kata al-jauf (perut), yaitu bagian luka tubuh yang diobati, seperti daging betis atau daging paha, lalu obat tersebut sampai pada bagian dalam sumsum atau bagian dalam daging. 

Demikian pula, ketika diisi dengan benda yang baru. Maka, (benda yang masuk pada) bagian tubuh yang dikecualikan ini tidak membatalkan puasa lantaran tidak termasuk kategori al-jauf (lambung/ perut).”

Demikian hukum infus dan suntik saat puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Sedekah Subuh

Artikel berikut tentang “Kultum Ramadhan Singkat ; Keutamaan Sedekah Subuh“. Kita bersyukur pada Allah, kita telah memasuki separuh perjalanan dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Namun perlu diingat jangan sampai kendor semangat dalam ibadah Ramadhan ini, agar kita memperoleh keberkahan dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT.

Nah salah satu ibadah atau amal saleh yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bersedekah. Contohnya seperti bersedekah subuh, yakni amalan sedekah khusus di waktu subuh atau ketika matahari akan terbit. Lantas apa keutamaan dan manfaat melakukan amalan bersedekah subuh menurut Islam?

Dilansir dari buku Dongkrak Rezeki karya Dedik Kurniawan, dijelaskan bahwa bersedekah yang paling bagus adalah sedekah di waktu subuh. Pendapat buku tersebut selaras dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada satu subuh pun yang dialami hamba-hamba Allah SWT, kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu diantara keduanya berdoa;

‘Ya Allah berilah ganti rugi bagi orang yang bersedekah,’ sedangkan yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kerusakan bagi orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitulah keutamaan dari sedekah subuh yang disampaikan oleh sabda Nabi Muhammad SAW di atas, lantas bagaimana manfaat sedekah subuh?

Manfaat Sedekah Subuh

Dikutip dari laman Berbuat Baik terdapat 4 manfaat sedekah subuh, diantaranya:

1. Mendapat Ridha Allah SWT

Pada surah Al-Baqarah ayat 245, Allah menjanjikan pahala bagi hambanya yang suka sedekah dengan tulus dan ikhlas.

Surah Al-Baqarah Ayat 245:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

2. Didoakan oleh Malaikat

Ketika waktu subuh tiba, malaikat akan turun ke bumi untuk mendoakan orang-orang yang melakukan sedekah subuh.

3. Perlindungan dari Bahaya

Sedekah subuh dapat menjadi pertolongan bagi orang yang melakukannya, sehingga mereka terhindar dari bahaya. Mengutip dari hadits Ahmad bin Hambal, sedekah bukan hanya memberi harta, melainkan juga tindakan-tindakan kebaikan sehari-hari.

4. Melancarkan Rezeki

Allah berjanji kepada hambanya yang murah hati akan diberikan rezeki yang berlimpah dan berlipat ganda. 

Selain itu, perlu diketahui ternyata manfaat sedekah subuh sangatlah dasyat bagi mereka yang melakukannya. Diantaranya yaitu, dikabulkan permintaannya oleh Allah SWT, didoakan langsung oleh dua malaikat, dapat pahala dan kebaikan yang berlipat ganda, rezeki semakin bertambah, dihapuskan dosa-dosanya, dihindarkan dari malapetaka.

Lebih lanjut, memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah SWT, disembuhkan penyakit, didekatkan pada pintu surga, dijauhkan dari api neraka, mendapatkan naungan di Padang Mahsyar, mendapatkan pahala jariyah, terakhir hati kitapun menjadi lapang. 

Demikian semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Ciri Khas Orang Bodoh

Orang-orang tentu sepakat tidak ingin menjadi bodoh dan berperilaku bodoh. Namun, faktanya sebagian orang senantiasa dalam kebodohan. Tidak tahu kalau dia bodoh, bahkan enggan mengangkat (menghilangkan) kebodohannya. Sehingga, orang-orang seperti ini kerap kali memicu fitnah, bertambahnya kekacauan, dan menjadi ujian bagi ahli ilmu dari zaman ke zaman.

Oleh karenanya, kita perlu mengenal ciri-ciri mereka agar kita lebih waspada dan berhati-hati di dalam berinteraksi dengan mereka dan mampu menghindari dan meminimalisasi fitnah dari mereka.

Abu Dardaradhiyallahu anhu berkata,

علامة الجاهل ثلاثٌ: العجب، وكثرة المنطق فيما لا يعنيه، وأن ينهى عن شيء ويأتيه

Tanda orang bodoh itu ada 3 (tiga), yaitu bangga diri, banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat, melarang orang lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya.[1]

Umar Abdul Aziz rahimahullah berkata,

ما عدمت من الأحمق فلن تعدم خَلتين، سرعة الجواب وكثرة الالتفات

Aku selalu menjumpai orang yang bodoh tidak lepas dari dua tabiat: cepat menjawab dan banyak menoleh.” [2]

Abu Hatim Al-Hayyan Al-Hafidzh berkata,

علامة الحمق سرعة الجواب وترك التثبت والإفراط في الضحك، وكثرة الالتفات والوقيعة في الأخيار، والاختلاط بالأشرار

Tanda orang bodoh adalah cepat menjawab, tidak meneliti jawabannya terlebih dahulu atau mencari bukti yang tepat, banyak tertawa, banyak menoleh, mencela ulama, suka bergaul dengan orang-orang jelek.” [3]

Dari tiga nukilan di atas, maka kita bisa rangkum sebagai berikut:

Banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat

Ini di antara ciri khas yang paling nampak dari orang bodoh. Dia suka dan banyak berbicara segala hal tanpa peduli manfaat atau tidaknya dan apakah menimbulkan kebaikan atau keburukan karenanya. Oleh karenanya, muncul peribahasa, “Tong kosong, nyaring bunyinya.”, yaitu orang yang bodoh biasanya banyak bualnya (bicaranya).

Cepat menjawab

Sebab kepandirannya dan kebodohannya, terhadap segala hal, dia ingin segera komentari dan tanggapi. Begitu pula yang sering terjadi di sosial media, segala berita dan kejadian dia segera komentari tanpa mengecek terlebih dulu kebenaran berita.

Bangga diri

Betapa sering dijumpai orang bodoh justru merasa dirinya pintar dan tahu segala hal. Sehingga, acapkali dia merasa bangga diri dan sombong terhadap orang lain, bahkan terhadap ahli ilmu yang sudah jelas-jelas pintar dan jauh berilmu darinya.

Banyak tertawa

Dengan banyak tertawa, maka kebodohan akan bertambah. Dan apabila orang pandai banyak tertawa, maka kepandaiannya akan berkurang. Disebutkan bahwa apabila seseorang itu tertawa, maka ia telah memuntahkan ilmunya.

Banyak menoleh

Banyak menoleh adalah sifat orang yang bingung atau takut. Sehingga sikap ini tidaklah baik, bahkan merupakan perkara yang tercela.

Suka bergaul dengan orang-orang jelek

Seseorang akan bersama dan duduk-duduk dengan orang-orang yang semisalnya, yang mencocokinya, dan sejalan dengannya. Sehingga, tidak heran jika orang bodoh suka bergaul dengan orang-orang yang jelek. Di samping dia tidak pandai memilih dan memilah teman, kebaikan atau keburukan, dan juga karena kebodohan acap kali mengantarkan mereka kepada kejelekan. Maka, jadilah kebodohan dan kejelekan ini seperti kakak adik yang beriringan bersama.

Semoga bermanfaat.

***

Penulis: Junaidi, S.H., M.H.

Sumber: https://muslim.or.id/92516-ciri-khas-orang-bodoh.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

20 Keutamaan Bulan Ramadhan yang Tidak Ada di Hari Biasa

Barangsiapa berpuasa penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu, ini fadhilah dan keutamaan bulan Ramadhan dibanding hari biasa

BULAN Ramadhan ada penghulunya bulan. Keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan tidak ada di bulan lain. Berikut ini 20 keutamaan bulan Ramadhan berdasarkan hadist dan Al-Quran;

  1. Dibukanya Pintu Surga, Ditutupnya Neraka

Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah karena Allah memberikan kesempatan selebar-lebarnya kepada umat Islam untuk melakukan segala bentuk kebaikan.

Suasana pada bulan Ramadhan dibuat sedemikian rupa sehingga setiap muslim bisa mengerjakan kebaikan dengan mudah.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

إذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَصفدتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika datang bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan diikatlah para setan.” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Bulan Ramadhan Bulan Sedekah

Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk bersedekah, karena pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Rasulullah ﷺ sendiri telah memberikan contoh yang baik, karena beliau paling banyak sedekahnya pada bulan Ramadhan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dijelaskan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فََرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawaan beliau akan bertambah pada bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. Beliau bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al-Qur’an, dan  Rasulullah ﷺ lebih dermawan dari angin yang bertiup kencang.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Ramadhan Bulan Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan maka sangat tepat sekali kalau bulan ini kita manfaatkan untuk banyak membaca Al-Qur’an. Allah berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Al-Baqarah, ayat 185).

Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ sendiri telah memberikan contoh kepada umatnya.

Beliau mempelajari Al-Qur’an tiap malam bersama Jibril as, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Ibnu Abbas di atas:

وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah ﷺ bertemu dengan Jibril setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Al Qur’an.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Ramadhan adalah Bulan Kemenangan

Pada bulan Ramadhan, umat Islam banyak meraih kemenangan atas orang-orang kafir dalam berbagai medan pertempuran.

Pada tahun 2 H kaum muslimin mampu mengalahkan pasukan kafir Quraisy dalam  Perang Badar.  Pada tahun 8 H, kaum muslimin mampu menaklukkan Kota Makkah.

Pada tahun 479 H pasukan Islam mampu mengalahkan Pasukan Salib dalam Perang “Az Zalaqah” di Andalus, dan pada 658 H pasukan Islam mampu mengalahkan Pasukan Tartar dalam  Perang Ainul Jalut di Palestina.

Hal itu dikarenakan umat Islam pada bulan Ramadhan sangat dekat dengan Allah SWT.   Mereka masih dalam suasana ibadah, mengekang jiwa untuk tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Tidak diragukan lagi bahwa umat yang dekat dengan Allah dan menjauhi maksiat akan selalu meraih kemenangan karena Allah SWT akan membantu mereka.

  1. Ramadhan Bulan Taubat dan Ampunan

Banyak umat Islam yang mendapatkan ampunan pada bulan Ramadhan karena bersungguh-sungguh dalam beribadah, sebagaimana sabda Rasulullah:

مَن صام رمضان إيمانا واحتسابا غُفِر له ما تقدم من ذنبه

“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR Bukhari Muslim).

الصلوات الخمس ، والجمعة إلى الجمعة ، ورمضان إلى رمضان ، مكفرات لما بينهن إذا اجتنبت الكبائر

“Shalat lima waktu, hari Jumat sampai hari Jumat berikutnya, bulan Ramadhan sampai bulan Ramadhan berikutnya  merupakan penghapus dosa antara waktu-waktu tersebut, selama tidak mengerjakan dosa-dosa besar.” (HR Muslim).

  1. Bulan Diselamatkan dari Neraka

Pada bulan Ramadhan banyak orang yang diselamatkan dari api neraka. Itu terjadi setiap malam, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إن لله تبارك وتعالى عتقاء من النار وذلك كل يوم  ليلة

“Sesungguhnya Allah swt menyelamatkan oang-orang dari api neraka,dan itu terjadi pada tiap malam pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi).

  1. Bulan Kesabaran

Bulan Ramadhan disebut bulan kesabaran karena orang-orang yang berpuasa harus banyak menahan diri dari hal-hal yang dilarang seperti makan, minum, dan lainnya. Oleh karena itu, sebagian ulama mengartikan “sabar” dalam beberapa ayat Al-Qur’an dengan puasa, mengingat  pahala puasa setara dengan pahala sabar. Allah berfirman:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10).

Dalam suatu hadits Qudsi disebutkan:

والصيام لى وأنا أجزي به

“Dan puasa adalah untuk–Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya.” (HR Bukhari).

  1. Bulan Dikabulkannya Doa

Bulan Ramadhan adalah bulan orang berpuasa, sedangkan orang yang berpuasa doanya mustajab. Allah SWT sendiri telah menganjurkan orang–orang yang sedang bepuasa untuk banyak berdo’a kepada-Nya karena Dia sangat dekat dengan para hamba-Nya yang sedang berpuasa. Sebagaimana firman Allah:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS: Al Baqarah: 186).

Selain itu, Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa doa orang yang sedang berpuasa itu tidak tertolak, sebagaimana yang termaktub dalam salah satu haditsnya:

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حتى يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak do’anya: Orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang terzalimi.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad).

  1. Dalam bulan Ramadhan ada Lailatul Qadar

Yakni, bulan yang ibadah di dalamnya lebih baik dari pada ibadah seribu bulan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إن هذا الشهر قد حضركم ، وفيه ليلة خير من ألف شهر، من حرمها فقد حرم الخير كله

“Sesungguhnya bulan ini (yaitu bulan Ramadhan) telah datang kepada kamu, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkannya, berarti dia tidak mendapatkan seluruh kebaikan.” (HR Ibnu Majah).

  1. Ramadhan Bulan Berkah

Ramadhan bulan yang penuh dengan barakah dan kebaikan. Siapa saja yang mau berbuat baik, Allah akan membantunya karena suasana dan kondisi sangat mendukung untuk itu.

Kita lihat umpamanya umat Islam berbondong-bondong ke masjid untuk melakukan shalat tarawih, ramai-ramai bangun sebelum Subuh untuk sahur, setelah itu beramai-ramai juga untuk melakukan shalat Subuh berjamaah di masjid.

Kita lihat banyak orang yang bersedekah, baik berupa uang ataupun makanan untuk orang yang berbuka. Itu semua, karena kondisi yang diatur oleh Allah pada bulan Ramadhan.

  1. Puasa Ramadhan Benteng dari Api Neraka

 Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

الصيام جنة وحصن حصين من النار

“Puasa adalah perisai dan benteng dari api neraka.”(Hadits Hasan Riwayat Ahmad)

Maksud hadits di atas bahwa orang yang berpuasa selalu menahan diri dari syahwat-syahwat yang mengelilinginya, sedang api neraka sendiri dipenuhi dengan syahwat-syahwat tersebut.

Dengan demikian, orang yang berpuasa secara tidak langsung telah membentengi dirinya dari amalan-amalan yang menyebabkan masuk neraka.

  1. Puasa Ramadhan Menekan Syahwat yang Bergelora

Siapa saja yang ingin menjauhi perbuatan haram, khususnya para pemuda yang belum mampu menikah, hendaknya berpuasa, karena dengan puasa gelora syahwat seseorang mampu ditekan. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah mampu untuk menikah, maka hendaknya ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu menikah hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa tersebut merupakan obat baginya.”(HR Bukhari dan Muslim).

  1. Berpuasa  Ramadhan Miliki Dua Kegembiraan

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره ، وفرحة عند لقاء ربه

“Orang yang berpuasa itu akan mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka puasa, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Robb-nya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan kegembiraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Kebahagiaan di dunia ini akan dirasakan saat berbuka puasa, karena Allah telah memberinya kekuatan sehingga bisa melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan dan mengijinkan baginya untuk makan dan minum serta hal-hal lain yang sebelumnya dilarang waktu dia berpuasa.

Dan kebahagian di akhirat, ketika dia bertemu dengan  Allah swt, karena dia akan mendapatkan pahala puasanya selama di dunia dengan lengkap tanpa dikuranginya sedikitpun.

  1. Doa Orang yang Puasa Ramadhan Tidak akan Ditolak

Hendaknya orang yang berpuasa Ramadhan memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya untuk banyak berdoa, karena mereka tidak tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حتى يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak doanya: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan do’anya orang yang terzalimi.” (Hadits Hasan Riwayat Ahmad).

Hadits di atas menjelaskan bahwa sepanjang orang tersebut berpuasa, sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, doanya tidak tertolak.

Tidak hanya itu saja, bahkan dalam hadits lain Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa ketika sedang berbuka puasa pun, doanya tidak tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

ثلاثة لا ترد دعوتهم : الصائم حين  يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم

“Tiga golongan yang tidak tertolak do’anya: orang yang berpuasa ketika  berbuka, pemimpin yang adil, dan do’anya orang yang terdzalimi.” (HR At-Tirmidzi)

  1. Orang yang Berpuasa Ramadhan Masuk Surga dari pintu “Ar-Rayyan”

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

إن في الجنة بابا يقال له الريَّان ، يدخل منه الصائمون يوم القيامة ، لا يدخل منه أحد غيرهم ، يقال : أين الصائمون ؟ فيقومون ، لا يدخل منه أحد غيرهم ، فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد

“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat pintu yang bernama ” Ar Royyan.” Orang-orang yang berpuasa masuk surga dari pintu tersebut pada hari kiamat, dan tidak ada seorang pun yang bisa masuk dari pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan, ‘Mana orang-orang yang berpuasa?’ Segera mereka berdiri. Tidak ada yang bisa masuk darinya kecuali mereka. Jika mereka semuanya telah masuk, maka pintu tersebut ditutup kembali, dan setelah itu, tidak ada lagi yang bisa masuk dari pintu tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

  1. Puasa Ramadhan Memberi Syafaat Pelakunya

Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda :

الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة ، يقول الصيام : أي رب منعته الطعام والشهوات بالنهار فشفعني فيه ، ويقول القرآن : منعته النوم بالليل فشفعني فيه ، قال فيُشَفَّعان

“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaatnya kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka berilah ijin kepadaku untuk memberikan syafa’at kepadanya.’ Al-Qur’an berkata, ‘Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari, maka berilah saya ijin untuk memberikan syafaat kepadanya.’ Keduanya dapat ijin untuk memberikan syafa’atnya.” (HR:  Ahmad).

Maksud dari hadits di atas bahwa Allah telah memberikan ijin kepada puasa untuk memberikan syafaat kepada orang yang berpuasa sehingga Allah memasukkannya ke dalam surga.

  1. Bau Mulut Orang Berpuasa lebih Mulia

Bau mulut orang berpuasa Ramadhan pada hari kiamat lebih wangi dari pada bau minyak wangi.  Rasulullah ﷺ bersabda:

لخلوف فم الصائم أطيب عند الله يوم القيامة من ريح المسك

“Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari pada bau minyak wangi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Maksud dari “khuluf” dalam hadits di atas adalah bau mulut yang berasal dari perut yang kosong.  Bau ini lebih dicintai oleh Allah dari pada bau minyak wangi, karena merupakan bekas ibadah.

  1. Puasa Ramadhan akan Menghapus Dosa-Dosa

Rasulullah ﷺ bersabda:

فتنة الرجل في أهله وماله وولده وجاره تكفرها الصلاة والصوم والصدقة

“Fitnah yang dialami seseorang dalam keluarga, harta, anak dan tetangganya akan terhapus dengan salat, puasa dan sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud  “Fitnah” dalam hadits di atas adalah hal-hal yang membuatnya berpaling dari ibadah karena kesibukannya mengurusi keluarga, harta , anak dan tetangga, yang kadang-kadang membuatnya berbuat dosa.

Dosa-dosa seperti itu bisa terhapus dengan salat, puasa dan sedekah. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah ﷺ :

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غُفِر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR Bukhari Muslim)

  1. Puasa Ramadhan Ibadah Tiada Bandingannya

Rasulullah ﷺ bersabda:

عليك بالصوم فإنه لا مثل له

“Hendaknya engkau berpuasa, karena puasa itu merupakan ibadah yang tiada bandingannya.” (HR: Nasai dan Ibnu Hibban).

  1. Pahala Puasa Ramadhan tidak Terhitung

Setiap amal sholeh, Allah telah menentukan pahalanya masing-masing, kecuali puasa, Allah swt akan membalas orang yang berpuasa dengan pahala yang tidak terhitung, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya:

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas .” (QS Az Zumar : 10)

Maksud dari orang-orang yang bersabar dalam ayat di atas menurut mayoritas ulama adalah orang-orang yang berpuasa, karena puasa merupakan salah satu bentuk kesabaran yang luar biasa.  Hal ini dikuatkan dengan hadits Qudsi yang menyebutkan  :

كل عمل ابن آدم يضاعف ، الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف ، قال الله عز وجل : إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به، يدع شهوته وطعامه من أجلي

“Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan bisa dilipatgandakan dari sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya dia adalah milik-Ku, dan Aku yang akan membalasnya sendiri, karena dia meninggalkan syahwat dan makannya  demi mencari ridha-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim).*/Dr Ahmad Zain an-Najah, LC, MA, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH

Bersedekah atas Nama Orang Tua

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Abu Daud dari Abdullah bin Abbas RA, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW:

“Ibuku meninggal dunia. Apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?”

“Beliau menjawab” Ya.” Dia berkata. “Aku memiliki sebidang kebun aku mempersaksikanmu bahwa aku menyedekahkannya atas nama ibuku.”

Diriwayatkan oleh para penulis kitab hadits yang enam selain At-Tirmidzi dan Aisyah Ra:

Bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW. “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak.” Aku kira kalau dia sempat bicara sebelumnya, untuk dia akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah atas namanya? 

Rasulullah SAW menjawab, “ya.” 

Diriwayatkan juga oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (4/124) diriwayatkan oleh Ath-Barani dalam kitab Al-Mujam Al Kautsar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Seseorang apabila ingin bersedekah, hendaknya bersedekah atas nama kedua orang tuanya. Apabila mereka berdua muslim sehingga kedua orang tuanya mendapatkan pahala dan dia pun mendapatkan pahala yang sama dengan pahala yang didapatkan oleh kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala mereka berdua sedikitpun.”

Diriwayatkan oleh Malik dan An Nasa’i dari Said bin Amr bin Syuhrabil bin Ubadah, dari bapaknya dari kakeknya: 

Saad bin Ubadah pergi berperang bersama Nabi SAW, sementara ibunya akan meninggal dunia di kota Madinah. Dikatakan kepadanya, “Buat lah wasiat.” Dia menjawab, “wasiat untuk apa? semua harta yang ada ini adalah milik Saad.”

Dia pun meninggal dunia sebelum saat pulang. Setibanya saat di rumah, hal itu diceritakan kepadanya. Dia bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah apakah akan bermanfaat baginya apabila aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya.” 

Saad mengatakan, “Kebun demikian dan demikian dia sebutkan namanya aku Sedangkan atas namanya.” 

Dari Abu Hurairah Ra,  ada seorang yang bertanya kepada Nabi SAW “bapakku meninggal dunia dan meninggalkan warisan, tetapi dia tidak sempat membuat wasiat. Apakah dosanya bisa terampuni apabila aku bersedekah atas namanya? Beliau menjawab, “Ya” 

Riwayatkan oleh Abu Daud dan an-Nasa’i dari saat bin ubadah ra, bahwa ia berkata, “Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia. Sedekah apa yang terbaik?” Beliu menjawab,”Air” 

Dia lalu menggali sumur dan mengatakan, “ini untuk ibu Saad.” 

Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwanya Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang menggali sumur maka tidak lah minum darinya makhluk hidup dari kalangan jin, manusia ataupun burung melainkan Allah akan memberinya pahala di hari kiamat. Barang siapa yang membangun masjid sebesar kandang kucing atau bahkan lebih kecil dari itu akan membangunkan rumah baginya di Surga. 

Diriwayatkan oleh Ibnu khuzaimah dalam shahihnya (2/269). Pentahqiqknya Musthafa al-A’azhami berkomentar. “Sanadnya sahih,” Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah.

KHAZANAH

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 4)

Melanjutkan dari risalah Fadilatus Syekh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah, yang berjudul Fadhlu An-Nushi Lil-Muslimin. Masih pada pembahasan akan buruknya para pemimpin kesesatan. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat betapa berbedanya orang-orang yang memberi nasihat di atas kesesatan dan mengikuti hawa nafsu, dengan orang-orang yang memberi nasihat dengan kebenaran, ketulusan hati serta keridaan dari Allah. Amat sangat jauh berbeda ganjaran dari keduanya. Sungguh, pada hal ini terdapat pelajaran yang sangat berharga.

Sifat ulama Bani Israil bahwa mereka adalah tokoh penyeru kesesatan

Allah Ta’ala berfirman menjelaskan tentang tokoh-tokoh dan ahli ilmu Bani Israil,

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا وَلَـٰكِنَّهُ ۥۤ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَٮٰهُ‌ۚ فَمَثَلُهُ ۥ كَمَثَلِ ٱلۡڪَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُڪۡهُ يَلۡهَث‌ۚ ذَّالِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَا‌ۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka, perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-‘Araf: 175-176)

Allah Ta’ala mensifati para pemimpin kesesatan bahwa mereka adalah para penyeru ke dalam neraka. Inilah isi dan konteks dari dakwah dan seruan mereka. Yaitu, seruan mereka adalah amalan penduduk neraka berupa syirik, bid’ah, dan kesesatan. Mereka pun akan dihinakan pada hari kiamat dan tidak akan ditolong.

Orang-orang yang hina lagi sengsara dan mereka meninggalkan ayat-ayat Allah. Allah Ta’ala mensifati mereka, semoga Allah jauhkan hal ini dari kita, dengan sifat-sifat berupa hukuman atas mereka. Ancaman yang berupa celaan yang dapat diambil pelajaran oleh orang-orang berakal.

Hikmah surah Al-A’raf ayat 175-176  dari Ibnul Qayyim rahimahullah

Simaklah perkataan berikut ini, yang diucapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam menafsirkan ayat di atas.

Hikmah dari turunnya ayat-ayat Allah

Perhatikanlah pada ayat ini terdapat suatu hukum dan makna yang tersirat, berawal dari firman Allah Ta’ala,

ءَاتَيۡنَـٰهُ ءَايَـٰتِنَا

“Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab).” (QS. Al-‘Araf: 175)

Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwasanya Allahlah yang menurunkan ayat-ayat-Nya. Maka, ini merupakan sebuah nikmat. Allahlah yang memberikan nikmat berupa ayat-ayat-Nya, sehingga dalam ayat ini Allah menyandarkan nikmat berupa turunnya ayat-ayat kepada Allah Ta’ala.”

Allah mengabarkan bahwa para tokoh Bani Israil melepaskan dan meninggalkan ayat-ayat Allah

Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,

فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا

“Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)

Maksudnya, mereka meninggalkan ayat-ayat tersebut sebagaimana ular yang melepaskan kulitnya. Mereka melepaskan diri sebagaimana lepasnya kulit dari daging hewan. Pada ayat ini, Allah Ta’ala tidak mengatakan, “Lalu, Kami lepaskan mereka dari ayat-ayat itu.” Karena mereka sendirilah yang sejatinya menjadi sebab lepasnya diri mereka dari ayat-ayat tersebut karena mengikuti hawa nafsu.

Mereka (para tokoh Bani Israil) mengikuti setan

Kemudian di antara hikmahnya juga, Allah Ta’ala berfirman,

فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ

“Lalu, dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda).” (QS. Al-‘Araf: 175)

Setan akan senantiasa menyertai dan menemaninya. Sebagaimana Allah berfirman tentang kaumnya Fir’aun,

فَأَتۡبَعُوهُم مُّشۡرِقِينَ

“Maka, Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka di waktu matahari terbit.” (QS. Asy-Syu’ara’: 60)

Pada ayat ini, Allah menuturkan tentang para ahli ilmu Bani Israil yang dahulu mereka betul-betul memelihara dan menjaga ayat-ayat Allah. Dari segala sisi, mereka menjaga ayat-ayat tersebut dari setan. Setan tidak dapat mengambil apapun dari mereka, kecuali secara tiba-tiba. Tatkala mereka melepaskan diri mereka dari ayat-ayat Allah, setan pun berhasil untuk mengambilnya sebagaimana seekor singa berhasil menerkam mangsanya. Maka, jadilah mereka orang-orang yang sesat, disebabkan mengerjakan sesuatu yang menyelisihi ilmu mereka. Mereka yang mengetahui kebenaran, namun justru mengerjakan hal yang menyelisihi kebenaran tersebut. Sebagaimana halnya para ahli ilmu yang buruk.

Allah Mahamampu untuk meninggikan derajat seseorang yang mengikuti kebenaran

Di antara hikmah pada ayat ini, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَـٰهُ بِہَا

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu.” (QS. Al-‘Araf: 175)

Allah mengabarkan bahwasanya pengangkatan derajat tidak sebatas dengan ilmu saja. Jika yang dimaksud adalah ulama, maka harus mengikuti kebenaran serta mendahuluinya dan mengharap keridaan Allah Ta’ala. [1]

Nasihat merupakan tanggung jawab para ulama

Nasihat adalah tanggung jawab yang sangat agung yang Allah amanahkan kepada para ulama. Nasihat merupakan hak kewajiban para ulama. Lebih ditekankan lagi tatkala ada yang meminta nasihat. Nasihat dapat berbekas pada jiwa. Nasihat dapat mengangkat derajat dan martabat, untuk yang memberikan nasihat dengan tulus dan jujur. Tentu sebaliknya, sebuah kehinaan bagi yang tidak memiliki ketulusan dan kejujuran dalam memberikan nasihat.

Sungguh! Betapa banyak pelajaran yang diambil. Simak dan perhatikanlah dalil-dalil dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh nasihat yang tulus dan jujur, baik untuk yang menasihati juga untuk yang dinasihati. Simaklah dan perhatikan pula dalil-dalil berupa pengaruh yang sangat buruk dari orang-orang menyimpang dan para pengikutnya yang mengklaim sebuah nasihat.

Contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh sebuah nasihat

Lihatlah contoh dari pengaruh nasihat yang tulus dari seseorang yang tidak memiliki kedudukan dan jabatan apapun. Bahkan, ia adalah seorang yang tidak dikenal datang dari pelosok kota untuk menasihati kaumnya.

Al-Baghawiy menuturkan, “Ia bernama Habib An-Najjar.” As-Suddiy berkata, “Ia adalah orang yang pendek.” Wahb berkata, “Ia adalah seorang yang bekerja sebagai penenun sutra. Ia memiliki sakit kusta. Rumahnya terletak di pojok gerbang kota.” [2]

Berdasarkan kisah di atas, Allah Ta’ala berfirman mengisahkan tentangnya di dalam Al-Qur’an,

وَجَآءَ مِنۡ أَقۡصَا ٱلۡمَدِينَةِ رَجُلٌ۬ يَسۡعَىٰ قَالَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُواْ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٱتَّبِعُواْ مَن لَّا يَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرً۬ا وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib An-Najjar) dengan bergegas-gegas. Ia berkata, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu. Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin: 20-21)

Sampai kepada ayat yang Allah menjelaskan hasil yang indah untuknya,

قِيلَ ٱدۡخُلِ ٱلۡجَنَّةَۖ قَالَ يَـٰلَيۡتَ قَوۡمِى يَعۡلَمُونَ بِمَا غَفَرَ لِى رَبِّى وَجَعَلَنِى مِنَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ

“Dikatakan (kepadanya), ‘Masuklah ke dalam surga.’ Ia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.’” (QS. Yasin: 26-27)

Simaklah contoh dari seorang mukmin lain yang gemar memberikan nasihat. Ia berasal dari keluarga Fir’aun. Allah Ta’ala kabarkan dalam firman-Nya,

وَقَالَ رَجُلٌ۬ مُّؤۡمِنٌ۬ مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَكۡتُمُ إِيمَـٰنَهُ ۥۤ أَتَقۡتُلُونَ رَجُلاً أَن يَقُولَ رَبِّىَ ٱللَّهُ وَقَدۡ جَآءَكُم بِٱلۡبَيِّنَـٰتِ مِن رَّبِّكُمۡۖ وَإِن يَكُ ڪَـٰذِبً۬ا فَعَلَيۡهِ كَذِبُهُ ۥۖ وَإِن يَكُ صَادِقً۬ا يُصِبۡكُم بَعۡضُ ٱلَّذِى يَعِدُكُمۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَہۡدِى مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٌ۬ كَذَّابٌ۬

“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah.’ Padahal, dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu. Dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.’ Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Ghafir: 28)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقَالَ ٱلَّذِىٓ ءَامَنَ يَـٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِڪُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ

“Orang yang beriman itu berkata, ‘Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.’” (QS. Ghafir: 38)

Sampai pada firman Allah Ta’ala yang mengabarkan bahwasanya Allah menolong dan menjaganya dari kaumnya Fir’aun,

فَوَقَٮٰهُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِ مَا مَڪَرُواْۖ وَحَاقَ بِـَٔالِ فِرۡعَوۡنَ سُوٓءُ ٱلۡعَذَابِ

“Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka. Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.” (QS. Ghafir: 45)

Demikianlah, di antara contoh dari Al-Qur’an akan besarnya pengaruh dari nasihat. Lihatlah akan balasan dan ganjaran yang diberikan oleh Allah Ta’ala bagi orang yang gemar memberikan nasihat. Begitu indah ganjaran yang Allah berikan kepada mereka.

Wallahul Muwaffiq

Kembali ke bagian 3: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 3)

Lanjut ke bagian 5: [Bersambung]

***

Depok, 13 Sya’ban 1445/23 Februari 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/92195-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-4.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Jodoh dalam Islam: Takdir yang Ditunggu atau Ikhtiar yang Harus Terus Dikejar

Seringkali ketika berbicara jodoh selalu diiringi dengan kata takdir. Orang sering bilang jodoh sudah ada yang ngatur, jodoh takdir Tuhan, atau mungkin jika gagal ada ungkapan mungkin karena belum takdir. Bermacam ungkapan itu menunjukkan persepsi masyarakat tentang jodoh.

Dalam Islam, konsep jodoh sering kali menjadi topik yang menarik perhatian banyak orang. Pertanyaan tentang apakah jodoh sudah ditetapkan atau harus diusahakan merupakan perdebatan yang telah lama ada dan masih relevan hingga saat ini. Konsep ini sering kali dipahami melalui dua sudut pandang yang berbeda, yaitu qadha dan qadar (ketentuan Tuhan) serta ikhtiar (usaha manusia).

Dalam Al-Qur’an, Allah juga menegaskan pentingnya ikhtiar dalam mencapai tujuan. Dalam al-Quran Surah Ar-Ra’d ayat 11 Allah berfirman, “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”

Ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali jika mereka berusaha untuk mengubahnya sendiri. Oleh karena itu, upaya manusia dalam mencari jodoh merupakan bagian dari proses menciptakan perubahan yang diinginkan dalam hidup mereka.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, di mana Nabi Muhammad bersabda, “Takdir seorang mukmin itu sangat menakjubkan. Sesungguhnya segala urusannya adalah baik, dan hal tersebut tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh mukmin. Jika ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur, dan hal tersebut baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, dan hal tersebut juga baik baginya.” (H.R. Muslim)

Hadis ini menekankan pentingnya keimanan dan sikap mukmin dalam menghadapi takdir Allah. Meskipun jodoh seseorang sudah ditetapkan oleh Allah, hal tersebut tidak mengurangi pentingnya usaha dan ikhtiar manusia dalam mencari jodoh yang baik. Allah memberikan manusia kebebasan untuk berusaha dan berikhtiar, namun pada akhirnya, hasil akhirnya tetap ditentukan oleh kehendak-Nya.

Dapat dipahami bahwa dalam ajaran Islam, konsep jodoh merupakan perpaduan antara takdir dan usaha manusia. Allah telah menetapkan takdir bagi setiap manusia, termasuk jodohnya, namun manusia juga diberikan kebebasan dan tanggung jawab untuk berusaha mencari pasangan yang baik. Usaha manusia dalam mencari jodoh sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk berikhtiar dan bekerja keras dalam mencapai kebaikan di dunia ini.

Manusia di bekali akal supaya mereka memiliki pertimbangan yang bijak. Dengan memahami nilai-nilai agama dan karakteristik yang diinginkan dalam pasangan hidup, seseorang dapat memilih pasangan yang sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan hidupnya. Dengan demikian, usaha manusia dalam mencari jodoh dapat dipandang sebagai bagian dari upaya untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan dalam kehidupan berumah tangga.

Dalam praktiknya, umat Islam dianjurkan untuk berdoa kepada Allah untuk meminta petunjuk dan keberkahan dalam mencari jodoh. Doa merupakan salah satu bentuk usaha spiritual yang penting dalam mencari jodoh yang baik dan membina hubungan yang harmonis. Selain itu, umat Islam juga diajarkan untuk tidak terlalu mengandalkan keberkahan materi atau penampilan fisik dalam mencari jodoh, namun lebih memperhatikan keimanan, akhlak, dan kesesuaian nilai-nilai.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam Islam, konsep jodoh merupakan perpaduan antara takdir dan usaha manusia. Meskipun jodoh seseorang sudah ditetapkan oleh Allah, manusia tetap diberikan kebebasan dan tanggung jawab untuk berusaha mencari pasangan yang baik. Usaha manusia dalam mencari jodoh sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk berikhtiar dan bekerja keras dalam mencapai kebaikan di dunia ini.

ISLAMKAFFAH

Cara Membayar Fidyah Puasa Ibu Hamil

Apakah fidyah puasa hanya tertentu pada orang yang hamil? Dan berapa yang harus dibayarkan? Bagaimana cara membayar fidyah puasa ibu hamil? Jika ditelisik lebih jauh, dalam bahasa Arab kata “fidyah” adalah bentuk masdar dari kata dasar “fadaa”, yang artinya “mengganti” atau “menebus”. 

Berbeda secara terminologi (istilah) fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.

Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya, sakit menahun (kronis) yang tidak dapat diperkirakan kapan sembuhnya atau oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha’ atau mengganti puasa yang ditinggalkannya (menurut sebagian ulama). Dengan memberikan fidyah tersebut, maka gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.

Itu sebabnya, bagi wanita yang tidak berpuasa karena hamil atau menyusui, maka ia diperkenankan untuk tidak berpuasa. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap dirinya sendiri atau pada diri dan bayinya, maka ia hanya wajib mengganti puasanya setelah bulan Ramadhan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah

Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap anak atau bayinya saja, maka ia wajib mengqadha dan membayar fidyah sekaligus.

Di dalam kitab Fath al-Mujib al-Qarib;

وَمَا أَنَّ القُدْرَةَ عَلَى الصَّوْمِ شَرْطَ لِوُجُوبِهِ فَالعَجُوزُ (وَالشَّيْحُ) والمَرِيضُ الَّذِي لَا يُرْجى بُرْؤُهُ (إِنْ عَجز) كُلُّ مِنْهُمْ عَنْهُ (يُفْطِرُ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدًّا ) (وَالْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ إِنْ خَافَتا) ضَرْرًا (عَلَى أَنْفُسِهِمَا أَفْطَرَنَا وَ وَجَبَ عَلَيْهِمَا الْقَضاءُ) بِلَا فِدْيَةٍ (وَإِنْ خَافَنَا) ضَرَرًا (عَلَى أَوْلَادِهِمَا) فَقَط دُوْنَ أَنْفُسِهِمَا (أَفْطَرتا وَ) وَجَبَ (عَلَيْهِمَا الْقَضاءُ) بلا فدية (وان خافتا) ضررا (على اولادهما) فقد دون انفسهما (افطرتا و) وجب (عليهما القضاء وَالْكَفَّارَةُ) وَهِيَ أَنْ يُخْرَجَ (عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدَّ). فتح المُجيْبِ القَرِيبِ لِلشَّيْخِ عَفِيفَ الدين مهاجر سيتو بندو ص ٦١

Artinya: “Karena mampu menjadi syarat wajib menjalankan puasa, maka orang tua renta dan orang sakit yang tidak diketahui sembuhnya boleh tidak berpuasa apabila tidak mampu berpuasa. Namun, mereka diwajibkan membayar atau menebus satu mud perharinya. (0,6 Kg atau ¾ liter beras untuk satu hari puasa). 

Ibu hamil dan menyusui boleh tidak puasa dan tidak wajib membayar kafarat apabila mereka takut akan terjadi apa-apa pada dirinya. Apabila mereka mengkhawatirkan anak yang dikandung atau yang disusui, maka mereka wajib mengqadha’ puasa dan wajib membayar kafarat satu mud untuk satu hari yang ditinggalkan. 

Demikian penjelasan terkait bagaimana hukum fidyah puasa ibu hamil? Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 3)

Masih dengan tajuk “Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin” yang disarikan dari risalah Syekh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili hafidzahullah yang berjudul Fadhlu An-Nushi Lil-Muslimin.

Bentuk nasihat yang paling agung

Di antara bentuk nasihat yang paling agung adalah menasihati kaum muslimin perihal agama. Yaitu, dengan menunjukkan dan menyemangati mereka kepada perkara syariat yang telah Allah Ta’ala syariatkan berupa agama yang haq (benar). Serta, mencegah dan melarang mereka sekaligus membuat mereka meninggalkan perkara yang Allah Ta’ala telah melarangnya, baik yang bentuknya perkara baru di dalam agama (bid’ah) maupun perkara maksiat. Oleh karena itu, bentuk nasihat terbagi menjadi dua:

Pertama: Menasihati dan menunjukkan kaum muslimin tentang syariat yang benar

Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingat begitu sayangnya beliau kepada umat beliau. Simaklah kisah yang diceritakan oleh Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu,

كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tanganku berseliweran di nampan saat makan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Wahai anak kecil, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.’ Maka, seperti itulah gaya makanku setelah itu.” (HR. Bukhari no. 4957)

Lihatlah! Begitu berbekasnya nasihat yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga nasihat tersebut terus tertanam sampai Umar bin Abi Salamah dewasa.

Kedua: Mencegah kaum muslimin untuk terjatuh kepada perkara bid’ah dan maksiat

Mencegah kaum muslimin dari perbuatan bid’ah, tentunya hal ini dilakukan setelah menjelaskan kepada mereka tentang perkara bid’ah. Terutama bid’ah idhafiyyah, yaitu bid’ah yang berasal dari ibadah yang disyariatkan, namun ibadah tersebut tidak dikerjakan sebagaimana mestinya dengan adanya penambahan maupun pengurangan.

Terkait dengan bid’ah idhafiyyah ini, banyak dari kaum muslimin yang tidak mengetahuinya. Contoh kasusnya adalah tentang masalah zikir. Dalam hal ini, terdapat kisah dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau mendapati suatu kaum sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berzikir dengan cara yang unik, yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi serta para sahabatnya. Abdullah bin Mas’ud berkata kepada mereka,

مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ ؟ قَالُوا : يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَصًى نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ.

قَالَ : “فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ”.

قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ. قَالَ : “وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ”

“Apa yang sedang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Wahai Abu Abdurrahman (Abdullah bin Mas’ud), ini adalah batu-batu kerikil untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih.”

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Hendaklah kalian menghitung dosa-dosa kalian (saja). Aku menjamin amal kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Alangkah cepatnya masa kehancuran kalian, padahal mereka para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih banyak, dan baju mereka belum basah, juga periuknya belum pecah. Demi Zat yang jiwaku berada di genggaman tangan-Nya, sesungguhnya kalian seakan-akan memiliki agama yang lebih baik dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kalian sengaja hendak membuka pintu kesesatan?”

Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan, kecuali kebaikan.” Abu Abdurrahman menjawab, “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tetapi ia tidak dapat mencapainya.” (Lihat Sunan Ad-Darimi no. 210)

Dari kisah di atas, dapat kita pahami bahwa Abdullah bin Mas’ud menasihati orang-orang yang melakukan perbuatan bid’ah idhafiyyah, yakni perkara bid’ah yang mungkin tidak semua kaum muslimin mengetahuinya. Sehingga, inilah yang patut dicontoh dari beliau. Yakni, beliau menasihati dan mencegah dengan cara yang baik dan bijak sekaligus menjelaskan akan buruk dan bahayanya perbuatan bid’ah, serta tidaklah semua kebaikan dapat diperoleh, melainkan dengan cara yang baik pula.

Mengajarkan kaum muslimin tentang agama termasuk bentuk nasihat teragung

Termasuk dari nasihat teragung juga ialah mengajarkan kaum muslimin tentang perihal agama. Berusaha untuk mengembangkan hal itu dalam bentuk pengajaran, fatwa, ataupun dalam bentuk nasihat. Dan yang menjalankan ini adalah orang yang berilmu. Adapun orang yang tidak berilmu, maka tidak diperkenankan untuk menasihati kaum muslimin. Bagaikan orang yang berperang tanpa senjata, bagaimana (mungkin) seseorang bisa berperang tanpa senjata?

قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ‌ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۟ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى‌ۖ

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.’” (QS. Yusuf: 108)

Perjanjian yang agung

Ini merupakan kewajiban para ulama. Dan ini adalah perjanjian yang Allah Ta’ala telah mengambilnya dari para ulama. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَـٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَـٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُ ۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُ ۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ وَٱشۡتَرَوۡاْ بِهِۦ ثَمَنً۬ا قَلِيلاً۬‌ۖ فَبِئۡسَ مَا يَشۡتَرُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab, ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.’ Lalu, mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (QS. Ali Imran: 187)

Allah Ta’ala menjelaskan pada ayat ini sebuah perjanjian yang agung. Perjanjian yang Allah ambil dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang merupakan orang-orang sebelum kita. Yaitu, perjanjian untuk menjelaskan dan menerangkan agama yang haq, yang Allah turunkan dengan perjanjian tersebut kitab-kitab-Nya dan tidak ada satu pun yang disembunyikan. Kemudian, Allah mengabarkan tentang mereka yang justru mencampakkan kebenaran tersebut, bahkan mereka menukarnya dengan bagian yang sedikit dari dunia.

Sehingga, dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengarahkan kaum muslimin untuk melakukan dua hal. Yaitu,

Pertama:  Menjelaskan agama yang haq.

Kedua: Tidak menyembunyikan perkara yang haq.

Di dalam ayat ini pula, Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab, bahwa di antara sifat mereka yaitu,

Pertama: Mencampakkan dan membuang sebuah kebenaran.

Kedua: Menjual dan melelang perkara yang haq dengan perkara dunia.

Pada perkara ini, terdapat arahan untuk umat ini, sebagaimana Allah arahkan pula Ahli Kitab dari orang-orang sebelum kita. Begitu juga, Allah Ta’ala mengingatkan agar jangan sampai terjatuh kepada perbuatan yang mereka lakukan dahulu.

Ahli ilmu adalah pemimpin

Maka, siapapun ahli ilmu ataupun para ulama yang istikamah dari umat ini di atas petunjuk, sejatinya ia sebagai pemimpin yang menunjukkan kepada umat jalan hidayah. Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلۡنَا مِنۡہُمۡ أَٮِٕمَّةً۬ يَہۡدُونَ بِأَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُواْ‌ۖ وَڪَانُواْ بِـَٔايَـٰتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَجَعَلۡنَـٰهُمۡ أَٮِٕمَّةً۬ يَہۡدُونَ بِأَمۡرِنَا وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡهِمۡ فِعۡلَ ٱلۡخَيۡرَٲتِ وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءَ ٱلزَّڪَوٰةِ‌ۖ وَكَانُواْ لَنَا عَـٰبِدِينَ

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami. Dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al-Anbiya: 73)

Allah Ta’ala mensifati para ulama di ayat pertama dengan “sabar” dan “yakin”. Dengan kedua hal ini, mereka mendapatkan kepemimpinan dalam agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tatkala menafsirkan ayat di atas,

بِالصَّبْرِ وَاليَقِيْنِ تُنَالُ الإِمَامَةُ فِي الدِّيْنِ

“Dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan dalam agama dapat diperoleh.” (Lihat Majmu’ Fatawa, karya Ibnu Taimiyyah, 3: 308)

Inilah sifat yang harus dimiliki oleh seorang yang memberikan nasihat. Yakin terhadap apa yang dinasihatinya. Karena dakwah ini pasti akan ada yang menentangnya. Ada saja orang-orang yang mengatakan, “Engkau adalah orang bodoh.”, “Engkau sesat.”, dan lain sebagainya. Sehingga, orang yang yakin tidak akan goyah dengan ucapan tersebut. Terlebih ia berpegang teguh dengan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan keyakinan inilah, ia akan memperoleh kepemimpinan dalam agama.

Pada ayat kedua, Allah Ta’ala mensifati para ulama dengan “memberi petunjuk kepada manusia tentang agama” dan juga “gemarnya mereka beribadah kepada Allah.” Dengan kedua sifat inilah, para ulama mendapatkan petunjuk untuk diri mereka sendiri dan dapat menunjukkan kepada manusia untuk beribadah kepada Rabb mereka.

Pemimpin kesesatan

Siapa saja yang menyelisihi hal itu, bahkan justru menempuh jalannya orang-orang yang menyimpang dari kalangan ahli kitab, di mana mereka melelang ilmu dengan harga yang rendah, maka dia telah menjadi pemimpin kesesatan. Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلۡنَـٰهُمۡ أَٮِٕمَّةً۬ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ‌ۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ لَا يُنصَرُونَ

“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.” (QS. Al-Qashash: 41)

Tidak sampai disitu, Allah Ta’ala berfirman pada ayat setelahnya,

وَأَتۡبَعۡنَـٰهُمۡ فِى هَـٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا لَعۡنَةً۬‌ۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ هُم مِّنَ ٱلۡمَقۡبُوحِينَ

“Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan dari rahmat Allah.” (QS. Al-Qashash: 42)

Kembali ke bagian 2: Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 2)

***

Depok, 18 Rajab 1445/29 Januari 2024

Penulis: Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/91652-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-3.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Lima Dimensi Harus Didapatkan Jika Ingin Berubah Lebih Baik Setelah Puasa

Ustaz Hilman Fauzi mengatakan terdapat lima dimensi yang harus didapatkan apabila ingin meraih kebaikan ramadhan. Ustaz Hilman mengajak umat Islam agar tidak menyia-nyiakan keistimewaan ramadhan yang diantaranya setiap pahala akan dilipatgandakan.

Dimensi pertama yang harus didapatkan seorang Muslim adalah dimensi spiritual yang ada di dalam bulan ramadhan. Ustaz Hilman mendorong agar setiap orang tidak hanya melaksanakan puasa ramadhan sekadar ritual yaitu dengan memperbanyak ibadah.

Dimensi kedua adalah ramadhan merupakan media tholabul ilmi yaitu tempat menuntut ilmu. Oleh karena itu, Ustaz Hilman menganjurkan agar banyak datang ke majelis ilmu pada bulan ramadhan. Selain bernilai ibadah, datang ke majelis ilmu dapat menambah ilmu agama.

“Barangsiapa yang ke majelis ilmu dia akan menuju surga dan dihapuskan dosanya,” ujar Ustaz Hilman dalam tausiyah Ramadhan, pada Festival Ramadhan 2024 Wearing Klamby, di Menara 165, TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu, (23/3/2024).

Adapaun dimensi yang ketiga adalah dimensi emosional. Ketika ramadhan, banyak orang hatinya lebih terjaga dan lebih bisa memaafkan serta menahan amarah. Ustaz Hilman mendorong agar umat Islam bisa meraih dimensi ini. Sebab meskipun tidak membatalkan puasa tetapi sikap emosi dapat mengurangi nilai puasa.

Kemudian dimensi sosial adalah dimensi keempat yang harus diraih. Memperbanyak sedekah sangat dianjurkan pada bulan ramadhan. Kepekaan terhadap kondisi sekitar akan diasah seperti kelaparan yang dialami oleh sebagian orang.

Dan Ustaz Hilman mengungkapkan bulan ramadhan juga memiliki dimensi finansial. Pada bulan ramadhan, daya beli masyarakat biasanya meningkat sehingga berdampak terhadap bisnis seseorang.

Ustaz Hilman menegaskan setiap orang harus berubah menjadi lebih baik setelah ramadhan. Ia memberika tiga tips agar bisa berubah lebih baik yakni meningkatkan ketakwaan dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Lalu menjaga ketenangan hati dengan banyak berdoa dan menjaga kebersamaan. 

REPUBLIKA