Kisah Cucu Rasulullah Meminta Baju Lebaran 

Ada satu kisah yang unik di masa lalu, tentang kisah cucu Rasulullah yang meminta baju lebaran. Tidak terasa lebaran tinggal menghitung hari. Sejumlah persiapan dilakukan demi menyambut hari penuh kemenangan tersebut. Mulai dengan menyajikan hidangan makanan yang lezat, membersihkan rumah, hingga membeli pakaian baru. Lantas apakah ada keharusan memakai pakaian baru saat Idul Fitri?

Baju Baru di Hari Raya Sunnah dan Tidaklah Diwajibkan dalam Islam

Budaya mengenakan pakaian baru bukanlah hal yang diwajibkan dalam Islam ketika berhari raya. Akan tetapi maksud dari mempersiapkan pakaian baru tidak lain adalah, ekspresi maupun ungkapan kebahagian akan datangnya hari kemenangan.

Selain itu pakaian baru juga merupakan perwujudan rasa syukur kita kepada Allah SWT, karena diberikan kesempatan dan nikmat yang begitu besar, yaitu dapat melewati bulan suci Ramadhan.

Nah di Indonesia sendiri, memakai pakaian baru justru menjadi tradisi di masyarakat, bahkan juga di berbagai belahan dunia yang lain. Tak heran menjelang lebaran orang berusaha untuk menyisihkan gajinya selama sebulan untuk bisa membelikan baju baru sanak saudara mereka.

Para orang tua pun akan merasa sedih jika menjelang lebaran mereka belum mampu menghadiahkan baju baru kepada anak-anak mereka. 

Begitu juga kalian bukan? Sejatinya yang baru adalah diri dan hati kita yang lebih bersih, suci, dan ketakwaan yang bertambah. Baju baru hanyalah simbol rasa syukur, dan jaga justru disalahartikan sebagai ajang pamer atau simbol kesombongan dan kecongkakan. 

Sebagaimana pesan Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya menurutnya, membeli baju baru lebaran adalah kebiasaan orang dalam berhari raya. Imam Bukhari meriwayatkan satu hadis dari Sayyidina Abdullah bin Umar. 

“Bahwasanya Rasulullah pernah berpesan pada Sayyidina Umar bahwa menyenangkan keluarganya di hari raya itu sunnah. Seperti dengan menyediakan makan enak, hingga baju bagus. Tentunya dengan catatan tidak boleh melakukan sunah dengan cara yang haram, mencuri, mengambil harta orang lain, dan sebagainya.”

Hadits Tentang Pakaian Baru Saat Idul Fitri

Memakai baju baru merupakan tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari perayaan Idul Fitri tersebut. Bagaimana Islam memandang fenomena tersebut? Apakah ada anjuran dari Rasulullah SAW untuk memakai baju baru sewaktu lebaran? Simak ulasan berikut.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menganjurkan umat muslim untuk mengenakan pakaian terbaiknya di dua hari raya yakni, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.   

عَنِ الْحَسَنِ ابْنِ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِى الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبِسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ … (رواه البيهقي والحاكم)

“Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali RA, ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah memerintahkan kami pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan.” (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim). 

Perlu diketahui kesedihan juga pernah dirasakan oleh putri Rasulullah SAW, Sayyidah Fatimah RA ketika dirinya tidak mampu memberikan baju baru untuk putra-putranya. Putri kesayangan Nabi SAW itu suatu ketika pernah bersedih ketika hari raya tinggal menghitung hari, karena melihat Hasan dan Husein yang bersedih pula karena belum memiliki pakaian baru menjelang hari raya. 

Kita ketahui bersama, bahwa rumah tangga Sayyidah Fatimah RA dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, tidak semewah sahabat-sahabat yang lain. Mereka termasuk barisan keluarga yang tergolong kekurangan di kala itu, sekalipun keluarga Rasulullah SAW.

Kisah Cucu Rasulullah Meminta Baju Lebaran

Alkisah, Hasan dan Husein yang merupakan cucu Rasulullah tidak memiliki pakaian baru untuk lebaran, sedangkan hari raya sebentar lagi datang. Kesedihan mereka berdua nampak begitu jelas ketika melihat teman-teman seusia mereka di seluruh penjuru Madinah sudah memiliki pakaian baru untuk menyambut hari raya. 

Mereka pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai, Ibu! Anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian hari raya kecuali kami, mengapa bunda tidak menghiasi kami?”.

Sayyidah Fathimah menjawab, “Baju kalian masih di tukang jahit.” Malam hari raya tiba, sementara pakaian baru belum juga terlihat sehingga dua pemuda itu bertanya lagi kepada ibunya. Sontak Sayyidah Fathimah tak mampu membendung air matanya, dirinya pun menangis karena tidak memiliki uang untuk membeli baju buat kedua buah hatinya itu.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Sayyidah Fathimah menghampiri seraya bertanya, “Siapa?” kata Fatimah.Lalu terdengar jawaban dari balik pintu. “Wahai putri Rasulullah, saya adalah tukang jahit. Saya datang membawa hadiah pakaian untuk kedua putramu.”

Pintu dibuka dan tampaklah seorang membawa bingkisan lalu diberikan kepada Sayyidah Fathimah. Beliau membuka bingkisan tersebut dan di dalamnya terdapat 2 gamis, 2 celana, 2 mantel, 2 sorban dan 2 pasang sepatu hitam yang semuanya terlihat indah. 

Lalu Sayyidah Fathimah memanggil kedua putra kesayangannya dan memakaikan mereka busana indah hadiah tersebut. Kemudian Rasulullah datang dan melihat kedua cucunya sudah rapi mengenakan pakaian baru yang indah.

Dengan senang Rasulullah SAW menggendong keduanya dan menciumi mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Sayyidah Fathimah, 

Apakah engkau melihat sang tukang jahit tersebut?” Sayyidah Fathimah menjawab, “Iya, aku melihatnya.” Lalu Rasulullah menjelaskan, “Duhai putriku, dia bukanlah tukang jahit, melainkan Malaikat Ridwan sang penjaga surga.”

Demikian kisah cucu Rasulullah meminta baju lebaran. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Khutbah Idul Fitri 2023: Menyongsong Kemenangan Idul Fitri  

Saat ini kita tengah berada di akhir Ramadhan. Tak berselang lama lagi kita akan berada di bulan Syawal. Artinya, kita akan menyambut Idul Fitri. Nah berikut judul Khutbah Idul Fitri 2023; menyongsong kemenangan Idul Fitri.

Khutbah I

(اللهُ أَكْبَرُ x9) اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَدْبَرَ. اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَرَ. اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا نَبَتَ نَبَاتٌ وَأَزْهَرَ. وَكُلَّمَا أَوْرَقَ عُوْدٌ وَأَثْمَرَ. وَكُلَّمَا أَطْعَمَ الْقَانِعُ وَالْمُعْتَرُّ. اللهُ أَكْبَرُ… اللهُ أَكْبَرُ… اللهُ أَكْبَرُ… لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ… وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Hadirin Jamaah  pendengar Khutbah Idul Fitri 2023 

Cemas dan harap yang dalam istilah tasawuf disebut khauf dan raja’ adalah dua kualitas penempuh laku spiritual yang mesti dijalankan secara bergandengan. Imam al-Qusyairi menukil perumpamaan yang indah untuk menjelaskan perlunya menyelaraskan antara keduanya dari Abu Ali al-Rudzbari.

الخوف والرجاء هما كجناحي الطائر إِذَا استويا استوى الطير وتم طيرانه وإذا نقص أحدهما وقع فِيهِ النقص وإذا ذهبا صار الطائر فِي حد الْمَوْت.

“Cemas dan harap ibarat sepasang sayap burung. Apabila keduanya selaras, maka burung pun dapat bertengger dan terbang dengan sempurna. Tapi apabila terdapat cacat pada salah satunya, terbangnya pun akan menjadi cacat. Sedangkan apabila kedua sayapnya lenyap, itu artinya burung itu telah tiba di ambang kematian.” (al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyah, 1/260).

Secara pengamalan, al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulum al-Din, menyebut kombinasi khauf dan raja sebagai salah satu syarat batin dari puasa. Al-Ghazali mengatakan;

 السادس أن يكون قلبه بعد الإفطار معلقاً مُضْطَرِبًا بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ إِذْ لَيْسَ يَدْرِي أَيُقْبَلُ صَوْمُهُ فَهُوَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ أَوْ يُرَدُّ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنَ الْمَمْقُوتِينَ وَلْيَكُنْ كَذَلِكَ فِي آخر كل عبادة يفرغ منها

“Syarat batin dari puasa yang keenam yaitu setelah berbuka, hati orang yang berpuasa terpaut dengan rasa pesimis dan optimis. Sebab belum tentu puasanya diterima sehingga ia termasuk golongan orang-orang yang didekatkan dengan Allah. Atau justru puasanya tak diterima lantas ia termasuk kalangan yang dibenci. Hendaklah bersikap demikian setiap kali selesai melakukan ibadah.” (Abu Hamid al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, 1/235).

Hadirin Jamaah  pendengar Khutbah Idul Fitri 2023 

Dalam menghadapi momentum Idul Fitri rasa pesimis dan optimis mestinya juga tidak boleh dikesampingkan. Memang tidak salah menunjukkan rasa bahagia atas hadirnya hari yang mulia ini. Bahkan memang seharusnya. Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari mengungkapkan;  

أَنَّ إِظْهَارَ السُّرُورِ فِي الْأَعْيَادِ مِنْ شِعَارِ الدِّينِ

“Sesungguhnya menampakkan rasa bahagia pada hari-hari Id merupakan syiar agama,” (Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, 2/433).

Akan tetapi, ingar-bangar Idul Fitri dengan aneka suguhan dan makanan lezat, juga riasan dan busana istimewa berpadu suasana hangat berkumpul dengan sanak keluarga dan orang-orang terkasih di hari itu rentan menyeret kita pada euforia.

Alih-alih menjadi cerminan keberhasilan puasa kita, Idul Fitri justru menjadi momentum berfoya-foya; melampiaskan hawa nafsu yang diredam selama sebulan penuh. Lupalah kita pada urusan akhirat.

Pada momen demikian, tentu yang kita butuhkan adalah pengingat. Nah, dalam rangka itu, Ulama kita khususnya dari kalangan Syafi’iyah menganjurkan agar kita membaca Surah Qaf pada rakaat pertama dan Surah al-Qamar di rakaat kedua salat id, atau Surah al-A’la pada rakaat pertama dan Surah al-Ghasyiyah pada rakaat kedua. Yang mana masing-masing surah tersebut mengandung narasi-narasi tentang dahsyatnya kiamat dan hari akhir.

Abdul Wahhab al-Sya’rani mengatakan bahwa membaca surah-surah tersebut diproyeksikan sebagai reminder (pengingat) agar kita tidak terlena oleh euforia hari raya. Yuris cum mistikus yang hidup pada abad ke-X Hijriyah ini menyatakan, 

فكان قراءة هذه السورة المعينة كالمذكر للعبد لئلا يطول عليه زمن الغفلة عن الله تعالى وعن الدار الأخرة فيموت قلبه أو يضعف

“Membaca surah-surah tertentu tersebut adalah sebagai pengingat bagi seorang hamba. Agar ia tidak terlalu lama lalai dari Allah Ta’ala dan kampung akhirat lantas hatinya mati atau melemah.” (Abdul Wahhab al-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra, 1/213).

Hadirin Jamaah  pendengar Khutbah Idul Fitri 2023 

Dalam beberapa literatur, kita dapat mengambil pelajaran dari generasi salah. Di saat galibnya umat Islam berbahagia menyambut hari raya, sebagian generasi salaf justru merasa sedih. Alih-alih bergembira ria, sebagian mereka justru tampak murung karena akan berpisah dengan bulan Ramadhan yang penuh keberkahan. Di samping itu mereka khawatir amal ibadah yang mereka lakukan tidak diterima dan dosa-dosa mereka tidak diampuni. 

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma’arif misalnya, menukil riwayat yang mengisahkan Umar bin Abdul Aziz. Dikisahkan bahwa pada hari Idul Fitri sang Khalifah keluar dari istana. Sang Khalifah pun berkhotbah di hadapan masyarakatnya. 

“Wahai manusia! Kalian telah berpuasa karena Allah sebulan penuh. Kalian juga telah menghidupkan malam Ramadhan selama tiga puluh malam. Hari ini kalian keluar seraya berharap agar Allah menerima amal ibadah kalian semua. Ketahuilah bahwa sebagian generasi salaf justru tampak bersedih ketika hari Idul Fitri. 

Lantas sebagian mereka itu ditanya, ‘Bukankah ini hari berbahagia dan suka cita?’ Sebagian mereka pun menjawab, ‘Kalian benar ini adalah hari berbahagia. Namun aku hanya seorang hamba yang oleh Tuhanku diperintahkan untuk beramal untuk-Nya. Sementara aku tak tahu apakah amal diterima’” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, 209).

Hampir serupa dengan kisah dalam riwayat di atas, Ibn al-Jauzi dalam al-Tabshirah menukil kisah Shalih bin Abdul Jalil. Disebutkan bahwa ketika Idul Fitri tiba, Shalih bin Abdul Jalil mengumpulkan keluarganya. Ia duduk di tengah mereka sembari menangis. Saudara-saudaranya mengherankan mengapa ia bersedih padalah ini adalah hari bergembira. 

Shalih bin Abdul Jalil menjawab, “Kalian benar ini adalah hari bergembira. Tetapi aku hanya seorang hamba yang oleh Tuhanku diperintahkan  beramal untuk-Nya. Aku pun beramal namun aku tak tahu apakah Tuhanku menerima atau menolak amalku. Maka bersedih lebih utama bagiku,” (Ibn al-Jauzi, al-Tabshirah, 2/110).

Namun demikian, bukan berarti kita juga harus dilahap kesedihan. Sebab idealnya kita bisa memadukan perasaan sedih dan gembira secara simultan pada momen hari raya. Sebagaimana diungkapkan al-Sya’rani,

الكامل من شرطه أن يجمع بين الفرح والحزن معا في يوم العيد 

“Yang purna adalah memadukan senang dan sedih di hari Id”. (Abdul Wahhab al-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra, 1/213)

Dan terahir, semoga puasa yang kita lakukan selama satu bulan penuh di terimah oleh Allah Saw. Perlakuan atau pekerjaan baik seperti tadarus, tarawih dan lainnya menjadi tambahan dari pahala yang sudah kita dapat atau paling tidak menjadi penembel dari kesalahan yang telah kita perbuat selama bulan Ramadhan. Dan yang pasti semoga kita bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan berikutnya. Amin amin ya rabb alamin.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسَتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبِلْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِمَّا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ. اللهُ أَكْبَرُ… اللهُ أَكْبَرُ… اللهُ أَكْبَرُ… اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Hak Allah Ta’ala

Hak Allah Ta’ala merupakan hak yang paling utama, wajib (ditunaikan) dan paling agung di antara hak-hak yang lain. Karena hak Allah Ta’ala merupakan hak yang Maha Pencipta, Mahaagung, Maha Penguasa, Maha Pengatur atas segala urusan. Hak pemilik segalanya yang nyata. Yang hidup kekal mengurus makhluk-Nya. Yang dengannya tegak langit dan bumi. Dia pula yang telah menciptakan segala sesuatu, kemudian menetapkan takdirnya dengan kebijaksaannya yang nyata. Hak Allah Ta’ala yang Dia telah menghadirkan Anda (di dunia) dari yang tidak ada dan dari sesuatu yang tidak pernah disebutkan sebelumnya. Hak Allah Ta’ala yang telah mengurus diri Anda dengan memberikan berbagai kenikmatan. Di mana Anda berada di perut ibu dalam 3 tahap kegelapan yang tidak satu pun makhluk yang sanggup memberikan makanan yang bergizi, menjadi sumber perkembangan dan kehidupanmu. Mengalirkan air susu untukmu dari dua payudara. Menghadirkan dua orang tua untukmu. Dia pula yang menyediakan dan mempersiapkan segala sesuatu untukmu. Menyediakanmu dengan kenikmatan, akal, dan pemahaman. Dan mempersiapkanmu dengan mampu menerima itu semua dengan cara memanfaatkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Seandainya anda tertutup dari melihat keutamaan-Nya tersebut walau sekejap mata, pasti anda akan binasa. Seandainya anda terhalang dari kasih sayang-Nya, anda tidak mampu hidup di dunia. Jika demikian besar karunia dan rahmat Allah Ta’ala pada anda, maka sesungguhnya hak-Nya atasmu adalah hak yang terbesar. Karena sesungguhnya hak itu adalah hak penciptamu, pengatur hidupmu, dan penolongmu. Dan Dia tidak menginginkan darimu rezeki dan tidak juga makan.

Allah Ta’ala berfirman,

لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Taha: 132)

Sesungguhnya Allah Ta’ala hanya menginginkan dari anda satu perkara yang maslahatnya juga untuk dirimu sendiri. Allah Ta’ala menginginkan anda agar hanya beribadah kepada Allah Ta’ala semata tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Allah Ta’ala befirman,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَآ أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلْقُوَّةِ ٱلْمَتِينُ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Allah Ta’ala menginginkan anda agar menjadi hamba bagi-Nya dengan segala makna ‘ubudiyah (penghambaan). Karena Dia juga merupakan Rabbmu dengan segala kesempurnaan makna Rububiyah. Menjadi hamba-Nya yang merasa rendah di hadapan-Nya, yang tunduk pada-Nya, mematuhi perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan membenarkan yang dikabarkan-Nya. Karena anda melihat nikmat-Nya bergantian satu per satu pada dirimu secara sempurna. Apakah anda tidak malu kemudian membalas semua nikmat ini dengan kekufuran?

Seandainya ada seseorang yang memiliki keutamaan bagi diri anda, anda sangat malu dan enggan untuk melawannya dengan bermaksiat dan menyelisihinya. Lantas, bagaimana dengan Rabbmu yang seluruh keutamaan dan nikmat padamu tidak lain adalah dari-Nya? Segala bahaya yang dijauhkan darimu adalah dari bagian kasih sayang-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْـَٔرُونَ

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

Ini adalah hak yang Allah Ta’ala wajibkan bagi diri-Nya. Kemudahan bagi mereka yang Allah Ta’ala mudahkan. Karena Allah Ta’ala tidak pernah menjadikan agama ini sulit, sempit, dan sukar. Allah Ta’ala berfirman,

وَجَٰهِدُوا۟ فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦ ۚ هُوَ ٱجْتَبَىٰكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَٰهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعْتَصِمُوا۟ بِٱللَّهِ هُوَ مَوْلَىٰكُمْ ۖ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu. Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini. Supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka, dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al-Hajj: 78)

Sesungguhnya itu adalah akidah yang utama, keimanan yang benar, buah amal saleh, keimanan dengan hal gaib, dan keimanan dengan yang nyata. Sebagai pondasi rasa cinta dan penghormatan. Buah akhirnya ikhlas dan ketekunan.

Salat 5 waktu sehari semalam menjadi sebab Allah Ta’ala hapuskan kesalahan, meninggikan derajat, memperbaiki hati dan keadaan, sesuai kadar seorang hamba dalam ketaatannya. Allah Ta’ala berfirman,

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

Bertakwalah kamu kepada Allah sesuai kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata pada Imran bin Husain, ketika Imran sedang sakit, “Salatlah dalam keadaan berdiri, jika kamu tidak mampu dalam keadaan duduk, jika tidak mampu berbaring.” (HR. Bukhari no. 1117)

Zakat merupakan salah satu jalan bagi pemilik harta untuk menunaikan kebutuhan orang fakir dan miskin, serta ibnu sabil (musafir), gharim dan yang lainnya dari penerima zakat. Allah Ta’ala berfirman,

فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعْتَصِمُوا۟ بِٱللَّهِ هُوَ مَوْلَىٰكُمْ ۖ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ

Maka, dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. Al Hajj: 78)

Puasa di bulan Ramadan. Jika sakit atau safar, maka (puasalah) sebanyak hari yang ditinggalkan tersebut pada hari-hari lain. Jika tidak mampu puasa karena kesulitan yang menetap, maka berilah makan orang miskin sejumlah hari yang tidak berpuasa.

Haji ke baitullah merupakan salah amal saleh bagi yang mampu.

Beberapa hal di atas merupakan pokok-pokok hak Allah Ta’ala. Demikian, semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84452-mengenal-hak-allah-taala.html

Kucing Lucu Ini Memanjat Tubuh Seorang Guru Sedang Memberikan Kajian Hadits

Beberapa pekan lalu, viral video seekor kucing yang memanjat imam saat shalat tarawih. Dalam video tersebut, terlihat sang ustad tetap tenang selama kucing itu berada di atas bahunya.

Kejadiannya terjadi di Aljazair, dan yang ingin saya bagikan kali ini kurang lebih sama tapi terjadi di Malaysia. Beberapa hari lalu seekor kucing telah menaiki tubuh seorang ustaz ketika sedang memberikan kajian ilmu agama.

Dalam video yang tersebar, nampak sang guru (ustad, red) tidak terganggu sedikitpun kehadiran hewan rumahan ini. Ia bahkan tetap tenang dalam menyampaikan materi kajian.  Video ini diunggah oleh akun @syeikhnazrulnasir sendiri.

Sang guru tidak lain adalah Mohd Nazrul, 40, atau lebih dikenal dengan Syeikh Nazrul Nasir. Syekh Nazrul Nasir adalah mudir atau Syekh Zawiyah Nasiriyyah di Pondok An-Zawiyah An-Nasiriyyah di Pedu, Kedah.

Peristiwa ini terjadi saat ia tengah mengajar kitab hadits di masjid pondoknya di Pedu, Kedah, Malaysia. “Kucing juga makhluk ciptaan Allah SWT yang patut untuk dikasihi dan tidak apa-apa jika binatang itu masuk ke dalam rumah Allah (masjid) dan ingin memanjakan kita selama urusan kita tidak terganggu,” ujar Mohd Nazrul Abd Nasir dikutip Harian Metro, Malaysia.

Menyintai Hewan

Nazrul Nasir mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada 31 Maret 2023 lalu dan video tersebut dibagikan oleh pengelola akun TikTok-nya. Menurutnya, kucing yang dimaksud adalah salah satu dari delapan kucing jalanan yang kini tinggal dan mendapat kasih sayang di pondoknya, dan memang sangat dikenal oleh warga di pusat kajian agama tersebut.

“Saat itu saya sedang membaca kitab hadits di masjid pondok kami setelah selesai sholat tarawih bersama para santri. Kucing itu memang ada di masjid dan awalnya dia datang duduk di paha saya (di pangkuan saya) sebelum tiba-tiba dia naik ke bahu,” tambahnya.

“Sebenarnya ada beberapa santri saya yang ingin mengambil kucing itu tetapi saya meminta mereka untuk membiarkannya karena memang saya tidak terganggu dan kucing itu juga tidak mencakar, jadi kami tetap melanjutkan kajian hadits seperti biasa.”

Pria yang pernah belajar dan mengajar di Mesir selama 16 tahun ini mengatakan, sangat mencintai hewan peliharaan Nabi Muhammad ini dan baginya tidaklah salah menunjukkan kasih sayang terhadap kucing yang menunjukkan cintanya kepada manusia.

“Kucing itu memang tinggal di pondok dan banyak kucing lain yang dibuang di sini. Selama ini kami memberi mereka makan, perhatian dan ada yang selalu di masjid, terutama saat jam sholat dan kajian ilmu, “ tambahnya.

Kejadian ini juga sering diterjadi di tempatnya dulu menimba ilmu, di Mesir. Bagaimana guru-gurunya juga membiarkan hewan-hewan itu ikut nimbrung, saat sang guru tengah mengajarkan ilmu.

“Kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya dan ketika saya berada di Mesir, kelas guru saya didatangi seekor kucing. Hewan itu juga datang ke masjid, bahkan ruang belajar,” ujar Anggota Badan Zakat Negeri Kedah tersebut.

Mengomentari lebih jauh, Syekh Nazrul Nasir mengutip sebuah hadits Nabi yang artinya, bahwa kucing tidaklah najis dan sesungguhnya ia merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita.

Ia bahkan mengatakan Nabi Muhammad juga tidak melarang kucing masuk masjid. “Menurut Mazhab Syafii, hewan selain anjing dan babi semuanya suci. Kucing tidak najis jadi kita tidak perlu khawatir jika hewan itu masuk masjid.”

Hanya saja menurutnya, kita perlu memastikan tidak ada kotoran yang dibawa kucing atau yang menempel pada bulunya. “Kita hanya perlu memastikan tidak ada kotoran di tubuh hewan itu.”

Sampai hari ini unggahan video itu telah ditonton lebih dari 200 ibu warganet. Mayoritas kagum dan terhibur unggahan tersebut.*

HIDAYATULLAH

Kewajiban Mengeluarkan Zakat Fitrah; Begini Penjelasannya

Berikut ini penjelasan tentang kewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Zakat fitrah atau disebut juga zakat al-abdan adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam yang masih menututi (masih hidup) di sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal.

Kewajiban mengeluarkan zakat fitrah itu berlaku bagi orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok pada hari itu. Karena itu, sekiranya ada bayi yang lahir setelah maghrib bulan Syawal, maka ia tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya.

Begitu pula, orang yang meninggal sebelum maghrib bulan Syawal juga tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Kewajiban zakat fitrah berlaku bagi orang yang sudah pernah hidup pada sebagian bulan Ramadhan dan Syawal. Misalnya, ada bayi yang lahir sebelum maghrib dan masih hidup sampai setelah maghrib, maka keluarganya wajib membayarkan zakat fitrahnya.

Syahdan, waktu pembayaran zakat fitrah ada lima: pertama, waktu jawaz (boleh) adalah sejak awal bulan puasa. Kedua, waktu wajib adalah sejak tenggelamnya matahari terakhir bulan ramadhan. Ketiga, waktu fadhilah (utama) yaitu pagi hari sebelum pelaksanaan shalat idul fitri.

Keempat, waktu karahah (makruh) yaitu setelah pelaksanaan shalat id sampai tenggelam matahari tanggal 1 syawal; kelima, waktu haram adalah mengakhirkan pembayaran zakat fitrah dari tanggal 1 syawal tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syari’. Namun, meskipun demikian zakat fitrah tetap wajib dikeluarkan sebagai qadha’.

Lalu apa saja bahan dan kadar zakat yang harus dikeluarkan?

Bahan yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fitrah menurut selain hanafiyah harus berupa makanan pokok (makanan sehari-hari) seperti, beras dan jagung. Sedangkan menurut Hanafiyah dan sebagian ashab as-Syafi’i, zakat fitrah boleh menggunakan uang. Kadar yang wajib dikeluarkan menurut Syafi’iyah adalah satu sha’ senilai 2400 gr (+ 2,5 kg). Namun ukuran satu sha’ menurut Hanafiyah lebih tinggi dari pada pendapat ulama yang lain, yakni 3,8 kg.

Dengan demikian, bagi seseorang yang ingin mengeluarkan zakat fitrah menggunakan uang dengan bertaqlid pada madzhab Hanafiyah, maka harus senilai dengan 3,8 kg. Jika harga beras satu kilogram Rp. 10.000, maka ia harus membayarkan zakat fitrahnya sebesar Rp. 38.000,00.

Delapan golongan yang berhak menerima zakat yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallafah qulubuhum, budak, orang-orang yang mempunyai hutang, orang yang berjihad di jalan Allah swt, dan orang yang sedang bepergian. Sebagaimana al-Qur’an surah At-Taubah mengatakan:

اِنَّمَاالصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّـفَةِقُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).

Namun demikian, menurut sebagian ulama, zakat fitrah wajib diberikan hanya kepada fakir-miskin. Tentu saja, dalam konteks Indonesia pendapat ini lebih maslahat ditengah-tengah upaya pemberantasan kemiskinan.

Al-Ghazali mengatakan, bahwa miskin adalah mereka yang pengeluarannya tidak seimbang dengan pemasukannya. Artinya, pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Definisi ini senada dengan definisi yang diungkapkan ulama-ulama lain.

Dengan demikian, boleh jadi orang yang memiliki harta banyak disebut miskin karena kebutuhannya lebih besar dari harta yang tersedia. Sedangkan faqir adalah orang yang lebih parah kondisi ekonominya dibandingkan orang miskin.

Apakah zakat harus dibagikan kepada ashnaf tsamaniyah atau khusus fakir-miskin?

Menurut madzhab Syafi’i, pendistribusian zakat fitrah sama dengan pembagian zakat mal, yaitu didistribusikan kepada delapan kelompok sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an. Akan tetapi, pendapat ini ditolak oleh Ibnu Qayyim. Menurutnya, zakat fitrah itu khusus diberikan kepada fakir-miskin.

Sebab Rasulullah, Sahabat dan generasi sesudahnya tidak pernah memberikan zakat fitrah kecuali kepada fakir-miskin. Pendapat ini adalah pendapat yang lebih shahih, dan juga di dukung oleh mazhab Imam Malik dan salah salah satu riwayat dari mazhab as-Syafi’i.

ويجب صرف جميع الصدقات الى ثمانية اصناف. وهم الفقراء والمساكين والعاملون عليها، والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمون، وفي سبيل الله وابن السبيل… وقال ابو سعيد الاصطخري تصرف زكاة الفطر الى ثلاثة من الفقراء لانه قدر قليل. (الكتاب المجموع ج: 6 ص: 172)

“Wajib mendistribusikan seluruh shadaqah (zakat) kepada delapan golongan, mereka adalah; orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf, budak, orang-orang yang berhutang, orang yang berada di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Abu Said al-Ustuhkhy berkata, bahwa zakat fitrah disalurkan pada tiga orang fakir karena kadar yang sedikit.”

هل تفرق على الاصناف الثمانية؟ وهل يقتصر صرفها على الفقراء والمساكين ام تعمم على الاصناف الثمانية؟

المشهور من مذهب الشافعي:  انه يجب صرف الفطرة الى الاصناف الذين تصرف اليهم زكاة المال، وهم المذكورون في اية: انما الصدقات… الآية. وتلزم قسمتها بينهم بالسوية. وهو مذهب ابن حزم. ورد ابن القيم على هذا الرأي فقال: وكان من هديه صلى الله عليه وسلم تخصيص المساكين بهذه الصدقة، ولم يكن يقسمها على الاصناف الثمانية قبضة قبضة، ولا أمر بذلك، ولا فعله احد من اصحابه، ولا من بعدهم. بل احد القولين عندنا: انه لا يجوز اخراجها الا على المساكين خاصة. وهذا القول ارجح من القول بوجوب قسمتها على الاصناف الثمانية. وعند المالكية: انما تصرف للفقراء والمساكين، ولا تصرف يتوصل بها لبلده، بل لا تعطي الا بوصف الفقر. (فقه الزكاة، ج 2, ص 957)

Apakah zakat fitrah dibagikan pada delapan golongan? Dan apakah pendistribusian zakat fitrah hanya dicukupkan terhadap fakir dan miskin ataukah dibagikan secara merata kepada delapan golongan? Yang masyhur dalam madzhab Syafi’i; bahwasanya zakat fitrah wajib didistribusikan pada golongan yang dalam zakat mal mendapatkan bagian, sebagaimana tertera dalam ayat “innama shadaqatu” dan wajib dibagi secara merata. Ini merupakan madzhab lbnu Hazm.

Sementara Ibnu Qayyim menolak pendapat ini seraya berkata: termasuk dari petunjuk Rasulullah adalah mengkhususkan shadaqah (zakat) pada orang-orang miskin, tidak memberikan shadaqah (zakat) pada delapan golongan secara merata, tidak memerintahkan. Hal itu, tak seorang pun dari sahabat melakukannya, demikian pula orang-orang setelah sahabat.

Akan tetapi, salah satu dari dua pendapat dari kalangan kita, tidak boleh menyalurkan zakat fitrah kecuali kepada orang-orang miskin secara khusus. Pendapat ini lebih unggul orang yang mewajibkan dibandingkan perkataan pembagian zakat pada delapan golongan.

Menurut Malikiyah, zakat fitrah hanya diberikan pada fakir dan miskin, tidak boleh diberikan pada pengurus zakat dan yang lemah imannya, memerdekakan budak, orang yang berhutang, prajurit, dan ibnu sabil yang dapat sampai ke negerinya melalui zakat fitrah, bahkan zakat fitrah tidak dapat diberikan terkecuali memiliki sifat fakir.

Apakah fakir miskin tetap membayar zakat?

Apakah orang yang berhak menerima zakat fitrah juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah? Misalnya, apakah orang miskin yang berhak menerima zakat wajib membayar zakat? Lalu bagaimana jika ternyata yang dikeluarkan dan yang diterima seimbangan?

Jawabannya adalah, bahwa orang fakir-miskin tetap wajib membayar zakat fitrah dengan syarat; pertama, memiliki kelebihan kadar satu sha’ (+2 ½ kg) makanan dari yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, keluarga dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu. Kedua, memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan pokok (primer) lainnya.

وعن ابي هريرة في زكاة الفطر: على كل حر وعبد وذكر وانثى صغير او كبير فقير او غني… وهذا من كلام ابي هريرة ولكن مثله لا يقال بالرأي. وهذه الأحاديث تدلنا على ان هذه الزكاة فريضة عامة على الرؤوس والاشخاص من المسلمين لا فرق بين حر وعبد ولا بين ذكر وانثى ولا بين صغير وكبير بل لا فرق بين غني وفقير ولا بين حضري وبدوي

شرط وجوب الفطرة على الفقير: وشرط الجمهور لإيجاب هذه الزكاة على الفقير ان يكون عنده مقدارها فاضلا عن قوته وقوت من تلزمه نفقته ليلة العيد ويومه وان يكون فاضلا عن مسكنه ومتاعه وحاجاته الاصلية. (فقه الزكاة: ج 2, ص 923)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah tentang zakat fitrah: Wajib bagi setiap orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki, dan perempuan, baik anak kecil atau orang dewasa, fakir atau kaya.

Ini merupakan pendapat Abi Hurairah, akan tetapi selain Abi Hurairah tidak memberikan komentar Hadits ini menunjukkan kepada kita, bahwa zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam, tanpa membedakan antara orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, antara anak kecil dan orang dewasa, bahkan antara yang kaya dan yang miskin, penduduk kota dan desa.

Sementara, syarat wajibnya zakat fitrah bagi fakir: syarat agar orang fakir dikenai kewajiban zakat menurut mayoritas ulama, adalah harus memiliki kelebihan kadar makanan untuk dirinya dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu (hari raya Idul Fitri), memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan-kebutuhan primer. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Saat Mudik Lebih Baik Puasa Atau Tidak? 

Jelang minggu terakhir puasa, Indonesia tengah diramaikan dengan arus mudik. Sebagian umat muslim, khususnya bagi kaum perantauan, mudik merupakan tradisi rutinan jelang lebaran. Lantas saat mudik lebih baik puasa atau tidak?

Mudik sendiri di Indonesia sudah membudaya, dimana orang-orang yang merantau ke kota baik untuk kerja maupun sekolah berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halaman dengan harapan bisa berkumpul dengan sanak saudara di hari Raya Idul Fitri nantinya. Namun seringkali jelang lebaran harga tiket sejumlah transportasi umum meroket jauh lebih mahal dari hari-hari biasa.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan sejumlah warga perantauan menjadi dilema akan mudik atau tidak nantinya. Untungnya sejumlah komunitas daerah ataupun lembaga sering kali menawarkan opsi mudik gratis tapi tentu saja dengan fasilitas ala kadarnya. 

Tak jarang kaum perantauan yang hanya sering kali dibuat dilema terkait agenda mudiknya. Ada yang takut di perjalanan tidak kuat berpuasa, ada yang merasa sayang kalau sampai tidak jalankan ibadah puasa Cuma perkara mudik! Nah dari kerisauan tersebut mari kita coba ulik bagaimana sih hukum puasa bagi orang-orang yang akan menempuh perjalanan mudik! 

Hukum sengaja membatal puasa saat mudik atau pulang kampung seringkali menjadi pertanyaan tiap menjelang Lebaran atau Idul Fitri. Umumnya mudik memerlukan perjalan panjang dan tentunya memakan waktu berjam-jam tak jarang membuat tubuh lelah, lapar, dan dehidrasi. 

Bahkan tak sedikit pemudik yang kemudian memilih untuk membatalkan puasanya. Imam Syafi’i berpendapat bahwa musafir boleh membatalkan puasanya jika menempuh perjalanan minimal 80 km. Kemudian Imam Hanafi jarak tempuh minimalnya adalah 5 km. Sedangkan Imam Maliki berpendapat penetapan jaraknya adalah 88 km untuk membatalkan puasa.

Salah satu ulama Indonesia KH Maman Imanul Haq Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan, pernah berpesan bahwa seorang musafir pada bulan Ramadhan boleh membatalkan puasanya apabila menemui kondisi-kondisi tertentu. 

Misalnya saja jika dalam suatu perjalanan (mudik) tersebut dapat membahayakan kesehatan atau mengancam keselamatan pengendara. Akan berbahaya jika pengendara atau seseorang yang dalam perjalanan tersebut mengalami dehidrasi sehingga kehilangan fokus saat menyetir. 

Atau mungkin bagi pemudik yang menggunakan transportasi umum seperti bus, karena perjalanan yang melelahkan ketika orang tersebut sakit (mabuk perjalanan) maka dibolehkan untuk batalkan puasa. Sebagaimana dalam Al Quran disebutkan :

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. 

Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 183).

Dari ayat di atas, sudah jelas bahwa untuk para pemudik diperbolehkan untuk membatalkan puasanya ketika benar-benar merasakan perjalanannya itu berat, tidak kuat ataupun sampai sakit, maka ia dapat mengganti puasanya di lain hari. Seorang muslim tetap harus melunasi puasa yang ia batalkan selama Ramadhan.

Akan tetapi, kalau pemudik pakai mobil yang mewah atau kendaraan yang nyaman, sejumlah ulama menyarankan untuk tetap berpuasa. Karena, dengan demikian, seseorang akan mendapat dua pahala sekaligus. 

Yakni pahala karena menjalankan kewajiban berpuasa, dan menikmati kesabaran yang diberikan Allah SWT padanya. Oleh karena itu, jika mampu maka berpuasa dalam perjalanan, dan nikmati kesabaran. Dengan begitu, semoga Allah SWT mencintai kita.

Demikian penjelasan terkait saat mudik lebih baik puasa atau tidak? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kemenkes Sampaikan Kiat Atur Minum bagi Petugas dan Jamaah Haji

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Liliek Marhaendro Susilo menyampaikan kiat mengatur minum untuk menghindari dehidrasi serta mencegah beser bagi petugas dan jamaah haji.

“Ada caranya, tekniknya, yaitu satu menit satu teguk, sehingga dalam satu jam bisa 200 mililiter air,” kata Liliekkepada peserta Bimbingan TeknisTerintegrasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (11/4) malam.

“Kalau minumnya langsung banyak, berpotensi selalu ingin ke belakang, ke toilet, padahal jauh. Makanya, per teguk tapi sering,” katanya.

Liliek menyampaikan bahwa petugas dan jamaah haji butuh banyak minum karena cuaca Arab Saudi pada masa pelaksanaan ibadah haji tahun2023 diprakirakan panas dengan suhu hingga 48 derajat Celsius atau lebih.

Tingkat aktivitas yang tinggi dalam cuaca panas dan di antara banyak orang pada pelaksanaan ibadah haji dapat meningkatkan risiko jamaah haji mengalami gangguan kesehatan.

Dalam kondisi yang demikian, anggota jamaah yang berusia lanjut serta memiliki penyakit juga akan semakin rentan.

Oleh karena itu, pemerintah menggerakkan petugas haji untuk mengampanyekan aksi minum tanpa menunggu haus serta minum obat secara teratur bagi anggota jamaah haji dengan risiko kesehatan tinggi.

Liliek juga berpesan kepada jamaah haji untuk mengatur penggunaan energi agar bisa menunaikan ibadah haji secara optimal.

Dia menyarankan jamaah haji menghemat energi dengan mengurangi ibadah sunah selama pelaksanaan ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Liliek meminta petugas haji memantau kondisi kesehatan jamaah serta memperhatikan kondisi kesehatan anggota jamaah dalam merencanakan kegiatan.

“Kami meminta petugas kesehatan dan pembinaan pembimbing ibadah agar melihat secara hati-hati kondisi jamaah. Jangan semua jamaah diberlakukan sama dalam hal aktivitas. Sebaiknya aktivitas fisik jamaah disesuaikan misal membutuhkan kursi roda,” katanya.

Selain itu, mengingat menurut data pemerintah sekitar 70 persen dari 221 ribuan anggota jamaah haji Indonesia tahun 2023 punya risiko kesehatan, Liliek meminta petugas kesehatan minimal tiga kali sepekan memeriksa kesehatan anggota jamaah haji.

“Ada 50 (anggota) jamaah setiap kloter yang harus diperhatikan dan tiga kali seminggu dilakukan medical check up (pemeriksaan kesehatan),” katanya.

IHRAM

Ulama Nigeria Imbau Calon Jamaah tidak Berhaji dengan Utang

Seorang ulama di Nigeria, Syekh Ibrahim Yusuf, mendesak umat Islam tidak mengambil pinjaman untuk mengunjungi Tanah Suci karena bertentangan dengan perintah agama.

Dilansir di Vanguard, Ahad (16/4/2023), Syekh Yusuf mengatakan hal ini pada Kuliah Ramadhan yang diselenggarakan oleh Jaringan Wanita Muslim Profesional di Lagos.

Dalam ceramah bertajuk “Islam adalah Agama yang Lengkap”, Syekh Yusuf mengatakan tidak perlu bagi umat Islam meminjam atau mengambil pinjaman untuk menunaikan haji.

Yusuf mengatakan sudah menjadi norma di masyarakat saat ini bahwa orang ingin melakukan lebih dari kemampuannya untuk pamer. Beliau mengatakan tidak ada yang baru dalam Islam karena agama ini lengkap dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Banyak orang mengalami tekanan di masyarakat karena mereka mengambil pinjaman dari bank keuangan mikro dan tidak dapat membayar kembali.

“Untuk beribadah kepada Allah atau pergi haji, itu jika mampu. Jangan mengambil pinjaman karena itu, ini tidak dapat diterima. Islam sebagai agama tidak mewajibkan siapa pun yang tidak mampu. Islam adalah agama yang damai dan lengkap,” ujar dia.

Ada lima rukun dalam Islam yang harus dipatuhi oleh setiap muslim, tidak ada Tuhan selain Allah, sholat lima waktu, rajin membayar zakat, berpuasa selama Ramadhan dan berhaji (Makkah). “Kunjungan ke tanah suci merupakan salah satu rukun, namun tidak wajib. Itu sukarela jika Anda memiliki biayanya, ”kata ulama itu.

Di sisi lain, ia mendesak semua Muslim yang melewatkan puasa apa pun selama Ramadhan untuk membayarnya sesuai ketentuan. “Anda dibebaskan dari puasa jika Anda sakit, musafir, hamil, ibu menyusui dan jika anda sudah lanjut usia. Anda tidak diharapkan untuk berpartisipasi dalam puasa jika Anda termasuk dalam kategori ini. Tapi, Anda harus mencari waktu di kemudian hari untuk mengganti hari-hari yang terlewatkan,” ujar dia.

Jangan memaksakan diri untuk beribadah kepada Allah. Banyak orang stres karena pinjaman. Jika Tuhan berkata kita akan pergi ke tanah suci, kita bisa melakukannya.

Allah berfirman, “Agama ini telah Kuselesaikan untukmu dengan mudah, jangan memaksakan diri,” pesannya.

Yusuf mendesak umat Islam mengabdikan diri pada shalat, sedekah dan zakat bahkan setelah Ramadhan. Ramadhan hanya setahun sekali, kita harus beribadah dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah selama periode ini.

“Masa tersebut merupakan masa disiplin diri yang diharapkan terus dilakukan oleh setiap muslim setelah Ramadhan,” jelas dia.

IHRAM

Benarkah Malam ke-27 adalah Malam Lailatul Qadar?

Sebagian orang menyangka bahwa malam lailatul qadar adalah pada malam ke-27 berdasarkan beberapa hadits yang menyebut malam lailatul qadar adalah malam ke-27. Semisal hadits dari Sahabat Ubay bin Ka’ab.  Beliau pernah bersumpah dan berkata,

وَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

“Demi Allah aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yang kita diperintahkan oleh Rasulullah untuk menghidupkannya, yaitu malam kedua puluh tujuh” [1]

Demikian juga hadits dari Mu’awiyah beliau menukil perkataan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻘَﺪْﺭِ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺳَﺒْﻊٍ ﻭﻋِﺸْﺮﻳﻦَ

“Lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh.” [2]

Beberapa dalil lainnya menunjukkan malam lailatul qadar itu secara umum ada di antara 10 malam terakhir, tidak harus malam ke-27. Semisal hadits berikut,

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التمسوها في العشر الأواخر فإن ضعف أحدكم فلا يغلبن على السبع البواقى

“Carilah di sepuluh malam terakhir, apabila tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh malam tersisa.” [3]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pada malam kedua puluh sembilan, kedua puluh tujuh, kedua puluh lima”. [4]

Kompromi dari dalil-dalil tersebut adalah malam ke-27 merupakan malam yang paling diharapkan jatuhnya malam lailatul qadar dan bisa jadi mayoritasnya ada pada malam ke-27.

Syaikh Muhammah bin Shalih Al-‘Ustaimin menjelaskan,

ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺃﺭﺟﻰ ﻣﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻓﻴﻬﺎ، ﻛﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃُﺑﻲّ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ -ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ

“Malam ke-27 adalah malam yang paling diharapkan sebagai malam lailatul qadar, sebagaimana pada hadits Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu”. [5]

Inilah pendapat pertengahan yang mengkompromikan berbagai dalil, karena malam lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya.

Al Imam An-Nawawi berkata,

. ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﺤَﻘِّﻘُﻮﻥَ : ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﺗَﻨْﺘَﻘِﻞ ﻓَﺘَﻜُﻮﻥ ﻓِﻲ ﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺳَﺒْﻊ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ، ﻭَﻓِﻲ ﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺛَﻠَﺎﺙ ، ﻭَﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺇِﺣْﺪَﻯ ، ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔ ﺃُﺧْﺮَﻯ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺃَﻇْﻬَﺮ . ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺟَﻤْﻊ ﺑَﻴْﻦ ﺍﻟْﺄَﺣَﺎﺩِﻳﺚ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ ﻓِﻴﻬَﺎ

“Menurut para ulama peneliti: lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya. Terkadang pada satu tahun terjadi pada malam ke-27, terkadang pada malam ke-23, atau pada malam ke-21, atau di malam lainnya. Inilah pendapat yang lebih kuat karena mengkompromikan berbagai hadits-hadits yang ada.”[6]

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, 

ﺃﺭﺟﺢ ﺍﻷﻗﻮﺍﻝ ﺃﻧﻬﺎ ﻓﻲ ﻭﺗﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﺧﻴﺮﺓ ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﻨﺘﻘﻞ

“Pendapat terkuat bahwa lailatul qadar pada malam ganjil 10 hari terakhir dan berpindah-pindah. [7]

Demikian semoga bermanfaat.

@ Masjid MPR, Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Muslim

[2] HR. Abu Daud

[3] HR. Bukhari & Muslim

[4] HR. Bukhari

[5] Sumber:
http://www.alukah.net/sharia/0/58346/

[6] Lihat Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi

[7] Lihat Fahul Baari

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/40287-benarkah-malam-ke-27-adalah-malam-lailatul-qadar.html

Melawan Nafsu

Menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Oleh AUNUR ROFIQ

Ada ungkapan bahwa orang cerdas adalah yang menaklukkan nafsunya dan berbuat untuk kehidupan sesudah mati. Dan orang bodoh adalah yang memperturutkan nafsu pada hasrat sambil berharap kepada Allah SWT.

Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin (Peringatan bagi Orang yang Lalai) karya Abu Laits As-Samarqandi, diceritakan kisah penciptaan akal (al-aql) dan nafsu (nafsun atau nufusun). Saat penciptaan keduanya, akal menyadari sebagai hamba ciptaan-Nya dan nafsu memiliki karakter yang degil, keras, dan membangkang kepada Allah SWT.

Ingatlah selalu saat akan melakukan suatu perbuatan, apakah perbuatan ini dikerjakan karena nafsu? Jika nafsu condong ke perbuatan maksiat dan syahwatnya begitu kuat, maka bersungguh-sungguhlah mengalihkan nafsu dari perbuatan tersebut. Jika nafsu yang berhasil mengalahkan serta membelenggu pikiran dan hati, maka sungguh-sungguhlah menarik diri dan beristighfar.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya. Bertobat dengan menyesali kelalaian untuk menaati Allah SWT, bertekad tidak mengulangi perbuatan itu pada masa mendatang, dan menyingkirkan diri dari perbuatan maksiat.

Salah satu contoh langkah Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuk introspeksi atas perbuatannya dan berharap perbuatan selanjutnya semakin baik. Beliau melakukan introspeksi malam demi malam.

Jika seseorang itu pemimpin dan berbuat zalim pada pagi dan siang hari, hendaknya segera meminta maaf pada orang yang dizalimi, jika itu memungkinkan. Dengan introspeksi ini, seseorang yang telah berbuat salah dan dilandasi nafsu, maka hal itu bisa dihindari.

Ada empat tingkat jihad melawan hawa nafsu –menurut Syekh Izzuddin bin Abdussalam.

Pertama, mempelajari agama. Buah dari mempelajari agama adalah seseorang menjadi beriman. Sesungguhnya iman kepada Allah SWT merupakan benteng untuk melawan segala sesuatu yang berbau haram dan kemaksiatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang pezina berzina ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, mengamalkan ilmu. Nafsu itu jika dilakukan pada tempat yang halal, maka pahala buahnya, dan juga sebaliknya. Untuk bisa mengetahui agar nafsu pada tempat halal adalah dengan ilmu.

Ketiga, mengajarkan orang yang tidak tahu. Memang bagi seorang hamba yang tidak banyak tahu akan sulit membedakan langkahnya apakah didorong oleh hawa nafsu atau tidak?

Keempat, menyeru untuk mengesakan Tuhan. Nafsu merupakan musuh terbesar, karena ia ada dalam diri dan selalu mendapatkan bisikan setan. Hal ini seperti diungkap dalam hadis.

Abu Malik Al Asyari meriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki.” (HR al-Baihaqi).

Mengendalikan hawa nafsu dapat kita lakukan, di antaranya dengan hal berikut.

Pertama, berpuasa. Dengan menjalankan puasa, wajib ataupun sunnah, maka seseorang juga berlatih untuk mengatur hawa nafsunya. Puasa akan membuat seseorang menjadi terlindungi dari kerusakan akibat nafsu syahwat.

Dalam firman Allah SWT pada surah al-Baqarah ayat 183, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaima diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat.

Kedua, perbanyak istighfar. Dengan naiknya nafsu syahwat, maka setan akan semakin menggoda manusia untuk melampiaskan nafsu tersebut kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satunya adalah berbuat zina.

Untuk itu, agar tidak mudah tergoda oleh godaan setan yang terkutuk, perbanyaklah membaca istighfar agar senantiasa ingat dengan-Nya. Dalam surah al-A’raf ayat 200 yang artinya, ”Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat. Setan selalu merongrong dan berkawan dengan nafsu. Saat setan putus asa menggoda orang yang tobat untuk melakukan maksiat nyata, maka ia akan menggodanya untuk melakukan maksiat yang samar yang tidak disadari.

Setan mempunyai sifat selalu berjuang mengajak agar ia mendapatkan kawan di neraka. Saat kita terlintas suatu kebaikan, jangan terburu-buru menyegerakan hingga tahu betul apakah hal itu termasuk perbuatan yang harus disegerakan atau diakhirkan atau ditengahkan oleh Allah SWT.

Jika hal itu mesti disegerakan, maka hendaknya perbuatan itu benar-benar ikhlas dan hanya mengharap Allah SWT.

Ingatlah bahwa setan mendorong sedemikian rupa agar nafsu mendapatkan kenikmatan dan syahwat dunia. Setan merupakan musuh manusia.

Adapun yang meringankan dari bisikan setan adalah dengan membandingkan kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat. Masalahnya, jika seseorang yang tidak beriman pastinya tidak akan bisa merasakan nikmat yang kekal di akhirat.

Bagi orang yang berakal tidak mengutamakan sesuatu yang rendah, sedikit, lagi fana di atas sesuatu yang melimpah lagi kekal. Oleh karena itu menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, sehingga bisa mengendalikan hawa nafsu dan lebih mengutamakan bekal akhirat daripada tergoda kenikmatan dunia.

REPUBLIKA