Ibadiyah: Khawarij Moderat yang Eksis

Ibadiyah adalah sempalan khawarij modern, sempalan minoritas dalam Islam yang sampai sekarang masih eksis. Bagaimana sejarahnya?

SEKTE Ibadiyah adalah sempalan dari Khawarij yang muncul di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Pendirinya bernama Jabir bin Zaid, murid Abdullah bin Abbas RA dan ‘Aisyah RA, istri Nabi Muhammad ﷺ.

Namanya mengacu kepada Abdullah bin Ibad, penerus Jabir. Pada masa itu, Jabir termasuk orang yang menolak Utsman karena dianggap telah melakukan kesalahan besar.

Namun penolakannya berbeda dengan kelompok Khawarij lainnya yang sampai taraf menghalalkan darah Utsman. Jabir tidak setuju dengan sikap seperti itu.

Secara umum, Khawarij menyebut dirinya sebagai ahl al-istiqama (orang-orang yang tetap berada di jalan lurus). Penamaan ini muncul akibat ketidaksetujuan terhadap perjanjian damai antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyyah.

Mereka menyingkir dari konflik keduanya, sehingga mengklaim sebagai satu-satunya kelompok yang lurus. Sementara pihak Ali dan Muawiyyah dinilai sesat.

Meski menolak kedua Sahabat itu, sekte Ibadiyah masih memandang keduanya sebagai Muslim. Ini berbeda dengan Khawarij lainnya seperti al-Muhakkimat yang memvonis keduanya kafir.

Pada masa Umayyah, Ibadi mendapat dukungan penuh karena dianggap sebagai kelompok Khawarij moderat. Pemikirannya dapat digunakan untuk meng-counter Khawarij garis keras. (Imam as-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, hal 120).

Pada masa itu, penganut Ibadi leluasa mengamalkan praktik keagamaannya. Namun setelah Jabir meninggal, tidak ada tokoh Ibadi yang dianggap pro terhadap Dinasti Umayyah.

Penerus Jabir, Abdullah bin Ibad, malah memberontak kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Umayyah. Akibatnya, mereka diusir dan lari ke Oman, Hadramaut (Yaman), Zanzibar (Afrika), dan Khurasan.

Beberapa Pandangan

Dalam masalah teologi, aliran Ibadi banyak dipengaruhi Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat.

Ini berbeda dengan pemahaman mayoritas umat Islam (Sunni) bahwa Allah bisa dilihat di akhirat. Pengaruh Mu’tazilah yang lain dalam Ibadi yaitu keyakinan bahwa  seseorang akan kekal di neraka, meski dia Muslim. (Adil Salahi, Pioneer of Islamic Scholarship, hal 147).

Sedangkan Sunni berpendapat bahwa orang Muslim yang masuk neraka, dengan izin Allah SWT bisa dipindah ke surga.

Namun ada hal yang membedakan Ibadi dan Mu’tazilah, yaitu tentang kehendak Allah SWT. Mu’tazilah berpendapat bahwa kehendak manusia bersifat bebas, sedangkan Ibadi berpendapat Allah adalah Pencipta dan Pengatur semua tindakan manusia. Ini sama dengan pendapat Sunni.

Berkaitan dengan dosa besar, Ibadi berbeda dengan kelompok Khawarij pada umumnya. Khawarij memandang pelaku dosa besar menyebabkannya keluar dari Islam, sedangkan Ibadi membagi manusia ke dalam dua golongan yaitu kufur nikmat dan kufur syirik.

Kufur nikmat yaitu orang Muslim yang tidak mengikuti aliran Ibadi. Mereka dianggap mengingkari nikmat.

Dengan kata lain, orang Islam yang menyalahi ajaran Ibadi dihukumi kafir, tapi bukan kafir musyrik. Karena itu masih diperbolehkan mengawini wanita kelompoknya, boleh saling mewarisi, dan tidak boleh diperangi.

Sedangkan kufur syirik ditujukan kepada kaum non-Muslim yang tidak beriman dan berislam.

Ibadi juga tidak mewajibkan shalat Jumat. Kewajiban tersebut dinilai hanya berlaku di kota-kota besar yang terjamin nilai-nilai keadilan.

Selain itu, tidak adanya imam dari Ibadi yang memimpin shalat Jumat juga menjadi alasan. Imam dari kelompok lain yang menyampaikan khutbah Jumat dianggap sebagai Muslim kaki tangan penguasa tiran.

Dalam masalah sumber hukum, Ibadi memiliki perbedaan dengan Sunni. Sumber hukum Sunni ada empat, yaitu al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Sementara Ibadi hanya menggunakan tiga sumber pertama, sedangkan qiyas dianggap bid’ah.

Kitab hadits Ibadi banyak diambil dari periwayatan Jabir bin Zaid yang juga diakui oleh para perawi Sunni. Kitab haditsnya yang terkenal adalah Musnad ar-Rabi ibn Habib, sebagaimana yang disusun kembali oleh Abu Ya’qub Yusuf bin Ibrahim al-Warijlani.

Isi kitab tersebut sebagian besar sama dengan kitab hadits Sunni. Namun ada beberapa isinya yang tidak dikenal oleh ulama Sunni, kemungkinan besar karena penisbatan secara khusus kepada jalur Ibadi.

Metode menentukan keshahihan Hadits secara umum sama dengan metode ulama Sunni. Hanya saja mereka berpendapat bahwa beberapa hadits diubah setelah masa kekuasaan dua khalifah pertama.

Dalam istinbath hukum, kaum Ibadi agak longgar. Misalnya tidak menerapkan hukuman rajam, karena hukum tersebut tidak tercantum dalam al-Qur’an.

Ini berbeda dengan Sunni dan Syiah yang mengakui dan memberlakukan hukum rajam.

Perkembangan

Secara resmi, aliran ini digunakan oleh Pemerintah Oman. Sultan Qaboos bin Said al-Said yang menjadi penguasa Oman sejak tahun 1970 dan menjadi pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah, adalah pengikut sekte Ibadiyah.

Penganut Ibadi di Oman mencapai 75%. Selebihnya ada di Zanzibar, Tanzania, pegunungan Nafusa di Libya, Mzab di Aljazair, dan Pulau Djerba di Tunisia.

Ibadiyah dewasa ini punya cukup banyak tokoh yang popular. Misalnya Ahmad bin Hamad al-Halili, Moufdi Zakaria, Sulaiman al-Barouni, dan Nouri Abusahmain.

Meski berasal dari Khawarij yang senang mengkafirkan kelompok lain, kaum Ibadi mementingkan ukhuwah Islamiyah daripada bermusuhan karena perbedaan mahzab atau aliran. Ini tidak lepas dari keyakinan mereka bahwa kebenaran sebuah hukum hanya Allah SWT yang menentukan.

Hasilnya, Oman diakui sebagai negara yang sangat kuat dalam memelihara hubungan harmonis antar mazhab. Oman juga dikenal toleran dalam hubungan Muslim dengan non-Muslim.

Meski Ibadiyah menjadi mazhab resmi Kesultanan Oman, ada banyak kelompok Islam dan agama yang hidup di negeri tersebut. Karena itu tidak mengherankan jika Global Peace Index menempatkan Oman sebagai salah satu negara yang damai, toleran, dan ramah dengan aneka ragam aliran dan agama.*/Bahrul Ulum, artikel pernah dimuat di Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Haji Ramah Lansia, Kemenag Ingatkan Petugas Dua Hal Ini

Tema Haji Ramah Lansia menjadi hal utama yang diusung Kementerian Agama (Kemenag) dalam pelaksanaan haji tahun ini. Tema tersebut diambil mengingat jumlah jamaah lanjut usia (lansia) mencapai 30 persen dari keseluruhan.

Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar Ali menegaskan tema Haji Ramah Lansia ini tidak sebatas menjadi slogan. Menurutnya, layanan terhadap lansia dapat diwujudkan dalam layanan nyata di lapangan.

“Meski ada petugas layanan lansia, namun harus ditekankan semua petugas pada dasarnya adalah petugas ramah lansia,” Ujar Nizar dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Senin (17/4/2023).

Terkait dengan tema tersebut, Nizar pun mengatakan para petugas harus memperhatikan dua hal utama. Pertama, tersedianya sarana prasarana serta fasilitas penyelenggaraan ibadah haji, yang mendukung kebutuhan serta memenuhi hak lanjut usia.

Selanjutnya, perlindungan dan pendampingan jamaah haji lansia yang mengalami keterbatasan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi.

Setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Terintegrasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, ia berharap para petugas dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Para petugas diminta mendalami lebih jauh dan mencari informasi-informasi penting, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas di lapangan nanti.

Tidak hanya itu, melalui bimtek itu juga ia berharap komitmen layanan petugas yang dibangun secara bersama-sama dan sudah menjadi komitmen layanan PPIH Arab Saudi tahun 1444H/2023M, dapat dilaksanakan dengan baik selama bertugas di Arab Saudi.

Senada dengan Nizar, Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menyampaikan petugas mempunyai tugas yang berat untuk mempertahankan prestasi atas indeks pelayanan tahun lalu dengan nilai yang cukup tinggi. “Alhamdulillah selama mengikuti bimtek, para petugas telah menunjukkan progres pemahaman terhadap semua layanan dan artinya susah siap melayani jemaah,” kata Arsad. 

IHRAM

Meninggal di Bulan Ramadhan, Apakah Langsung Masuk Surga?

Di antara yang sering dijadikan pertanyaan masyarakat ialah meninggal di bulan Ramadhan, apakah langsung masuk surga? Pasalnya, masuk surga merupakan cita-cita setiap muslim, hatta orang yang tidak terlalu saleh pun juga mendambakannya.

Semuanya berbondong-bondong mengamalkan ibadah agar bisa masuk surga, hanya saja perlu diketahui bahwasanya amal ibadah merupakan kunci untuk mengetuk anugerah Allah untuk masuk surga. 

Meninggal di Bulan Ramadhan, Langsung Masuk Surga?

Beredar di kalangan masyarakat terkait keutamaan meninggal di hari-hari tertentu, apakah yang demikian ini benar adanya? Imam al-Suyuthi memiliki karya khusus terkait kematian, dalam salah satu sub bahasannya, beliau mengamini opini yang beredar di masyarakat. Dalam bab waktu yang bagus untuk meninggal, beliau meriwayatkan beberapa hadis. Antara lain;

وَأخرج أَبُو نعيم عَن إِبْنِ مَسْعُود قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من وَافق مَوته عِنْد إنقضاء رَمَضَان دخل الْجنَّة وَمن وَافق مَوته عِنْد إنقضاء عَرَفَة دخل الْجنَّة وَمن وَافق مَوته عِنْد إنقضاء صَدَقَة دخل الْجنَّة

“Abu Nu’aim meriwayatkan bahwasanya Abdullah Bin Masud mendengar Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang meninggal di penghujung bulan Ramadhan, hari Arafah, dan saat bersedekah, niscaya ia akan masuk surga”

وَأخرج أَحْمد عَن حُذَيْفَة قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من قَالَ لَا إِلَه إِلَّا الله إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بهَا دخل الْجنَّة وَمن صَامَ يَوْمًا إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بِهِ دخل الْجنَّة وَمن تصدق بِصَدقَة إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بهَا دخل الْجنَّة

” Imam Ahmad meriwayatkan dari hudzaifah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang mengucapkan kalimat tahlil di akhir hayatnya niscaya ia akan masuk surga dan barang siapa yang Meninggal saat bersedekah niscaya ia juga masuk surga”.

وَأخرج الديلمي عَن عَائِشَة رَضِي الله عَنْهَا قَالَ قَالَت رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من مَاتَ صَائِما أوجب الله لَهُ الصّيام إِلَى يَوْم الْقِيَامَة

Addailami meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwasanya Rasulullah bersabda barangsiapa yang meninggal saat berpuasa, niscaya Allah akan mengijabahinya hingga hari kiamat. 

وَأخرج أَبُو نعيم عَن جَابر قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من مَاتَ لَيْلَة الْجُمُعَة أَو يَوْم الْجُمُعَة أجِير من عَذَاب الْقَبْر وَجَاء يَوْم الْقِيَامَة وَعَلِيهِ طَابع الشُّهَدَاء

Abu nuaim meriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah SAW bersabda bareng siapa yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat niscaya ia akan selamat dari azab kubur. Dan ia di hari kiamat akan mendapat stempel sebagai orang yang syahid. 

وَأخرج حميد فِي ترغيبه من طَرِيق سعد بن طريف عَن أبي جَعْفَر قَالَ لَيْلَة الْجُمُعَة غراء ويومها يَوْم أَزْهَر من مَاتَ لَيْلَة الْجُمُعَة كتب الله لَهُ بَرَاءَة من عَذَاب الْقَبْر وَمن مَاتَ يَوْم الْجُمُعَة أعتق من النَّار

Syekh Hamid dalam kitabnya yang berjudul at tarhib meriwayatkan sebuah hadis dari jalur Saad Bin Thariq yang bersumber dari Abu Ja’far bahwasanya barangsiapa yang meninggal pada malam Jumat maka Allah akan menyelamatkannya dari azab kubur dan barang siapa yang meninggal di hari Jumat niscaya Allah akan membebaskannya dari api neraka. 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya meninggal dalam beberapa waktu tertentu bisa menjadi modal menuju surga, keterangan ini disarikan dari  karyanya Imam Al-Suyuthi yang berjudul Syarh al-Shudur bi Syarh hal al-Mauta wa al-Quburhalaman 306.

Demikian penjelasan terkait meninggal di bulan Ramadhan, apakah langsung masuk surga?Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Zakat Fitrah Menggunakan Beras Kualitas Rendah

Salah satu kewajiban seorang muslim adalah membayar zakat fitrah, tetapi akibat dari melonjaknya harga membuat sebagian orang tidak mampu membeli beras kualitas tinggi dan membayarkan beras dengan kualitas rendah. Lantas, bagaimanakah hukum zakat fitrah menggunakan beras kualitas rendah?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan bahwasanya syarat bahan makanan yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah harus tidak mengandung cacat karena akan diberikan kepada orang lain, bahkan bila mengeluarkannya dengan kualitas yang mutunya paling utama maka ini adalah yang lebih baik.

Sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar Juz 1, halaman 189 berikut,

وَاعْلَم أَن شَرط الْمخْرج أَن لَا يكون مسوساً وَلَا معيبا كَالَّذي لحقه مَاء أَو نداوة الأَرْض وَنَحْو ذَلِك كالعتيق الْمُتَغَيّر اللَّوْن والرائحة وَكَذَا المدود. اھ

Artinya : “Ketahuilah, bahwa syarat bahan makanan yang dikeluarkan untuk zakat fitrah harus tidak jelek dan tidak cacat. Seperti bahan makanan yang terkena air atau terkena tanah yang berair dan lain sebagainya. Demikian juga makanan yang sudah berubah warna dan baunya. Demikian juga tidak boleh yang berulat.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa syarat bahan makanan pokok yang boleh untuk zakat adalah yang tidak mengandung cacat karena akan diberikan kepada orang lain, sehingga seseorang diperbolehkan mengeluarkan zakat dengan beras yang berkualitas rendah, apabila masih tergolong layak untuk dimakan dan tidak mengandung cacat.

Meskipun yang lebih utama adalah mengeluarkan zakat fitrah dengan kualitas terbaik. Sebagaimana dalam penggalan beberapa kitab fikih berikut ini; 

و الواجب صاع سليم من العيب من غالب قوت البلد 

Artinya : “Yang wajib adalah mengeluarkan satu sha’ beras yang selamat dari cacat  ”

و يجزئ القوت الاعلى عن القوت الادنى لانه زاد خيرا و لا عكسه لنقصه عن الحق

Artinya : “Dan mencukupi sebagai zakat fitrah makanan pokok berkualitas tinggi sebagai ganti dari makanan kualitas rendah, karena menambah terhadap kebaikan, tidak sebaliknya karena kurangnya dari hak yang wajib dipenuhi.”

Demikian penjelasan mengenai hukum hukum zakat fitrah menggunakan beras kualitas rendah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. 

BINCANG SYARIAH

Fatwa Ulama: Mengapa Disebut “Salat Tarawih”?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatusy syaikh, di antara ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadan adalah salat tarawih. Apa maksud (makna) dari “tarawih” dan tahajud?

Jawaban:

Salat “tarawih” disebut juga dengan “qiyam Ramadan” (salat sunah yang dikerjakan di bulan Ramadan) yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa mengerjakan ‘qiyam Ramadan’ karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

Disebut dengan salat “tarawih” karena kaum muslimin pada zaman dahulu memperpanjang (memperlama) pelaksanaan salat tersebut. Setiap kali mereka salat empat rakaat (dengan dua kali salam), mereka istirahat (استراحوا) sebentar kemudian melanjutkan salat kembali.

Berdasarkan penjelasan tersebutlah dimaknai hadis yang diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا

Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan salat malam di bulan Ramadan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau salat empat rakaat lagi, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau salat tiga rakaat.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Hadis di atas dimaknai dengan salat empat rakaat dengan dua kali salam. Akan tetapi, terdapat jeda (istirahat sebentar, pent.) antara empat rakaat dan empat rakaat berikutnya.

Salat tarawih ini hukumnya sunah yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam salat bersama para sahabatnya selama tiga malam kemudian mengakhirkannya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ

Hanya saja, aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian.” (HR. Bukhari 1129 dan Muslim no. 761)

Hendaknya bagi kaum muslimin untuk tidak meremehkan salat tersebut untuk meraih pahala orang-orang yang mengerjakan qiyam Ramadan, yaitu ampunan atas dosa-dosanya yang telah berlalu. Dan hendaknya kaum muslimin menjaga pelaksanaan salat tersebut bersama imam (tidak mengerjakan sendirian, pent.), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Barangsiapa yang salat bersama imam hingga selesai, diberikan pahala baginya salat selama satu malam.” (HR. Tirmizi no. 806, An-Nasa’i no. 1605, dan Ibnu Majah no. 1327)

Tidak diragukan lagi bahwa terdapat beberapa kesalahan dalam pelaksanaan salat tarawih pada zaman sekarang ini, baik yang dilakukan oleh imam maupun yang selainnya. [1, 2]

Baca juga: Fikih Ringkas Shalat Tarawih

***

@Rumah Kasongan, 20 Ramadan 1444/ 11 April 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Beberapa kesalahan yang terjadi pada saat pelaksanaan salat tarawih telah beliau jelaskan di fatwa yang telah kami terjemahkan sebelumnya di tautan berikut ini:

Inilah Kesalahan yang Dijumpai pada Saat Salat Tarawih (muslim.or.id)

[2] Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 286-287, pertanyaan no. 180.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84338-mengapa-disebut-salat-tarawih.html

Kemenag Ingatkan Jamaah Haji Tidak Bawa Jimat, Hukumannya Berat karena Masuk Sihir

Jamaah haji Indonesia diimbau tidak membawa barang-barang yang dilarang ke Tanah Suci Makkah. Pasalnya, jika tertangkap jamaah haji bisa dikenakan hukuman berat.

Hal ini disampaikan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen PHU Kementerian Agama Subhan Cholid. Ia mengatakan, banyak jamaah haji Indonesia yang kedapatan membawa barang-barang yang dilarang seperti jimat, rokok dalam jumlah besar, dan obat kuat.

“Yang sering dibawa jamaah dan itu dilarang oleh Arab Saudi adalah jimat. Jimat itu bisa kain atau kertas yang ditulis Arab,” kata Subhan Cholid, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (13/4/2023) dikutip laman Sindo.

Menurut Subhan, kasus jamaah haji yang tertangkap karena kedapatan membawa jimat selalu terjadi setiap penyelenggaraan haji. Di Indonesia jimat mungkin dianggap sebagai benda biasa-biasa saja, tetapi di Arab Saudi sangat dilarang karena masuk kategori sihir.

“Mohon kepada jamaah sekalian hal-hal itu ditinggalkan saja. Sebaiknya ditinggal di rumah dan tidak usah dibawa,” tegasnya.

Subhan menyebut, jimat di Arab Saudi, sudah dianggap mendekati syirik. Perbuatan syirik atau sihir di Arab Saudi itu bisa dikenakan pidana.

Bahkan, bisa dikenai hukuman maksimal yakni hukuman mati. “Berangkat niatkan untuk ibadah haji serahkan kepada Allah yang akan memberikan perlindungan,” katanya.

Subhan mengakui, tidak bisa memantaunya secara langsung. Sebab, jimat dibuat bukan dari bahan yang dilarang. “Ya biasanya kertas, ada beberapa tulisan dan biasanya disimpan di tempat yang tak lazim. Dimasukkan dalam sabuk, dompet atau lainnya,” tambahnya.

Selain jimat, kata Subhan, baramg lainnya yang juga dilarang adalah rokok. Menurut dia, banyak jamaah haji Indonesia yang membawa rokok di luar batas normal atau batas kewajaran.

“Bawa rokok tidak dilarang. Tapi ketika terlalu banyak bawa rokok sampai satu koper lebih itu tetap dilarang dan bisa dikenakan pasal penyelundupan,” katanya.

Untuk itu dia mengimbau kepada jamaah agar membawa rokok secukupnya saja. Sebab jika bawa terlalu banyak bisa dikenai pasal penyelundupan.

“Semisal satu hari konsumsi rokok satu bungkus, dan estimasi di sana itu 41 hari ya bawa 2 atau 3 slop. Itu masih dalam batas wajar,” sambungnya.

Subhan menambahkan, selain jimat dan rokok hal lainnya yang dibawa jamaah ke Tanah Suci adalah obat kuat.

“Sebaiknya bawa barang – barang yang sudah direkomendasikan pemerintah saja, agar aman dan bisa fokus menunaikan ibadah haji di Tanah Suci,” tutupnya.*

HIDAYATULLAH

Ayat Seribu Dinar

Ayat seribu dinar, benarkah memiliki keutamaan khusus jika dibaca? Simak penjelasan lengkapnya di artikel berikut.

Keutamaan khusus pada ayat atau surah tertentu

Beberapa ayat atau surah dalam Al-Qur’an disebutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan faedah tertentu. Misalnya adalah surah Al-Fatihah yang disebutkan sebagai salah satu rukun salat.

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Tidak sah salat seorang hamba yang tidak membaca surah Al-Fatihah.” (HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394)

Atau ayat kursi yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bisa menjadi sebab masuk surga.

من قرأ دبر كل صلاة مكتوبة آية الكرسي لم يمنعه من دخول الجنة إلا أن يموت

Barangsiapa membaca ayat Kursi setiap selesai salat fardu, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga, kecuali kematian.” (HR. An-Nasai no. 9848)

Para ulama memperbincangkan validitas sanadnya. Akan tetapi, Ibnu Katsir rahimahullah mengonfirmasi validitas sanad hadis ini dengan mengatakan,

فهو إسناد على شرط البخاري

Sanad hadis ini sesuai dengan syarat Imam Bukhari.” (Tafsir Ibn Katsir, 1: 677).

Bahkan Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

مَا تَرَكْتُهَا عَقِيبَ كُلِّ صَلَاةٍ

Aku tidak pernah meninggalkan membaca ayat Kursi setelah salat.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 294)

Begitu pun beberapa keutamaan yang disebutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara khusus untuk beberapa surah atau ayat dalam Al-Qur’an. Dan penyebutan keutamaan ini harus berdasarkan hadis yang sahih.

Tujuan utama Al-Qur’an diturunkan

Akan tetapi, ketiadaan keutamaan khusus tidak lantas menjadikan surah lain tidak utama. Setiap huruf dan ayat dalam Al-Qur’an adalah mulia. Karena tujuan diturunkan Al-Qur’an oleh Allah ‘Azza Wajalla adalah agar seseorang bisa mengamalkan dan menadaburinya. Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan,

إنما نزل القرآن ليعمل به ، فاتخذ الناس قراءته عملا

Sesungguhnya Al-Qur’an turun agar diamalkan. (Namun disayangkan, sebagian) manusia menjadikan pengamalan Al-Qur’an sekedar bacaan saja.” (Akhlaq Hamalat Al-Quran, hal. 38).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يؤتى بالقرآن يوم القيامة وأهله الذين كانوا يعملون به تقدمه سورة البقرة، وآل عمران

Al-Qur’an akan didatangkan di hari kiamat bersama ahlinya yaitu orang-orang yang beramal dengannya. Dan yang pertama kali adalah surah Al-Baqarah dan Ali Imran.” (HR. Muslim no. 1338)

Allah ‘Azza wajalla berfirman,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai fikiran mendapat pelajaran.” (QS. Sad: 29)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah mengatakan,

هذه الحكمة من إنزاله، ليتدبر الناس آياته، فيستخرجوا علمها ويتأملوا أسرارها وحكمها، فإنه بالتدبر فيه والتأمل لمعانيه، وإعادة الفكر فيها مرة بعد مرة، تدرك بركته وخيره، وهذا يدل على الحث على تدبر القرآن، وأنه من أفضل الأعمال، وأن القراءة المشتملة على التدبر أفضل من سرعة التلاوة التي لا يحصل بها هذا المقصود.

Inilah hikmah Al-Qur’an diturunkan, agar manusia merenungi dan menghayati ayat-ayat di dalamnya, mengurai kandungan, dan merenungi hikmah atau rahasia tentangnya. Sesungguhnya dengan cara menghayati kandungan maknanya, berusaha untuk mengulang-ulang perenungan, niscaya akan kau dapati keberkahan dan kebaikannya. Dan ini menunjukkan motivasi agar seseorang semangat dalam menadaburi Al-Qur’an. Sungguh hal tersebut (tadabur Al-Qur’an) adalah sebaik-baik amalan. Membaca Al-Qur’an disertai dengan menghayati (tadabur) maknanya itu lebih baik dibandingkan dengan membaca cepat tanpa perenungan (tadabur).” (Tafsir As-Sa’diy)

Ayat Seribu Dinar?!

Bagaimana dengan ayat yang sering orang sebut dengan ayat seribu dinar? Yaitu firman Allah ‘Azza wajalla,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan Allah berikan jalan keluar dan Allah berikan ia rezeki dari arah yang tidak disangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Adakah keutamaan khusus ayat seribu dinar? Kami tidak menjumpai hadis ataupun kitab tafsir para ulama yang menyebutkan bahwa ayat seribu dinar ini jika diamalkan secara khusus dengan tata cara tertentu bisa mengentaskan kesulitan seseorang. Namun, selama seseorang bertakwa kepada Allah, maka Allah Ta’ala akan bebaskan ia dari segala kesulitan, baik dunia maupun akhirat.

Ketika Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma melewati ayat 2 dalam surah Ath-Thalaq, beliau mengatakan,

ينجيه من كل كرب في الدنيا والآخرة

Allah ‘Azza wajalla akan membebaskannya dari setiap kesulitan dunia dan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 146).

Rabi’ bin Haitsam rahimahullah mengatakan,

“Maksud dari ayat (يجعل له مخرجا) adalah (akan dibebaskan) dari seluruh kesulitan yang dianggap menghimpit oleh manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 146).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,

ومن يتق الله فيما أمره به، وترك ما نهاه عنه، يجعل له من أمره مخرجا، ويرزقه من حيث لا يحتسب، أي: من جهة لا تخطر بباله

(Maksud adalah) barangsiapa bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, maka Allah akan berikan jalan keluar untuk hamba tersebut dan memberi rezeki dari arah yang sebelumnya tidak disangka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8: 146)

Maka, tanpa harus seseorang membacanya dengan tata cara tertentu atau hitungan tertentu, ia akan mendapat jalan keluar dengan syarat bertakwa kepada Allah dan beramal saleh. Sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

من أكثر من الاستغفار جعل الله له من كل هم فرجا، ومن كل ضيق مخرجا، ورزقه من حيث لا يحتسب

Barangsiapa yang memperbanyak istigfar, maka Allah akan berikan jalan keluar dari segala macam kepayahan dan kesempitan. Dan Allah akan berikan rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR. Ahmad 1: 248)

Justru ketika seseorang membuat aturan baru dalam mengamalkan satu ayat tertentu dengan iming-iming tertentu yang tidak memiliki dasar yang sahih, maka ia telah berbuat bid’ah dalam agama. Imam Asy-Syathibi rahimahullah memberikan contoh perbuatan bid’ah adalah,

ومنها: التزام الكيفيات والهيئات المعينة كالذكر بهيئة الاجتماع على صوت واحد. ومنها: التزام العبادات المعينة في أوقات معينة لم يوجد لها ذلك التعيين في الشريعة

Di antaranya adalah mengharuskan tata cara atau bentuk tertentu seperti zikir secara berjamaah dengan satu suara. Contoh lain adalah menentukan satu ibadah tertentu di waktu tertentu yang tidak ada dalil dalam syariat tentangnya (yang mengkhususkan ibadah tertentu di waktu tertentu).” (Al-I’tisham, 1: 53)

Maka, solusinya ketika seorang berharap penyelesaian segala kesulitannya, baik berupa utang atau yang lainnya adalah ia bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Atau setelah membaca Al-Qur’an ia berdoa kepada Allah, baik untuk urusan dunia maupun akhiratnya.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من قرأ القرآن فليسأل الله به

Barangsiapa membaca Al-Qur’an, maka mintalah (segala sesuatu) kepada Allah dengan bacaannya.” (Shahih At-Tirmidzi no. 2917)

Al-Mubarakfury rahimahullah mengatakan,

فليسأل الله به ـ أي فليطلب من الله تعالى بالقرآن ما شاء من أمور الدنيا والآخرة ـ أو المراد أنه إذا مر بآية رحمة فليسألها من الله تعالى، وإما أن يدعو الله عقيب القراءة بالأدعية المأثورة

Ayat ‘Maka hendaknya ia meminta kepada Allah dengan bacaan Al-Qur’annya’, maksudnya adalah Maka hendaklah ia meminta apapun yang ia inginkan kepada Allah, baik dunia maupun akhirat. Atau maksudnya adalah  ketika ia melewati ayat rahmat, maka mintalah rahmat kepada Allah. Atau maksudnya adalah berdoa kepada-Nya setelah membaca dengan doa-doa yang diajarkan (baik dalam Al-Qur’an maupun hadis).” (Tuhfatul Ahwadzi, 8: 189)

Semoga Allah Ta’ala berikan kita taufik untuk membaca dan mengamalkan Al-Qur’an. Aamiin …

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78949-ayat-seribu-dinar.html

Hukum Membayar Zakat Fitrah di Wilayah Lain

Dalam masyarakat Indonesia, orang yang wajib zakat fitrah, biasanya membayarkan zakatnya di daerah ia berdomisili. Namun, karena berbagai alasan seperti mudik dan lainnya, membuat sebagian orang membayar zakat di daerah lain. Lantas, bagaimanakah hukum membayar zakat fitrah di wilayah lain muzakki?

Dalam literatur kitab fikih, kasus di atas tergolong sebagai praktik naql al-zakāh (memindah zakat atau tidak membayar zakat di tempat domisili). Dalam praktik ini masih terjadi ikhtilāf (berbeda pendapat antara para ulama).

Mayoritas Ulama tidak memperbolehkan melakukan naql a-zakāh, baik antara jarak daerah domisili dan daerah tempat menyalurkan zakat berjarak masafah al-qasri (jarak yang diperbolehkan mengqasar shalat) atau tidak.

Sebagaimana dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidīn, juz 1, hal 217 berikut,

)مَسْأَلَةٌ : ج) : وُجِدَتْ الأَصْنَافُ أَوْ بَعْضُهُمْ بِمَحَلٍّ وَجَبَ الدَّفْعُ إِلَيْهِمْ ، كَبُرَتْ البَلْدَةُ أَوْ صَغُرَتْ وَحَرُمَ النَّقْلُ ، وَلَمْ يُجِزْهُ عَنِ الزَّكَاةِ إِلَّا عَلَى مَذْهَبِ أَبِي حَنِيْفَةَ اَلْقَائِلِ بِجَوَازِهِ ، وَاخْتَارَهُ كَثِيْرُوْنَ مِنَ الْأَصْحَابِ ، خُصُوْصاً إَنْ كَانَ لِقَرِيْبٍ أَوْ صَدِيْقٍ أَوْ ذِيْ فَضْلٍ وَقَالُوا : يَسْقُطُ بِهِ الفَرْضُ ، فَإِذَا نَقَلَ مَعَ التَّقْلِيْدِ جَازَ وَعَلَيْهِ عَمَلُ‍نَا وَغَيْرُنَا وَلِذَلِكَ أَدِلَّةٌ اهـ. وَعِبَارَةُ ب الرَّاجِحُ فِي الْمَذْهَبِ عَدَمُ جَوَازِ نَقْلِ الزَّكَاةِ ، وَاخْتَارَ جَمْعٌ اَلْجَوَازَ كَاِبْنِ عُجَيْلٍ وَابْنِ الصَّلَاحِ وَغَيْرِهِمَا ، قَالَ أَبُو مَخْرَمَةَ : وَهُوَ اَلْمُخْتَارُ إِذَا كَانَ لِنَحْوِ قَرِيْبٍ ، وَاخْتَارَهُ الرُّوْيَانِيُّ وَنَقَلَهُ اَلْخَطَابِيُّ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ عَتِيْقٍ ، فَيَجُوْزُ تَقْلِيْدُ هَؤُلَاءِ فِي عَمَلِ النَّفْسِ 

Artinya : “Dijumpainya seluruh atau sebagian yang berhak menerima zakat di tempat yang wajib menyerahkan zakat kepada mereka, baik daerahnya besar atau kecil dan haram naql al-zakāh, tidak boleh melakukan naql al-zakāh kecuali pendapat mazhab Abū Hanīfah yang membolehkan, dan pendapat ini yang di pilih mayoritas aṣhab al-Syafi’i, khususnya jika ditujukan kepada kerabat, teman atau orang yang memiliki keutamaan.

Aṣhab al-Syafi’i mengatakan kefarduannya bisa gugur, oleh karenanya kalau naql al-zakāh dengan bertaklid maka boleh, dan ini yang kami dan orang selain kami lakukan, karena memiliki beberapa dalil.

Pendapat Muhammad Bafaqih yang rajih dalam mazhabnya, tidak boleh naql al-zakāh, segolongan ulama sebagaimana Ibnu ‘Ujail, Ibnu Solah dan lainnya memilih pendapat boleh. Abu Mahramah berkata: kebolehan itu jika ditujukan kepada kerabat, Imam Al-Rūyānī memilih pendapat ini, begitu pula Imam Khathabi yang menukil dari mayoritas ulama, Ibnu Atiq pun tak ketinggalan. Maka boleh bertaklid kepada mereka yang membolehkan untuk konsumsi pribadi”

Dari ikhtilāf yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat pendapat ulama mengenai hukum hukum membayar zakat fitrah di luar wilayah atau domisili muzakki.

Pertama, menurut pendapat ashah, zakat yang dilakukan tidak sah secara mutlak dan berdosa.

Kedua, zakat yang dilakukan sah dan tidak berdosa.

Ketiga, zakat yang dilakukan sah, namum berdosa.

Dan terakhir, zakat yang dilakukan sah dan tidak berdosa, dengan catatan, jarak antara daerah domisili dan daerah tempat menyalurkan zakat kurang dari masafatu al-qasri (89 km). Namun, jika jaraknya mencapai masafatu al-qasri, maka zakatnya tidak sah dan berdosa.

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa boleh menunaikan zakat di luar daerah domisili, jika ditujukan kepada fakir di daerah tersebut yang lebih membutuhkan, kerabat, teman dekat atau orang yang memiliki keutamaan (orang berpengaruh).

Sebagaimana dalam kitab Al-Majmū’ Syarh Al-Muhażżab, juz 6, halaman 221 berikut,

(وَالصَّحِيْحُ) أَنَّهُ لاَ فَرْقَ بَيْنَ النَّقْلِ اِليَ مَسَافَةِ الْقَصْرِ وَدُوْنَهَا كَماَ صَحَّحَهُ الْمُصَنِّفُ كَذَا صَحَّحَهُ الجُمْهُوْرُ فَحَصَلَ مِنْ مَجْمُوْعِ الِخلاَفِ أَرْبَعَةُ أَقْوَالٍ (أَصَحُّهَا) لاَ يُجْزِئُ النَّقْلُ مُطْلَقًا وَلاَ يَجُوْزُ (وَالثَّانِي) يُجْزِئُ وَيَجُوْزُ (وَالثَّالِثُ) يُجْزِئُ وَلاَ يَجُوْزُ (وَالرَّابٍعُ) يُجْزِئُ وَيَجُوْزُ لِدُوْنِ مَسَافَةِ القَصْرِ وَلاَ يُجْزِئُ وَلاَ يَجُوْزُ إِلَيْهِا 

Artinya : “Menurut pendapat yang ṣahih, tak ada bedanya melakukan naql al-zakāh sejarak masafatul-qasri atau kurang, ini pendapat yang dishahihkan Imam Al-Nawawī dan Jumhur Ulama. Dari selisih pendapat yang ada, terdapat empat pendapat dalam hal ini.

Menurut pendapat aṣah, naql al-zakāh tidak mencukupi secara mutlak dan tidak boleh dilakukan, kedua, mencukupi dan boleh dilakukan, ketiga mencukupi dan tidak boleh dilakukan, keempat mencukupi dan boleh dilakukan ketika kurang dari masafatu al-qasri dan tidak boleh jika jarak masafah al-qasri”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ulama tidak memperbolehkan membayar zakat fitrah di luar domisili muzakki. Tetapi, dalam kondisi terdesak seseorang diperbolehkan untuk membayar zakat fitrah di luar daerahnya dengan bertaklid kepada imam yang membolehkan untuk konsumsi pribadi.

Demikian penjelasan mengenai hukum membayar zakat fitrah di luar wilayah muzakki. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

3 Doa Mustajab di 10 Hari Terakhir Ramadhan dari Syekh Muhammad Ali Jaber

Berikut ini 3 doa mustajab di 10 hari terakhir Ramadhan dari Syekh Muhammad Ali Jaber. Tak terasa di minggu ini kita sebagai umat Muslim sudah memasuki hari-hari akhir jalankan ibadah puasa Ramadhan. 

Tentunya ini merupakan peluang bagi kita, untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Perlu kita ketahui, pada 10 hari terakhir Ramadhan, terlebih ketika Lailatul Qadar menyapa, Allah SWT bahkan telah menyiapkan pahala yang berlipat ganda untuk para hamba-Nya. 

Meski demikian, belum ada yang bisa memastikan kapan malam mulia melebihi seribu bulan itu turun. [Baca juga:Tiga Waktu Mustajab Berdoa di Ramadhan  ]

Siapkan Diri Sambut Malam Lailatul Qadar 

Berlangsungnya Lailatul Qadar masih menjadi rahasia Ilahi. Bahkan banyak hadis hanya menyebut malam istimewa ini jatuh pada 10 malam terakhir Ramadan. Kerahasiaan ini ternyata mengandung maksud. Ini agar umat Islam semakin rajin beribadah di 10 malam terakhir demi meraih keberkahannya. 

Oleh karenanya kita sangat dianjurkan untuk mempersiapkan diri menyambut Lailatul Qadar. Caranya pun sangat banyak loh! Bisa dengan membaca Al-Qur’an atau berzikir serta i’tikaf di masjid.

3 Doa Mustajab di 10 Malam Terakhir

Selain itu momen penting pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini adalah turunnya Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Oleh karenanya sangat dianjurkan bagi umat muslim untuk memperbanyak doa.

Dan insya allah apabila doa kita khusyuk mengharapkan ridha-Nya, maka Allah SWT akan kabulkan. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Syekh Muhammad Jaber, diantaranya ada 3 doa Rasulullah di 10 malam terakhir Ramadhan.

Doa pertama, yakni memohon agar Allah SWT memberikan kemurahan pada kita, agar dapat dipertemukan dengan kemuliaan malam Lailatul Qadar.

اللهم بلغنا ليلة القدر ووفقنا لقيامها إيمانا واحتسابا

Allahumma ballighna lailatul qadri, wafiqna liqiyamiha, imanan wahtisaban

“Ya Allah pertemukanlah kami dengan malam lailatul qadar dan berikanlah taufik kepada kami untuk beribadah qiyamul lail dengan iman dan mengharapkan pahala”

Doa kedua, yakni memohon belas kasih dan pengampunana atas segala dosa-dosa kita selama hidup di dunia.

اللهم انك عفو تحب العفو فاعف عنا

Allahumma Innaka ‘afuwwun tuhibbul afwa fa’fu anni

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Mulia, suka mengampuni kesalahan, maka ampunilah kesalahanku.”

Bahkan lewat doa ini, Rasulullah SAW memohon pengampunan dari Allah SWT. 

Dan untuk doa ketiga yakni jangan lupa memohon kepada Allah SWT untuk menyelamatkan kita dari siksaan api neraka.

اللهم اعتق رقابنا من النار

Allahumma A’thiq riqoobana minannar

“Ya Allah bebaskanlah kami dari api neraka”

Demikian 3 doa mustajab di 10 hari terakhir Ramadhan dari Syekh Muhammad Ali Jaber. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kiai Cholil: Umroh di 10 Hari Terakhir Ramadhan Lebih Baik

Fadhilah orang yang umroh di bulan Ramadhan sama seperti fadhilah berhaji.

Salah satu keutamaan melakukan umroh di bulan Ramadhan adalah nilainya yang dihitung setara dengan pelaksanaan haji. Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kiai Cholil Nafis menyebut umroh di 10 hari terakhir Ramadhan lebih baik dari 10 hari pertama dan kedua.

Ia menyebut ada suatu riwayat tentang perempuan anshor yang bertemu Nabi Muhammad SAW. Dalam pertemuan itu Nabi bertanya, “Mengapa engkau tidak melaksanakan haji?”

Perempuan tersebut menjawab, “Aku hanya punya dua unta. Satu dipakai haji suami dan anak, sementara yang satu lagi digunakan sebagai alat transportasi menyiram kebun kurma.”

Atas jawaban itu, Rasulullah pun mengatakan,” Nanti ketika masuk bulan Ramadhan berumrohlah, karena fadhilahnya orang yang umroh di bulan Ramadhan sama seperti fadhilah berhaji, atau seperti haji bersama Rasulullah SAW.”

“Memang Nabi tidak menyebutkan, apakah di 10 pertama Ramadhan, kedua atau trakhir. Hanya saja, 10 terakhir Ramadhan lebih utama dari 10 pertama dan kedua,” kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/3/2023).

Di 10 hari terakhir Ramadhan, ada begitu banyak momen penting. Waktu ini disebut sebagai waktu pembebasan dari api neraka. Selain itu, di waktu ini terjadi momen lailatul qadr atau malam yang mulia.

“Tentunya dengan 10 hari terakhir itu, logikanya tentu lebih baik, karena pahala dilipatgandakan. Artinya tidak hanya umrah, setiap kebaikan yang dilakukan di 10 terakhir Ramadhan menambah keutamaan ibadah yang dilipatgandakan Allah SWT,” ujar Kiai Cholil.

Selanjutnya, ia juga menyebut bagi setiap Muslim yang ingin melaksanakan umrah Ramadhan harus menyiapkan niat dengan benar. Bukan untuk rekreasi, tapi karena Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Selain itu, ilmu ibadah umroh juga harus dikuasai. Harapannya, pelaksanaan ibadah ini akan semakin diresapi dan dihayati, yang berujung pada meningkatnya keimanan seorang Muslim. 

IHRAM