Kapan Tidak Wajib Menghadiri Undangan Nikah?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa menghadiri undangan nikah hukumnya wajib. [1] Adapun undangan selain nikah dari seorang muslim, hukumnya mustahab (sunah).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ – صلى الله عليه وسلم –

Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah, di mana orang-orang kaya saja yang diundang, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.[2]

إِذَا دُعِى أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا

Jika salah seorang di antara kalian diundang walimah, maka hadirilah.” [3]

Konsekuensi berupa kedurhakaan adalah untuk meninggalkan kewajiban. Karena jika seandainya maknanya anjuran atau sunah, maka tidak akan dicela dan dikatakan durhaka jika meninggalkannya.

Kewajiban menghadiri undangan nikah tidaklah mutlak. Para ulama memberikan syarat-syarat kapan wajibnya menghadiri undangan. Apabila syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka hukumnya tidak lagi wajib atau sunah, bahkan bisa menjadi haram. Syarat-syaratnya sebagai berikut:

Pertama, yang mengundang adalah seorang muslim. Apabila bukan muslim, maka tidak wajib.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ …. وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ

Hak seorang muslim sesama muslim lainnya: … (di antaranya) memenuhi undangan.[4]

Kedua, tidak ada kemungkaran pada acara pernikahan. Seperti bercampur-baur laki-laki dan wanita, adanya pertunjukan alat musik, dan terhidangkan makanan dan minuman haram.

Seorang muslim bisa menyiasatinya dengan datang saat akad berlangsung. Karena saat itu, biasanya berbagai pertunjukan belum dimulai. Atau datang ketika acara pertunjukannya sudah selesai.

Ketiga, yang mengundang adalah orang yang tidak sedang di-hajr (diboikot), seperti karena kefasikannya, kemaksiatannya, atau kesesatannya.

Keempat, tidak memberatkan dalam menghadiri undangan tersebut. Seperti jauhnya lokasi pernikahan atau mahalnya ongkos perjalanan menujunya, sedangkan dia tidak memiliki biaya, atau sedang sakit.

Kelima, undangan tersebut bersifat khusus. Seperti undangan yang jelas ditujukan atas nama kita baik melalui lisan, kartu undangan cetak maupun elektronik. Adapun undangan yang bersifat umum, misal undangan yang dikirim ke grup whatsapp untuk seluruh anggota grup tanpa menyebut nama kita secara khusus, maka hukumnya tidak wajib menghadirinya.

Keenam, menghadiri undangan nikah tidak menjadikan meninggalkan kewajiban lain yang lebih penting atau lebih wajib.

Dengan demikian, maka menjadi jelas bahwa tidak wajib menghadiri undangan apabila ada salah satu syarat di atas. Bahkan, bisa menjadi haram jika kita datang, namun tidak bisa mengubah kemungkaran atau mengakibatkan terabaikannya hak suami atau anak. Dan bisa jadi, kita tidak aman dari keburukan dan kemungkaran di lokasi, maka yang seperti ini haram menghadiri undangan. Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat.

***

Penulis: Junaidi, S.H., M.H.

Sumber: https://muslim.or.id/92436-kapan-tidak-wajib-menghadiri-undangan-nikah.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Memaksimalkan Kedermawanan di Bulan Ramadan

Ramadhan juga menjadi momentum untuk meningkatkan rasa peduli dan kedermawanan terhadap sesama. Seyogianya, dimanfaatkan untuk meningkatkan amal kebaikan yakni sedekah. Berikut “Kultum Singkat Ramadhan; Memaksimalkan Kedermawanan di Bulan Ramadan”.

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.

Jemaah Kultum singkat Ramadhan yang berbahagia

Kedermawanan sudah seharusnya menjadi ciri khas orang-orang bertakwa. Orang dermawan disukai oleh siapa saja, terutama disukai oleh Allah. Banyak sekali perintah dalam Al-Qur’an atau hadis agar kaum muslimin gemar berinfak dan bersedekah. Selain ganjaran pahala melimpah, orang yang dermawan memperoleh rahmat Allah dan rezeki yang tidak pernah surut.

Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau semakin meningkat di bulan Ramadan. Saking takjubnya para sahabat dengan kedermawanan Rasulullah, maka kedermawanan beliau di bulan Ramadan dikiaskan melebihi lembutnya angin yang berhembus, masyaAllah!

Jika kita berinfak atau bersedekah setiap hari selama bulan Ramadan, maka kebiasaan tersebut akan membekas dan menjadi kebiasaan permanen yang sangat positif. Jangan dilihat besar atau kecilnya jumlah uang yang kita sedekahkan. Yang sangat mahal adalah keberhasilan kita menjadi dermawan setiap hari.

Jemaah Kultum singkat Ramadhan yang berbahagia

Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an mengenai orang-orang yang dermawan:

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 274).

Selain itu, dalam firman-Nya, Allah juga mengingatkan betapa besar pahala infak dan sedekah sangat berlimpah. Allah berfirman:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 261).

Jemaah Kultum singkat Ramadhan yang berbahagia

Oleh karena itu, anjuran meneladani kedermawanan Rasulullah, terlebih di bulan Ramadan, tercantum dalam hadisnya.

إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau. Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus”. (Muttafaq Alaih).

Maksud dari kedermawanan Rasululullah SAW melebihi lembutnya angin yang berhembus adalah:

أَشَارَ بِهِ اِلَى أَنَّهُ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْإِسْرَاعِ بِالْجُوْدِ اَسْرَعَ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ. وَاِلىَ عُمُوْمِ النَّفْعِ بِجُوْدِهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا تَعُمُّ الرِّيْحُ الْمُرْسَلَة جَمِيْعَ تَهُبُّ عَلَيْهِ.

“Menunjukkan sangat cepat dalam hal kedermawanan melebihi cepatnya angin ketika berhembus. Kedermawanan Nabi SAW juga memberikan manfaat yang menyeluruh seperti hembusan angin yang memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya.”

Jemaah Kultum singkat Ramadhan yang berbahagia

Orang dermawan dijamin tidak akan merasa takut dan sedih, terutama di akhirat. Al Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih Al-Ghaib menulis sebagai berikut:

اِنَّهَا تَدُلُّ عَلىَ أَنَّ اَهْلَ الثَّوَابِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُتَأَكَّدُ بِذَلِكَ بِقَوْلِهِ تَعَالىَ (لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ).

“Sesungguhnya (ayat 274 Al-Baqarah) menunjukkan bahwa orang yang mendapat ganjaran sedekah tidak merasa ketakutan pada hari kiamat, hal ini dikuatkan dengan ayat Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar pada (hari kiamat),(Q,S. Al-Anbiya: 103)”

Jemaah Kultum singkat Ramadhan yang berbahagia

Jangan lewatkan kesempatan di bulan Ramadan untuk meningkatkan kedermawanan dengan cara bersedekah atau berinfak serajin mungkin agar kita tetap menjadi dermawan setiap hari walaupun Ramadan telah pergi.

BINCANG SYARIAH

Apakah Menangis Saat Puasa, Batal?

Di bulan Ramadhan, banyak orang yang mempertanyakan hukum menangis saat berpuasa. Ada yang beranggapan bahwa menangis dapat membatalkan puasa, namun ada juga yang tidak. Sebenarnya, apakah hukum menangis saat puasa membuat puasa batal?

Menangis merupakan respons fisik yang dipicu oleh refleks atau gejolak emosi yang dialami seseorang. Air mata yang dihasilkan bisa berasal dari berbagai alasan, seperti kesedihan, kebahagiaan, rasa sakit, atau bahkan iritasi mata.

Secara fisiologis, menangis merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan hormon stres dan racun. Saat menangis, tubuh melepaskan hormon kortisol dan adrenalin yang dapat membantu meredakan rasa sakit dan stres. Selain itu, air mata juga mengandung zat antibakteri yang membantu melindungi mata dari infeksi.

Secara emosional, menangis dapat menjadi cara untuk mengekspresikan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Menangis dapat membantu seseorang untuk merasa lebih lega dan terhubung dengan orang lain. Bagi beberapa orang, menangis bahkan dapat menjadi sumber kekuatan dan inspirasi.

والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء : ما وصل عمدا إلى الجوف أو الرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والإغماء كل اليوم والردة

Artinya; Dan yang membatalkan puasa ada sepuluh hal: Hal yang membatalkan puasa ada sepuluh hal, yaitu sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala, mengobati dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur), muntah secara sengaja, melakukan hubungan seksual secara sengaja pada kemaluan, keluarnya mani sebab bersentuhan kulit, haid, nifas, gila, pingsan di seluruh hari dan murtad.

Terkait persoalan di atas, menangis merupakan respons alami manusia terhadap berbagai emosi, dan hal ini tidak membatalkan puasa. Mengapa demikian?

Syekh Abu Zakaria an-Nawawi, Raudah at-Thalibin, Juz III, Halaman 222 mengatakan bahwa menangis tidak termasuk dalam kategori “jauf” atau rongga tubuh yang dapat membatalkan puasa. Jauf mengacu pada lubang atau rongga yang terhubung dengan pencernaan, seperti mulut, hidung, telinga, dan anus. Mata tidak termasuk dalam kategori ini karena tidak terhubung langsung dengan sistem pencernaan.

Selanjutnya, dalam mata tidak terdapat saluran yang mengarahkan benda menuju tenggorokan. Air mata mengalir melalui saluran air mata ke hidung, bukan ke mulut. Hal ini berarti bahwa air mata tidak tertelan dan tidak masuk ke dalam sistem pencernaan.

فرع لا بأس بالاكتحال للصائم، سواء وجد في حلقه منه طعما، أم لا، لان العين ليست بجوف، ولا منفذ منها إلى الحلق

Artinya; Tidak apa-apa bagi orang yang berpuasa untuk memakai kohl (celak), baik dia merasakan rasa di tenggorokannya atau tidak, karena mata bukan rongga perut dan tidak ada jalan dari mata ke tenggorokan.

Oleh karena itu, berdasarkan dua alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menangis tidak membatalkan puasa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa menangis tidak termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa.

Demikian penjelasan tentang apakah hukum menangis saat puasa membuat puasa batal? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Menyiapkan Makan Sahur

Menyiapkan makan sahur bukan hanya tentang mengisi perut sebelum berpuasa, tetapi juga mengandung banyak keutamaan, baik secara agama maupun kesehatan. Berikut “Kultum Singkat; Keutamaan Menyiapkan Makan Sahur

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَنْزَلَ فِي شَهْرِ رَمَضَان الْقُرْآنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي خُلُقُهُ الْقُرْآنُ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِي الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. أَمَّا بَعْدُ

Hadirin Pendengar Kultum Singkat yang dimuliakan Allah

Ibadah puasa harus dijalankan dengan penuh ketulusan. Sebagai bentuk ketulusan tersebut, kita harus mempersiapkan ibadah dengan sebaik-baiknya. Persiapan ini dapat berarti persiapan sebelum memasuki bulan puasa. Atau ketika sudah berada di bulan puasa.

Islam mengajarkan agar kita menyiapkan diri sebelum menjalankan ibadah puasa dengan melakukan makan sahur. Makan sahur tidak hanya merupakan persiapan yang bersifat lahiriah, untuk menyimpan energi selama menjalankan puasa. Tetapi, ada nilai keutamaan tersendiri di luar manfaat jasadiyah. Nilai-nilai itu telah dijelaskan dalam sejumlah hadis Nabi SAW dan penjelasan para ulama terhadap hadis tersebut.

Hadirin Pendengar Kultum Singkat yang dimuliakan Allah

Dalam konteks menjelaskan nilai keutamaan sahur ini, Rasulullah SAW menyabdakan:

تَسَحَّرُوا؛ فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah. Karena, dalam makan sahur terdapat keberkahan (HR. al-Bukhari).

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari. Karenanya, kesahihan hadis tersebut tidak perlu dipertanyakan. Berdasarkan perintah dalam hadis tersebut, para ulama bersepakat disunnahkannya makan sahur. Imam al-Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, jilid 7 halaman 206, mengatakan;

أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ

Para ulama bersepakat akan kesunnahan makan sahur, dan bahwa makan sahur bukan perkara yang diwajibkan.

Hadirin Pendengar Kultum Singkat yang dimuliakan Allah

Arti keberkahan dalam hadis adalah ia mengandung banyak sekali kebaikan. Di antara bentuk kebaikan makan sahur adalah ia dapat membuat orang kuat menjalankan ibadah puasa dan membuat lebih bersemangat. Dengan seperti itu, berpuasa menjadi terasa lebih ringan dijalankan.

Ketika puasa terasa ringan, ada keinginan untuk berpuasa lagi. Berbeda dengan orang yang tidak makan sahur, ia akan merasa berat menjalankan puasa. Mungkin ia akan menganggapnya sebagai ibadah yang berat. Demikian penjelasan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim.

Hadirin Pendengar Kultum Singkat yang dimuliakan Allah

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menulis beragam bentuk keberkahan makan sahur:

الْبَرَكَةَ فِي السُّحُورِ تَحْصُلُ بِجِهَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ ، وَهِيَ : اتِّبَاعُ السُّنَّةِ ، وَمُخَالَفَةُ أَهْلِ الْكِتَابِ ، وَالتَّقَوِّي بِهِ عَلَى الْعِبَادَةِ ، وَالزِّيَادَةُ فِي النَّشَاطِ ، وَمُدَافَعَةُ سُوءِ الْخُلُقِ الَّذِي يُثِيرُهُ الْجُوعُ ، وَالتَّسَبُّبُ بِالصَّدَقَةِ عَلَى مَنْ يَسْأَلُ إِذْ ذَاكَ ، أَوْ يَجْتَمِعُ مَعَهُ عَلَى الْأَكْلِ ، وَالتَّسَبُّبُ لِلذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَقْتَ مَظِنَّةِ الْإِجَابَةِ ، وَتَدَارُكُ نِيَّةِ الصَّوْمِ لِمَنْ أَغْفَلَهَا قَبْلَ أَنْ يَنَامَ

Berkah dalam sahur dapat diperoleh dengan beberapa bentuk; mengikuti sunnah Nabi, menyelisihi ahli kitab, mengambil kekuatan untuk ibadah, menambah semangat, menolak perilaku buruk yang timbul akibat rasa lapar, mendorong sedekah kepada orang yang meminta sahur pada waktu sahur, berkumpul untuk makan sahur bersama, mendorong dilaksanakannya zikir dan doa pada waktu yang mustajab, membaca niat bagi orang yang lupa membaca niat sebelum tidur (Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 4, halaman 140)

Hadirin Pendengar Kultum Singkat yang dimuliakan Allah

Ada poin yang menarik dalam penjelasan Imam Ibnu Hajar di atas. Yaitu, sahur menjadi sebab kita berbagi sedekah kepada orang lain yang membutuhkan makan sahur pada waktu sahur. Poin ini penting, tidak hanya bagi orang yang bersahur, tetapi bagi orang yang mau menyediakan makan sahur bagi orang lain. Poin ini sering dilupakan masyarakat kita. Memberi atau menyiapkan makan sahur untuk orang lain adalah suatu amalan yang utama.

Amalan menyiapkan makan sahur untuk orang lain sering dianggap remeh. Padahal, ia merupakan amalan sosial yang utama. Karena, amalan tersebut merupakan ibadah sosial yang dilakukan di bulan Ramadan untuk membantu orang yang akan menjalankan kewajiban agama. Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan, al-muta’addi afdhalu min al-qashir.

Artinya, ibadah yang dapat bermanfaat untuk orang lain lebih utama dibanding ibadah yang hanya kembali kepada pelakunya. Menyiapkan makan sahur adalah bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Al-Qur’an mengatakan, wa ta’awanu ‘ala al-birri wa at-taqwa (saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan).

Tidak diragukan lagi bahwa menolong orang lain yang akan menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadan.

Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan, afdhalu as-shadaqah shadaqah fi Ramadan. Artinya, sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadan. Berbagi makan sahur atau menyiapkan makan sahur merupakan bentuk sedekah di bulan Ramadan.

Sampai di sini, dapat kita pahami bahwa makan sahur memiliki banyak kebaikan. Salah satu kebaikan itu adalah memberi kesempatan orang berbuat baik kepada orang lain dengan cara berbagi atau menyiapkan makan sahur.

BINCANG SYARIAH

Kapan Malam Lailatul Qadar? Ini Pendapat Imam Ghazali

Di antara banyak pertanyaan masyarakat Indonesia adalah kapan malam Lailatul Qadar? Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan bagi umat Islam. Malam ini diistimewakan dengan turunnya Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, dan memiliki keutamaan yang lebih baik dari seribu bulan.

Dalam bulan Ramadhan 1445 Hijriah atau tahun 2024 Masehi ini, banyak yang bertanya kapan terjadinya malam lailatul qadar. Hal ini karena umat Islam antusias menantikan malam istimewa yang hanya diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad Saw. 

Ada beberapa pendapat ulama untuk mengetahui kapan terjadinya lailatul qadar. Salah satu diantaranya adalah pendapat Imam Ghozali. Beliau dianggap sebagai Mujaddid abad ke-5, seorang pembaru iman yang menurut hadis kenabian, muncul setiap 100 tahun sekali untuk memulihkan iman Komunitas Islam. Karya-karyanya sangat diakui oleh orang-orang sezamannya sehingga al-Ghazali dianugerahi gelar kehormatan Hujjat al-Islam.

Selain itu, Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad.

Berikut kami paparkan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab I’anatuth thaalibin juz II halaman 257 berikut,

قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر، فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء: فهي ليلة تسع وعشرين. أو يوم الاثنين: فهي ليلة إحدى وعشرين. أو يوم الثلاثاء أو الجمعة: فهي ليلة سبع وعشرين. أو الخميس: فهي ليلة خمس وعشرين. أو يوم السبت: فهي ليلة ثلاث وعشرين.

Artinya: “Berkata Imam Ghazali dan ulama lainnya bahwasanya malam lailatul qadar dapat diketahui dari awal Ramadhan. Jika awal Ramadhan hari Ahad atau Rabu maka Lailatul Qodar malam 29. Jika awal Ramadhan hari Senin maka lailatul qodar malam 21. Jika awal Ramadhan hari Selasa atau Jumat maka lailatul qodar malam 27. Jika awal Ramadhan hari Kamis maka lailatul qodar malam 25. Jika awal Ramadhan hari Sabtu maka lailatul qodar malam 23”

Berdasarkan pendapat Imam Al-Ghazali, untuk bulan Ramadhan 1445 Hijriah atau tahun 2024 Masehi ini, berdasarkan mufakat sidang isbat yang menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa 12 Maret 2024, maka Lailatul Qadar 1445 H. / 2024 M jatuh pada malam ke 27.Demikian penjelasan mengenai prediksi malam lailatul qadar tahun 2024 menurut pendapat Imam Al-Ghazali.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Cukupi Kebutuhan Minum Saat Puasa: 2 Gelas Saat Sahur dan Buka, 4 Gelas pada Malam Hari

Masyarakat dianjurkan tetap minum 8 gelas air putih per hari selama Ramadhan. Menurut dokter spesialis konservasi gigi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) drg Indira Larasputri, hal itu dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mulut saat berpuasa.

“Disarankan mengonsumsi air sekitar dua liter yaitu setelah kita buka puasa itu dua gelas, kemudian saat selesai Tarawih ya sebelum tidur itu empat gelas, kemudian pada saat sahur itu dua gelas lagi,” katanya dalam diskusi mengenai kesehatan rongga mulut saat berpuasa yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Indira mengatakan konsumsi air putih sebanyak delapan gelas per hari saat berpuasa membantu mulut dalam memproduksi air liur yang dibutuhkan dalam satu hari. Produksi air liur, jelas dia, membantu mencegah rongga mulut mengalami kekeringan, yang dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti bibir pecah-pecah, kering, hingga menyebabkan sariawan yang dapat mengganggu seseorang dalam menjalankan ibadah puasa.

“Selain itu kalau misalnya kita kurang menjaga kebersihan mulut, itu (kekeringan rongga mulut) juga dapat menambah plak, kemudian karang gigi, bau mulut, dan juga penyakit gigi,” ujarnya.

Selain itu masyarakat dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan yang banyak mengandung air dan vitamin seperti semangka, apel, dan pir, serta sayur-sayuran yang mengandung serat seperti wortel, mentimun, dan brokoli, yang berfungsi untuk membersihkan plak dan iritan di dalam mulut.

“Kemudian juga produk susu yang juga merupakan sumber kalsium yang baik untuk gigi dan tulang,” ucapnya.

Indira menyebut kesehatan mulut juga saat berpuasa dapat ditingkatkan dengan membersihkan rongga mulut dengan baik setelah sahur, tidak hanya dengan sikat gigi, namun juga benang gigi untuk membersihkan sisa-sisa makanan di sela-sela gigi. Adapun terkait konsumsi vitamin dan suplemen tambahan, menurutnya, hal tersebut tidak terlalu diperlukan untuk menjaga kesehatan rongga mulut karena berbagai makanan sehat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran secara alami mengandung berbagai kandungan yang baik untuk kesehatan rongga mulut.

“Yang paling penting sebenarnya itu adalah konsumsi air putih yang cukup sesuai dengan aktivitas dari setiap orang, disesuaikan apakah aktivitasnya cukup tinggi atau biasa saja. Pada umumnya, untuk konsumsi air putih itu paling umum adalah delapan gelas per hari,” kata Indira Larasputri.

KHAZANAH RAMADHAN

Tips Ramadan yang Berkualitas (1): Kurangi Rebahan, Perbanyak Amalan!

Sepertinya sudah menjadi pemandangan dan pemahaman umum bahwa bulan Ramadan, oleh sebagian orang, dijadikan alasan untuk bermalas-malasan dan lebih banyak rebahan. Bahkan tak tanggung-tanggung, kelompok ini menjustifikasi lakunya dengan beberapa dalil, salah satunya adalah tidur orang puasa bernilai ibadah.

Hadits yang dimaksud adalah dari Abdullah bin Amr dan Abdullah bin Abi Aufa, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidurnya orang puasa adalah ibadah.” Padahal, jika ditelisik lebih dalam, maksud hadits tersebut sesungguhnya hendak mengatakan bahwa daripada melek tetapi ghibah dan sejenisnya, maka lebih baik tidur.

Jadi, supaya Ramadan dan puasa kita berkualitas, salah satu kunci utamanya adalah kurangi rebahan dan malas – malasan, kemudian perbanyak amalan-amalan di bulan Ramadan. Lantas, apa saja amalan-amalan yang dapat dilakukan di bulan Ramadan?

Pertama, membaca al-Qur’an.

Sebenarnya, membaca al-Quran sangat dianjurkan bagi setiap muslim dimana saja dan kapan pun itu. Karena salah satu keutamaannya, sebagaimana dalam sabda Rasulullah, bahwa bacalah al-Qur’an karena ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat. (HR. Muslim).

Namun pada saat bulan Ramadan, intensitas dan ‘keintiman’ terhadap al-Qur’an harus ditingkatkan. Hal inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadits dari Aisyah, ia berkata: “Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah membaca al-Qur’an semuanya, sembahyang sepanjang malam dan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadan.” (HR. Ahmad).

Kedua, menghidupkan malam-malam Ramadan dengan shalat tarawih berjamaah.

Shalat sunnah Tarawih adalah shalat sunnah yang ada pada saat bulan Ramadan saja. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalat Tarawih pahalanya seperti shalat semalam. Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang ikut melaksanakan shalat tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai maka baginya akan dicatat seperti shalat semalam penuh.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi).

Bahkan dalam hadits lain, disebutkan bahwa shalat Tarawih dapat menghapus dosa yang telah lalu. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa melakukan ibadah puasa Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ketiga, I’tikaf.

I’tikaf berarti berdiam di masjid untuk beribadah kepada Allah dengan cara tertentu sebagaimana telah diatur oleh syari’at. I’tikaf merupakan salah satu sunnah yang tidak pernah ditinggal oleh Rasulullah, seperti yang diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Sesungguhnya Nabi r selalu i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau.” Muttafaqun ‘alaih.

Keempat, memperbanyak sedekah.

Rasulullah adalah orang yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan Ramadan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, ia berkata:

“Rasulullah adalah manusia yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan saat Jibril menemui beliau (Ramadan), …HR. al-Bukhari.

Ramadan adalah kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas taqwa dan memperbanyak amalan-amalan shaleh. Karena itulah, orang-orang shalih selalu berdoa dengan khusuk agar dipertemukan bulan Ramadan terus. Jika kita saat ini sudah dipertemukan oleh bulan Ramadan, maka gunakan kesempatan ini untuk memperbanyak amalan-amalan di bulan suci, dan kurangi rebahan.

ISLAMKAFFAH

Kenapa Pengeluaran Tiap Ramadan Malah Boros? Simak Tips Ini Agar Tidak Boncos!

Sebagian besar umat Islam tentu merasakan bahkan juga mengalami kalau setiap bulan Ramadan, pengeluaran suka lebih besar dari bulan-bulan lain. Padahal. kalau dipikir-pikir, seharusnya bulan Ramadan justru menjadikan pengeluaran bisa lebih ditekan.

Bagaimana tidak. Toh dengan hadirnya bulan puasa, maka secara praktis, alokasi belanja bisa lebih sedikit mengingat volume makan dan jajan yang mungkin dihari-hari biasa sehari bisa tiga kali, ketika bulan Ramadan hanya Sahur dan buka puasa saja.

Namun itu hanya sebatas teori, yang tentu saja prakteknya banyak berbeda. Namun demikian, pengeluaran yang besar itu faktor penyebabnya tidak hanya pada diri sendiri, melainkan terdapat banyak faktor.

Misalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap kali menjelang dan pada saat bulan puasa, kebutuhan pangan atau kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Bahkan sebelum bulan puasa, harga beras mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni sempat naik hingga Rp 18.000 per kg. Belum lagi harga-harga makanan lain seperti daging, telor, cabai dan lain sebagainya.

Faktor selanjutnya adalah berasal dari internal, seperti ada tambahan anggaran ini dan itu. Misal, sedekah, mudik, buka bersama, alokasi THR,  membeli atau memasak makanan yang khas seperti opor, dan lain sebagainya.

Nah, supaya tidak boncos atau tekor saat Ramadan, kamu perlu menyimak beberapa tips berikut ini:

Pertama, susun semua rencana pengeluaran. Buatlah anggaran yang jelas untuk pengeluaran selama bulan Ramadan. Mulai dari makan harian mau seperti apa, kemudian apakah punya program khusus di bulan ramadan sampai urusan mudik. Semuanya harus disusun dan ditentukan berapa banyak uang yang akan akan alokasikan untuk hal tersebut. Tentu sesuaikan dengan kondisi keuangan kamu.

Perencanaan keuangan tersebut sesuai dengan peritah Allah sebagaimana tercantum dalam surat Al-Furqon ayat 67 :

Dan orang-orang yang apabila dalam membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian itu”.

Kedua, buat skala prioritas. Jika sudah disusun rencana pengeluaran selama bulan Ramadan dan dikelompokkan pengeluaran tersebut sesuai dengan jenis income, maka buatlah skala prioritas. Artinya, apabila dari pengeluaran yang sudah disusun dilihat dari kecukupan dananya.

Kalau dari semua pengeluaran dan disesuaikan dengan sumber pemasukan tidak cukup, maka pilah-pilah lagi mana yang top priority. Untuk bisa memilih yang prioritas, maka kita harus mengendalikan hawa nafsu. Dan inilah makna hakiki puasa, yakni menahan hawa nafsur.

Ketiga, ubah mindset bahwa berbuka puasa adalah ajang ‘balas dendam’ selama menahan lapar seharian. Inilah mindset yang menjangkiti hampir seluruh umat Islam pada umumnya, sehingga sajian makanan saat buka puasa secara porsi lebih banyak dan terdapat beraneka ragam makanan yang pada hari biasa jarang tersaji.

Oleh karena itu, mindset tersebut harus dirubah. Buka puasa bukanlah ‘ajang balas dendam’ menahan lapar seharian. Tetapi puasa adalah momentum untuk mengatur diri agar fokus beribadah secara maksimal.

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa terlepas dari faktor eksternal seperti terjadinya kenaikan bahan pokok saat Ramadan, sejatinya yang bikin boncor dan boros itu bukan puasa, melainkan gaya dan bagaimana kita mengelola pengeluaran dengan cermat dan sederhana.

ISLAMKAFFAH

Hakikat Puasa dan ‘Madrasah’ Fikiran

Oleh: Kholili Hasib

Sering disebut-sebut, puasa Ramadhan merupakan “madrasah”. Sebenarnya lebih tepatnya “madrasah hati” dan “madrasah fikiran”. Sebab, hakikat puasa bukan hanya menahan anggota badan. Dari perkara yang membatalkan. Tetapi, sebenarnya juga menahan hati dan pikiran. Sebab, syahwat tidak hanya mengendalikan mulut, telinga dan alat kelamin. Namun, hati dan fikiran memiliki syahwat, yang jika tidak ditahan berubah menjadi hawa nafsu.

Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa puasa yang sampai pada tingkat menahan hati dari keinginan-keinginan hina dan pemikiran duniawi merupakan puasanya para Nabi, shiddiqun dan muqarrabun. Mereka tidak berfikir dari perkara-perkara selain Allah Swt secara totalitas. (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 109). Peringkat puasa paling tinggi. Puasa hakiki pada tingkat ini.

Fikiran jika tidak dikendalikan, akan menjadi fikiran yang liar. Pemikiran liar yang paling mendasar adalah memikiran sesuatu dengan melepaskan dari Allah Swt. Faham sekularisme merupakan keyakinan yang sangat nyata tentang pemikiran yang liar pada zaman modern. Sekularisme merupakan faham yang memisahkan antara kehidupan duniawi dengan agama, dan hal-hal yang terakait dengan agama. Termasuk konsep Tuhan.

Dalam konsep ilmiah Barat sekular, yang dimaksud realitas hanya pada dunia yang terindera saja. Realitas yang tidak terindera diyakini tidak ada. Berbeda dengan pandangan Islam, aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat. Segala sesuatu didasarkan fokusnya pada aspek akhirat (Syed M Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, 1).

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa memikirkan sesuatu selain Allah Swt dalam hati dan fikiran termasuk tidak berpuasa. Boleh jadi berfikir dunia, namun dunia yang dipandang dalam agama sebagai bekal akhirat. Maka berfikir dengan cara demikian bukan termasuk duniawi (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 110).

Fikiran yang meyakini bahwa perkara-perkara dunia tidak ada kaitan dengan agama. Ilmu pengetahuan tidak ada relasinya dengan keimanan kepada Allah Swt, dan lain-lain merupakan contoh fikiran yang liar di zaman modern.

Di zaman Nabi Muhammad Saw, reduksi konsep Allah SWT dilakukan kaum musyrik dengan cara menvisualisasi Allah Swt melalui bentuk patung. Nabi Saw meluruskan bahwa Allah Swt tidak boleh dan tidak bisa direduksi dengan digambarkan dengan bentuk berhala. Di zaman modern reduksi kekuasaan Allah Swt dengan berbagai bentuk. Misalnya, menyamakan Allah dengan Tuhan agama-agama lain yang sejatinya bukan Tuhan melalu paham kesatuan Transenden Unity of Religion. Mereduksi kuasa Allah dalam sains melalui hukum positivisme.

Misi Nabi Saw adalah mencegah pemikiran-pemikiran liar tentang Allah Swt. Meletakkan konsep Allah Swt sebagai konsep paling tinggi dalam keyakinan manusia. Oleh sebab itu, tarbiyah Nabi Muhammad Saw tentang konsep Tuhan melalui dua tahap.

Pertama, membersihkan hati dan fikiran dari i’tiqad yang mencampur (asyraka) antara kekuasaan Tuhan dengan kekuasaan benda-benda. Agar mereka menjadi Muslim, bukan Musyrik. Kedua, mencegah masuknya perkara dunia, selain Allah Swt, ke dalam hati dan fikiran. Sehingga isi hati dan fikiran hanya Allah Swt. Tidak melihat dan memikirkan sesuatu kecuali dihubungkan dengan Allah Swt. Agar mereka menjadi Muslim yang hakiki.

Dalam pandangan Islam, Allah Swt harus “hadir” dalam setiap perkara hidup manusia. “Hadirnya” Allah Swt bukan saja di saat shalat atau ibadah-ibadah lain. Namun, dalam setiap aktifitas. Termasuk aktifitas berfikir.

Oleh sebab itu, tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dapat disebut juga proses tazkiyatu al-fikr (pembersihan pemikiran) sekaligus pembersihan iman. Dengan demikian, langkah mengislamkan pemikiran yang pertama-tama perlu dilakukan adalah dengan mengikuti petunjuk riyadlah al-nafs (melatih jiwa melawan hawa nafsu) seperti yang dijelaskan oleh imam al-Ghazali dalam kita Ihya’ Ulumuddin. Keyakinan-keyakinan materialistik dalam hati harus dibersihkan. Sebab, hati dan pikiran itu mengontrol dan membentuk perilaku. Beradab atau bi-adabnya perilaku dipengaruhi oleh bersih dan kotornya jiwa.

Ramadlan adalah ‘madrasah’ untuk mengislamkan jiwa dan pikiran. Jiwa dan pikiran yang Islami, yaitu yang bersih, selalu patuh dan tunduk kepada Allah, beradab, bermoral dan terbebas dari kekuasaan nafsu untuk anti agama. Jiwa dan pikiran yang patuh kepada-Nya terisi nilai-nilai suci, tiada nilai lain kecuali nilai ketuhanan.

Ramadan sengaja menjadi tempat untuk mencetak jiwa-jiwa Islami, bukan jiwa yang sekular. Perbanyaklah ibadah, sering-seringlah mematikan hawa nafsu. Sekali-kali jangan beri kesempatan nafsu untuk menguasai jiwa selama bulan puasa. Jika seusai Ramadlan jiwa kita tetap sekular, maka kita gagal beribadah puasa Ramadlan. Maka, siapkanlah diri sejak sekarang. Puasa tetapi masih sekular, berarti hati dan fikirannya tidak berpuasa.

Jika hati dan fikiran berpuasa, maka itulah hakikat puasa yang sebenarnya. Totalitas mencegarh potensi-potensi negatif. Hati dipagari agar tidak memikirkan duniawi atau memikirkan sesuatu yang tercela. Hatinya secara total berisi Allah. Puasa ini merupakan tingkatan para wali muqarrabīn. Memikirkan perkara makruh saja, dianggap telah membatalkan puasa. Apalagi memikirkan perkara yang haram.

Memikirkan perkara duniawi dianggap batal kecuali perkara tersebut mendorong ke arah pemahaman agama, karena dunia yang demikian merupakan bekal akhirat dan tidak termasuk bagian duniawi. Puasa tingkat ketiga ini merupakan puasa total, seluruh bagian tubuh dan jiwa lahir dan batin ikut berpuasa.

Cara puasa demikianlah yang mendatangkan takwa. Banyak orang yang menjalankan puasa, tapi kata Nabi hanya memperoleh lapar dan dahaga saja. Sebabnya, karena dia hanya puasa tidak makan dan tidak minum saja. Sedangkan hati dan fikiran tetap liar, tidak dicegah dan dikendalikan.

Penulis adalah dosen pascasarjana UII Dalwa

Sumber Kebahagiaan Abadi

Semua manusia pasti mengharapkan kebahagiaan. Berbagai cara mereka upayakan untuk mewujudkan kebahagiaannya. Ada yang bekerja siang dan malam untuk meraih kekayaan yang dianggapnya sebagai kebahagian. Ada juga yang menempuh segala cara untuk mendapatkan jabatan yang diinginkannya. Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka impikan dan mereka usahakan sejatinya hanyalah kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang apabila tidak diiringi dengan rasa syukur dan diperoleh dengan cara yang tidak Allah ridai, seringkali justru akan menimbulkan malapetaka bagi dirinya.

Harta yang mereka kumpulkan dengan cara yang tidak berkah. Jabatan yang mereka raih dengan susah payah. Ketenaran yang mereka bangun dengan begitu banyak pengorbanan. Kesemuanya itu adalah kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang akan hilang dan tak akan dibawa mati oleh pemiliknya. Allah Ta’ala berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)

Tak jarang hal-hal yang seringkali dianggap sebagai sumber kebahagiaan oleh seseorang, di akhirat nanti justru akan menjadi sebab seseorang mendapatkan azab Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan nasihat kepada salah satu sahabatnya,

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi no. 614)

Mengenal Allah Ta’ala adalah sumber kebahagiaan abadi

Ketahuilah, wahai saudaraku, kebahagiaan sejati ada pada sejauh mana pengenalan kita kepada Allah Ta’ala, Rabb Yang Mahamampu atas segala sesuatu, Rabb Yang Mahakaya. Rabb Yang Menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan bagi seorang hamba.

Mengenal Allah Ta’ala adalah pintu menuju ilmu dan pengetahuan lainnya. Siapa saja yang mengenal Allah Ta’ala, maka ia akan mengenal selainnya, memahami apapun yang ingin ia ketahui, dan apa yang perlu ia ketahui. Adapun mereka yang tidak peduli dan bodoh tentang Rabbnya, niscaya dia akan lebih bodoh lagi terhadap yang lainnya.

Mengenal Allah akan menjadikan seseorang memprioritaskan kehidupan akhiratnya dari kehidupan dunianya. Sehingga, ia akan lebih dekat dengan kebahagiaan hakiki. Karena fokus dan prioritasnya adalah surga Allah Ta’ala yang abadi lagi penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah seorang yang beribadah kepada Allah dengan semua nama dan sifat-sifat Allah yang diketahui oleh manusia.”

Beliau rahimahullah juga berkata, “Yang jelas, bahwa ilmu tentang Allah adalah pangkal segala ilmu dan sebagai pokok pengetahuan seorang hamba akan kebahagiaan, kesempurnaan, dan kemaslahatannya di dunia dan di akhirat.” (Miftah Daris Sa’adah)

Mengenal Allah Ta’ala maksudnya adalah mengenal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Sehingga, kita yakin bahwa diri-Nya adalah satu-satunya Tuhan yang berhak kita sembah, kepada-Nya semua doa dan ibadah kita berikan, dan kepada-Nyalah juga kita meminta dan memohon. Karena Dialah Tuhan Yang memelihara seluruh alam ini. Allah Ta’ala berfirman,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Pemelihara semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 1)

Dengan apa, kita mengenal Allah Ta’ala?

Jika ada yang bertanya, bagaimana caranya mengenal Allah Ta’ala?

Maka kita jawab, “Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Lihatlah bagaimana siang dan malam datang silih berganti. Lihatlah bagaimana bulan dan matahari dapat menerangi kita. Lihatlah pula tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala makhluk yang ada di dalamnya.”

Sebagaimana hal ini telah Allah Ta’ala perintahkan dan Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an. Ia berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam dan siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah.” (QS. Fushshilat: 37)

Ia juga berfirman,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah, hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)

Dan tentunya, semuanya harus dengan petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya. Tidaklah kita berusaha mengenal Allah Ta’ala, kecuali dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, bukan dengan menyendiri, bertapa, atau dengan cara-cara lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Tidak akan merugi bagi siapa pun yang mengenal Allah Ta’ala dengan benar

Mengenal Allah Ta’ala akan membuahkan banyak sekali keutamaan dan manfaat bagi seorang hamba. Yang paling utama adalah mengenal Allah akan memberikan kekuatan dan keteguhan pada akidah dan keyakinan kita. Seorang hamba yang mengenal Allah Ta’ala tidak akan pernah bergantung kepada selain-Nya. Tidak takut, kecuali kepada-Nya. Tidak khawatir akan rezekinya dan tidak memasrahkan urusannya, kecuali kepada-Nya.

Dengan begitu, ia akan menjadi hamba yang paling bahagia. Hamba yang tidak tertekan karena hal-hal yang seharusnya tidak perlu ia takutkan ataupun ia khawatirkan. Allah Ta’ala juga mengabarkan kepada kita bahwa pintu dari akidah yang kuat, akidah yang membuahkan rasa takut kepada-Nya adalah dengan mengenal-Nya. Ia berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Fatir: 28)

Tidaklah seseorang mencapai derajat ulama, kecuali ia pasti telah mengenal Allah Ta’ala terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai hamba-hamba Allah yang paling takut kepada-Nya.

Saudaraku, tidak akan merugi seseorang yang bertauhid dan mengenal Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya. Karena ia akan mendapatkan jaminan kebahagiaan, baik di dunia ini maupun di alam akhirat nanti. Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk surga.” (HR. Muslim no. 26)

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، ثُمَّ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَخْرِجُوْا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ، فَيُخْرَجُوْنَ مِنْهَا قَد ِاسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهْرِ الْحَيَاءِ -أَوِ الْحَيَاةِ، شَكَّ مَالِكٌ- فَيَنْبُتُوْنَ كَمَا تَنْبُتُ الْحَبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ، أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً؟

“Setelah penghuni surga masuk ke surga, dan penghuni neraka masuk ke neraka, maka setelah itu Allah ‘Azza Wajalla pun berfirman, ‘Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi keimanan!’ Maka, mereka pun dikeluarkan dari neraka. Hanya saja, tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu, mereka dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?” (HR. Bukhari no. 6560 dan Muslim no. 184)

Mereka yang memiliki keimanan sekecil biji sawi saja akan Allah Ta’ala selamatkan dari neraka karena keimanannya tersebut. Lalu, bagaimana lagi dengan mereka yang mengenal Allah dengan sebenar-benarnya dan beriman kepada Allah dengan sepenuh jiwa dan raganya? Tentu mereka akan mendapatkan balasan yang lebih besar dan lebih utama.

Saudaraku, luangkanlah dan korbankanlah sebagian waktumu untuk lebih mengenal Tuhanmu, Allah Ta’ala. Milikilah waktu khusus untuk mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Tadaburilah semua keajaiban ciptaan-Nya, niscaya akan engkau dapati kebahagiaan abadi mengikutimu. Semoga kita semua dimampukan oleh Allah Ta’ala untuk lebih mengenal diri-Nya.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/92193-sumber-kebahagiaan-abadi.html
Copyright © 2024 muslim.or.id