Nafisah Binti Hasan: Ulama Perempuan Bergelar “Permata Ilmu”

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Dzahabi, termasyhur dengan Imam al Dzahabi, sejarawan sekaligus ulama pakar hadis dalam Siyar A’lam al Nubala berkata: “(faktanya) tidak sedikit kalangan tabi’in yang belajar ilmu kepada para sahabat perempuan”.

Kalaupun jarang (hampir tidak ada) kita jumpai karya-karya ulama perempuan; tafsir, hadis, ushul fikih dan fikih yang dikaji serius di pusat-pusat pendidikan Islam seperti di pesantren, tidak berarti tidak ada satupun kalangan perempuan yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu agama. Bahkan, banyak kalangan sahabat perempuan (shahabiyah) yang menjadi guru kalangan tabi’in seperti dikatakan al Dzahabi.

Satu diantaranya adalah Nafisah binti Hasan (cicit Hasan bin Ali bin Abi Thalib). Kisah Nafisah ditulis oleh Umar Ridho Kahalah dalam karyanya A’lam al Nisa fi ‘Alamai al Arab wa al Islam.

Nama lengkapnya Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Lahir di Makkah tahun 145 H. Dibesarkan di Madinah. Pernah ke Mesir bersama suaminya, Ishaq bin Ja’far al Shadiq. Pendapat lain mengatakan, ia ke Mesir bersama ayahnya, Hasan, yang ditunjuk oleh Abu Ja’far al Mansur untuk menjadi salah seorang Gubernur Mesir.

Setelah lima tahun menjabat gubernur, Abu Ja’far al Mansur memecatnya, menyita seluruh asetnya dan memenjarakannya di Baghdad. Hasan baru dibebaskan setelah Abu Ja’far al Mansur meninggal dunia. Pengganti al Mansur, yakni al Mahdi membebaskan Hasan dan mengembalikan kekuasaannya semula.

Tentang sosok Nafisah, ia seorang hafidzah (hafal al Qur’an) dan ahli tafsir. Diceritakan, Imam Syafi’i disaat ke Mesir sering mengikuti halaqah keilmuan yang dipimpin Nafisah. Salah seorang pendiri madhab fikih ini banyak mendengar hadis dari ulama perempuan yang masyhur dengan “Nafisah al ilmu”. Diyakini, ilmu yang diperoleh dari Nafisah memberi pengaruh besar terhadap pemikiran fikih Imam Syafi’i waktu di Mesir.

Disamping seorang yang mumpuni ilmu agamanya, Nafisah juga sosok yang sangat wara’ dan zuhud. Ia banyak menangis (meratapi dosa dan minta ampun kepada Allah), selalu bangun malam untuk beribadah, selalu berpuasa di siang hari, sehari semalam hanya makan sekali, yaitu pada sepertiga malam (sahur), dan tidak makan kecuali apa yang diberikan oleh suaminya.

Nafisah melakukan ibadah haji sebanyak tiga puluh kali. Sebanyak itu pula, ia menangis sejadi-jadinya sambil bergelayut pada kiswah Ka’bah dan berkata: “Ya Allah, hiasilah dan bahagiakanlah diriku dengan ridha-Mu”.

Zainab binti Yahya berkata, “Saya menjadi pembantu di rumah bibi Nafisah selama empat puluh tahun. Selama itu, saya tidak pernah melihat Nafisah tidur malam dan makan di siang hari. Saya bertanya kepadanya, “Wahai Nafisah: apakah engkau tidak khawatir terhadap kesehatanmu”? Nafisah menjawab: “bagaimana aku bisa khawatir, sementara dihadapanku ada siksa yang menanti, tidak akan selamat dari siksa tersebut kecuali orang-orang yang beruntung”.

Bisyri bin Harits al Hafi, guru Imam Ahmad bin Hanbal pernah menuntut ilmu kepada Nafisah. Pada saat Bisyri sakit Nafisah datang menjenguknya. Tak lama kemudian Imam Ahmad bin Hanbal datang juga untuk menjenguk gurunya yang sedang sakit. Melihat perempuan yang sangat disegani oleh gurunya, Imam Ahmad bertanya kepada Bisyri “Siapa wanita ini”? Gurunya menjawab, “Dia adalah Sayyidah Nafisah, kesini untuk menjengukku”.

Sontak, Imam Ahmad yang telah mendengar nama besar Sayyidah Nafisah kemudian berbisik kepada gurunya, “Minta supaya dia mendoakan kita”. Sayyidah Nafisah dengan senang hati mendoakan mereka berdua: “Ya Allah, sesungguhnya Bisyri bin Harits dan Ahmad bin Hanbal meminta perlindungan kepada-Mu dari api neraka, selamatkanlah keduanya, ya Allah”.

Sayyidah Nafisah hanya seorang dari sekian ulama-ulama perempuan. Masih banyak kaum hawa yang seperti Sayyidah Nafisah. Walaupun karya-karyanya tidak banyak dikenal, namun sejarah membuktikan tidak sedikit kalangan perempuan yang mumpuni dalam bidang ilmu agama.

ISLAM KAFFAH

Penistaan Agama, DPR: Tangkap Pendeta Saifudin Ibrahim

Video seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Alquran karena dinilai sebagai sumber intoleransi, radikailisme dan terorisme di Indonesia. Pernyataan itu dalam video viral di media sosial (medsos). Kini pria tersebut menjadi buronan polisi.

Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah agama, Yandri Susanto menilai pernyataan tersebut telah menistaan agama Islam dan kitab suci Alquran. Untuk itu, mendesak aparat segera menangkap pendeta tersebut.

“Videonya sudah viral dan jelas-jelas menista umat Islam. Aparat harus segera menangkap dan menindak tegas Pendeta Saifudin Ibrahim,” kata Yandri dalam keterangannya, Rabu (16/3/2022).

Yandri juga mengecam pernyataan pria tersebut yang menyatakan pesantren sebagai sumber teroris.

“Saya mengecam Pendeta Saifudin Ibrahim yang mengatakan pesantren sebagai sumber teroris. Pernyataan ini menyakiti ulama dan kiai yang selama ini mendidik para santri untuk mengabdi pada umat, bangsa dan negara,” ujarnya.

“Jangan beri ruang sedikit pun bagi mereka yang mengusik dan memprovokasi kehidupan beragama yang sudah berjalan baik di Indonesia,” imbuhnya.

Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan seorang pria meminta 300 ayat Al-Qur’an dihapus viral di medsos. Polisi tengah mendalami video viral tersebut. Dalam video tersebut, terlihat seorang pria mengenakan kaus hitam sedang berbicara tentang terorisme dan radikalisme.

Dia juga berkata supaya menteri agama mengatur kembali kurikulum di pondok pesantren (ponpes).

“Karena sumber kekacauan itu adalah dari kurikulum yang tidak benar bahkan kurikulum-kurikulum di pesantren, Pak, jangan takut untuk dirombak. Bapak periksa, ganti guru-gurunya, yang karena pesantren itu melahirkan kaum radikal semua,” kata pria tersebut dalam video.

Selain itu, dia mengatakan terdapat 300 ayat di Alquran yang memicu sikap intoleran, sikap radikal, hingga membenci orang lain yang berbeda agama. Dia meminta 300 ayat tersebut dihapus.

“Bahkan kalau perlu, Pak, 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Alquran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata pria tersebut.

ISLAM KAFFAH

10 Fakta tentang Setan yang Perlu Diketahui

Setan akan pernah berhenti menjerumuskan manusia pada kesesatan hingga hari kiamat. Berikut sepuluh fakta menarik tentang setan sebagaimana dilansir Al Masrawy. 

1.Dari golongan jin

Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa iblis itu dari golongan malaikat. Akan tetapi pendapat yang paling kuat mengatakan bahwa iblis itu adalah dari jin yang durhaka dan bukan dari golongan malaikat. Sebagaimana firman Allah SWT: 

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al Kahf ayat 50)

2. Menguasai manusia dengan membisikan dan mengelabui

Setan itu tidak punya kekuasaan atas anak adam kecuali dengan membisikan kejahatan dan mengelabui dengan keindahan, bukan dengan mengalahkan atau menaklukan secara fisik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ibrahim:

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ ۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي ۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ ۖ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ ۖ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ ۗ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (Alquran surat Ibrahim ayat 22)

3. Diciptakan dari api

Asal penciptaan Iblis itu dari api dan itu diucapkan sendiri oleh Iblis. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: 

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Alquran surat Al A’raf ayat 12).

4. Mempunyai pasukan dari golongan Jin

Iblis itu mempunyai pengikut atau pasukan yang mendukung dan membantunya dari golongan jin. Mereka mencoba menyebarkan fitnah kepada manusia. Dan Iblis itu punya singgasana atau kekuasaan atas air di tempat yang diketahui Allah. Dan iblis itu mengutus pasukannya untuk menipu manusia. Sebagaimana sabda nabi Muhammad ﷺ dalam sahih Muslim :

إن إبليس يضع عرشه على الماء، ثم يبعث سراياه، فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة، يجيء أحدهم فيقول: فعلت كذا وكذا، فيقول: ما صنعت شيئا، قال ثم يجيء أحدهم فيقول: ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته، قال: فيدنيه منه ويقول: نعم أنت “

“Sesungguhnya singgasana iblis berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini. Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa. Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah berpisah (talak) dengan istrinya. Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim 2813).

5.Bertebaran ketika matahari terbenam 

Di antara tuntunan dalam Islam adalah agar orang tua menyeru pada anaknya agar tidak bermain atau keluyuran ketika matahari sedang terbenam dan setelah matahari terbenam. Sebab saat itu setan tengah menyebar. Sebagaimana diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا ، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا ،  وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

“Jika malam datang menjelang, atau kalian berada di sore hari, maka tahanlah anak-anak kalian, karena sesungguhnya ketika itu setan sedang bertebaran. Jika telah berlalu sesaat dari waktu malam, maka lepaskan mereka. Tutuplah pintu dan berzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. Tutup pula wadah minuman dan makanan kalian dan berzikirlah kepada Allah, walaupun dengan sekedar meletakkan sesuatu di atasnya, matikanlah lampu-lampu kalian.” (HR. Bukhari, no. 3280, Muslim, no. 2012).

6. Setan tak bisa menyentuh benda

Tak semestinya menghubungkan setiap sesuatu kepada setan, karena bukan setan yang mengambil hartamu yang hilang darimu. Dan bukan setan juga yang mengembalikannya. Karena setan itu tidak bisa membuka pintu yang tertutup dan tidak bisa juga mengangkat penutup. Sebagaimana dalam sahih Bukhari Muslim diriwayatkan dari Jabir, nabi bersabda:

وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا ، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا ، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

Tutuplah pintu dan berzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. Tutup pula wadah minuman dan makanan kalian dan berzikirlah kepada Allah, walaupun dengan sekedar meletakkan sesuatu di atasnya, matikanlah lampu-lampu kalian.” (HR. Bukhari, no. 3280, Muslim, no. 2012). 

7.Tak kuasa dengan Muslim yang mengucap basmalah

Jika ada seorang Musim yang mengucapkan bismillah ketika hendak memasuki rumah, maka setan akan berkata saya tidak mempunyai kekuasaan untuk tidur di rumah ini. 

8.Awalnya menyembah Allah dan bagus rupa

Iblis itu penyembah Allah sebelum diciptakannya nabi Adam. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa iblis itu indah bentuk rupanya ketika melakukan taat (menyembah Allah). Dan iblis mendurhakai Allah, maka Allah membuatnya jelek atau buruk Maka dia menjadi percontohan untuk setiap yang jelek. Seperti pada firman Allah: 

طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ

mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan (Alquran surat Saffat ayat 65)

9.Setan itu bukan nama 

Kalimat setan itu bukanlah nama untuknya. Melainkan penyifatan,  karena kalimat itu diambil dari kata kerja Syatnun yang berarti jauh, karena ia berpaling dari taat kepada Allah maka allah menjauhkannya dari rahmatNya

10.Nama setan

Ada sebagian pendapat bahwa setan itu mempunyai nama sebelum bernama iblis. Diantaranya adalah Al Harits dan Azazil. Akan tetapi ini tidak dapat dipastikan.

IHRAM

Mati Bunuh Diri, Apakah Perlu Disalati?

Bunuh diri merupakan salah satu dosa besar yang pelakunya diancam azab di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat), maka dia akan disiksa dengan alat tersebut pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 6105 dan Muslim no. 101)

Sebelum adanya hukuman di akhirat, pelaku bunuh diri sudah dihinakan di dunia dengan tidak disalati jenazahnya oleh pemimpin kaum muslimin atau tokoh masyarakat setempat. Dari sahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ

“Pernah didatangkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam jenazah seorang laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah. Tetapi, jenazah tersebut tidak disalatkan oleh beliau.” (HR. Muslim no. 978)

Hadis di atas menunjukkan bahwa disyariatkan bagi seorang pemimpin (penguasa) kaum muslimin atau orang yang memiliki kedudukan (tokoh terpandang) di masyarakat untuk tidak mensalati orang yang mati bunuh diri. Hal ini disebabkan maksiat yang telah dia kerjakan. Juga supaya orang lain (yang masih hidup) menjauhi perbuatan dosa besar tersebut.

Dzahir hadis ini menunjukkan bahwa hukum ini juga berlaku bagi orang selain pemimpin (misalnya, tokoh masyarakat). Mereka juga boleh tidak mensalati jenazah orang yang mati bunuh diri jika hal tersebut dinilai bisa sebagai bentuk peringatan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak melakukan hal serupa. (Lihat Majmu’ Al-Fataawa, 24: 290)

Di dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan,

أَمَّا أَنَا فَلَا أُصَلِّي عَلَيْهِ

“Adapun aku, maka aku tidak mensalatinya.” (HR. An-Nasa’i no. 1964, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Lafaz dalam hadis di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya, tetap diperbolehkan bagi seorang pemimpin jika ingin mensalati jenazah yang mati bunuh diri. Hal ini karena dengan perbuatan bunuh diri tersebut, dia sangat membutuhkan dan masih berhak mendapatkan syafaat dan doa dari kaum muslimin yang mensalati jenazahnya.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizahullah menjelaskan, “Apakah makna hadis ini menunjukkan bahwa pelaku bunuh diri tidak disalati sama sekali? Tidak. Akan tetapi, yang tidak mensalati adalah orang-orang yang memiliki keutamaan di tengah masyarakat. Adapun kaum muslimin lainnya (baca: masyarakat biasa) tetap mensalatinya. Hal ini karena salat jenazah hukumnya wajib kifayah. Adapun orang terpandang tidak perlu mensalati jenazahnya, hal ini sebagai bentuk peringatan agar manusia menjauhi perbuatan dosa yang jelek tersebut. Sedangkan kaum muslimin yang lain tetap mensalati jenazahnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum yang menunjukkan bahwa kaum muslimin mensalati jenazah kaum muslimin yang lain jika meninggal atau terbunuh.” (Tashiilul Ilmaam, 3: 39)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/72982-mati-bunuh-diri-apakah-perlu-disalati.html

Membuka Aib Saudara

Suatu kenikmatan bagi seseorang bisa berbicara, bercerita dengan keluarga, bercanda dengan sanak saudara, dan tertawa bersama tetangga. Bersamaan dengan hal itu, ada hal yang harus kita sadari bahwa kenikmatan apapun yang telah Allah Ta’ala berikan kepada hamba tentu tidak diberikan hanya untuk bersuka ria, apalagi untuk membuahkan dosa. Begitu pula dengan nikmat lisan. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ عَيۡنَيۡنِ ٨ وَلِسَانًا وَشَفَتَيۡنِ

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir?” (QS. Al Balad: 8 – 9)

Antara Lisan dan Pencatatan Malaikat

Saat kita melihat orang di zaman sekarang. Mereka dengan mudahnya memviralkan potongan ucapan seseorang di media sosisal. Tentu kita meyakini bahwa Allah Ta’ala jauh lebih mampu memerintahkan malaikat-Nya untuk mencatat seluruh ucapan manusia. Tak terlewat sekecil apapun itu, baik ucapan itu disampaikan dengan berteriak, lirih, maupun hanya berbisik. Allah Ta’ala berfirman,

مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, kecuali di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa setiap perkataan yang diucapkan manusia pasti akan dicatat oleh malaikat yang senantiasa mengawasinya, tidak terluput sepatah kata pun. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Infithar ayat 10 – 12,

وَإِنَّ عَلَیۡكُمۡ لَحَـٰفِظِینَ كِرَامࣰا كَـٰتِبِینَ یَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat – malaikat) yang mengawasi, yang mulia dan mencatat, mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Tafsir Ibnu Katsir , 7: 372)

Jadi, tidak dipungkiri lagi bahwa segala kata yang keluar dari lisan kita akan dicatat oleh malaikat. Catatan itu menjadi bekal amalan yang akan ditimbang di hari akhir nanti. Siapkah kita dengan buah dan balasan dari ucapan yang kita keluarkan selama ini?

Terbiasa dengan Gibah

Mungkin ada rasa bahagia bagi seseorang saat tahu informasi tentang orang lain. Semakin gembira ketika ada teman yang mengajak membicarakannya. Tambah senang dan antusias lagi jika ternyata yang dibicarakan adalah cerita tentang aibnya. Kita berlindung dari sifat seperti itu.

Saat diingatkan bahwa membicarakan keburukan orang lain (baca: gibah) itu berdosa, ada yang menjawab,”Kan yang dibicarakan itu fakta!”

Marilah kita simak penjelasan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَتَدْرُونَ ما الغِيبَةُ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ قيلَ أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ.

“Tahukah kalian apa itu gibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika sesuai kenyataan berarti Engkau telah menggibahnya. Jika tidak sesuai, berarti Engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).

Di antara trend zaman sekarang, namun merupakan kebiasaan buruk di berbagai kalangan yakni banyak orang berbangga dengan aktivitas gibahnya. Tak jarang ditemui orang-orang menamakan grup media sosialnya dengan nama grup ‘Gibah’ atau semisalnya. Banyak pula yang bangga saat terus terang mengajak teman untuk menggibah. Awalnya mungkin hanya untuk bercanda, namun akhirnya menjadi kebiasaan buruk dan dilarang agama. Kita berlindung dari perbuatan seperti itu.

Membuka Aib Orang Lain = Membuka Aib Diri Sendiri

Memang berat meninggalkan perbuatan dosa yang satu ini. Menahan lisan itu tidak semudah menahan dahaga. Orang dengan mudahnya tidak minum, meskipun terik matahari menyengat. Namun, menahan tidak membicarakan kejelekan orang lain di saat kita tahu segala tentangnya itu berat. Karena beratnya itu, maka besar pula balasan bagi hamba yang mampu menjaga lisannya dari mengumbar aib orang, yaitu Allah Ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن نفَّسَ عن مُؤْمنٍ كُرْبَةً مِن كُرَبِ الدُّنيا؛ نفَّسَ اللهُ عَنه كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَوْمِ القِيامَةِ، ومَن ستَرَ مُسْلمًا ستَرَه اللهُ في الدُّنيا والآخِرَةِ، ومَن يسَّرَ على مُعْسِرٍ يسَّرَ اللهُ عليه في الدُّنيا والآخِرَةِ، واللهُ في عَوْنِ العَبْدِ ما كان العَبْدُ في عَوْنِ أَخيه

“Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no. 7427 dan ini adalah redaksi beliau).

Sebaliknya, balasan bagi orang yang suka mencari – cari kekurangan orang lain adalah Allah Ta’ala akan membongkar aibnya. Suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi,

يا معشَرَ مَن أسْلَمَ بلِسانِه، ولم يُفْضِ الإيمانُ إلى قلبِه، لا تُؤْذُوا المُسلِمينَ، ولا تُعَيِّروهم، ولا تتَّبِعوا عَوْراتِهم؛ فإنَّه مَن تتَبَّع عَوْرةَ أخيه المسلِمِ تتَبَّع اللهُ عورتَه، ومَن تتَّبَع اللهُ عَورتَه يَفْضَحْهُ ولو في جَوفِ رَحلِه

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya padahal iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin! Janganlah menjelekkan mereka! Jangan mencari-cari kekurangan mereka! Sebab, barang siapa mencari-cari kekurangan saudaranya yang muslim, niscaya Allah akan mencari-cari kekurangannya. Barang siapa yang Allah cari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkar aibnya dan mempermalukannya, walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi no. 2032, Ibnu Hibban no. 5763, dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma).

Jangan Mencela, Bisa Jadi Engkau Akan Melakukannya!

Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang sesama muslim. Seorang muslim diajarkan untuk amar ma’ruf nahi munkar dan menasihati, bukan mencela dan menjelek – jelekkan sesama muslim yang sudah terjatuh ke dalam kemaksiatan selama dia tidak melakukan terang – terangan dan dia bertaubat dengan kesalahannya tersebut. Jangan sampai kita menjelek-jelekkan, sombong, dan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali kepadamu. Maksudnya, Engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus salikin, 1: 194)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan kita dari dosa membuka aib orang lain.

***

Penulis: Apt. Pridiyanto

Sumber: https://muslim.or.id/72984-membuka-aib-saudara.html

Doa Sayidina Ali di Malam Nisfu Sya’ban

Tak terasa ya, saat ini kita sudah berada di malam Nisfu Sya’ban.  Sahabat Ibadah, di dalam kitab Tadzkir Al-Nas, karya Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, menyebutkan pada saat malam Nisfu Sya’ban, kita dianjurkan berdoa.  Inilah salah satu doa yang dibaca Sayyidina Ali pada malam Nisfu Sya’ban;

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ

اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ.

Allohumma shalli ‘alaa muhammadin wa aalihi, mashoobiihil hikmati wa mawalin ni’amti, wa ma‘aadinil ‘ishmati, wa‘shimnii bihim min kulli suu’in, walaa ta’khudznii ‘alaa ghirratin walaa ‘alaa ghaflatin, wala taj’al ‘awaaqiba amrii hasrotan wa nadaamatan, wardho ‘annii, fa-inna maghfirotaka lidz-dzoolimin, wa ana minadz dhzoolimiina.

Allohummaghfirlii maa la yadhurruka, wa a‘thinii maa laa yanfa‘uka, fainnakal waasi’ata rohmatuhu, al-baadi’ata hikmatuhu, fa a’thiniis sa‘ata wad-da‘ata, wal-amna wash-shihhata wasy-syukro wal-mu‘aafata wat-taqwaa, wa afrighish-shobro wash-shidqo ‘alayya, wa ‘alaa auliyaa-ii fiika, wa‘thinil yusro walaa taj’al ma’ahul ‘usro, wa a’imma bidzaalika ahlii wa waladii wa ikhwaanii fiika, wa man waladanii minal muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaati.

Ya Allah, limpahkan rahmatMu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka, janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhoilah aku, sesungguhnya ampunan-Mu untuk orang-orang zalim dan aku termasuk dari mereka.

Ya Allah, ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikan-Mu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepadaMu, sesungguhnya rahmatMu luas, hikmahMu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan.

Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karenaMu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anakku, saudara-saudaraku karenaMu dan para orang tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin mukminat.

Demikian penjelasan terkait Doa Sayidina Ali di Malam Nisfu Sya’ban. Semoga doa ini bisa kita amalkan pada malam ini ya. Semoga juga rahmat Allah menyertai setiap langkah kaki kita bersama. Aminnn.

BINCANG SYARIAH

Amalan-amalan Sunnah di Malam Nisfu Sya’ban

Apa saja amalan-amalan sunnah di malam Nisfu Sya’ban? Simak penjelasan ulama terkait amalan-amalan sunnah nisfu Sya’ban. 

Tak pelak lagi, di antara malam mulia yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah adalah malam Nisfu Sya’ban atau malam pertengahan bulan Sya’ban. Pada malam itu, banyak keberkahan, keutamaan, dan ampunan yang diturunkan oleh Allah.

Karena itu, dianjurkan kepada seluruh kaum muslim untuk memperbanyak amalan-amalan sunnah pada malam tersebut. Setidaknya, terdapat enam amalan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan di malam Nisfu Sya’ban.

Pertama, memperbanyak berdoa kepada Allah sejak terbenam matahari di malam Nisfu Sya’ban. Ini karena malam Nisfu Sya’ban merupakan malam mulia yang semua doa diijabah oleh Allah.

Kedua, memperbanyak membaca istighfar seraya minta ampunan kepada Allah. Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dari Usman bin Abi Al-‘Ash, bahwa Nabi Saw bersabda;

إَذا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ نَادَى مُنَادٍ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيْهِ؟ فَلاَ يَسْأَلُ أَحَدٌ شَيْئًا إِلَّا أُعْطِيْ إِلَّا زَانِيَةً بِفَرْجِهَا أَوْ مُشْرِكًا

Apabila datang malam Nisfu Sya’ban, ada pemanggil (Allah) berseru; Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik.

Ketiga, memperbanyak membaca kalimat syahadat, yaitu kalimat ‘Laa ilaaha illallaahu muhammadur Rasulullah’, baik sendirian maupun berjamaah. Ini sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad bin Alawi dalam kitab Madza fi Sya’ban berikut;

وينبغي للمسلم أن يغتنم الأوقات المباركة والأزمنة الفاضلة وخصوصا شهر شعبان وليلة النصف منه بالاستكثار فيها من الاشتغال بكلمة الشهادة: لا إله إلا الله محمد رسول الله

Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan, utamanya di bulan Sya’ban dan malam Nisfu Sya’ban, dengan memperbanyak membaca syahadat ‘Laa ilaaha illallaahu muhammadur rasulullah.’

Keempat, setelah shalat Maghrib dianjurkan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali dengan niat mencari keberkahan umur, keberkahan harta, keberkahan kesehatan, dan ketetapan iman.

Kelima, melakukan shalat sunnah malam, baik dengan shalat sunnah tahajjud, shalat sunnah hajat, dan witir.

Keenam, berpuasa di hari Nisfu Sya’ban. Ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah dari Sayyidina Ali, dari Nabi Saw, beliau bersabda;

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman;

Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku, maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. 

BINCANG SYARIAH

Jika Nisfu Sya’ban Bertepatan Hari Jumat, Apakah Tetap Dianjurkan Berpuasa?

Di antara perkara yang dianjurkan ketika Nisfu Sya’ban atau hari pertengahan bulan Sya’ban adalah berpuasa. Namun bagaimana jika Nisfu Sya’ban tersebut kebetulan bertepatan dengan hari Jumat, apakah berpuasa tetap dianjurkan berpuasa?

Pada dasarnya, berpuasa di hari Jumat hukumnya makruh. Terdapat sebuah hadis yang dijadikan dasar oleh para ulama mengenai kemakruhan berpuasa di hari Jumat ini. Di antaranya adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Juwairiyah binti Al-Harits, dia berkata;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ فَقَالَ أَصُمْتِ أَمْسِ قَالَتْ لا قَالَ تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا قَالَتْ لا قَالَ فَأَفْطِرِي

Nabi Saw pernah menemui Juwairiyah pada hari Jumat dan ia dalam keadaan berpuasa, lalu beliau bersabda; Apakah engkau berpuasa kemarin? Dia menjawab; Tidak. Beliau berkata; Apakah engkau ingin berpuasa besok? Dia menjawab; Tidak. Beliau kemudian berkata; Batalkan puasamu.

Berdasarkan hadis ini, para ulama mengatakan bahwa mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa adalah makruh. Namun demikian, mereka juga mengatakan bahwa kemakruhan berpuasa di hari Jumat bisa hilang jika bertepatan dengan puasa sunnah lainnya, seperti bertepatan dengan puasa Arafah, puasa ayyamul bidh, puasa Daud, dan tentunya puasa Nisfu Sya’ban. 

Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda;

لا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

Janganlah khususkan malam Jumat dengan shalat malam tertentu yang tidak dilakukan pada malam-malam lainnya. Janganlah pula khususkan hari Jumat dengan puasa tertentu yang tidak dilakukan pada hari-hari lainnya kecuali jika ada puasa yang dilakukan karena sebab ketika itu.

Kebolehan berpuasa Nisfu Sya’ban di hari Jumat secara khusus ditegaskan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

يجوزُ شرعًا إفرادُ يومِ الجمعة بالصوم إذا وافق يومًا من الأيام الفاضلة؛ كيوم النصف من شعبان.

Boleh secara syariat mengkhususkan hari Jumat dengan berpuasa jika bertepatan dengan hari-hari mulia, seperti bertepatan dengan hari Nisfu Sya’ban. 

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa puasa Nisfu Sya’ban di hari Jumat hukumnya boleh, tidak makruh, baik hanya berpuasa di hari Jumat saja, atau sebelum dan sesudahnya juga berpuasa.

Hal ini karena yang dimakruhkan berpuasa di hari Jumat jika tidak bertepatan dengan puasa sunnah yang lain. Sebaliknya, jika bertepatan atau ada sebab puasa sunnah yang lain, seperti puasa Nisfu Sya’ban, maka hukumnya boleh, tidak makruh. 

BINCANG SYARIAH

Hukum Minum Air Berkah Malam Nisfu Sya’ban

Sebenarnya, bagaimana hukum minum air berkah surah Yasin malam Nisfu Sya’ban ini, apakah boleh?

Jamak terjadi ketika malam Nisfu Sya’ban, biasanya masyarakat muslim Indonesia berbondong-bondong datang ke masjid untuk membaca surah Yasin secara berjemaah. Selain itu, terdapat sebagian yang sengaja membawa air ke masjid dan diletakkan di tengah lingkaran jemaah agar air itu terkena keberkahan suara bacaan surah Yasin, dan kemudian diminum satu keluarga. 

Minum air berkah dari bacaan surah Yasin di malam Nisfu Sya’ban hukumnya adalah boleh. Minum air yang sudah dibacakan ayat-ayat dan surah Al-Quran, atau doa-doa lainnya, terutama di momen-momen utama seperti malam Nisfu Sya’ban, hukumnya boleh dan telah banyak dipraktekkan oleh para ulama. 

Ini statusnya sama dengan minta doa dalam bentuk media air kepada orang shaleh, kiai, habib dan lainnya. Menurut para ulama, meminta doa kepada orang yang shaleh, ulama, atau seorang ustadz dan kemudian ditiupkan kepada air yang dalam sebuah wadah, hukumnya adalah boleh. 

Ini sebagaimana telah dipraktekkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau membacakan doa tertentu pada segelas air dan kemudian air meminta anaknya yang sedang sakit untuk meminumnya. Bahkan disebutkan bahwa air tersebut bukan hanya diminum, namun juga disiram pada wajah dan kedua tangannya.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Adab Al-Syar’iyyah berikut;

قال صالح – ابن الإمام أحمد بن حنبل – : ربما اعتللت فيأخذ أبي قدحا فيه ماء فيقرأ عليه ويقول لي : اشرب منه ، واغسل وجهك ويديك . ونقل عبد الله بن الإمام أحمد أنه رأى أباه يعوذ في الماء ويقرأ عليه ويشربه ، ويصب على نفسه منه

Shalih bin Imam Ahmad bin Hanbal berkata; Terkadang aku sakit kemudian ayahku mengambil cawan yang di dalamnya terdapat air kemudian beliau membaca (ayat-ayat Al-Quran) padanya, dan berkata kepadaku; Minumlah darinya dan basuh wajah dan kedua tanganmu.

Abdullah bin Imam Ahmad menukil bahwa sesungguhnya dia melihat ayahnya membaca ta’awwudz pada air dan membaca (ayat-ayat Al-Quran) padanya dan beliau meminumnya, dan menyiramkan pada dirinya sendiri.

Dengan demikian, minum air berkah yang sudah dibacakan surah Yasin, zikir dan doa di malam Nisfu Sya’ban dengan niat agar mendapatkan keberkahan, hukumnya adalah boleh.

BINCANG SYARIAH

Tiga Alasan Puasa Nisfu Sya’ban Dianjurkan

Menurut para ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, berpuasa di hari Nisfu Sya’ban atau tanggal 15 bulan Sya’ban hukumnya adalah sunnah. Terdapat tiga alasan atau dalil yang dikemukakan oleh mereka mengenai kesunnahan puasa Nisfu Sya’ban ini.

Pertama, Nisfu Sya’ban masih termasuk bagian dari Ayyamul Bidh. Berdasarkan hadis-hadis Nabi Saw, para ulama sepakat bahwa puasa Ayyamul Bidh adalah sunnah, termasuk puasa Ayyamul Bidh di bulan Sya’ban.

Ini sebagaimana hadis riwayat oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata;

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Kekasihku (Rasulullah Saw) mewasiatkan kepadaku tiga nasehat yang aku tidak pernah meninggalkannya hingga aku mati, yaitu berpuasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha, dan mengerjakan shalat Witir sebelum tidur.

Ketiga, puasa Nisfu Sya’ban masih tergolong dalam anjuran berpuasa di bulan Sya’ban secara umum. Disebutkan bahwa Nabi Saw memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Karena Nisfu Sya’ban berada dalam cakupan bulan Sya’ban, maka berpuasa di hari Nisfu Sya’ban juga tercakup dalam kesunnahan berpuasa di bulan Sya’ban ini. 

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Nasa-i dari Usamah bin Zaid, dia berkata;

يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Aku tidak melihat engkau berpuasa dari bulan-bulan yang ada seperti halnya engkau puasa pada bulan Sya’ban? Nabi Saw bersabda; Sya’ban itu bulan di mana manusia melalaikannya, karena berposisi antara Rajab dan Ramadhan.

Sya’ban juga merupakan bulan di mana amal manusia diangkat ke hadapan Tuhan semesta alam. Karena itu, aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.

Ketiga, berpuasa di hari Nisfu Sya’ban memang dianjurkan secara khusus. Ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah dari Sayyidina Ali, dari Nabi Saw, beliau bersabda;

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman;

Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku, maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. 

Demikian penjelasan terkait tiga alasan puasa nisfu Sya’ban dianjurkan. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH