Tiga yang Dibenci

Sesungguhnya Allah meridhai kalian dalam tiga perkara dan benci kepada kalian dalam tiga perkara.

Allah SWT menyuruh manusia agar mereka beriman dan bertakwa kepada-Nya. Umumnya, para ulama mendefinisikan takwa sebagai berikut.

Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa syirik, perbuatan keji, dan dosa-dosa besar. Dalam pengertian lain, takwa ialah melaksanakan segala perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya.

Berkaitan dengan itu, ada sejumlah perkara yang disukai oleh Allah. Dan, ada pula hal-hal yang dibenci-Nya.

Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah meridhai kalian dalam tiga perkara dan benci kepada kalian dalam tiga perkara. Allah meridhai kalian jika kalian (pertama) beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. (Kedua) jika kalian berpegang teguh kepada agama-Nya dan tidak berpecah belah. (Ketiga) jika kalian saling menasihati kepada orang yang diserahkan kepadanya urusanmu.”

Kabar Angin

Masih dalam redaksi hadis yang sama, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci bila kalian qiila wa qaala, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR Muslim dan Ahmad).

Qiila wa qaala dalam sabda Nabi SAW itu secara harfiah ialah “katanya-katanya”. Maksudnya, informasi yang belum jelas sumber dan atau kebenarannya.

Suatu berita hendaknya diperjelas sebelum disebarluaskan. Bila tidak demikian, ia hanya menjadi kabar angin atau desas-desus. Dan, seperti disampaikan hadis tersebut, Allah membenci sikap yang percaya pada informasi yang tidak tentu sumbernya.

Dalam Alquran surah an-Nur ayat 11, Allah berfirman, yang artinya, “Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”

Banyak Tanya

Bila ada yang tidak atau belum dimengerti, maka seseorang dianjurkan bertanya. Namun, apabila pertanyaan yang sama diajukan berulang-ulang kali, itu dapat menjurus pada kesia-siaan atau bahkan konflik.

Contohnya, para Bani Israil yang banyak tanya tentang perkara sapi betina. Kisah ini diabadikan dalam Alquran surah al-Baqarah.

Waktu itu, Nabi Musa AS sudah menyampaikan kepada mereka tentang perintah Allah, yakni hendaknya seekor lembu betina disembelih. Dengan begitu, Allah akan menunjukkan kepada orang-orang ini kebenaran perihal kasus terbunuhnya seorang dari mereka.

Bukannya langsung melaksanakan apa-apa yang diperintahkan, Bani Israil ini justru banyak tanya tentang sifat sapi yang hendak disembelih itu. Pada akhirnya, jawaban yang mereka peroleh justru kian mempersulit diri sendiri. Padahal, sebelumnya Allah menghendaki kemudahan bagi mereka, tetapi mereka sendiri yang memperumit keadaan.

Harta Nirfaedah

Hal ketiga yang dibenci Allah Ta’ala ialah menyia-nyiakan harta. Idha’atul maali dapat dimaknai sebagai membelanjakan harta yang dimiliki secara boros serta tidak pada jalan yang diridhai-Nya. Apalagi, bila harta tersebut diperoleh dengan cara-cara yang haram atau syubhat.

Dalam surah al-A’raf ayat 31, Dia berfirman, yang artinya, “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Sikap boros juga disamakan dengan perilaku setan. Ini ditegaskan dalam Alquran surah al-Isra ayat 27, yang berarti, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” Semoga kita semua terhindar dari ketiga sifat yang dibenci Allah Azza wa Jalla ini.

OLEH HASANUL RIZQA

REPUBLIKA ID

Transformasi Pengelolaan Keuangan Haji Indonesia

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjelaskan bahwa keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Jumlah dana haji Indonesia yang dikelola setiap tahun meningkat. BPKH mencatat per akhir Mei dana haji yang dikelola mencapai 150 triliun rupiah. Hal tersebut merupakan imbas dari animo masyarakat yang sangat tinggi untuk melaksanakan ibadah haji. Meskipun biaya haji tiap tahun meningkat, bahkan pada tahun 2021 kenaikan sebesar 9,1 juta rupiah tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk berhaji.

Tingginya animo masyarakat untuk berhaji berdampak pada waiting list yang semakin panjang, seperti Provinsi Aceh yang harus menunggu 32 tahun untuk pemberangkatan (haji.kemenag.go.id). Keinginan untuk berhaji bukan hanya milik orang kaya saja, masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah kebawah rela menabung hingga puluhan tahun agar dapat melaksanakan ibadah haji. Untuk melayani hasrat masyarakat berhaji, pemerintah dari tahun ke tahun telah membuat, memperbaiki, mengatur regulasi hingga mekanisme pengelolaan keuangan haji. Lantas bagaimana pengelolaan keuangan haji Indonesia selama ini?

Sebelum BPKH Lahir

Menilik ke kebelakang, pelaksanaan ibadah haji di Indonesia sudah dilaksanakan jauh sebelum Indonesia merdeka, namun tidak ada catatan pasti kapan pelaksanaan haji untuk pertama kalinya (M. Arief Mufraini, 2021). Penyelenggaraan haji oleh pemerintah melalui proses panjang dengan mengikuti dan menyesuaikan perkembangan negara.

Sebelum Indonesia merdeka, masyarakat yang akan berhaji menggunakan kapal hingga berbulan-bulan agar sampai ke Kota Makkah. Pada zaman Belanda, masyarakat yang akan berhaji dapat menaiki Kapal Kongsi Tiga milik Belanda, meskipun pelayanan maskapai tidak memuaskan seperti terjadi penipuan dan pemerasan (Zainal 2012: 86). Baru tahun 1950 dengan dibentuknya Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPHI) yang di ketua oleh KHM Sudjak seluruh rangkaian penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Agama. Masyarakat yang akan berhaji pun dapat memilih moda transportasi yang akan digunakan baik pesawat terbang maupun kapal laut. Kedudukan PPHI dikuatkan dengan dikeluarkannya surat Kementerian Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 yang ditanda tangani oleh Menteri Agama RIS K.H Wahid Hasyim disusul dengan surat edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950.

Pada Tahun 1964 pemerintah membubarkan PPHI dan menyerahkan kewenangan haji kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA). Pada tahun itu juga biaya haji naik dua kali lipat karena tidak ada lagi subsidi dari pemerintah. Biaya haji menggunakan kapal laut ditetapkan sebesar Rp400.000 sedangan pesawat terbang sebesar Rp1.400.000 (Zainal, 2012: 86).

Tahun 1966 sejak Orde Baru berkuasa, sistem penyelenggaraan haji dibenahi. Mulai dari struktur tata organisasi, pengalihan penyelenggaraan haji sampai penetapan besaran biaya haji. Melalui Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1967 Menteri Agama berwenangan terhadap penyelenggaraan haji dan menentukan besarnya biaya haji, meskipun di tahun 1968 biaya haji kembali ditetapkan oleh DUHA dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 1968. Pada tahun ini banyak calon jemaah haji swasta gagal berangkat karena biro perjalanan haji swasta memiliki keterbatasan moda transportasi laut. Bercermin dari permasalahan tersebut pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 menetapkan bahwa seluruh pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji diproses dan diurus oleh pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, penyelenggaraan ibadah haji terus berkembang. Pada tahun 1999 pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 yang berisi tentang pembagian pelaksanaan haji menjadi haji regular dan haji khusus serta membentuk Badan Pengelola Dana Abadi Umat yang diketuai oleh Menteri. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dinyatakan Menteri Agama sebagai koordinator yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan haji dibantu oleh Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (DPHU).

Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan keuangan haji pemerintah menggunakan strategi kebijakan investasi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk melalui MoU antara Departemen Keuangan dengan Departemen Agama yang ditanda tangani pada 22 April 2009 (Kementerian Agama, 2021:188). Pada 17 Oktober 2014, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Undang-undang tersebut memisahkan aspek penyelenggaraan ibadah haji dibawah DPHU Kementerian Agama, dimana aspek pengelolaan keuangan menjadi domain BPKH.

Lahirnya BPKH

Terbentuknya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH, serta meningkatkan manfaat bagi umat Islam. BPKH dibentuk pada bulan Juni 2017 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 74/P Tahun 2017 dalam rangka mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisen, transparan, akuntabel dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber:

bpkh.go.id

haji.kemenag.go.id

Doa Sesudah Sholat Dhuha

Sesudah melaksanakan sholat sunnah, dianjurkan bagi umat Islam untuk bermunajat. Tujuannya adalah untuk menambah keimanan, ketakwaan, dan juga memohon agar segala harapan dapat diijabah oleh Yang Maha Kuasa.

Dalam kitab Irsyad At-Thalabah karya kumpulan santri Pondok Pesantren Daarul Rahman disebutkan bacaan doa sesudah sholat dhuha di pagi hari. Berikut doanya:

“اَللّٰهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَاَللّٰهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ”

Allahumma inna ddhuha-a dhuha-uka walbaha-a baha-uka, wal jamaala jamaaluka wal quwwata quwwatuka wal qudrata qudratuka wal ishmata ishmatuka, allahumma in kaana rizqiy fi as-samaa-i fa-anzilhu wa in kaana fil ardhi fa akhrijhu wa in kaana mu’siran fayassirhu wa in kaana haraaman fathahirhu wa kn kaana baidan faqarribhu bihaqqi dhuhaaika wa bahaaika wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika aatinii maa ataita bihi ibadaka as-shaalihin,”

Yang artinya, “Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, apabila rezekiku ada di langit maka turunkanlah, apabila dia ada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila dia sulit bagiku maka mudahkanlah, apabila dia haram sucikanlah, apabila jauh maka dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, dan kekuatan-Mu. Berikanlah kepdaku apa yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih,”.

Sholat dhuha juga dikenal oleh mayoritas umat Muslim sebagai sholat yang identik dengan permohonan rezeki. Namun tetap saja di dalam hati dan niat, setiap apapun ibadah yang dilakukan harus diniatkan dengan dalam hanya untuk Allah SWT.

IHRAM

Hikmah Mencukur dan Mencabut Bulu Kemaluan

Dalam Islam, mencukur dan mencabut bulu kemaluan hukumnya adalah sunnah. Ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, kemaluan belakang atau dubur maupun kemaluan depan atau kubul. Kesunnahan ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata;

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ يَقُولُ: الفِطْرَةُ خَمْسٌ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الآبَاطِ

Aku mendengar Nabi Saw bersabda; ‘Fitrah itu ada lima, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku-kuku, dan mencabut rambut ketiak. (Hukum Mencukur Rambut Kemaluan)

Menurut para ulama, bagi laki-laki lebih baik bulu kemaluannya dicukur daripada dicabut. Hikmah dan manfaat mencukur bulu kemaluan bagi laki-laki, selain agar bersih, juga agar menumbuhkan gairah syahwat. Gairah syahwat akan lebih kuat jika laki-laki mencukur bulu kemaluannya.

Adapun bagi perempuan, lebih baik dicabut daripada dicukur. Hikmah dan manfaat mencabut kemaluan bagi perempuan, selain agar bersih, juga karena hal itu bisa melemahkan syahwatnya dan melembutkan kemaluannya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiatul Bujairimi berikut;

وَالْأَفْضَلُ لِلذَّكَرِ الْحَلْقُ وَلِغَيْرِهِ النَّتْفُ، وَقَالُوا فِي حِكْمَتِهِ، إنَّهُ يُضْعِفُ الشَّهْوَةَ، وَالْحَلْقُ يُقَوِّيهَا وَعَكَسَ الْمَالِكِيَّةُ. وَقَالُوا: لِأَنَّ نَتْفَهَا يُرْخِي الْفَرْجَ

Yang paling utama bagi laki-laki adalah mencukur bulu kemaluan, sedangkan bagi perempuan adalah mencabutnya. Para ulama berkata tentang hikmahnya, ‘Bahwa mencabut bulu kemaluan itu bisa melemahkan syahwat, sedang mencukurnya itu bisa menguatkan syahwat. Menurut ulama Malikiyah sebaliknya. Mereka menyatakan; ‘Karena mencabut bulu kemaluan (bagi perempuan) itu bisa melembutkan kemaluannya.

Juga disebutkan dalam kitab Tuhfatul Habib ‘ala Syarh Al-Khatib berikut;

كان الحلق أولى للرجل والنتف أولى للمرأة لما قيل إن الحلق يقوّي الشهوة، فالرجل أولى به والنتف يضعفها فالمرأة أولى به

Mencukur kemaluan lebih utama bagi laki-laki, sementara mencabut lebih utama bagi perempuan. Dikatakan bahwa mencukur bulu kemaluan bagi laki-laki bisa menguatkan gairah syahwat, karena itu laki-laki lebih utama mencukurnya. Sementara mencabut bisa melemahkan syahwat, karena itu perempuan lebih utama mencabut. Wallahu a’lam bis showab.

BINCANG SYARIAH

Alasan Mencabut Bulu Hidung itu Tidak Baik

Bulu hidung yang tumbuh terlalu panjang bisa mengganggu penampilan, sehingga tidak sedikit orang yang sering mencabutnya. Lantas, bagaimanakah hukum mencabut bulu hidung dalam Islam? (Baca: Manfaat Mengisap Air ke Hidung Ketika Berwudhu)

Dalam beberapa kitab fikih dapat ditemukan beberapa keterangan mengenai hukum mencabut dan mencukur bulu yang ada di tubuh manusia. Ulama dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa mencukur bulu yang tumbuh di punggung dan di dada, hukumnya khilaful adab atau menyalahi adab. Sebagaimana dalam keterangan kitab Al-Fiqh ‘Ala Madzahibi Al-Arba’ah (Juz 2 Hal 44) berikut,

الحنفية قالوا : واما حلق شعر الضهروالصدر فهو خلاف الادب

Hanafiyyah berpendapat, adapun mencukur bulu yang tumbuh di punggung dan di dada, hukumnya khilaful adab atau menyalahi adab.

Dalam kasus bulu hidung dapat diketahui bahwa bulu tersebut memiliki peran penting dalam menjaga kelembapan di dalam hidung. Tak hanya itu, bulu hidung juga berfungsi untuk menyaring debu, serangga kecil, hingga mikroorganisme, seperti bakteri dan virus, yang terhirup masuk ke dalam hidung agar tidak masuk ke dalam paru-paru.

Berdasarkan beberapa fungsi inilah ulama dari kalangan mazhab Syafiiyah memakruhkan untuk mencabut bulu hidung. Tetapi apabila bulu hidung dirasa panjang dan mengganggu penampilan seseorang bisa menghilangkannya dengan cara digunting tidak dengan dicabut. Sebagaimana dalam keterangan kitab Fiqh ‘Ala Madzahibi Al-Arba’ah (Juz 2 Hal 45) berikut,

ويكره نتف شعر الأنف بل يسن قصه إن طال وأن يتركه لما فيه من المنفعة الصحية

Dimakruhkan mencabut bulu hidung, akan tetapi disunahkan mengguntingnya jika dirasa panjang, dan biarkan tetap ada karena keberadaannya mempunyai manfaat kesehatan (sebagai filter udara).

Selaras dengan kemakruhan hukum mencabut bulu hidung, rupanya hal tersebut dilarang oleh dokter spesialis THT Rumah Sakit Moewardi Surakarta, S. Hendradewi. Dikutip dari Kompas, beliau menjelaskan bahwa menghilangkan bulu hidung dapat menyebabkan infeksi pada hidung dan paru-paru, karena hilangnya fungsi bulu hidung sebagai penyaring partikel-pertikel kecil yang masuk dalam hidung. Hendradewi juga berkata bahwa jika memang risih karena ada bulu hidung yang sampai keluar-keluar lubang hidung, maka cukup dipotong sebatas yang keluar, supaya fungsi bulu hidung tetap ada.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan beberapa fungsi yang terdapat pada bulu hidung ulama dari kalangan mazhab Syafiiyah memakruhkan untuk mencabut bulu hidung. Tetapi apabila bulu hidung dirasa panjang dan mengganggu penampilan seseorang bisa menghilangkannya dengan cara digunting tidak dengan dicabut.

Demikian. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Amalan-amalan yang Dianjurkan Saat Gerhana Bulan

Peristiwa gerhana bulan diperkirakan akan terjadi pada Jumat (19/11) sore ini. Beberapa wilayah di Indonesia disebut akan bisa melihat fenomena alam tersebut.

Fenomena gerhana bulan dalam ajaran Islam disebut sebagai tanda atau bukti kuasa Allah SWT agar lebih mengingat-Nya. Kejadian ini bukanlah tanda dari kematian atau kelahiran seseorang seperti yang diyakini orang-orang pada masa lalu.

Sebagai bukti dari kuasanya-Nya, Nabi muhammad SAW menganjurkan beberapa amalan yang bisa dilakukan saat peristiwa ini terjadi. Amalan-amalan ini dijelaskan dalam sebuah hadist, yaitu:

Rasulullah bersabda:

إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته فإذا رأيتم ذلك فأدعوا

الله وكبروا وتصدقوا وصلوا

Artiya: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari tanda-tanda Allah, terjadinya gerhana pada keduanya bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, bila kalian melihat gerhana maka berdzikirlah kepada Allah, bertakbir, bersedekah, dan shalat.” (HR. Bukhari).

Dari hadist di atas, dapat disimpulkan amalan-amalan yang disunnahkan saat gerhana bulan adalah:

Memperbanyak doa

Tidak ada doa khusus terkait gerhana bulan, seorang muslim bisa meminta kepada Allah SWT beragam doa. Doa-doa seperti memohon ampunan dan diberi rahmat-Nya adalah contoh doa yang bisa dibaca saat peristiwa ini.

Berdzikir kepada Allah SWT

Selain berdoa, dianjurkan juga bagi seorang Muslim untuk memperbanyak dzikir. mengingat-ingat nama-Nya saat peristiwa gerhana menunjukkan seseorang memahami arti fenomena alam yang diciptakan Allah SWT.

Bersedekah 

Dianjurkan juga untuk bersedekah saat melihat gerhana bulan. Perbuatan ini adalah bukti dari keyakinan seseorang kepada Allah yang sudah menunjukkan bukti kekuasaan-Nya dengan gerhana bulan.  

Sholat gerhana 

Tata cara sholat sunah gerhana bulan sama dengan gerhana matahari. Tapi para ulama membedakan bahwa gerhana bulan dilakukan sama seperti sholat sunah lainnya yang dilakukan sendiri-sendiri. Ulama menyebut sholat gerhana bulan bisa dilakukan sendiri-sendiri di rumah atau di masjid. Alkhaledi kUrnialam

IHRAM

Bolehkan Ibadah Haji Menggunakan Alat Bantu?

Rasulullah adalah sosok yang menjaga kesehatannya termasuk saat ibadah haji. Hal yang dilakukan Rasulullah Saw patut diteladani umatnya dalam menjaga keseimbangan selama menjalankan ibadah haji.

Dalam buku Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko karya M Imran S Hamdani dipaparkan pentingnya keseimbangan ketika menjalankan ibadah haji. Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ummu al-Husain ra dengan berkata.

“Aku pernah berhaji bersama Rasulullah Saw pada saat haji wada. Kemudian aku melihat Usamah dan Bbilal salah seorang dari mereka memegang tali kekang unta Rasulullah, sementara yang lain mengangkat pakaiannya agar menutupinya dari panas, hingga beliau melempar jumroh aqobah.”

Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw mengendarai unta saat melontar aqabah. Tak hanya itu Rasulullah Saw juga pernah tawaf dan Sa’i dengan menggunakan unta. Beliau biasa saja jalan kaki, tetapi ada tujuan dibalik itu semua, yaitu mengajarkan kepada orang-orang yang berhaji tentang bagaimana melakukan manasik.

“Hal ini juga menunjukkan bahwa jamaah haji boleh menggunakan alat yang membantunya dalam beribadah,” katanya.

Menggunakan kursi roda untuk tawaf dan Sa’i tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kendala pada kedua kaki. Akan tetapi, jamaah penderita penyakit paru kronis atau penyakit jantung, meskipun dapat berjalan sangat dianjurkan untuk menggunakan kursi roda.

Hal ini karena aktivitas ibadah fisik pada level sedang sampai berat seperti umroh atau berjalan menuju jamarat dapat memicu penyakit yang diderita menjadi lebih berat. Mereka menjadi lebih rentan terhadap serangan jantung atau distres saluran pernapasan.

Bahkan usia lanjut yang renta dan dikhawatirkan menjadi sakit karena tidak mampu berjalan kaki jauh juga dapat menggunakan kursi roda. Hal ini merupakan keringanan dalam beribadah bagi mereka yang rentan.

“Bentuk keringanan dalam ibadah haji seperti ini harus disampaikan kepada jamaah haji yang rentan agar mendapatkan pemahaman yang baik tentang resiko penyakitnya dan keabsahan ibadahnya,” katanya.

IHRAM

Malaikat, Makhluk yang Tidak Memiliki Anak Keturunan

Malaikat bukanlah makhluk yang memiliki jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Allah Ta’ala menjelaskan karakteristik (sifat) malaikat sebagai hamba Allah dan meniadakan anak keturunan dari malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَداً سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ ؛ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ؛ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُم مِّنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ

“Dan mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak.” Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al-Anbiya’: 26-28)

Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثاً أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ

“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS. Az-Zukhruf: 19)

Sa’id bin Musayyib rahimahullah berkata,

الملائكة ليسوا ذكورا ولا إناثا ولا يأكلون ولا يشربون ولا يتناكحون ولا يتوالدون

“Malaikat itu tidak berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, tidak makan, dan tidak minum. Juga tidak menikah dan tidak memiliki keturunan.” (Fathul Baari, 6: 306)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

فَإِنَّ الْإِنْسَ وَالْجِنَّ مُشْتَرِكُونَ مَعَ كَوْنِهِمْ أَحْيَاءً نَاطِقِينَ مَأْمُورِينَ مَنْهِيِّينَ. فَإِنَّهُمْ يَأْكُلُونَ وَيَشْرَبُونَ وَيَنْكِحُونَ وَيَنْسِلُونَ وَيَغْتَذُونَ وَيَنْمُونَ بِالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ. وَهَذِهِ الْأُمُورُ مُشْتَرَكَةٌ بَيْنَهُمْ. وَهُمْ يَتَمَيَّزُونَ بِهَا عَنْ الْمَلَائِكَةِ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَأْكُلُ وَلَا تَشْرَبُ وَلَا تَنْكِحُ وَلَا تَنْسِلُ.

“Manusia dan jin itu sama dalam hal sebagai makhluk hidup yang bisa berbicara, mendapatkan perintah dan larangan. Mereka sama-sama makan, minum, menikah, memiliki keturunan, dan tumbuh dengan adanya makanan dan minuman. Ini adalah perkara yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan jin. Mereka (manusia dan jin) terbedakan dari malaikat. Karena malaikat itu tidak makan, tidak minum, tidak menikah, dan tidak memiliki anak keturunan.” (Majmu’ Al-Fataawa, 16: 192)

Keadaan malaikat yang tidak menikah, tidak memiliki keturunan, tidak memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan merupakan keistimewaan yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa hakikat malaikat itu berbeda dengan hakikat jin dan manusia. Ini juga menunjukkan keagungan Allah Ta’ala yang telah menciptakan malaikat. Allah Ta’ala menciptakan makhluk-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki, dengan hakikat yang Allah Ta’ala kehendaki pula.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/70007-malaikat-tidak-memiliki-keturunan.html

Sedekah Menyembuhkan Penyakit?

Bismillahirrahmanirrahim.

Islam memerintahkan kita untuk berikhtiar mencari obat dari penyakit yang diderita. Semua penyakit pasti ada obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua atau kematian. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

تداووا عباد الله فإن الله تعالى لم يضع داء إلا وضع له دواء غير داء واحد: الهرم

Berobatlah wahai para hamba Allah. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menciptakan penyakit, melainkan Allah menciptakan juga obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua.”

Dan obat suatu penyakit itu tidak selamanya berupa obat-obat jasmani, seperti herbal, obat-obatan medis, dan lain-lain. Ada jenis obat yang secara kasatmata tidak berkaitan dengan jasmani, namun ia adalah obat yang sangat manjur yang bisa mengungguli semua obat medis, herbal, dan yang sejenisnya.

Karena Al-Qur’an mengajarkan bahwa kesembuhan penyakit ada keterkaitan erat dengan kepercayaan yang kuat kepada Tuhan (akidah) dan tawakal yang baik. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ

Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’ara: 80)

Pesan ini tidak boleh luput dari setiap muslim yang sakit. Bahwa dokter dan segala upaya pengobatan medis atau herbal, hanyalah sarana ikhtiar untuk mengikuti sunnatullah yang Allah tetapkan di bumi ini. Namun, yang menentukan kesembuhan, bukan ikhtiar kita, tetapi Allah Tuhan alam semesta yang mampu menyembuhkan.

Status hadits tentang sedekah sebagai obat dari penyakit

Salah satu ikhtiar berobat yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berobat melalui sedekah. Disebutkan di dalam hadis dari Abdullah bin Mas’ud dan Ubadah bin Shomit -semoga Allah meridai keduanya-, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وداوُوا مرضاكم بالصدقة

Obatilah orang-orang sakit kalian dengan bersedekah.” (Dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ dan Shahih At-Targhib)

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan hadis ini,

فإن للصدقة تأثيرًا عجيبًا في دفع أنواع البلاء ولو كانت من فاجر أو من ظالم بل من كافر فإن الله تعالى يدفع بها عنه أنواعا من البلاء وهذا أمر معلوم عند الناس خاصتهم وعامتهم وأهل الأرض كلهم مقرون به لأنهم جربوه

Sedekah memiliki khasiat yang kuat menolak berbagai macam bala (termasuk penyakit). Bahkan, sekalipun itu dari orang yang ahli maksiat, zalim, maupun orang kafir. Melalui sedekah yang mereka lakukan, Allah angkat bala. Khasiat sedekah seperti ini disaksikan oleh banyak orang, orang-orang berilmu, atau kaum awam umumnya, bahkan seluruh penduduk bumi mengakuinya karena mereka telah merasakan sendiri.” (Jami’ Al-Fiqh, 3: 7)

Jika ahli maksiat, bahkan orang kafir sekalipun, sedekah untuk menolak bala atau menyembuhkan penyakit bisa Allah Ta’ala kabulkan, terlebih jika yang melakukan adalah seorang muslim yang bertauhid dan taat kepada agama.

Hadis tentang khasiat sedekah dapat menyembuhkan penyakit di atas kebenarannya dikuatkan oleh keterangan berikut ini:

Pertama, banyak hadis sahih menerangkan bahwa sedekah dapat menolak bala.

Di antaranya yang paling sahih adalah hadis yang tertulis di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tentang salat gerhana (kusuf),

فإذا رأيتم ذلك فادعو الله وكبروا وصلوا وتصدقوا

Jika kalian melihat gerhana, maka berdoalah, bertakbir, salat, dan bersedekahlah.

Ibnu Daqiq Al-‘Id rahimahullah berkata,

وفي الحديث دليل على استحباب الصدقة عند المخاوف لاستدفاع البلاء المحذور

“Hadis ini dalil anjuran bersedekah ketika suasana menakutkan untuk menolak bala yang dikhawatirkan.”

Kedua, sedekah dapat meredam kemarahan Tuhan.

Sebagaimana disebut dalam hadis,

إن الصدقة لتطفئ غضب الرب وتدفع ميتة السوء

Sesungguhnya sedekah dapat meredam kemarahan Tuhan dan mencegah kematian yang buruk.”

Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di Jami’ As-Shahih, pada bab zakat, nomor hadis 644. Beliau menilai bahwa hadis ini derajatnya hasan gharib.

Demikian pula Imam Thabrani di dalam Mu’jam Al-Kabir, nomor 1018 dan 8014, menilai sanad hadis ini hasan.

Dan sejumlah ulama hadis lainnya juga menilainya hasan. Kesimpulan status hasan hadis ini diamini oleh lembaga fatwa Lajnah Da’imah (KSA),

فالحديث روي بطرق متعددة بنحو اللفظ المذكور مطولاً ومختصرًا عن عبد الله بن جعفر وأبي سعيد الخدري وعبد الله بن عباس وعمر بن الخطاب وعبد الله بن مسعود وأبي أمامة وأنس بن مالك ومعاوية بن حيدة ، وهي طرق لا تخلو من ضعف كما ذكره أئمة الحديث، لكن الحديث له شواهد تقويه وكثرة طرقه تجعله لا يقل عن مرتبة الحسن لغيره.

“Hadis ini diriwayatkan melalui sejumlah jalur sanad, ada yang dengan redaksi panjang ada yang ringkas. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id Al Khudri, Abdullah bin Abbas, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Ubai bin Umamah, Anas bin Malik, dan Muawiyah bin Haidah. Semua sanad tersebut tidak terhindar ke-dhoif -an sebagaimana keterangan para imam hadis. Namun, hadis ini memiliki riwayat penguat dan banyak sanadnya sehingga statusnya dari lemah naik menjadi hasan lighoirihi.” (Fatawa Lajnah Da’imah no. 18860)

Makna hadis di atas adalah, sedekah dapat menghapus dosa. Di antara penyebab datangnya musibah adalah karena dosa kita. Melalui musibah, Allah ingin menghapus dosa kita.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ

“Musibah apa pun yang menimpa kamu, maka adalah karena perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Maka dengan sedekah, dosa dapat terhapus sehingga akan meringankan musibah, bahkan menghilangkannya dengan izin Allah.

Ketiga, salah satu sebab doa menjadi mustajab adalah ketika diiringi tawasul dengan amal saleh, di antaranya seperti sedekah.

Dalilnya adalah hadis yang mengisahkan tentang tiga orang yang terkunci di dalam gua. Lalu ketiganya berdoa kepada Allah dengan bertawasul dengan amal saleh masing-masing. Ada yang bertawasul dengan baktinya kepada kedua orang tua. Ada yang bertawasul dengan takwanya saat diajak berzina oleh wanita cantik. Ada yang bertawasul dengan amanahnya mengelola harta orang lain. Kemudian, Allah pun kabulkan doa mereka.

Selengkapnya hadis tentang tiga orang yang terkunci di dalam gua, bisa Anda baca di sini.

Meniatkan sedekah agar Allah memberikan kesembuhan, adalah bentuk tawasul dengan amal saleh.

Agar sedekah manjur menyembuhkan penyakit -dengan izin Allah-

Berapa hal berikut wajib dilakukan agar sedekah benar-benar berkhasiat menyembuhkan penyakit:

Pertama, lakukan dengan ikhlas karena Allah ‘Azza Wajalla.

Sedekah adalah ibadah yang memiliki nilai pahala yang agung. Agar sedekah dapat berbuah maksimal, maka harus disertai keikhlasan yang tinggi dan tentu saja memperhatikan tutunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam pelaksanaannya. Layaknya syarat yang berlaku pada semua ibadah.

Kedua, sedekahlah dengan harta yang baik dan Anda cintai. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا

“Allah itu Mahabaik, dan Allah tidak akan menerima amalan, kecuali yang baik-baik saja.”

Ketiga, disertai rasa yakin dan pasrah kepada Allah bahwa Allah mampu menyembuhkan.

Dalilnya adalah hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة، واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

Berdoalah dalam keadaan Anda yakin Allah akan kabulkan doa Anda. Ingat, Allah itu tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi)

Keempat, hindari keinginan tergesa-gesa minta dikabulkan. Karena prasangka seperti itu dapat menghalangi terkabulnya doa.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُسْتجَابُ لأَحَدِكُم مَا لَم يعْجلْ: يقُولُ قَد دَعوتُ رَبِّي، فَلم يسْتَجبْ لِي. متفقٌ عَلَيْهِ.

Doa kalian akan dikabulkan selama kalian tidak tergesa-gesa, seperti orang mengatakan, “Aku berdoa terus, tetapi kok Tuhan tidak mengabulkan?!” (Muttafaqun ‘alaih)

Kelima, tepat sasaran.

Sebuah pemberian bernilai sedekah ketika diberikan kepada fakir miskin dengan tujuan membantu mereka memenuhi kebutuhan. Adapun jika diberikan kepada orang yang berkecukupan, maka pemberian menjadi bernilai hadiah. Karena hadiah adalah pemberian kepada orang kaya dan miskin dengan niat bukan memenuhi kebutuhan, tetapi pemuliaan. (Lihat Syarah Al Mumti’ Ibnu ‘Utsaimin, 7: 481)

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/70296-sedekah-menyembuhkan-penyakit.html

Anggota Komisi Fatwa Dicokok Densus 88, DPRI RI Minta MUI Selektif Rekrut Pengurus

Anggota Komisi Fatwa MUI, Ahmad Zain An-Najah ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri dengan diduga melakukan tindak pidana terorisme. Selain Zain An-Najah, juga ditangkap Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Farid Okbah dan Anung Al-Hamat. Ketiganya yang berprofesi sebagai ustaz dan Dewan Syuro Jamaah Islamiyah (JI).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menyoroti penangkapan tersebut. Ace meminta MUI lebih selektif dalam merekrut pengurus.

“Jika terbukti pengurus MUI memiliki keterkaitan dengan tindakan terorisme, MUI seharusnya lebih hati-hati dan selektif dalam merekrut pengurusnya. MUI itu organisasi berhimpunnya para ulama dan cendekiawan yang seharusnya sudah tidak diragukan lagi komitmennya terhadap Pancasila & NKRI,” kata Ace kepada wartawan, Rabu (17/11/2021).

Terkait, Ace meminta semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ace mengingatkan tindakan terorisme bertentangan dengan prinsip-prinsip jati diri Islam.

Ia menegaskan bahwa tindakan terorisme itu bertentangan dengan prinsip-prinsip wasathiyatul Islam, moderasi Islam, sebagaimana nilai-nilai yang diajarkan MUI. Ekstremisme juga berlawanan dengan sikap beragama yang moderat.

“Jadi, kalau ada pengurus MUI terbukti terlibat dengan gerakan terorisme, sudah tidak sesuai dengan ajaran Islam yang disosialisasikannya selama ini,” imbuhnya.

Lebih jauh Ace kemudian berbicara perihal eksistensi Densus 88 Antiteror Polri. Pimpinan Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar itu menilai Densus 88 masih dibutuhkan.

“Densus 88 masih diperlukan untuk mendeteksi dan menindak tindak terorisme yang memang secara faktual masih ada di Indonesia,” terang Ace.

Selain itu, Ace juga menyampaikan pandangannya bahwa tindakan terorisme bukan semata tentang agama. Menurut Ketua DPP Golkar itu, tindakan terorisme bisa juga timbul akibat gerakan separatisme.

“Tentu tindakan terorisme ini harus dilihat bukan semata-mata soal agama, tetapi juga bisa jadi berasal dari sentimen lainnya, seperti separatisme. Untuk itu, siapapun harus menghormati proses hukum yang saat ini dijalani dari oknum pengurus MUI itu,” paparnya.

“Kita biarkan penegak hukum bekerja dengan profesional dan transparan agar tidak menimbulkan spekulasi yang bermuatan politis terhadap kasus ini,” pungkasnya.

Sebelumnya MUI mengonfirmasi bahwa Ahmad Zain An Najah merupakan anggota Komisi Fatwa MUI. MUI langsung menonaktifkan Zain An-Najah dari kepengurusan MUI.

Keputusan itu tertuang dalam bayan Majelis Ulama Indonesia tentang Penangkapan Dugaan Tersangka Terorisme yang dikeluarkan pada Rabu (17/11/2021). Keputusan itu ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar dan Sekjen Amirsyah Tambunan.

ISLAM KAFFAH