Rahasia Surat Al Waqiah tak Hanya Rezeki, Lalu Apa Saja?

Surat Al Waqiah mempunyai sejumlah rahasia khusus untuk umat Islam

Surat Al Waqiah termasuk salah satu surat favorit yang kerap dibaca umat Islam sehari-hari. Apa rahasia surat ini?

Surat Al Waqiah disebut memiliki kandungan yang menjelaskan mengenai dahsyatnya hari kiamat. Surat ini turun di Makkah, sebelum Rasulullah ﷺ dan sahabatnya hijrah ke Madinah. 

Dilansir dari laman Mawdoo3 pada Kamis (1/4), surat ini disebut telah membuat rambut Nabi ﷺ beruban.  

عن ابنِ عبّاسٍ قالَ : قالَ أَبُو بَكْر رضي الله عنه: “يَا رَسُولَ الله قَدْ شِبْتَ. قالَ: شَيّبَتْنِي هُودٌ وَالْوَاقِعَةُ وَالمُرْسَلاَتُ و {عَمّ يَتَسَاءَلُونَ} و {إِذَا الشّمْسُ كُوّرَتْ}”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berkata, ‘Wahai Rasulullah! Engkau telah beruban’. Beliau ﷺ menjawab: ‘Telah membuatku beruban (surat) Huud, Al Waqiah, Al Mursalat, An Naba, dan At Takwir.” Disebutkan juga bahwa Rasulullah ﷺ begitu ingin membaca surat ini dalam sholatnya. 

Di samping itu, ada yang menyebutkan bahwa dengan membaca Al Waqiah dapat diberikan kekayaan. Di antaranya hadist yang cukup terkenal ini meski derajat haditsnya lemah:

 مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْوَاقِعَةِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا “Barangsiapa membaca surat Al Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan jatuh miskin selamanya.” 

Surat yang turun sebelum Rasulullah ﷺ hijrah ini, memiliki total 96 ayat. Alasan penamaan al Waqiah yakni karena banyak disebutkan terkait hari kiamat di dalamnya. Kiamat merupakan hari yang begitu besar, karena dahsyat dan mengerikannya kondisi yang terjadi pada saat itu. 

Sumber: mawdoo3

KHAZANAH REPUBLIKA

Amalkan Surat Al Waqiah, Begini Caranya

Semua ayat dalam Alqur’an memiliki banyak keutamaan. Sebagai contoh, surat al-Waqi’ah bisa membuat orang yang membacanya mendapatkan kekayaan dan terhindar dari kemiskinan.

Hal ini disampaikan Muhammad Zaairul Haq dalam bukunya yang berjudul Rahasia Keutamaan Surat Al-Qur’an terbitan Rene Islam.

Dalam kitab al-Jawahir al-Lamma’ah, menurut dia, telah dijelaskan mengenai salah satu keutamaan  mengamalkan surat al-Waqi’ah, yaitu sebagai wasilah atau perantara memohon kepada Allah agar mendapatkan kekayaan.

Zaairul Haq kemudian menjelaskan cara mengamalkan surat al-Waqi’ah. Pertama, menurut dia, setelah tahajud di sepertiga malam terakhir, usahakan jangan tidur hingga masuk sholat subuh. Setelah itu, lanjutkan dengan sholat sunnah qabliyah Subuh dan sholat subuh berjamaah.

Setelah sholat subuh, baru membaca surat al-Waqi’ah satu kali, dan dilanjutkan dengan membaca wirid berikut sebanyak seribu kali, yaitu

ياكريم يا ودود

(Ya kariimu ya waduud)

Dengan mengamalkan surat al-Waqiah seperti itu, menurut Zaairul Haq, Allah akan memberikan kekayaan dalam waktu yang sangat dekat. Selain itu, menurut dia, orang yang mengamalkan suratal-Waqi’ah juga bisa terhindar dair kemiskinan.

“Salah satu keutamaan paling utama dari surat al-Waqi’ah adalah untuk mempermudah datangnya rezeki dan menghindarkan diri dari kemiskinan atau kesulitan hidup,” kata Zaairul Haq.

Dia pun mengutip sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang membaca surat al-Waqi’ah pada tiap-tiap malam, maka ia akan terhindar dari kemiskinan selamanya.” (HR Imam Baihaqi).

IHRAM

Mengapa Aku Tidak Bahagia?

Saudaraku, adakah manusia yang tidak menginginkan kebahagian dunia?

Bahkan orang-orang beriman dengan naluri kemanusiaannya pun tidak dapat mengelak dengan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Pemahaman tentang kebahagiaan akhirat yang menjadi tujuan kiranya tidak serta merta mengubur hasrat manusiawi yang menginginkan kecukupan baik dari sisi harta, tahta, istri salehah, keturunan dan segala pernak-pernik duniawi lainnya.

Sebab kita tahu bahwa dengan harta, sedekah, dan zakat dalam jumlah banyak dengan mudah kita keluarkan. Maka ampunan Allah pun mudah untuk diperoleh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api” (HR. Tirmidzi no. 614).

Melalui tahta atau jabatan yang strategis, celah untuk dapat berlaku adil dan memberikan kemanfaatan bagi manusia lainnya dengan leluasa bisa kita lakukan sehingga kelak di akhirat mendapatkan naungan Allah Ta’ala, sebagaimana sabda Nabi Shallahualaihi wasallam,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ …

“Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: (1) Seorang imam (pemimpin) yang adil …” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bersama istri salehah yang setia mendampingi kita dalam suka dan duka, maka menjalani kehidupan dengan satu tujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat mudah kita peroleh, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ

“Ada empat diantara kebahagiaan: (1) istri yang salehah (baik), (2) tempat tinggal yang luas, (3) tetangga yang saleh (baik), dan (4) kendaraan yang nyaman [1].”

Begitu pula dengan memiliki keturunan yang banyak, kita dapat membentuk generasi saleh/salehah yang dapat melanjutkan estafet dakwah guna memberikan kemanfaatan yang luas bagi agama dan bangsa sehingga menjadi kebanggaan Nabi Shallallhu ‘alaihi wasallam di akhirat kelak sebagaimana sabdanya,

تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

 “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat [2].”

Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana jika semua hasrat duniawi tersebut belum kita peroleh bahkan hingga saat ini?

Sikap orang beriman memandang kebahagiaan

Tidak pula dapat dipungkiri bahwa banyak manusia yang beriman belum mendapatkan kebahagiaan dunia tersebut. Jangankan untuk memperoleh tahta, hidup pun masih dengan keadaan serba kekurangan. Jangankan untuk mendapatkan keturunan, jodoh pun tak kunjung bertemu. Padahal, segala daya dan upaya telah dikerahkan untuk mewujudkan mimpi menggapai kebahagiaan duniawi tersebut. Kualitas iman dan takwa selalu di-upgrade guna mendapatkan secercah karunia dari Allah Ta’ala berupa jawaban dari doa-doa yang senantiasa dipanjatkan.

Lantas, bagaimana cara orang beriman menyikapi kenyataan ini?

Jawabannya adalah dengan kembali memperbaharui niat (tujuan) kita dalam menjalani kehidupan fana ini, yaitu menjadikan negeri akhirat sebagai priotitas tujuan utama. Merealisasikan niat dengan istikamah menjaga diri dari batasan-batasan syariat dalam menapaki setiap jejak langkah mewujudkan mimpi duniawi kita.

Mari kita perhatikan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina [3].”

Sejatinya, apabila kita memahami hakikat kehidupan dunia ini, maka dengan tenang kita dapat mengarungi segala rintangan dan tantangan kehidupan ini. Karena hakikat kehidupan dunia adalah senda gurau dan permainan belaka. Allâh Ta’ala berfirman,

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui” (QS. Al-Ankabût: 64).

Kebahagiaan bagi pembangkang syariat

Adapun kenikmatan yang diberikan kepada mereka bahkan yang tidak beriman kepada Allah, janganlah membuat kita merasa sedih sebab tidaklah kenikmatan itu semua melainkan bunga kehidupan dunia, sebagaimana firman Allah :

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

“Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Rabbmu lebih baik dan lebih kekal” (QS. Thâhâ: 131).

Apabila dibandingkan dengan kenikmatan kehidupan akhirat, kehidupan dunia ini tidaklah ada apa-apa nya. Allah berfirman,

فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

“Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (QS. at-Taubah: 38).

Lebih rinci Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan kepada kita tentang hakikat dunia apabila dibandingkan dengan akhirat seperti air yang tersisa dalam jari telunjuk apabila dicelupkan dalam air. Beliau bersabda,

وَاللهِ ، مَا الدُّنْيَا فِـي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَـجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هٰذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَ بِالسَّبَّابَةِ – فِـي الْيَمِّ ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِـعُ

“Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, -(perawi hadis ini yaitu -pent.) Yahya  memberikan isyarat dengan jari telunjuknya- lalu hendaklah dia melihat apa yang dibawa jarinya itu?” (HR. Muslim, no. 2957).

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan perumpamaan dunia sebagaimana makanan yang terkesan nikmat setelah dibumbui dengan beraneka rempah untuk dimakan. Namun pada akhirnya akan menjadi kotoran yang kita pun enggan untuk kembali menyentuhnya. Beliau bersabda,

إِنَّ مَطْعَمَ ابْنِ آدَمَ جُعِلَ مَثَلًا لِلدُّنْيَا وَإِنْ قَزَّحَهُ وَمَلَّحَهُ فَانْظُرُوْا إِلَى مَا يَصِيْرُ

“Sesungguhnya makanan anak Adam (makanan yang dimakannya) dijadikan perumpamaan terhadap dunia. Walaupun ia sudah memberinya bumbu dan garam, lihatlah menjadi apa makanan tersebut akhirnya [4].”

Dunia bagi Allah dan Rasul-Nya

Betapa rendahnya hakikat dunia bagi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka semestinya kita tidak bersedih atas apa yang sedang kita hadapi dari cobaan demi cobaan khususnya dalam mendapatkan impian duniawi yang belum terwujud.

Karena apabila dunia ini bermakna bagi Allah, maka para pembangkang syariat  tidak akan mendapatkan kebahagiaan meskipun dengan seteguk air. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ كَانَتِ الدُّنْـيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Andai dunia ini di sisi Allah senilai selembar sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum seteguk airpun kepada orang kafir [5].”

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memperingatkan kepada kita untuk tidak sedikit pun merasa iri kepada manusia yang mengangkangi syariat Allah tapi tetap mendapatkan kenikmatan dunia, sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Umar Radhiyallahu’anhu,

أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الْآخِرَةُ؟

“Tidakkah engkau rida untuk mereka (orang-orang kafir) dunia sementara bagi kita akhirat? [6]”

Hikmah dari kebahagiaan yang belum datang

Sekali lagi, kehidupan dunia ini dari sudut pandang manusia yang lemah memang sangat menggiurkan dan penuh dengan godaan yang berisi tipudaya. Namun, orang beriman yang senantiasa menyadari akan hakikat dunia sebagaimana yang diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahualaihi wasallam dengan izin Allah akan selalu terjaga hati dan niatnya dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Mereka akan selalu ingat akan firman Allah,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Wahai manusia! Sungguh, janji Allâh itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allâh” (QS. Fâthir/35:5).

Impian terhadap harta dan tahta yang hingga saat ini belum dianugerahkan kepada kita, semestinya menyadarkan kita bahwa saat ini Allah sedang menyelamatkan kita dari kerusakan agama yang dapat disebabkan oleh dua hal tersebut.

Kenapa demikian? Bisa jadi karena kita masih lemah dalam mengelola harta yang apabila kita peroleh justru akan menjadi jembatan untuk melakukan pembangkangan terhadap batasan syariat yang telah Allah Ta’ala tetapkan.

Kita belum dikaruniai tahta atau jabatan, bisa jadi karena masih belum mampu untuk mengemban amanah yang apabila saat ini Allah berikan, bisa saja akan mencelakai diri kita sendiri yang belum bisa mengendalikan diri ketika godaan penyelewengan kewenangan jabatan dan sebagainya menghampiri. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَاذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ

“Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat rakus manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya [7].”

Wallahua’lam bi-ash-shawaab.

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/68891-mengapa-aku-tidak-bahagia.html

Hukum Menginap di Rumah Non Muslim

Bagi seseorang yang memiliki banyak teman dari kalangan non muslim, berkunjung ke rumah temannya tersebut tentu merupakan hal yang lumrah dilakukan. Bahkan terkadang bukan hanya berkunjung, namun juga sampai menginap di rumahnya. Sebenarnya bagaimana hukum berkunjung dan menginap di rumah non muslim?

Dalam Islam, mengunjungi rumah non muslim, baik masih ada hubungan kerabat, keluarga, famili dan tetangga dan teman, hukumnya adalah boleh. Begitu juga menginap di rumah non muslim, hukumnya juga boleh, tidak dilarang. Begitu juga sebaliknya, boleh bagi non muslim mengunjungi dan bermalam di rumah kita.

Dalil kebolehan menginap di rumah non muslim, dan kebolehan non muslim menginap di rumah kita, adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Asma putri Abu Bakar, dia berkata;

قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

Ibuku mendatangiku pada saat beliau masih musyrik ketika ada penjanjian damai dengan kaum musyrik. Lalu aku meminta pendapat kepada Rasulullah Saw, dan aku bertanya; Wahai Rasulullah, ibuku mendatangiku karena rindu padaku. Bolehkah aku menjalin silaturahmi dengan Ibuku?. Beliau menjawab; Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu.

Di dalam hadis ini, Rasulullah Saw mengizinkan Asma binti Abu Bakar untuk menjalin silaturrahim dengan ibunya yang masih musyrik. Ibunya tidak masalah mengunjungi Asma, begitu sebaliknya, Asma boleh mengunjungi rumah ibunya.

Ketika kita bermalam di rumah non muslim, kita juga diperbolehkan untuk wudhu dari bejana atau kamar mandi milik non muslim. Juga boleh shalat di rumahnya. Terdapat sebuah hadis yang menceritakan bahwa Nabi Saw dan para sahabatnya pernah wudhu dari bejana non muslim. Ini menunjukkan bahwa wudhu dari kamar mandi milik non-muslim, pada saat kita menginap di rumahnya, hukumnya boleh dan sah selama tidak ada najis.

Hadis dimaksud diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Imran bin Hushain, dia berkisah;

أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ امْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ

Rasulullah Saw bersama para sahabatnya berwudhu dengan air dari bejana perempuan musyrik.

BINCANG SYARIAH

Mualaf Juan, Risiko Berat Berjuang Sembunyikan Islamnya

Mualaf Juan menghadapi beragam dilema selama sembunyikan Islamnya

Juan Dovandi (19 tahun) masih terus berproses sebagai mualaf. Karena hingga saat ini dia masih merahasiakan keislamannya dari keluarga.  

Juan Dovandi merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Kisah hidupnya cukup pelik, karena sejak balita telah ditinggal oleh ibunya pergi tanpa kabar. 

Tak hanya ibu, ayahnya pun dua tahun kemudian pergi meninggalkan dia dan adiknya. Semula dia hendak dititipkan di panti asuhan, namun saudari ayahnya iba sehingga merawat keduanya hingga saat ini. 

Juan saat ini duduk di kelas tiga SMA, karena tantenya seorang non-Muslim, sehingga sejak kecil dia diajarkan agama tantenya hingga saat ini. Kemudian ketika menginjak kelas empat SD, Juan daftar ulang dan tidak sengaja melihat kartu keluarga milik keluarganya. Saat itu, Juan belum terdaftar di kartu keluarga tantenya.  

“Saya melihat ada nama ibu saya dan beragama Islam dan juga nama saya dan adik saya yang Islam namun ayah saya Buddha,” ujar dia kepada Republika.co.id, belum lama ini. 

Saat itu Juan bertanya-tanya dalam hati karena agama yang dianutnya saat itu berbeda dengan yang ada di kartu keluarganya. Namun dia tak berpikir panjang sampai satu ketika hidayah sampai kepadanya. 

Ketika kelas empat SD, sebagai non-Muslim biasanya saat belajar agama Islam, siswa diperbolehkan keluar kelas. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan Juan yang saat itu bersekolah di sekolah negeri. 

Juan merasa penasaran dengan hal yang dipelajari Muslim. Juan yang keturunan Tionghoa kental dengan adat budaya dalam kesehariannya kemudian rutin ikut dalam pelajaran agama Islam. 

Dia tertarik dengan kisah Nabi Ibrahim tentang pencarian Tuhan. Bahwa dalam mencari Tuhan, Ibrahim AS pernah bertanya tentang patung yang disembah ayah dan masyarakatnya saat itu.  

Tetapi anehnya patung tersebut bisa dirusak. Ibrahim pun kemudian melakukan perjalanan dalam mencari Tuhan. Dia pernah bertanya tentang bintang yang bersinar apakah Tuhan tetapi keindahannya kalah dengan bulan. Demikin juga dengan bulan yang ternyata tenggelam saat matahari terbit dengan cahayanya yang lebih terang. 

Kemudian hingga akhir, Ibrahim yakin bahwa Tuhan adalah yang menciptakan semua hal yang telah dilihatnya. Kisah tersebut terdapat dalam Alquran, surat Al Anam ayat 76-79.   

Juan kemudian terus mempelajari Islam hingga kelas enam SD dan wali kelasnga tahu keinginan dia untuk memeluk Islam. Wali kelasnya menguatkan keyakinannya, dia sempat ragu karena keluarga yang telah membesarkan pasti melarangnya.  

Sejak mempelajari Islam, Juan tidak pernah lagi ikut ibadah tantenya. Ada saja alasan yang dia buat untuk menghindari ajakannya namun tetap saja terkadang dia terpaksa ikut.  

Hingga kelas delapan SMP, Juan semakin bertekad ingin membahas masalah agamanya. Benar saja, tantenya marah besar dan hendak mengusirnya. 

“Sejak saat itu saya tidak lagi membahas masalah agama dengan bibi saya, dan akan terang-terangan dengan keislaman saya jika telah bekerja dan mandiri,”ujar dia  

Karena dia merasa masih bergantung dengan keluarga bibinya maka dia menuruti kehendak bibinya. Namun diam-diam, Juan telah bersyahadat tanpa sepengetahuan bibinya. 

Dia juga diam-diam belajar sholat dan menyembunyikan buku-buku Islam termasuk juz “amma” di kamarnya. Hanya adik yang berbeda tiga tahun darinya yang mengetahui hal ini. 

Sejak SD dan SMP, Juan diberikan kemudahan mempelajari Islam di sekolah karena bersekolah di negeri. Setiap hari ada kajian di sekolah kemudian setiap Jumat ada mengaji yasin. Itu semua dia ikuti di sekolah. 

Namun saat menginjak SMA, tantenya yang selama ini tinggal bersamanya memiliki kesulitan ekonomi.  

Sehingga saat itu Juan terlambat untuk mendaftar sekolah negeri. Bibinya yang lain kemudian mendaftarkannya di sekolah swasta non-Muslim di SMK. 

Meski dia kesulitan untuk belajar Islam, dia bersyukur masih bisa bersekolah dan tetap belajar Islam meski seorang diri.  

Juan tidak berani untuk terang-terangan ibadah ke masjid. Karena keluarganya cukup dikenal di lingkungan rumah dan khawatir akan diadukan jika ketahuan sholat. Pernah dia ke masjid itupun saat SMP, di masjid sekolah, selain dari itu dia tidak berani.  

Jangankan untuk sholat dan mengaju keluar, untuk sekadar kegiatan sekolah pun memang keluarganya sangat ketat. Itu semata-mata bibinya khawatir dengannya.  

Untuk tetap mendalami Islam, selain belajar dari buku Juan mengikuti kajian online melalui internet dan ikut komunitas Islam online untuk bertukar pikiran.  

Ujian berat pernah terasa, saat keimananya goyah ketika ayahnya dikabarkan meninggal dunia. Dia juga sempat terpengaruh dengan lingkungan sekolahnya. 

Dia kemudian beristighfar dan kembali kepada Islam. Tantangan kedua juga adalah ketika keluarganya menyajikan makanan yang tidak halal. 

Dia merasa kesulitan karena belum memiliki uang sendiri untuk membeli makanan halal. Dia akan berpuasa jika memang makanan yang disajikan adalah makanan yang tidak halal. 

Juan sering berpuasa Senin-Kamis, meskipun belum rutin. Tahun lalu, dia bisa berpuasa Ramadhan meskipun belum penuh selama 30 hari. Karena khawatir ketahuan, Juan biasanya tidak sahur dan saat berbuka harus lewat dari magrib karena makan bersama keluarga sekitar pukul tujuh malam.  

Juan berharap dan berdoa keluarga yang telah membesarkannya bisa menerima keislamannya. Dia akan tetap menjalin silaturahim, jika suatu saat nanti secara terbuka telah menyatakan sebagai Muslim.”Saya terus berdoa agar tetap dikuatkan iman Islam saya,” tutur dia.  

Setelah lulus SMK, Juan memberanikan diri untuk meminta di khitan oleh bibinya. Setelah dikhitan, bibinya kemudian menanyakan alasan Juan. 

Juan kembali jujur bahwa dia masih menganut Islam dan tetap yakin dengan agama yang dibawa Rasulullah ini. Setelah keluarga di rumah mengetahui, keluarga besarnya pun berkumpul dan meminta Juan untuk kembali ke agama lamanya.  

Bahkan keluarganya pun akan menerima Juan jika memilih agama lain asalkan bukan Islam. Namun Juan tetap teguh, dia pun diancam untuk pergi dari rumah dan tidak boleh berhubungan dengan keluarga maupun adik kandungnya.  

“KTP dan ijazah saya tidak diberikan karena khawatir saya akan membuat masalah dan mendatangi mereka, sehingga saat ini saya belum bisa melamar kerja,”ujar dia.  

Juan memilih keluar dari rumah dan kini ditampung DKM Masjid Al Iman, Cipondoh, Tangerang. Dia diberikan sebuah ruangan untuk tempat tinggal.

Sembari menunggu pondok pesantren yang buka untuk dia mendalami Islam. Saat ini untuk hidup sehari-hari dia masih mengandalkan zakat dan infak kepadanya sebagai seorang mualaf.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Buya Hamka: Semua Rasul Dakwahkan Tauhid, Termasuk Nabi Isa

Tauhid adalah risalah semua nabi dan rasul yang pernah diutus Allah SWT

Para nabi yang diutus Allah SWT untuk berdakwah membawa risalah Islam dan bukan agama lain, termasuk Nabi Isa alahissalam.  

Dalam Tafsir Al-Azhar, Prof Hamka menegaskan kita kaum Muslimin mempercayai dengan sedalam-dalamnya, bahkan menjadi bahagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan itikad kita. “Bahwa agama yang diajarkan Nabi Isa Almasih tidak lain dari pada agama Islam,” tulis Prof Hamka.  

Hal ini, kata Prof Hamka, sebagai yang telah ditunjukkan ayat ini, dan ayat yang lain, penyerahan diri yang timbul daripada ilmu keinsafan kepada Allah SWT, lalu dirumuskan menjadi La llaha llla Allah, tiada Tuhan melainkan Allah, dan Isa Rasulullah! Asasnya ialah Tauhid. 

Tetapi karena pengaruh raja-raja yang berkuasa, berpadu dengan pengaruh pimpinan agamawan, yaitu kaum pendeta bagi kepentingan politik dan kekuasaan, dibentuklah kepercayaan itu menurut kehendak mereka dan diputuskan demikian, dan tidak boleh dilanggar dari yang diputuskan itu.  

“Akhirnya timbullah perpecahan yang dahsyat di antara satu golongan dengan golongan yang lain dalam satu agama, sampai musnah memusnahkan,” katanya. 

Golongan Arius misalnya. Arius terkenal menolak keras kepercayaan trinitas dan dia menegaskan tauhid, Allah adalah Esa, Isa Almasih adalah Rasul Allah, Ruhul  Qudus bukan sebahagian dari Tuhan. Arius menentang syirik. 

Maka Kaisar Constantin yang telah menerima agama Kristen dengan resmi menjadi agama kerajaan Roma sesudah ditantang demikian hebat di zaman Nero, Constantin telah campurtangan menyelesaikan soal itu. Kaisar enyebelahi paham Trinitas. 

Dan Arius serta sekalian penganut fahamnya dipandang telah melanggar ketentuan gereja. Kitab-kitabnya dibakar dan penganutnya di mana-mana dikejar-kejar. Ini terjadi dalam tahun 325 Masehi, artinya 3 abad setelah Nabi Isa meninggal dunia.  

Dan 300 tahun pula sesudah itu (tahun 628) dikeluarkan lagi undang-undang untuk menyapu bersih segala paham Arius, karena rupanya masih saja ada. Undang-undang ini dikeluarkan  Kaisar Theodusius II. 

Terus-menerus terjadi pertentangan paham agama yang hebat, tidak berhenti-henti, dan lebih terkenal lagi perang 80 tahun di Eropa di antara pembela Katholik dengan pembela Protestan, sehingga akhirnya ahli-ahli negara yang kemudian memutuskan saja bahwa agama mesti dipisahkan dari urusan kenegaraan,karena hanya akan membawa kacau saja. 

Prof Hamka menegaskan, bahwa dia sengaja mengemukan soal ini ialah untuk membuktikan maksud ayat bahwa Ahlul-Kitab timbul silang sengketa sesudah mereka mendapat ilmu yang nyatatentang hakikat agama, ialah setelah ada ‘baghyan’ artinya pelanggaran batas. 

Yaitu pemuka agama telah melampaui batas mereka, mereka telah menguasai agama dan memutuskan tidak boleh berpikir lain dari apa yang mereka putuskan. 

Dan kalau mereka berkuasa, mereka tidak segan bertindak kejam kepada orang yang dipandang sesat, walaupun dengan memberikan hukuman yang sengeri-ngerinya sekalipun. 

“Ayat ini adalah satu peringatan (sinyalemen), terutama kepada kita kaum Muslimin,” katanya.  

Apabila orang telah melampaui batasnya, manusia hendak mengambil hak Tuhan, perpecahan itu pulalah yang akan terjadi. Dalam Islam telah timbul berbagai mazhab. Seumpama Syiah. Khawarij, Murjiah, Muktazilah, dan Ahlus-sunnah.  

Sejarah 14 abad bukan sedikit, menumpahkan darah sesama Muslimin karena perlainan mazhab. Wazir Al Alqami yang bermazhab Syiah tidak merasa keberatan membuat hubungan rahasia dengan Hulagu Khan, sehingga Baghdad, pusat Khalifah Bani Abbas diserang, dihancurkan, dibakar habis dan khalifah dibunuh. (656 H-1268 M).

Apa sebab dia berkhianat demikian rupa? Ialah karena dia membela faham Syiah, dan khalifah sendiri adalah seorang penganut paham Sunni. Akhirnya wazir itu sendiripun dibunuh Hulagu Khan.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Saudi Tingkatkan Jamaah hingga 70.000

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi telah mengumumkan bahwa mereka akan meningkatkan kapasitas jamaah umroh menjadi 70 ribu sehari. Peningkatan ini dimulai dari Kamis, 9 September.

“Dengan penekanan pada penerapan langkah-langkah pencegahan, Kementerian Haji dan Umrah, berkoordinasi dengan otoritas yang berwenang, meningkatkan kapasitas harian menjadi 70 ribu jamaah,” kata kementerian itu dalam sebuah tweet, dilansir dari laman Alarabiya pada Selasa (14/9).

Di samping itu, kaum muslim yang ingin pergi umroh di kota suci Islam, Makkah, dapat memesan melalui aplikasi pelacakan Covid-19 Arab Saudi Tawakkalna.

Kantor berita resmi Saudi Press Agency (SPA) melaporkan, pada bulan lalu, kementerian mengumumkan bahwa mereka akan mulai secara bertahap menerima permintaan umrah dari berbagai negara mulai 9 Agustus.

Kementerian juga akan secara bertahap meningkatkan kapasitas untuk mencapai dua juta jemaah per bulan.

Izin akan dikeluarkan melalui aplikasi seluler Eatmarna dan Tawakkalna. Hal itu dilakukan di tengah sistem layanan terpadu dan tindakan pencegahan, yang diambil oleh Kerajaan untuk keselamatan dan kesehatan mereka yang ingin melakukan ritual Umrah dan Ziarah.

Kementerian juga menegaskan akan memberikan izin umrah dalam negeri kepada jamaah berusia 12-18 tahun. Mereka juga telah menerima dua dosis vaksin Covid-19.

Izin akan dikeluarkan melalui aplikasi seluler Eatmarna dan Tawakkalna. Hal itu dilakukan di tengah sistem layanan terpadu dan tindakan pencegahan, yang diambil oleh Kerajaan untuk keselamatan dan kesehatan mereka yang ingin melakukan ritual Umrah dan Ziarah.

Kementerian juga menegaskan akan memberikan izin umrah dalam negeri kepada jamaah berusia 12-18 tahun. Mereka juga telah menerima dua dosis vaksin Covid-19.

IHRAM

5 Hal Pembatal Wudhu

Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Untuk itu perlu diketahui apa saja yang dapat membatalkan wudhu.

Dilansir dari laman Elbalad pada Ahad (16/9), berikut beberapa hal yang membatalkan wudhu

1. Buang angin. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخْرَجَ مِنْهُ شَيْئٌ أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا! 

“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan sesuatu dalam perutnya, maka membuatnya ragu, apakah ada yang keluar (angin) darinya atau tidak? Maka janganlah keluar dari masjid hingga mendengar suara atau mendapatkan bau!”(HR. Muslim).

2. Muntah, dan mengeluarkan darah. Aisyah radhiyallahu anha bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ أَوْ رُعَافٌ أَوْ قَلَسٌ أَوْ مَذْيٌ فَلْيَنْصَرِفْ فَلْيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا يَتَكَلَّمُ أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَ ه وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ

“Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya namun selama itu ia tidak berbicara” (HR Ibnu Majah namun dianggap lemah oleh Ahmad dan Al Baihaqi).

3. Tertidur pulas. Dari Ali bin Abu Thalib berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

 الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah tali penutup dubur, maka barangsiapa tertidur hendaklah ia wudlu.” ( HR Ibnu Majah). 

Namun hal ini berbeda jika tidak sampai pulas.

عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُا كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلَا يَتَوَضَّئُونَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتَهُ مِنْ أَنَسٍ قَالَ إِي وَاللَّهِ

Dari (Qatadah) dia berkata, saya mendengar (Anas) berkata, “Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertidur, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.” Dia berkata, “Aku berkata, ‘Aku mendengarnya dari Anas. Dia berkata, ‘Ya, demi Allah’.” (HR Muslim)

4. Menyentuh kemaluan

عن بسرة بنت صفوان رضي الله عنه قال: من مس فرجه فلا يصلى حتى يتوضأ.

Dari Basrah binti Shafwan, Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Barang siapa menyentuh kemaluannya maka jangan shalat sampai ia wudhu.” (HR An-Nasai)

5. Memandikan Jenazah. Riwayat dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas di mana keduanya memerintahkan untuk berwudhu bagi yang memandikan jenazah. Perkataan Ibnu Umar dikeluarkan oleh Abdurrazaq. Sedangkan perkataan Ibnu Abbas, tidak tahu siapa yang mengeluarkannya. 

Ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ غَسَّلَ الْمَيِّتَ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Siapa yang memandikan jenazah, maka hendaklah ia mandi. Siapa yang memikul jenazah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud).

Di samping itu, sebuah pertanyaan diajukan kepada Sekretaris Fatwa di Dar al-Ifta, Dr. Mahmoud Shalabi terkait apakah rokok dapat membatalkan wudhu. Kemudian dia menjawab melalui Facebook bahwa Merokok tidak membatalkan wudhu.

IHRAM

Jual Rumah, Berapa Zakatnya?

Bismillahirrahmanirrahim

Setelah rumah laku terjual, apakah ada kewajiban zakat dari hasil penjualan rumah?

Agar tidak salah paham, ada dua hal yang harus kita bedakan:

1. Menjual rumah

2. Jualan rumah.

Menjual rumah artinya dia bukan sebagai pedagang properti. Atau rumah yang dia beli sejak awal tidak diniatkan untuk diperdagangkan.

Adapun jualan rumah, dia menjadikan aktivitas menjual rumah sebagai profesi. Atau dia menggeluti bisnis properti. Dia meniatkan rumah yang dibeli untuk diperdagangkan.

Untuk yang pertama, yakni menjual rumah, ini tidak ada zakatnya. Adapun yang kedua, yakni jualan rumah, maka ada kewajiban zakatnya. Karena di antara syarat barang menjadi wajib dizakati adalah ketika barang diniatkan untuk diperdagangkan.

Sebagaimana penjelasan Syekh As-Samarqandi rahimahullah di dalam
Uyun Al-Masail,

وقَالَ هشام سألت محمداً : عن رجل اشترى خادماً للخدمة وهو ينوي إن أصاب ربحاً باع ، هل فيها الزكاة؟  قَالَ: لا، هكذا شِرَى الناس إذا أصابوا ربحاً باعوه

Hisyam berkata, “Aku bertanya ke Muhammad (yakni Ibnu Hasan as-Syaibani) tentang seorang yang membeli hamba sahaya untuk dijadikan pembantu, dan dia berniat jika ada keuntungan, akan dijual. Apakah ada zakatnya?” Muhammad bin Hasan menjawab, “Tidak ada zakat. Seperti itu pula ketika ada orang beli, lalu jika nanti menguntungkan akan dijual.” (Uyun Al-Masail fi Furu’ Al-Hanafiyah, as-Samarqandi, hlm. 33)

Demikian pula penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,

لو كان عند إنسان عقارات لا يريد التجارة بها، ولكن لو أُعطي ثمناً كثيراً باعها فإنها لا تكون عروض تجارة ؛ لأنه لم ينوها للتجارة ، وكل إنسان إذا أتاه ثمن كثير فيما بيده، فالغالب أنه سيبيع ولو بيته ، أو سيارته ، أو ما أشبه ذلك

Bila seorang mempunyai tanah, bukan untuk diperdagangkan, namun jika nanti ditawar dengan harga tinggi, akan dia jual. Harta seperti ini bukan tergolong barang dagangan. Karena dia tidak berniat untuk diperdagangkan. Dan semua orang yang memiliki barang, jika barangnya ditawar dengan harga yang tinggi, biasanya dia akan menjualnya, sampaipun rumahnya, mobilnya, atau barang semisalnya.” (As-Syarh Al-Mumthi’, 6/142).

Zakat jualan rumah mengikuti ketentuan zakat perdagangan.

Berikut cara menghitungnya :

– Ketahui nishob (batasan kadar wajib zakat) pada zakat perdagangan.

Nishobnya adalah seperti nishob emas. Nishob emas = 85 gram. Jika ingin diuangkan, dikalikan dengan harga beli emas di saat jatuh tempo wajib zakat.

Contohnya:

Harga emas per gramnya saat ini Rp. 870.263,- / gram (sumber : indogold.id)

Maka, nishobnya adalah:

Rp. 870.263,- × 85 gram = Rp. 73.972.355,-

– Cara mengetahui apakah bisnis tanah sudah masuk wajib zakat perdagangan dan cara menghitung zakatnya adalah :

Menghitung nilai barang ditambah keuntungan bersih dikurangi utang dan biaya operasional. Nilai barang adalah harga barang di saat jatuh tempo zakat.

Jika hasil perhitungan tersebut sudah mencapai nishob, maka dikeluarkan 2,5 % dari jumlah tersebut.

Misal:

Ada seorang penjual tanah. Di akhir tahun, ia memiliki nilai aset dagang sebesar 2 milyar rupiah. Lalu keuntungan bersih sebesar 1 milyar rupiah. Hutang dan biaya operasional sebesar 500 juta rupiah. Maka, cara menghitung zakatnya adalah :

2 milyar + 1 milyar – 500 juta = 2,5 milyar

Lalu 2,5 milyar × 2,5 % = 62.500.000

Maka, zakat yang dikeluarkan sebesar Rp. 62.500.000.

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/68889-jual-rumah-berapa-zakatnya.html

Heboh Anal Seks, KH Cholil Nafis: Haram Hukumnya!

Akhir-akhir ini heboh pemberitaan seorang wanita dan istri yang melaporkan suaminya yang juga ayah seorang hafiz dan konten kreator dengan tuduhan melakukan kekerasan seks. Dilaporkan selama dua bulan pernikahan mereka, wanita tersebut mengaku tersiksa dengan perilaku suaminya yang memaksa ia melayani seks anal. Bahkan itu dilakukan saat wanita itu tengah datang bulan.

Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakah, haram hukumnya berhubungan intim suami istri jika melalui belakang (dubur). Agama Islam sendiri sudah mengajarkan adab-adab ketika berhubungan intim.

“Jadi siapa pun yang mempunyai hubungan bukan pada tempatnya, itu tidak boleh dalam Islam, dan hukumnya haram,” ujar KH Cholil Nafis saat menjadi bintang tamu di Hotman Paris Show iNews TV, Kamis (16/9/ 2021) dikutip dari laman okezone.com.

Ia melanjutkan, larangan berhubungan intim melalui belakang atau anal seks ini tertulis dalam hadis. Kemudian tidak ada satu ulama pun yang membolehkan berjimak yang bukan pada tempatnya.

“Boleh saja posisi, pola, modelnya itu dilakukan. Tapi masih pada tempatnya itu, bukan tempatnya yang lain,” tuturnya.

Kiai Cholil mengatakan, anal seks ini apabila dilakukan hukumnya dosa. Akan tetapi jika meninggalkannya karena niat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala maka akan mendapatkan pahala.

Hadis yang dimaksud yaitu dari Imam At-Turmudzi dan An-Nasaa’i meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ امْرَأَةً فِيْ الدُبُرِ

Artinya: “Allah tidak akan melihat orang laki-laki yang bersetubuh dengan sesama laki-laki atau orang laki-laki yang menyetubuhi perempuan di duburnya.”

ISLAM KAFFAH