Berinfak dengan Cerdas

Berinfak dengan ikhlas adalah ibadah yang sangat dicintai Allah Ta’ala . Bukti nyata seorang mukmin bertakwa yang mengeluarkan hartanya di jalan yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin.

Bahkan, dengan berinfak sebenarnya kebaikan atau pahalanya akan berfaedah untuk dirinya sendiri yang kelak di akhirat akan ditampakkan oleh Allah Ta’ala. Iya, hakikatnya nya tabungan atau investasi yang menolong kita di hadapan Sang Pencipta. Ketika berinfak tepat sasaran, niscaya kebaikan akan mampu diraih seorang mukmin.

Imam al-Ghazali rahimahullah berkata: “Sebaiknya orang yang hendak berinfak menyalurkan sedekahnya tepat sasaran, yaitu kepada ahli agama dan berusaha mengoreksi secara teliti kondisi orang-orang, baik yang hidup berpura-pura cukup yang menyembunyikan dan merahasiakan kekurangannya, tidak banyak berkeluh kesah dan tidak mengadukan kemiskinannya.

Atau dia termasuk orang yang sangat menjaga harga diri, sementara telah terkuras habis kekayaannya, namun ia masih berada pada kebiasaan semula, sehingga ia hidup menggunakan jilbab basa-basi. Maka menyalurkan infak kepada mereka akan mendapatkan balasan pahala berlipat ganda daripada diberikan kepada mereka yang terang-terangan meminta-minta.

Begitu juga seharusnya seorang hamba menyalurkan sedekahnya kepada orang-orang yang bisa memanfaatkan secara baik, misalnya para ahli ilmu. Sebab, hal ini bisa menjadi bantuan baginya dalam menuntut ilmu karena mencari ilmu merupakan ibadah yang paling mulia, asal niatnya benar.” Ibnu al-Mubarok senantiasa mengkhususkan infaknya kepada para ahli ilmu.

Ketika beliau ditanya, “Mengapa tidak engkau berikan kepada orang secara umum?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika pikiran para ulama sibuk mencari kebutuhan (hidupnya) maka ia tidak bisa konsentrasi sepenuhnya kepada ilmu dan tidak fokus dalam belajar. Maka membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara konsen lebih utama.” (Dinukil dari Tafsir al-Qasimi, 3/250)

Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu faedah ilmu bahwa infak lebih bermanfaat ketika diberikan kepada orang miskin yang menjaga diri dari meminta-minta dan kepada penuntut ilmu syar’i.

Memberi infak pada penuntut ilmu

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: “Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah, salah seorang mendatangi Nabi (untuk belajar), sementara saudaranya bekerja.

Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi, maka Nabi bersabda: “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya [2346] dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya [320], shahih)

Al-Mubarakfury rahimahullah menjelaskan sabda Nabi, yaitu “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia” yang menggunakan shigat majhul (kata kerja pasif) seolah ingin berkata, “Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rezeki karena sebab keberkahan saudaramu.

Namun, saudaramu itu diberi rezeki karena sebab usahamu. Maka hendaknya jangan kamu mengungkit-ungkit pemberianmu.” (lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/8)

Orang yang menginfakkan hartanya untuk para penuntut ilmu, dia akan mendulang banyak pahala, amalnya akan memperberat timbangan nya di sisi Allah Ta’ala . Menfasilitasi para penuntut ilmu agar lebih konsentrasi belajar merupakan bentuk ta’awun dalam kebaikan.

Memberi infak kepada orang miskin yang menjaga diri dari meminta-minta

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang maknanya: “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap atau dua suap makanan dan satu dua butir kurma.”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab, “Mereka ialah orang yang hidupnya tidak berkecukupan, dan tidak ada yang menyadari (kemiskinannya) sehingga tidak ada yang memberinya sedekah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatupun kepada orang lain.” (HR. Al-Bukhari [1479], Muslim [1039, 101])

Uang atau harta yang diinfakkan untuk orang mukmin sebagaimana hadis di atas insyaallah akan sangat membantu mereka untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala . Juga untuk membiayai hidup keluarganya sehingga mampu menjalani kehidupan dengan tercukupinya kebutuhan lahir dan batinnya. Allah Ta’ala berfirman:

لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: “Maksudnya, sudah selayaknya kalian mencari fakir miskin untuk kalian berikan sedekah kepadanya. mereka adalah orang-orang yang terhalang dirinya dari melakukan jihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala , dan senantiasa taat kepada-Nya, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk bekerja, sedang mereka menahan/menjaga diri meminta-minta, yang bila mereka dilihat oleh orang-orang bodoh, maka pastilah mereka akan menduga (menyangka) bahwa mereka orang kaya, karena mereka tidak minta-minta secara umum, dan bila mereka harus meminta, mereka meminta karena sangat terpaksa, mereka tidak memaksa dalam memintanya.

Inilah golongan fakir miskin yang lebih afdal (utama). Kalian memberikan infak untuk memenuhi kebutuhan mereka, membantu mereka kepada maksud dan tujuan mereka dan kepada jalan kebaikan, dan sebagai rasa terima kasih kepada mereka atas sifat sabar yang mereka miliki, serta (kuatnya) harapan mereka hanya kepada Allah Maha Pencipta, bukan kepada makhluk.

Walaupun demikian, berinfak dalam segala jalan kebaikan dan menutupi semua kebutuhan di mana saja, maka semua itu adalah kebaikan, dan pahala serta ganjarannya ada di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” (Taisiiru al-Kariimi ar-Rahman fii Tafsiiri Kalaami al-Mannaan, hlm.116)

Semoga uraian di atas menyemangati kaum muslimin agar berinfak secara cerdas dan memperhatikan skala prioritas kebutuhan agar lebih bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi:

1. Kiat-Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan, Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka at-Taqwa, Bogor, 2015.

2. Mencari Kunci Rizki yang Hilang, Zainal Abidin Syamsudin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14063-berinfak-dengan-cerdas.html

Pakaian yang Haram Dikenakan Wanita Saat Ihram

Berbeda dengan kaum laki-laki, perempuan dibolehkan mengenakan pakaian yang memenuhi aturan syariat. Pakaian tersebut adalah pakaian yang biasanya dipakai dalam keseharian.

Selain itu, pakaian yang diberi parfum, sarung tangan, dan cadar dilarang dikenakan pada saat ihram. “Sebab ketiga jenis pakaian ini haram dikenakan kaum wanita saat ihram,” tulis Muhammad Utsman Al Khasyt dalam bukunya Haji dan Umroh Wanita Seri Fiqih Wanita Empat Mazhab.

Imam Baihaqi dan Imam Hakim dengan Rizal Shahih telah meriwayatkan hadits yang berasal dari Ibnu Umar Komar di mana ia berkata:

Nabi SAW melarang kaum wanita yang sedang ihram mengenakan sarung tangan, cadar  dan kain yang diolesi wars dan jafaran. Adapun sesudah ihram mereka boleh mengenakan kain berwarna yang disukainya seperti kain yang dicelupkan ushfur, kain khaz, perhiasan, celana, gamis atau kauffman (selop).

“Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Hasan dan Imam Tirmidzi telah meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi SAW bersabda:

“Janganlah wanita yang sedang ihram mengenakan cadar dan jangan pula mengenakan sarung tangan.”

Sementara Imam Bukhari mengetengahkan hadits dari Aisyah, bahwasanya dia mengenakan pakaian yang dicelup ushfur saat sedang ihram dan dia berkata:

“Janganlah seorang wanita yang sedang ihram mengenakan cadar, jangan pula menggunakan sejenis cadar, jangan pula menggunakan kain yang dicelup atau jafaran.”

Semua nash yang telah dipaparkan di atas menunjukkan pakaian yang dikenakan seorang wanita di saat ihram adalah macam-macam pakaian yang dipakai dalam keseharian. Hanya saja tidak boleh baginya mengenakan kain yang diberi parfum dan hendaknya ia menampakkan kedua telapak tangan dan wajahnya. 

Bagi kaum wanita yang sedang ihram, wajah mereka tak ubahnya seperti kepala seorang lelaki, yakni harus dibuka. Ihramnya kaum wanita ada di membuka wajahnya yang sama, sebagaimana kesepakatan para ulama. 

“Nash di atas juga menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita untuk mengenakan berbagai perhiasan seperti emas, perak dan segala perhiasan yang dibolehkan syariat. Namun, syaratnya tidak menarik perhatian dan tetap menjaga kesakralan ibadah yang tengah dikerjakan.

IHRAM

Umar Bin Khattab yang Menolak Gaji Besar

Khalifah Umar Bin Khattab membiayai hidupnya dari santunan dari Baitul Mal yang hanya sekadar cukup untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya

JAGAT maya pemberitaan nasional gaduh soal sejumlah pejabat Jember menerima honor pemakaman jenazah pasien Covid-19. Besar angkanya untuk empat pejabat masing-masing Rp70,5 juta dan totalnya Rp282 juta.https://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-3571422128346678&output=html&h=280&adk=3747325021&adf=2113695927&pi=t.aa~a.2422885698~i.6~rp.4&w=900&fwrn=4&fwrnh=100&lmt=1631810563&num_ads=1&rafmt=1&armr=3&sem=mc&pwprc=7492110617&psa=1&ad_type=text_image&format=900×280&url=https%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2Fkajian%2Foase-iman%2Fread%2F2021%2F09%2F13%2F215519%2Fumar-bin-khaththab-yang-menolak-gaji-besar-khalifah.html&flash=0&fwr=0&pra=3&rh=200&rw=900&rpe=1&resp_fmts=3&wgl=1&fa=27&uach=WyJXaW5kb3dzIiwiMTAuMC4wIiwieDg2IiwiIiwiOTMuMC40NTc3LjgyIixbXSxudWxsLG51bGwsIjY0Il0.&tt_state=W3siaXNzdWVyT3JpZ2luIjoiaHR0cHM6Ly9hdHRlc3RhdGlvbi5hbmRyb2lkLmNvbSIsInN0YXRlIjo3fV0.&dt=1631810563027&bpp=4&bdt=1481&idt=-M&shv=r20210914&mjsv=m202109140101&ptt=9&saldr=aa&abxe=1&cookie=ID%3Da0692dcfaa5f6ff7-2258a96028cb00c4%3AT%3D1629996570%3ART%3D1629996570%3AS%3DALNI_MacRLlgQQrAl37IV11Mpj3mvqnRNQ&prev_fmts=0x0%2C1200x280&nras=3&correlator=7005230246337&frm=20&pv=1&ga_vid=1203468567.1628616507&ga_sid=1631810562&ga_hid=133443168&ga_fc=0&u_tz=420&u_his=5&u_java=0&u_h=864&u_w=1536&u_ah=824&u_aw=1536&u_cd=24&u_nplug=3&u_nmime=4&adx=144&ady=1588&biw=1519&bih=722&scr_x=0&scr_y=0&eid=44747620%2C182982100%2C182982300%2C31062525%2C21067496&oid=3&pvsid=2653847044116660&pem=973&ref=https%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2F&eae=0&fc=1408&brdim=0%2C0%2C0%2C0%2C1536%2C0%2C1536%2C824%2C1536%2C722&vis=1&rsz=%7C%7Cs%7C&abl=NS&fu=128&bc=31&ifi=3&uci=a!3&btvi=1&fsb=1&xpc=1yDPEjl1kW&p=https%3A//www.hidayatullah.com&dtd=41

Nama bupati Jember Hendy Siswanto tersorot sebab ia menjadi salah satu diantaranya. Hendy tidak mengingkari adanya honorarium tersebut. Karena hal itu bersesuaian dengan aturan yang ada.

Aturan soal honor pemakaman Covid-19 itu diklaimnya dari Surat Keputusan (SK) Nomor: 188.45/107/1.12/2021 tentang Petugas Pemakaman Covid-19 Pada Sub Kegiatan Respons Cepat Bencana Non-Alam Epidemi/Wabah Penyakit Kabupaten Jember.

Persoalan honorarium ini menjadi sorotan banyak pihak. Jelas saja, karena menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakadilan di masyarakat. Terlepas adanya regulasi resmi yang secara hukum mungkin bisa saja dibenarkan, namun di tengah wabah pandemi ini kita harus tetap mewaraskan hati nurani dan meninggikan akhlak.

Jangan sampai mengambil keuntungan di tengah-tengah duka umat. Pepatah bilang menari diatas penderitaan orang lain. Apalagi akhlak tidak terpuji tersebut dilakukan oleh pejabat yang seharusnya melayani umat dengan setulus hati, bukan malah dilayani. Maka sungguh kejadian ini sangat tidak pantas.

Jauh terbentang masa ada seorang khalifah yang pernah diberi usulan kenaikan gaji untuk dirinya. Beliau adalah Khalifah Umar bin Khattab . Dulunya sebelum menjabat sebagai khalifah Umar bekerja sebagai pedagang untuk membiayai hidupnya. Namun pekerjaan itu ia tinggalkan semata-mata untuk memfokuskan diri mengurusi urusan umat atas perannya sebagai khalifah.

Umar bin Khattab mendapat santunan dari Baitul Mal (Badan Keuangan Negara). Dengan itulah Umar membiayai hidupnya. Itupun sekadar cukup untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya serta bekal haji dan umrah. Jumlah yang diterima Umar tidak seberapa untuk sekelas kepala negara.

Di saat yang sama keadaan ekonomi sedang tidak baik. Harga-harga kebutuhan pokok terus merangkak naik. Merasa prihatin, para sahabat bersepakat untuk mengusulkan kenaikan santunan Sang Khalifah.

Para sahabat yang bersepakat itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Ubaidillah serta Zubair Ibnu Awwam. Usulan para sahabat sempat terkendala karena tidak seorang pun berani menyampaikan niat baik itu secara langsung kepada Khalifah Umar.

Alhasil mereka menyampaikan usulan itu melalui Hafsah putri sulung Umar. Ketika Hafsah telah menyampaikan pesan itu kepada ayahnya, Umar seketika murka dengan wajah memerah. Saking marahnya Umar ingin memberi pelajaran kepada orang-orang yang memiliki usulan tersebut.

Singkat cerita, Umar bin Khattab berkata : “Wahai Hafsah, Rasulullah adalah Guruku, Abu Bakar adalah Sahabatku, Kedua orang tersebut merupakan Tauladan Hidup ku, dan mereka berdua sudah sampai pada perjalanan hidup yang sempurna. Demi Allah sekali-kali tidak akan aku mau menaikan gajiku, karena Rasulullah dan Abu Bakar tidak melakukan itu, dan akupun tidak akan menggunakan hak-ku dari baitul mal untuk kepentingan diriku, dan semuanya telah aku serahkan untuk kepentingan fakir miskin”

“Pulanglah Hafsah, dan sampaikan kepada orang yang menyuruhmu untuk menaikan gajiku, jangan sekali-kali mereka berani berkata seperti itu lagi”, tutur Umar bin Khattab .

Itulah khalifah Umar bin Khattab sosok teladan pemimpin umat. Bahwa sejatinya jabatan kekuasaan bukanlah ajang memperkaya diri. Melainkan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.

Umar selalu menghiasi gerak-geriknya sebagai khalifah dengan sikap wara’ (penuh kehati-hatian). Oleh karena itu Umar memilih hidup sederhana meskipun sebenarnya negara mampu memberinya fasilitas mewah dan berlimpah. Baginya, dialah seburuk-buruk pemimpin jika ada rakyatnya yang kelaparan sementara ia merasa kenyang.

Umar memiliki kecintaan luar biasa kepada baginda nabi Muhammad ﷺ salam. Sayangnya, Rasulullah pergi terlebih dahulu menuju surga dan Umar berazam untuk menyusul beliau dengan amal terbaik yang ia persembahkan kepada Allah. Umar mengikuti apa saja yang Rasul perintahkan sebagai wujud amal terbaik itu. Mulai dari urusan akhlak dan ibadah hingga memimpin negara, semua diurus oleh Umar dengan syariat islam yang dibawa oleh Rasul.

Sangat bertolak belakang dengan keadaan kita hari ini yang hidup dalam lingkaran sistem sekuler kapitalisme. Pemisahan antara agama dan kehidupan membuat kesadaran untuk mengikuti perintah Rasul secara total nyaris hilang.

Standar kebahagiaan bukan lagi ridha Ilahi melainkan pencapaian materi. Korupsi uang rakyat banyak dilakukan pejabat negara. Halal haram tidak dijadikan patokan standar hukum perbuatan.

Belakangan, honor pemakaman Covid-19 yang diterima Hendy bersama sejumlah pejabat Pemkab Jember, sudah dikembalikan ke Kas Daerah. Sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.

Hendy juga menyampaikan pernyataan minta maaf di hadapan anggota DPRD Jember dalam sidang paripurna tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Selaku Bupati dan Kepala Daerah, dari lubuk jiwa yang terdalam dan penuh kerendahan hati, saya meminta maaf,” kata Hendy, Senin (30/8/2021) (detikNews, 30/8/2021).

Sikap permohonan maaf tersebut perlu disambut baik, apalagi dilanjuti janji akan melakukan evaluasi total terhadap produk hukum daerah yang menabrak asas kepantasan (merdeka.com, 30/8/2021). Hanya saja evaluasi total itu harus menyentuh sistem kehidupan yang hari ini masih jauh dari tuntunan Rasul.

Tidak dipungkiri, hebatnya sosok pemimpin seperti Umar merupakan buah dari kesempurnaan pemikiran Islam. Sistem aturan islam yang diterapkan dengan resmi dan total telah membawa peradaban islam menciptakan umat terbaik. Mulai dari generasi, ilmuan, ulama hingga para pemimpin yang memiliki pemikiran cemerlang dan akhlak mulia.*/Dewi Murni, praktisi pendidikan, Balikpapan @shafiyyahallatif@gmail.com

HIDAYATULLAH

Kejujuran Selamatkan Az Zujajy dari Perampokan Ketika Haji

Kejujuran dapat menyelamatkan dari perkara-perkara sulit. Hal ini telah dibuktikan seorang wali bernama Abu Amr az-Zujajy rah seperti dikisahkan Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukanya “198 Kisah Haji Wali-Wali Allah”.

Abu Amar Az-Zujajy menceritakan ketika dia ditinggal meninggal dunia ibunya ia bersedih. Meski demikian ibunya mewarisi sebuah rumah miliknya. Abu Amr menjual rumah warisan ibunya untuk berangkat haji.

“Rumah itu ia jual seharga 50 dinar. Uang itu digunakan untuk menunaikan ibadah haji,” katanya.

Dalam perjalanan haji tersebut, ketika tiba di Babilonia dia dicegah oleh seorang penggali saluran air. Kepada Az-Zujay ia bertanya kepadanya.

“Apakah yang engkau bawa?”

Dalam hatinya berkata “Jujur adalah yang terbaik,”

Dengan santai Abu Amr menjawab.

“Uang 50 dinar. “

Penggali saluran air itu meminta uang itu diserahkan kepadanya.

“Serahkanlah uang itu kepadaku,” pinta dia.

Karena dia memaksa, akhirnya Abu Amr menyerahkan kepadanya berserta kantongnya. Perampok itu menghitung jumlah semua uang yang ada di dalamnya. Ternyata benar 50 dinar dan setelah menghitung uang itu ia malah mengembalikannya kembali kepada Abu Amr.

“Ambilah kembali uang ini! Kejujuranmu telah menyentuh hatiku,” katanya sambil melemparkan kantong uang itu kembali.

Lalu dia turun dari kudanya dan berkata.

“Naiklah kudaku!”

“Tidak aku tidak menginginkannya,” kata Abu Amr

“Harus! Engkau mesti menaikinya, katanya dengan memaksa.

Abu Amar pun menaiki kudanya, dia berkata aku akan berada di belakangmu. Satu tahun kemudian dia berhasil menyusul Amr dan tinggal bersamanya hingga akhir hayat. Abu Amr az-Zujajy wafat pada tahun 381 Hijriyah.  

IHRAM

Antara Nadzar Tauhid, Syirik, Maksiat dan Makruh

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Syekh Muhammad At-Tamimi Rahimahullah membuat bab tentang nadzar dalam Kitab Tauhid dengan judul:

من الشرك النذر لغير الله

“Termasuk kesyirikan adalah bernadzar untuk selain Allah”

Maksud syirik di sini adalah syirik besar. Mempersembahkan nadzar kepada selain Allah adalah syirik besar karena nadzar termasuk ke dalam ibadah.

Definisi nadzar

Definisi nadzar yaitu seseorang mengharuskan kepada dirinya sendiri sesuatu yang hukum asalnya tidak wajib baginya, baik secara mutlaq (tanpa syarat) maupun muqoyyad (bersyarat).

– Contoh nadzar mutlaq (tanpa syarat) misalnya, “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata.”

– Contoh nadzar muqoyyad (bersyarat) misalnya, “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata jika saya sembuh dari sakit.”

Perbedaan antara ibadah nadzar dan ibadah penunaian nadzar

Ibadah nadzar adalah ucapan seseorang ketika bernadzar. Misalnya, saya bernadzar menghatamkan Alquran untuk Allah semata jika saya sembuh dari sakit.

Ibadah penunaian nadzar dalam kasus di atas adalah menghatamkan Alquran ketika ia sembuh, dengan niat menunaikan nadzar tersebut.

Ibadah nadzar, baik jenis mutlaq maupun muqoyyadwajib dipersembahkan kepada Allah semata.

Demikian pula ibadah penunaian nadzar, baik jenis penunaian nadzar mutlaq maupun muqoyyadwajib dipersembahkan kepada Allah semata.

Ibadah nadzar dan ibadah penunaian nadzar yang dipersembahkan kepada Allah semata merupakan ibadah tauhid. Sedangkan jika keduanya dipersembahkan kepada selain-Nya, merupakan ibadah syirik.

Kapan nadzar dikatakan ibadah, makruh, ataupun syirik?

Pertama, nadzar mutlaq yang bernilai ibadah tauhid adalah jika bernadzar untuk Allah semata.

Contoh: “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata.”

Sedangkan nadzar mutlaq yang termasuk syirik apabila bernadzar untuk mayyit, jin penunggu/penguasa pantai selatan, wali/kyai fulan yang sudah meninggal dunia, dan bentuk yang ditujukan kepada selain Allah, dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada hal tersebut.

Contoh: “Saya bernadzar menyembelih sapi untuk jin desa ini.”

Kedua, penunaian nadzar mutlaq (tanpa syarat) untuk Allah semata itu bernilai ibadah tauhid.

Adapun bentuk penunaian nadzar mutlaq untuk jin, malaikat, nabi, dan bentuk selain Allah lainnya adalah syirik.

Ketiga, penunaian nadzar muqoyyad (bersyarat) untuk Allah semata itu bernilai ibadah tauhid.

Adapun bentuk penunaian nadzar muqoyyad untuk sunan fulan (mayyit), Ali bin Abi Tholib, nabi, dan bentuk selain Allah lainnya, merupakan syirik.

Keempat, adapun untuk nadzar muqoyyad, maka hukumnya makruh, ditinjau dari sisi keyakinan dan pensyaratan, bukan ditinjau dari sisi asal ibadah nadzar.

Namun jika ditinjau dari sisi asal ibadah, maka nadzar muqoyyad itu ibadah yang harus dipersembahkan untuk Allah semata. Adapun nadzar muqoyyad bentuk yang syirik adalah dipersembahkan untuk selain Allah.

Perbedaan nadzar syirik dengan nadzar maksiat

Jika dilihat dari beberapa sudut pandang, perbedaan nadzar syirik dengan nadzar maksiat dapat ditinjau sebagai berikut:

Berdasarkan tujuan

– Nadzar syirik adalah nadzar yang dipersembahkan untuk selain Allah. Tujuannya ber-taqarrub dan beribadah kepada selain Allah. Maka ini syirik besar.

– Nadzar maksiat adalah nadzar untuk Allah, namun isi nadzarnya maksiat.

Berdasarkan lafaz

– Contoh lafaz nadzar syirik misalnya, “Saya bernadzar puasa untuk penghuni kubur ini.

– Contoh lafaz nadzar maksiat misalnya, “Saya bernadzar kepada Allah akan pesta miras jika lulus ujian.

Berdasarkan keabsahan

– Nadzar maksiat itu sah, tapi tidak boleh dilaksanakan. Pelakunya wajib bertaubat dan menebus kaffarah.

– Nadzar syirik besar itu tidak sah dan tidak ada kewajiban kaffarah. Hanya saja pelakunya murtad dan wajib taubat darinya.

Berdasarkan jenis dosanya

– Nadzar syirik adalah jenis dosa yang mengeluarkan pelakunya dari Islam karena itu termasuk syirik besar.

– Nadzar maksiat adalah jenis dosa yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam karena itu bukan termasuk syirik besar.

Dalil-dalil tentang nadzar dan memenuhi nadzar

Syekh Muhammad At-Tamimi Rahimahullah membuat bab tentang nadzar dalam kitabnya Kitab Tauhid. Dalam bab tersebut menunjukkan bahwa nadzar dan memenuhi nadzar merupakan bentuk ibadah. Beliau menyebutkan 3 dalil dalam bab tersebut, yakni:

Dalil pertama, QS. Al-Insan ayat 7

Untuk memahami ayat ke-7 ini, perlu mengetahui sebagian ayat sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur” (QS. Al-Insan: 5).

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا

“(yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Insan: 6).

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana” (QS. Al-Insan: 7).

Pada Al-Insan ayat 5 sampai dengan 7 menyebutkan pujian terhadap orang-orang yang berbuat kebajikan.

Pujian Allah kepada mereka salah satunya disebabkan karena mereka memenuhi nadzar. Hal ini menunjukkan memenuhi nadzar adalah ibadah. Wasilah (sarana) kepada suatu ibadah merupakan ibadah. Sehingga wasilah memenuhi nadzar juga termasuk ibadah. Sehingga seseorang telah melakukan kesyirikan apabila dia mempersembahkan nadzar kepada selain Allah. Sedangkan seseorang dikatakan ibadah dan mentauhidkan Allah apabila dia bernadzar dan dipersembahkan untuk Allah semata.

Kesimpulan: baik nadzar maupun memenuhi nadzar, maka keduanya adalah ibadah.

Dalil kedua, QS. Al Baqarah ayat 270

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Apa saja yang kalian nafkahkan atau apa saja yang kalian nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang berbuat zalim” (QS. Al-Baqarah: 270).

Pada ayat ini Allah Ta’ala mengorelasikan antara nadzar dengan ilmu-Nya. Maksud dari ayat ini adalah Allah akan memberikan jazaa’ (pahala) yang telah Allah janjikan kepada hamba-Nya yang bernadzar karena Allah mengetahui nadzar hamba-Nya. Tidaklah sesuatu dijanjikan pahala bagi pelakunya, kecuali sesuatu itu termasuk ibadah. Dimana jika ibadah tersebut dipersembahkan kepada selain Allah, maka termasuk syirik.

Kesimpulan: nadzar itu ibadah. Dikatakan tauhid jika seseorang bernadzar untuk Allah. Sedangkan dikatakan syirik apabila bernadzar untuk selain Allah.

Dalil ketiga, hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«من نذر أن يطيع الله، فليطعه، ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه»

“Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaatinya. Dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia bermaksiat kepadanya” (HR. Bukhari).

Alasan pendalilannya ada dua, yaitu:

1. Jika nadzar tersebut berisikan ketaatan, maka statusnya disebutkan pelakunya mentaati Allah. Hal ini artinya nadzar adalah ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah.

2. Nadzar yang berisikan kemaksiatan tidak boleh dipenuhi (dan dalam fikih diwajibkan bagi orang yang bernadzar maksiat untuk menebus kaffarah yamiin/ sumpah). Hal ini menunjukkan asal perbuatan nadzar itu sah dengan bukti pelaku tersebut disuruh menebus sumpahnya.

Tidak boleh sebuah amal dalam syariat dikatakan sah kecuali dia merupakan ibadah. Sehingga dari sisi ini nadzar itu ibadah. Jika ia mempersembahkan nadzar kepada selain Allah, maka ia telah berbuat syirik.

Wallahu a’lam.

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/68807-antara-nadzar-tauhid-syirik-maksiat-dan-makruh.html

Membicarakan Fatwa “Musik Haram” di Indonesia

Dulu pada tahun 1992, Kelompok Tarbiyah–embrio PKS–juga pernah punya fatwa musik haram. Tercatat seorang simpatisannya, AA yang dikenal sebagai mantan gitaris band cadas mengkampanyekan gerakan anti musik. Melalui Majalah Sabili selama 3 bulan berturut-turut, kampanye anti musik disampaikan dalam berbagai bentuk, yang popular adalah opini dan stiker.

Di dalam kegiatan-kegiatan tabligh akbar, para da’i tarbiyah menyampaikan pesan bahwa ada alternatif hiburan selain musik, yaitu nasyid. Maka, mulailah judul-judul nasyid seperti muwahidun ana (Tuhan Saya Satu), ghuraba (Orang-Orang Terasing) dan Addinu lana (Agama Milik Kami) popular di kalangan pengikut Tarbiyah. Grup-grup nasyid pun bermunculan menjadi idola baru menggantikan band dan penyanyi ternama.

Memasuki tahun 1993, kejenuhan terhadap nasyid mulai muncul. Suara-suara koor yang menjadi mainstream hiburan rupanya dianggap kurang membangkitkan selera. Fatwa tentang alat musik yang halal pun digali, setelah sebelumnya para asatidz tarbiyah mengharamkan semua jenis alat musik.

Namun sikap itu berubah, begitu grup nasyid Hamas Palestina mengintroduksi penggunaan kendang. Ritme nasyid al-Qudsu lanā (al-Quds Milik Kami), terdengar enerjik, dengan hentakan ritmis pukulan rebana. Kepala anak-anak muda tarbiyah pun mengangguk-angguk mengikuti lantunan nasyid al-Qudsu lana. Gairah jihad dan melawan Israel pun bangkit membakar “al-Qudsu lanā”, begitu teriak seorang pengurus Rohis sebuah SMA Negeri merespon ajakan vokalis utama sebuah grup nasyid.

Namun, hiburan nasyid yang lebih bernuansa kearaban itu ternyata tidak bisa menghibur hati para aktivis tarbiyah yang masih belum bisa move on dari Lionel Richie, New Kids on The Block, Taylor Dane, dan bahkan Madonna. Beberapa aktivis tarbiyah, kedapatan mencuri-curi kesempatan mendengarkan Electric Youth-nya Debbie Gibson meskipun baru saja mendengarkan fatwa haramnya musik dari sang murabbi.

Melihat situasi itu, sekelompok mahasiswa UI yang berasal dari Fakultas Sastra dan Fakultas ISIP menawarkan solusi kejenuhan itu. Mereka menamakan diri sebagai Senandung Nasyid dan Dakwah (SNADA). Solusi hiburan yang mereka tawarkan adalah hiburan pop tanpa alat musik, tapi serasa mendengar musik atau dinamakan acapella. Para murabbi pun agak kesulitan menyikapi tawaran hiburan dari Snada ini. Mau memberi fatwa haram, tidak ada alat musik yang dipakai. Membiarkan nasyid-nasyid SNADA dinikmati para mad’u (peserta tarbiyah), tapi seperti menikmati musik. Sebuah pilihan yang memang sulit disikapi waktu itu.

Waktu membuktikan bahwa sajian nasyid SNADA ternyata mendapat sambutan hangat dari aktivis tarbiyah. Seperti ada kerinduan yang terbayar akibat fatwa haram musik. Nasyid-nasyid SNADA banyak yang meniru total irama slow pop boyband Amerika, seperti All for One atau Peabo Bryson.

Judul-judul nasyid dan lirik nasyid pun dibuat semenarik mungkin. SNADA mencoba meramu materi-materi tarbiyah ke dalam sajian yang cozy menurut masanya. Sebagai contoh, tema ikhlas disajikan ke dalam syair, just giving once but you’re telling everyone you meet. Just giving once, every body has known what you did, dan seterusnya.

Dengan pendekatan yang kekinian itu, Snada mampu menjangkau penggemar dari kalangan muda di luar kelompok tarbiyah. Dan hasilnya, tidak sedikit para penggemar Majalah ANEKA, ANITA dan GADIS yang merapat mengaji ke kelompok tarbiyah.

Memasuki tahun 1994, kelompok Darul Arqam merilis genre baru nasyid. Memanfaatkan fatwa bolehnya penggunaan kendang dan rebab, nasyid-nasyid Darul Arqam mulai meramaikan penjualan kaset-kaset nasyid di Jakarta. Alunan irama orang Melayu dan diiringi pukulan rampak kendang, membuat nasyid Darul Arqam ini laksana dangdut Islami. Tentu, para mantan penggemar Rhoma Irama, Asep Irama, Meggy Z, Hamdan ATT, Mara Karma dan Mansyur S, yang telah berhijrah menjadi akhi dan ukhti serasa diajak kembali bernostalgia mendengarkan rampak nasyid grup Arqam ini.

Di perjalanan tahun 1994, sekelompok mahasiswa UI membentuk grup nasyid yang diambil dari nama Musholla di FMIPA, Izzatul Islam. Grup nasyid menawarkan genre sendiri yang merupakan campuran dari genre Arab dan Mars ala Masyumi.

Cukup lama fatwa haramnya musik tidak lagi diperdengarkan di kalangan tarbiyah. Kesibukan menghadapi transisi politik pada tahun 1998 telah menyita banyak energi. Sehingga perhatian terhadap haramnya musik perlahan dilupakan.

Pada akhir 1998, kelompok tarbiyah bertransformasi menjadi partai politik. Nama Partai Keadilan pun diambil untuk menegaskan misi politik yang diusung. Sebagian kalangan menilai penamaan itu mengikuti partai yang didirikan Nechmetin Erbakan, AKP, yang menjadi bench-mark gerakan politik.

Kehidupan politik, memaksa kelompok tarbiyah untuk mengikuti preferensi pasar politik, yaitu meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari konstituen. Tuntutan ini dalam perkembangannya berimbas pada sikap fikih kelompok yang dulu dikenal kaku. Termasuk dalam persoalan musik.

Seperti dugaan sementara kalangan, bahwa pasa satu waktu kelompok tarbiyah akan mengubah fatwanya ke arah menghalalkan musik. Dugaan itu terbukti ketika pada tahun 2007, ketika perhelatan PILKADA, PKS yang merupakan kelanjutan dari PK, mengundang grup band untuk meramaikan kampanye Adang-Dani, Pasangan Cagub-Wagub yang diusung PKS.

Fatwa musik haram itu makin tenggelam. Cukup lama, fatwa haram itu hilang, kini muncul fatwa repro. Dengan dalil yang sama tapi tanpa alternatif. Kali ini fatwa haram itu dibangkitkan kelompok Salafi, yang sebagian motornya adalah para mantan aktivis tarbiyah yang kecewa terhadap PKS. Apakah fatwa musik haram akan bertahan lama ataukah bak cendawan di musim hujan? Kita lihat saja.

BINCANG SYARIAH

Habib Husein Ja’far; Musik Haram Itu, Suara Sendok dan Garpumu Ketika Makan, Sedangkan Tetanggamu Kelaparan

Musik sedang ramai dibicarakan nitizen Indonesia. Pembahasan itu sempat viral di Twitter Indonesia. Bertengger dipuncak.  Topik itu dipergunjingkan nitizen, tak terlepas dari video yang mempertontonkan belasan santri yang menutup telinga ketika mendengar musik. Konon, para santri ini sedang mengikuti acara vaksinasi. Dan tak ingin mendengar alunan musik tersebut.

Sebagai orang yang pernah nyantri, toh tindakan itu hal yang lumrah terjadi. Terutama di kalangan pesantren tradisional, terlebih di bawah asuhan pesantren Salafy. Juga belakangan muncul fakta, bahwa para santri yang tak mau mendengar musik itu adalah para penghafal Al-Qur’an. Yang merasa terganggu dan akan berpengaruh pada hafalannya.

Dalih ini tentu bisa diterima. Dan sekali lagi, hal itu biasa di kalangan pesantren. Lebih dari itu, banyak pondok pesantren yang tak membolehkan menggunakan handphone. Tak boleh memakai hetset. Tak diizinkan main Game. Tak diperkenankan mendengar musik. Dilarang keras menonton sinetron dan film. Televisi adalah benda haram.

Terkait musik, banyak pondok pesantren yang menerapkan aturan untuk tak mendengar musik. Terutama yang beraliran keras. Dan juga yang mengandung lirik yang tak mendidik. Dan jauh dari nilai islami. Fakta itu tak terbantahkan. Itu  berseliweran di pelbagai pondok pesantren diIndonesia.

Lantas kemudian persoalan kian menjauh, timbul persoalan yang menyebutkan itu pertanda radikal. Tak mau mendengar musik itu radikal. Yang menutup telinga itu radikal. Padahal musik itu bagus untuk ketentraman jiwa. Ini disuarakan oleh pelbagai pesohor. Mulai dari politisi, buzzer, musisi, dan tentu para nitizen.

Meskipun ada juga yang membela, bahwa tidak mendengar musik bukan berarti radikal. Pembelaan ini,  terbilang sangat wajar. Pasalnya, seperti tertulis di atas itu hal yang biasa dialami pelbagai orang—terutama yang pernah berkecimpung dalam dunia pesantren, tradisional. Nah menuduh mereka radikal, terbilang perbuatan yang tak berdasar.

Musik Menurut Habib Husein Ja’far Al Hadar

Terlepas dari perdebatan hangat itu—musik halal atau musik haram, atau tak mendengar musik berati radikal—, ada satu stetmen menarik yang diungkapkan oleh Habib Husein Ja’far Al Hadar.terkait musik haram. Habib Husein menuturkan bahwa musik yang haram itu adalah adalah suara sendok dan garpu dari orang yang sedang enak makan,  sedangkan tetangganya dalam kelaparan.

“Musik haram, kalau suara sendok dan garpu mu ketika makan, sedangkan tetangga mu kelaparan,” begitu katanya. Tentu Habib dalam hal ini mengomentari pendapat mereka yang menganggap musik itu haram. Toh, banyak juga yang menganggap musik itu haram. Mendskreditkan posisi musisi. Menganggap itu hina, sebab membawakan pada dosa.

Padahal pada dasarnya, menurut Habib Islam itu dekat dengan nilai-nilai kesenian. DalamAl-Qur’an dikatakan Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Azan misalnya, kata Rasul harus disampaikan dengan cara yang indah. Hal itu menunjukkan, sahabat Nabi yang ditunjuk jadi muazzin adalah Bilal bin Rabbah.  Sebab Nabi memperhatikan nilai estetika dan keindahan suara Bilal.

Meski demikian, Habib Husein mengigatkan dalam bermusik ada valeu,  yang harus dijaga. Jangan sampai nilai yang ditonjolkan dalam musik itu mengandung hal yang buruk. Sejatinya, musik itu mengandung kebenaran,kebaikan dan keindahan. “Bila mengabaikan itu, bisa jadi jatuh pada yang haram,” jelas Habib dalam kanal Youtube Jeda Nulis.

Titik persoalannya di value musik, bukan sebab bermain musik dan alat musik. Inilah yang harus diperhatikan oleh para musisi dan orang yang bermain musik. Nilai yang ada dalam musik harus diperhatikan.

BINCANG SYARIAH

Ibnu Hajar al Asqalani, dan Karya Fathul Baari Syarhu Shahiihil Bukhari

Tidak diragukan lagi bahwa kitab Shahiihul Bukhari merupakan kitab hadits paling otentik di muka bumi ini. Penulisnya, Imam al Bukhari, hanya mencantumkan hadits shahih di dalamnya dengan syarat periwayatan (transmisi) yang begitu ketat. Bahkan, untuk memantapkan pilihannya beliau tidak segan-segan untuk shalat Istikharah dua rakaat setiap akan mencantumkan haditsnya di kitabnya itu sebagai bukti keseriusan dan pertanggungjawaban beliau di hadapan Allah Ta’ala. Maka sangatlah wajar apabila kitab Fathul Bari ini dinobatkan sebagai kitab yang kandungannya paling otentik setelah kitab suci Al Quran. Dan, pantaslah kiranya setiap usaha untuk melemahkan kitab ini selalu terbantahkan.

Ribuan hadits terkandung di dalamnya. Beberapa di antaranya sangat sulit bagi orang awam untuk memahami maknanya, lebih-lebih menyelaminya. Padahal, dari awal sampai akhir, kitab ini menyuguhkan banyak sekali pelajaran dan faedah yang sangat berguna bagi kehidupan seorang Muslim dan umat manusia secara Keseluruhan. Tidak hanya dalam masalah aqidah dan ibadah, spektrumnya merambah juga ke masalah etika, sosial, politik, budaya, dan lain sebagainya. Tentunya dalam koridor Sunnah Nabawiyyah.

Nah, bagaimana kiranya jika buku sekaliber Shahiihul Bukhari ini dijabarkan lafazhnya, kalimatnya, dan maknanya? Tentunya akan lebih deskriptif, lebih analitik, lebih mudah dipahami, dan manfaatnya pun lebih meluas ke banyak orang.

Ibnu Hajar al Asqalani, seorang ulama hadits bergelar al Hafizh (773 – 852 H) yang terkenal ahli dalam bidang periwayatan, telah mengukuhkan semua itu dalam sebuah kitab yang ditulisnya dengan judul Fathul Baari Syarhu Shahiihil Bukhari. Kitab ini merupakan magnum opus beliau dalam bidang hadits yang paling tersohor. Kredibilitas dan kapabilitas beliau dalam mengulas dan menganalisis satu persatu hadits dari kitab Shahiihul Bukhari sangat tuntas, lengkap, dan memukau sehingga tidak menyisakan ruang bagi orang lain untuk memberikan komentarnya. Pantaslah jika buku ini digelari dengan Laa Hijrata Ba’dal Fath yang artinya tidak perlu menengok ke kitab lain jika telah ada Fathul Baari.

Sekarang, Alhamdulillah, kitab yang disebutkan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan, buku yang berada di tangan pembaca ini adalah hasilnya.

HIDAYATULLAH

Doa Ketika Turun Hujan, Hujan Lebat, dan Setelah Hujan Reda

Allah mengabulkan doa hamba saat hujan turun.

Sejak dini hari sebagian wilayah di Indonesia diguyur hujan, Selasa (14/9). Hujan adalah anugerah dan berkah dari Allah kepada umat manusia.

Dengan turunnya hujan, tumbuhan menjadi subur. Tumbuhan yang subur dan tumbuh dengan baik mampu memberi manfaat bagi manusia lewat buahnya, pohon yang rindang, dan manfaat lain.

Islam juga menganjurkan umatnya untuk memanjatkan doa ketika hujan turun, saat hujan lebat, dan setelah hujan reda. Hal ini sebagai wujud rasa syukur dan memohon perlindungan agar saat hujan turun tidak mendatangkan bahaya.

Imam Syafi’i telah meriwayatkan dalam kitab al-Umm dengan sanad yang mursal, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Carilah doa yang dikabulkan, yaitu ketika bertemunya dua pasukan, waktu ikamah, serta ketika turunnya hujan. 

Imam an-Nawawi juga mengatakan doa pada saat hujan tidak ditolak atau jarang ditolak karena pada saat itu tengah turun rahmat, khususnya curahan hujan pertama di awal musim.  

Berikut doa-doanya.

Doa ketika turun hujan 

اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Allahumma shayyiban nafi’an.”

Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat. (HR Bukhar dari Aisyah RA).   

Doa ketika takut bahaya hujan lebat

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allahumma hawalaina wala ‘alaina. Allahumma ‘alal akami wa adhirabi, wa buthunil auwdiyati, wamanabitisyajari.”

Ya Allah turunkan hujan ini di sekitar kami jangan di atas kami. Ya Allah curahkanlah hujan ini di atas bukit-bukit, di hutan-hutan lebat, di gunung-gunung kecil, di lembah-lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan. (HR Bukhari Muslim) 

Doa setelah turun hujan

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللـهِ ورَحْمَتِهِ

“Muthirnaa bifadhlillahi wa rahmatihi.”

Diturunkan kepada kami hujan berkat anugerah Allah dan rahmat-Nya. (HR Bukhari)

KHAZANAH REPUBLIKA

Kaiji Kadir Wada, Menemukan Tujuan Hidup Dalam Islam

Mualaf asal Jepang ini terkesan oleh pola kehidupan masyarakat Muslim di Brunei dan Indonesia.

Allah SWT memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dengan cahaya petunjuk itu, hati dan pikiran manusia akan terbuka untuk menerima kebenaran. Sering kali, bimbingan dari Allah Ta’ala itu akan mengubah jalan hidup seorang insan sehingga dirinya memeluk Islam.

Hal itulah yang dialami Kaiji Kadir Wada. Aktivis komunitas Muslim di Jepang itu sebelumnya tidak pernah menyangka akan memeluk Islam. Sebab, lelaki yang kini berusia 27 tahun itu sejak kecil tinggal di lingkungan yang tidak terlalu memedulikan iman atau sekuler.

Bahkan, kedua orang tuanya cenderung bersikap skeptis terhadap agama-agama, termasuk tentang Islam. Menurutnya, mereka sering terpengaruh berbagai pemberitaan yang mendiskreditkan agama itu, khususnya pasca-Peristiwa 9/11 yang menggemparkan dunia. Satu kejadian yang turut meningkatkan atensi masyarakat Negeri Matahari Terbit pada ekstremisme ialah ketika beberapa warga negara Jepang disandera ISIS.

“Media Jepang sangat intens ketika memberitakan tentang ISIS dan mengafiliasikan itu dengan Islam. Padahal, itu hanya karena anggotanya kebetulan mengaku Muslim. Nyatanya, antara apa yang saya lihat di media dan yang saya temui secara langsung jauh berbeda,” ujar dia saat diwawancarai Republika beberapa waktu lalu.

Kaiji menjalani masa anak-anak dan remaja di kota tempat kelahirannya. Ia berhasil menyelesaikan studi SMA dengan baik. Sesudah itu, ia meneruskan belajar ke perguruan tinggi.

Selama di kampus, Kaiji tidak hanya aktif di kelas, tetapi juga pelbagai aktivitas kemahasiswaan. Ia kemudian mengikuti seleksi pertukaran mahasiswa ke luar Jepang. Pada saat pengumuman, namanya tercantum sebagai salah satu peserta yang terpilih.

Ia akan dikirim ke Brunei Darussalam. Sebelum berangkat, Kaiji berusaha menambah pengetahuannya tentang negara Asia Tenggara itu. Kerajaan di Kalimantan utara tersebut memiliki populasi Muslimin yang dominan. Tidak seperti Jepang, yang di dalamnya umat Islam tinggal sebagai minoritas.

Pada 2015, Kaiji pun diberangkatkan ke Bandar Seri Begawan. Setibanya di bandar udara setempat, beberapa orang menyambutnya. Mereka adalah pasangan suami-istri yang akan menjadi orang tua angkatnya selama di negara tersebut.

Menurutnya, masyarakat Brunei sangatlah ramah dan baik. Di universitas tempatnya belajar, Kaiji tidak pernah merasa kesepian atau terisolasi. Ia pun berteman dengan banyak mahasiswa setempat. Kaiji saat itu baru menyadari, agama Islam memiliki ritual doa minimal lima kali dalam sehari.

Satu hal yang membuatnya sangat terkesan ialah pola hidup mereka. Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya. Kaiji saat itu baru menyadari, agama tersebut memiliki ritual doa minimal lima kali dalam sehari. Tanda masuknya waktu ibadah itu ditandai dengan kumandang suara yang dinamakan azan. Fenomena shalat ini kemudian ditanyakannya kepada beberapa kawan.

“Di Brunei, saya baru paham dan mengenal tentang ajaran Islam. Teman-teman saya di sana selalu antusias dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya (tentang Islam). Kami mengobrol biasa saja. Saat itu, belum ada ketertarikan dari saya pribadi untuk memeluk Islam,” tuturnya.

Pertanyaan eksistensial

Walaupun tinggal di tengah masyarakat Muslim, ajaran Islam belum begitu mempengaruhi Kaiji pada waktu itu. Ia masih suka menghabiskan waktu dengan pergi ke bar untuk menenggak minuman keras dan sebagainya. Walaupun untuk itu, dirinya harus jalan-jalan hingga ke Singapura. Kebiasaan itu memang sudah sering dilakukannya sejak masih di Jepang.

Begitu lulus dari kampusnya di Brunei, Kaiji merencanakan liburan. Di Negeri Singa, ia bersenang-senang dengan beberapa temannya untuk merayakan kesuksesan. Sesudah itu, dirinya kembali ke negara asalnya untuk mencari pekerjaan.

Kaiji melalui hari-harinya dengan biasa. Pagi hari, bersiap ke kantor. Setelah berjam-jam di sana, pulang ke rumah untuk beristirahat. Namun, pada akhirnya dirinya merasa hampa. Terasa ada kekosongan dalam hatinya yang perlu diisi.

Ketika ada waktu luang, Kaiji mulai merenungi kehidupnya sejauh ini. Satu pertanyaan eksistensial tak lepas dari pikirannya. Sebenarnya, apa tujuan dirinya hidup? Manusia hidup untuk apa?

“Saya mulai khawatir. Muncul pertanyaan-pertanyaan dalam hati, apa sebenarnya tujuan saya hidup,” katanya.

Kaiji merasa, kewajibannya sebagai manusia dewasa telah ditunaikan. Ia telah melalui tahapan-tahapan kehidupan. Jenjang-jenjang pendidikan telah dilaluinya sejak sekolah dasar hingga lulus kuliah. Bahkan, ia kini telah bisa hidup mandiri. Penghasilannya dari bekerja sangat mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun, tetap saja muncul kegelisahan tentang makna esensial kehidupan. Kaiji lalu teringat perkataan yang disampaikan seorang kawannya di Brunei. Temannya yang Muslim itu pernah berkata, Alquran memiliki jawaban atas apa pun pertanyaan dalam hidup.

Kaiji pun berusaha mendapatkan mushaf kitab suci agama Islam itu. Karena belum bisa berbahasa Arab, dirinya mencari terjemahan Alquran dalam bahasa Jepang. Mushaf yang diperolehnya juga dilengkapi dengan panduan tentang dasar-dasar ajaran Islam.

Saat melihat indeks, ia terkejut karena membaca keterangan tentang “tujuan hidup manusia” berkaitan dengan Alquran surah az-Zariyat ayat 56. Ia pun segera mencari terjemahan ayat tersebut, yakni “Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” Menurut Kaiji, hati dan pikirannya terasa tenteram sesudah membaca teks tersebut.

“Semua jawaban yang saya inginkan ada dalam Alquran, kemudian saya mulai mempraktikan apa yang saya pelajari dalam Alquran meski belum bersyahadat,” ujar dia.

Mulai saat itu, Kaiji terpanggil untuk mempelajari Islam. Dimulai dari mengkhatamkan terjemahan Alquran. Meskipun tidak selalu dari awal hingga akhir, ia membacanya dengan penuh antusias. Sering kali, ia mulai dengan membuka indeks dan menemukan tema-tema yang menarik perhatiannya, seperti kisah tentang Nabi Adam AS sebagai manusia pertama atau para rasul.

Tidak cukup dengan itu, Kaiji pun merasa perlu untuk berinteraksi langsung dengan orang-orang Islam. Memang, Jepang bukanlah Brunei, yang di dalamnya sangat mudah menemukan kaum Muslimin. Namun, ia pantang menyerah.

Berdasarkan pengalamannya selama merantau di Brunei, Kaiji mengetahui bahwa para lelaki Muslim akan berdatangan ke masjid setiap Jumat siang. Mereka hendak melakukan shalat yang diselingi ceramah selama beberapa menit.

Maka, setiap hari Jumat dirinya rutin mendatangi Masjid Tokyo Camii di Ibu Kota. Tujuannya untuk menyaksikan langsung suasana shalat Jumat setempat. Syukur-syukur bila ada diskusi pada sore harinya untuk umum, termasuk warga non-Muslim yang ingin mengenal Islam lebih dekat.photoKaiji Kadir Wada bersama istri. Mualaf asal Jepang itu merasa, Islam memberikannya arah dan tujuan hidup. – (DOK IST)

Menjadi Muslim

Satu tahun lamanya, Kaiji mempelajari dasar-dasar Islam. Dari yang awalnya tertarik untuk sekadar mengenal agama ini, akhirnya pria Jepang itu ingin menjadi Muslim. Keinginan itu tak seketika terwujud. Sebab, ia belum menemukan saat-saat yang tepat.

Allah memberikan kemudahan untuknya. Siapa sangka, ternyata atasan di kantor tempatnya bekerja adalah orang Islam. Bosnya itu kemudian mengajaknya untuk bertemu dengan seorang imam Masjid Tokyo Camii.

Hari itu, Jumat, 6 Oktober 2017. Sang imam menanyakan kepadanya, apakah sudah siap berislam. Kaiji untuk sesaat tak bisa berkata-kata. Ulama tersebut kemudian memintanya berpikir masak-masak.

Kaiji pun terdiam. Ia pun berandai-andai, jika bukan pada hari itu, kesempatan untuk bersyahadat mungkin saja akan hilang. Bahkan, siapa tahu usia hidupnya di dunia akan terhenti esok atau lusa?

Ia kembali memasuki masjid. Kali ini, raut wajahnya menyiratkan rasa percaya diri. Tekadnya sudah bulat untuk memeluk Islam.

Maka imam Masjid Tokyo Camii membimbingnya untuk bersyahadat dengan disaksikan sejumlah jamaah. Sesudah prosesi itu, Kaiji memilih nama barunya: Kadir. Sang imam memberi tahu bahwa qadir berasal dari salah satu asmaul husna, Al-Qadir.

Artinya, Allah Maha Berkehendak. Dengan nama Kadir itu, Kaiji ingin selalu ingat bahwa dengan kehendak Allah-lah dirinya dimudahkan untuk mendapatkan hidayah.

Setelah memeluk Islam, perubahan dalam dirinya kian terasa. Kaiji mulai menjadi pribadi yang lebih sabar, tenang dan tawaduk. Sikap itu tetap ditunjukkannya, termasuk ketika dilanda ujian hidup.

Mula-mula, kedua orang tuanya menunjukkan kegusaran begitu mengetahui bahwa putranya kini telah menjadi Muslim. Mereka masih saja menyangka, Islam adalah agama yang mendukung kekerasan.

“Saya membutuhkan waktu untuk menunjukkan kepada mereka, seperti apa Islam yang sebenarnya. Ini adalah tugas atau misi saya untuk membuat mereka tahu dan paham tentang Islam,” ujar Kaiji.

Ia pun selalu berdoa kepada Allah SWT agar hati kedua orang tuanya terbuka. Lambat laun, sikap ibunya mulai melunak. Sang ibu tidak hanya menghormati keputusannya berislam. Bahkan, perempuan yang amat dikasihinya itu sering menunjukkan perhatian yang besar, semisal mengirimkan makanan halal untuknya.

Saat ini, Kaiji adalah seorang suami yang bahagia. Ia merasa bersyukur karena Allah telah mempertemukannya dengan seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat, yang kini menjadi istrinya. Ia mengaku selalu senang tatkala berkunjung dan menjalani rutinitas di Indonesia.

Bahkan, beberapa Ramadhan dijalaninya di negara ini. Betapa suka cita merasakan hari-hari dalam bulan suci di tengah masyarakat Muslim.

“Tidak seperti di Jepang, di Indonesia waktu kerja selesai lebih cepat pada bulan Ramadhan. Saya pun bisa bersiap buka puasa dan shalat Maghrib berjamaah. Tentunya, nuansa tarawih, sahur, dan ibadah-ibadah khas bulan puasa di Indonesia sangat terasa,” ujarnya.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

KHAZANAH REPUBLIKA