Kematian Pintu Pertama Menuju Akhirat, Kita Harus Persiapkannya

Jika bicara akhirat, tentu tidak lepas dari yang namanya kematian. Mengingat-ingat dahsyatnya kematian merupakan satu keharusan bagi diri para pecinta akhirat. Sederet nama sahabat nabi seperti sayyidina Ustman bin Affan hingga generasi ulama salaf semisal Sufyan Al Tsaury, mereka kerap kali mendatangi kuburan atau menziarahi orang yang tengah sakaratul maut.

Mereka lalukan semua itu dengan tujuan membangkitkan semangat diri dalam mempersiapkan kehidupan akhirat sebaik mungkin. Jika orang-orang mulia selevel sahabat Nabi dan para ulama salaf saja sudah terbiasa mengingat-ingat kematian, tentunya kita pun lebih memerlukan lagi, dengan demekian kita akan lebih banyak memperoleh manfaat darinya.

الموت هو إنقطاع تعلق الروح بالبدن ومفارقته والحيلولة بينهما ، وتبدل الحال، وانتقال من دار الفناء الى دار الخلد ، وهو حتم لازم لا مناص منه لكل حي من المخلوقة

Kematian adalah terputusnya ikatan ruh dengan badan, terpisahnya keduanya, bergantinya keadaan serta berpindahnya negeri penuh kerusakan menuju negeri kebaikan. Kematian merupakan ketetapan pasti yang tidak terhindarkan bagi setiap makhluk yang hidup.

Namun yang perlu kita khawatirkan adalah keadaan setelah mati. Apakah alam barzakh itu nantinya bakal menjadi tempat persinggahan yang nyaman bagi kita setelah sekian lamanya disibukkan dengan hiruk pikuk dunia, atau justru menjadi lahan pertama dalama menerima hukuman akhirat.

Tidak ada jalan terbaik bagi kita selain bersiap semaksimal mungkin demi meraih kebahagian setelah kematian itu tiba, dengan terus menjaga akidah dan keimanan kita masing-masing  serta berupaya istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya.

Nabi Sholallahu alaihi wasallam bersabda:

الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت ، والعاجز من اتبع نفسه هواها ، ويتمنى على الله الأماني

Sang jenius itu adalah orang yang berusaha memperbaiki dirinya dan melakukan perbuatan demi kehidupan setelah matinya, sedangkan orang yang lemah adalah yang selalu mengikuti bisikan nafsu namunbia berharap kebaikan dari allah (HR. Tirmidzi).

Semoga kita tergolong sebagai umat nabi shollallahu alaihi wasallam yang memperoleh apresiasi baik dari beliau sebagai hamba allah yang cerdas, cerdik lagi berhati penuh cahaya. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Bagaimana Mempersiapkan Diri Menuju Kematian?

Setiap mukmin memandang dirinya sedang dalam perjalanan yang tanpa henti. Dan Al-Qur’an mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدۡحٗا فَمُلَٰقِيهِ

“Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.” (QS.Al-Insyiqaq:6)

Manusia berjalan dari suatu tempat ke tempat yang lain dan kematian hanyalah salah satu pos yang harus di lalui setiap manusia.

Setiap perjalanan memerlukan bekal, apalagi perjalanan menuju alam barzakh adalah sebuah perjalanan yang menegangkan, maka tentu manusia memerlukan bekal yang akan menemani dan membantunya dalam perjalanan. Bekal itu telah dipesankan oleh Allah Swt dalam firman-Nya :

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ

“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS.Al-Baqarah:197)

Manusia sering dilanda takut dan kegelisah dalam urusan kehidupannya. Dalam urusan bisnisnya, keluarganya, masa depannya, kesuksesannya dan banyak lagi lainnya.  Apabila hal-hal ini mendatangi pikiran kita, maka seharusnya kita lebih memikirkan masa depan yang pasti. Bahwa didepan ada pintu kematian, ada alam barzakh, ada hari mahsyar, apakah semua itu pernah kita pikirkan?

Satu-satunya kunci untuk mengingat kematian adalah kesadaran bahwa setiap kita lebih banyak mengingat kematian maka kita akan semakin bersemangat untuk menyiapkan bekal. Dan disaat kita alpa tentang kematian maka akan semakin sedikit persiapan kita dalam menyambutnya.

Dari sini kita memahami sabda Baginda Nabi Saw :

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghancurkan seluruh kenikmatan (yaitu kematian).”

Karena itu orang yang selalu mengingat kematian akan meraih beberapa hal :

1. Akan cepat bertaubat ketika melakukan kesalahan.

2. Akan lebih qona’ah (merasa cukup) dalam menerima ketentuan Allah.

3. Akan bersungguh-sungguh dalam beramal dan beribadah.

Dan sebaliknya, siapa yang lupa dengan kematian akan membuat hatinya keras, menunda-nunda taubat dan akan terjerumus dalam kecintaan dunia.

Karena itu mari kita siapkan diri untuk menyambut kematian dan siapkan bekal sebanyak-banyaknya. Jangan sampai kita menyesal ketika waktu telah habis dan kesempatan telah sirna, seperti yang diceritakan oleh Allah dalam Firman-Nya :

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ – لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحٗا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS.Al-Mu’minun:99-100)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Bolehkah Negara Menerima Pajak dari Minuman Keras?

Belakangan viral di media mainstream, dan lini media sosial terkait rencana pemerintah untuk  membuka investasi minuman keras (Miras) di Indonesia. Syahdan, adanya investasi Miras, akan menghasilkan pajak bagi pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Langkah ini pun menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Meskipun belakangan, Presiden Jokowi telah mencabut Perpres nomor 10/2021 itu. Nah, bolehkah negara menerima pajak dari minuman keras?.

Para ulama berbeda pendapat terkait status hukum negara mengambil pajak dari investasi miras.  Syekh Ali Jumah, mantan Mufti Mesir dan guru besar Universitas  Al-Azhar,Kairo menjelaskan negara boleh memungut pajak dari masyarakat. Hal itu untuk menjaga stabilitas APBN. Ia menjelaskan;

ويجوز لولي الأمر أن يقرر فرض ضرائب عادلة في تقديرها وجبايتها على القادرين؛ وذلك لتغطية النفقات العامة والحاجات اللازمة للأمة، ومعلوم أن ميزانيات الدول الإسلامية الآن لا تقوم فقط على الزكاة، بل لها موارد متعددة منها الضرائب والرسوم وغيرها

Artinya:  Pemerintah boleh mengenakan  wajib pajak yang adil atas orang yang mampu, dan wajib pajak atas orang-orang yang kaya. Demikian ini, untuk menutupi pengeluaran publik dan kebutuhan umat. Era sekarang ini, bahwa APBN pelbagai negara Islam saat ini tidak semata-mata bersumber zakat, tetapi memiliki banyak sumber daya, antara lain pajak, iuran dan selainnya.

Hal itu didasarkan pada firman Allah dalam Alquran Q.S Albqarah ayat 177:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ.

Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Ayat ini menurut Syekh Ali Jumah menjadi dasar bagi pembolehan memungut pajak. Firman Allah ( atal mala a’la hubbihi dzawil qurba) khitab ayat ini bukanlah tentang zakat yang wajib melainkan kewajiban yang lain di luar zakat. Karena dalam ayat ini ada dua perintah zakat. Perhatikan ayat ini, (aqama as- shalata wa ataz zakat). Nah, dalam ayat ini menjadi dasar untuk memungut pajak. Kesimpulannya, ayat ini melegimasi negara untuk memungut pajak untuk kepentingan umum, karena pada dasarnya ada  hak orang lemah dalam harta orang kaya.

Syekh Ali Jumah berkata;

هذا لا يُفهم منه إباحة الضرائب فحسب، بل يُحتم فَرْضها وأخْذها، تحقيقًا لمصالح الأمة والدولة

Artinya: Hal ini tidak hanya dipahami dari keabsahan pajak, tetapi wajib diberlakukan pengungutan pajak, demi kepentingan bangsa dan negara.

Lebih lanjut, Syekh Ali Jumah mengeluarkan fatwa bahwa negara boleh menerima pajak dari hasil investasi miras. Ada tiga alasan terkait kebolehan tersebut. Pertama, terdapat perbedaan antara harga barang yang diharamkan (khamar) dan pajak atas barang yang diharamkan (khamar). Ada pun harga khamar itu pengertiannya adalah uang yang dibayarkan untuk membeli barang terlarang (khamar) tersebut. Dan hukum khamar itu sepakat ulama adalah haram. Maka tak boleh membeli, menjual, atau mengambil harganya di antara kaum muslim.

Sedangkan yang dimaksud dengan pajak bukan demikian. Pajak adalah pengutan yang diambil oleh negara dari perdangan dan komuditas yang jumlahnya telah ditentukan seperti dari khamar atau barang lainnya. Ini tak ada hubungannya dengan halal dan haram. Oleh karena itu mengambil pajak dari komoditas miras tak dilarang.

وهي هنا قدر محدد من الدخل يُستقطع من هذه التجارات والسلع وليست ثمنًا لها؛ فلا علاقة لها بكون هذه السلعة حلالًا أو حرامًا، وحينئذٍ لا تكون الضريبة على الخمر أو نحوها من الحرمات ثمنًا لأي منها، وعليه لا يكون أخذها والاستفادة منها حرامًا.

Artinya: yang dimaksud di sini dengan pajak adalah pendapatan tertentu yang harus diambil sebab adanya perdagangan dan komoditas , dan ini bukan nilainya (harga). Maka tak ada hubungan ini komoditas dengan hukum halal dan haram.

Dan pajak dari minuman keras dan jenis jenis barang haram lainnya tidak sama hukumnya dengan harga jual belinnya.  Konsekuensinya mengambil dan memanfaatkan pajak barang haram tersebut tidak haram.

Alasan kedua terkait kebolehan negara mengambil pajak dari miras, adanya contoh yang bisa menjadi qiyas (pajak), yaitu  dengan jizyah. Ada pun jizyah   diwajibkan pada kalangan non muslim pada harta mereka dan mengambil jizyah juga dari harga khamar mereka, dan mengambil jizyah juga dari harga uang riba mereka. Namun, faktanya tak ada khalifah dan penguasa muslim yang menolak untuk menerima uang tersebut, bahkan dimasukkan ke dalam baitul mal.

Ketiga, adanya pajak terhadap minuman keras dalam konteks ini sejatinya untuk membuat regulasi terkait miras. Agar pemerintah bisa mengontrol peredaran miras. Agar tak menyebar luas dan menimbulkan mudharat lain. Dan Syekh Ali Jumah pun mendorong para pemimpin dunia Islam untuk mengizinkan minuman keras untuk kalangan non muslim saja

Syekh Ali Jumah menulis:

أن يتخذوا إجراءات واقعية للحد من بيع هذه المحرمات والقضاء عليها في بلاد المسلمين، أو أن يسمحوا بذلك حصرًا في غير المسلمين حتى تستقر الأمور ويرتفع الحرج

Artinya; dan pengambilan pajak dari penjualan miras itu untuk membatasi dari penjualan miras tersebut, dan menghilangkan miras dari negara muslim, dan menkhususkan ini untuk negeri yang non muslim, sehingga dapat distabilkan dan menga

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab pajak—dahalu disebut ushr yang berarti sepersepuluh 10%–, pun diberlakukan.  Pajak itu dipungut atas komoditas barang dagangan para pedagang kafir yang memasuki wilayah Islam. Para pedagang non Muslim itu dikenakan pajak sebanyak 10 persen. Perintah itu langsung ditugaskan oleh Umar kepada gubernur Abu Musa Al-Asya’ri.

Kebijakan penarikan pajak terhadap non Muslim juga dipungut pada masa Khalifah Harun Ar- Rasyid. Sebagai Qadhi kala itu, Abu Yusuf menyarankan pedagang kafir dzimmi dikenakan cukai 5%. Dan pedagang kafir harbi sebesar 10% (jaminan keamanan dan keselamatan). Pajak yang dikutip tersebut digunakan untuk kemaslahatan umum.

Ada juga ulama yang berpendapat haram negara memungut pajak dari minuman keras. Salah satunya, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Ulama Besar dari Saudi ini menyebut bahwa haram hukumnya mengambil pajak dari minuman keras.

Bin Baz menjelaskan:

أخذ الضرائب على الخمر والسجائر: فمن المعلوم أن الخمر حرام وذلك معلوم من الدين بالضرورة عليه فلا يجوز للدولة أن تقبل بتجارة الخمر في البلد, وعليها أن تحارب من يروج لذلك

Artinya: hukum mengambil pajak dari khamar dan rokok: sebagaimana telah diketahui bahwa minuman keras adalah haram, dan juga diketahui buruknya akibat minuman keras, maka tak dibolehkan bagi negara untuk menerima penjualan khamr di negara muslim, dan negara harus tegas melarang orang yang mempromosikannya.

BINCANG SYARIAH

Tobat Jera Generasi Salaf Usai Menenggak Miras dan Dampaknya

Terdapat oknum generasi salaf yang pernah meminum miras

Meminum minuman yang memabukkan dalam Islam adalah salah satu dosa besar. Khamr atau minuman keras (miras) merusak moral para peminumnya, bahkan menjatuhkan mereka pada kerusakan moral yang paling dalam.

Ulama salaf, Al-Jahiz, mengingatkan untuk menghindari minuman yang memabukkan. Sebab, mabuk itu bisa mendorong ke hal-hal yang tidak senonoh, seperti melakukan perbuatan amoral lalu diumbar ke publik.

Orang mabuk tentu akan dengan mudahnya melakukan berbagai hal yang seharusnya tidak dilakukan dalam keadaan sadar. Karena itu, tinggalkan miras jauh-jauh dan hindari pertemuan dengan orang-orang yang suka mabuk dan pornografi.

Sebab jika sekali saja hadir dalam pertemuan tersebut, lalu mencoba meminum miras sedikit, maka berikutnya dia akan diundang kembali untuk menghadiri pertemuan serupa. Lambat-laun miras yang awalnya sedikit itu pun diteguk seperti orang kehausan.

Salah satu contoh dampak meminum miras di zaman Nabi Muhammad SAW adalah ketika Hamzah bin Abdul Muthalib minum miras (sebelum Islam melarang miras) sampai mabuk. Setelah itu Hamzah mengambil dua unta untuk Ali bin Abi Thalib, lalu memotong gigi untanya, juga mengambil hati dan memotongnya.

Tentu tindakan itu tidak akan dilakukan jika Hamzah tidak mabuk dan tidak meminum miras. Bahkan tindakan Hamzah akibat mabuk ini tertuju pada Nabi Muhammad SAW dan Ali bin Abi Thalib. Saat itu, Hamzah berkata kepada keduanya, “Apakah kalian hanyalah budak ayahku?” 

Nabi Muhammad SAW tahu bahwa Hamzah sedang mabuk karena ucapan itu pastinya diucapkan Hamzah saat dalam keadaan mabuk. Hamzah tidak akan berbicara seperti itu jika dalam kondisi sadar. Kemudian turun ayat yang melarang miras dan sejenisnya. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS Al-Maidah: 90-91)

Al-Abshihi juga menjelaskan, di antara mereka yang meninggalkan miras di era pra-Islam adalah Abdullah bin Jada’an yang merupakan salah satu pembesar Quraisy dan pernah meminum miras bareng Umayyah bin Abi al-Shalt al-Tsaqafi.

Lalu dalam kondisi mabuk, Abdullah memukul bagian mata Umayyah sehingga tampak menghijau. Lalu besoknya, Abdullah melihat mata Umayyah yang hijau itu, dan bertanya, “Mengapa dengan matamu?” Umayyah menjawab, “Kan dipukul sama kamu.”

Lalu Abdullah pun menyadari bahwa kemarin dia meminum miras sampai mabuk hingga memukul Umayyah. Setelah itu, Abdullah berjanji tidak meminumnya lagi dan membayar 10 ribu dirham. Abdullah berkata, “Saya dilarang minum miras, dan saya tidak akan pernah mencicipinya lagi.”

Karena itulah, miras sungguh menghilangkan pikiran dan memunculkan para pecandu di antara barisan yang tidak bermoral dan bodoh dan merendahkan mereka sendiri. Dan sudah sepatutnya setiap Muslim memohon kepada Allah SWT untuk membimbing kita dan umat Islam ke jalan yang benar.

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA

Kemunculan Muhammad SAW yang Diakui Kitab dan Nabi Terdahulu

Nabi Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman diabadikan kitab terdahulu

Nabi Muhammad SAW adalah pesan terbesar yang telah disampaikan kepada para nabi sebelumnya. 

Allah SWT memberi tanda dan kabar baik terkait akan munculnya seorang nabi di masa mendatang, yaitu Nabi Muhammad SAW. 

Alquran menjelaskan bahwa Allah SWT menyampaikan kabar baik munculnya Nabi Muhammad dalam kitab-kitab ilahi kepada para nabi sebelumnya.

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Alquran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS Al-Araf: 157)

Allah SWT memberi tahu semua Nabi tentang akan datangnya Nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga memerintahkan mereka untuk menyampaikan kabar tersebut kepada para pengikut mereka tentang perlunya percaya kepadanya dan mengikutinya jika mereka menyadarinya. 

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.” (QS Ali Imran: 81)

Imam al-Mawardi dalam kitab A’laam al-Nubuwah menjelaskan, kabar gembira yang disampaikan para nabi terdahulu tentang kenabian Muhammad menjadi bukti dan keajaiban untuk membantu para rasul terdahulu dari apa yang telah diwahyukan Allah SWT saat Nabi Muhammad belum ada.

Setelah dikabarkan kepada pengikuti nabi terdahulu, sebagian ada yang menyebut dirinyalah yang akan menjadi sosok nabi itu. Sebagian ada yang menganggap kapasitasnya pantas untuk menjadi nabi. Ada pula yang mengaitkan kedatangan Nabi kelak berasal dari bangsanya atau negerinya.

Dalam Dari Salamah bin Waqash, dia berkata, “Dulu kami punya tetangga Yahudi di Madinah dan dia pergi menemui kami. Dia mengatakan soal pengusiran, surga dan neraka. Lalu kami bertanya, “Apa tandanya?” Dia menjawab, “seorang nabi akan diutus dari negara-negara ini (dia menunjuk ke Makkah)…” (HR Ahmad)

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA

Anda Seorang Pemimpin? Siapakah Penasehat Anda?

الحمد لله حمد الشاكرين ، وأثني عليه ثناء الذاكرين ، وأشهد أن لا إله إلا الله إله الأولين والآخرين ، وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله سيد ولد آدم أجمعين ؛ صلى الله وسلَّم عليه وعلى آله وصحبه أجمعين ،أما بعد :

Pemimpin – dengan sekecil apapun wilayah kepemimpinannya – akan mempertanggung-jawabkannya kelak di akherat. Sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa setiap pemimpin dalam memutuskan keputusan besar, mendengar masukan dari penasehat dan orang-orang dekatnya,agar keputusannya tepat.

Keputusan yang tepat adalah keputusan yang diridhai dan dicintai oleh Allah, sehingga jika Allah cinta maka akan menolong pemimpin tersebut sukses dunia akhirat. Sungguh seorang pemimpin sangat membutuhkan penasehat yang memberi masukan tentang keputusan yang diridhai oleh Rabbul’Alamin.

Sosok penasehat yang tidaklah berbicara kecuali dengan dasar Kitabullah dan Sunnah Nabiصلى الله عليه وسلم . Mereka adalah profil pendamping terbaik,berilmu dan beramal. Dengan penuh adab mereka bermusyawarah, dengan etika tinggi mereka mengingatkan, dengan kesabaran yang baik mereka mendampingi. Akhlak mulia menghiasi ucapan dan perbuatan mereka,terlebih lagi di zaman fitnah (kerusakan), mereka tahu bahwa di zaman fitnah :

ليس كل ما يعلم يُقال ، ولا كل ما يريد يُفعل

“Tidak setiap yang diketahui, harus diucapkan, dan tidak setiap yang diinginkan harus dilakukan”

semua dengan pertimbangan yang matang. Inilah sifat-sifat mereka!

Umar bin Khathab bermusyawarah dengan Al Qurra’

Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih-nya, sebuah atsar:

وكان القراء أصحاب مشورة عمر كهولا كانوا أو شبانا، وكان وقّافا عند كتاب الله عز وجل.

Dan dahulu orang-orang yang diajak musyawarah Umar رضي الله عنه mereka adalah Al-Qurra`, baik tua maupun muda, dan mereka benar-benar berpegang teguh dengan Al-Qur`an

Dijelaskan oleh Ibnu Hajar رحمه الله bahwa makna Al-Qurra‘ adalah ulama shli Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ahli ibadah.

وشاور علياً وأسامة فيما رمى به أهلُ الإفك عائشة

Dan Nabi صلى الله عليه وسلم bermusyawarah dengan Ali dan Usamah رضي الله عنهما dalam masalah berita dusta yang disebarkan oleh ahlul ifki tentang ‘Aisyah رضي الله عنها “

Kedua atsar ini disampaikan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya ketika beliau menyebutkan :

كتاب: «الاعتصام بالكتاب والسنة»

Berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah

Apa artinya ini?

Disebutkannya kedua atsar ini dalam bab tentang “Berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah”, hal ini menunjukkan bahwa bermusyawarah dengan orang-orang yang berilmu syar’i termasuk bentuk berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Sebab di tengah masyarakat, merekalah yang paling tahu tentang kedua wahyu tersebut. Di tengah masyarakat, merekalah yang menjelaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka dari itu bermusyawarah dengan mereka hakekatnya merupakan bentuk berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang merupakan solusi di dalam menghadapi fitnah.

Kemudian, marilah kita simak bersama dua buah riwayat Imam Muslim di bawah ini,

Suatu hari Amirul Mukminin (Umar bin Al Khattab) رضي الله عنه bertemu dengan نافع بن عبد الحارث  di daerah ‘Usfan (saat itu Umar tengah mempercayakan kepemimpinan Mekah kepada Nafi’).

فقال من استعملت على أهل الوادي ؟ فقال ابن أبزى قال :

 ومَنْ ابن أبزى ؟قال مولى من موالينا قال فاستخلفت عليهم مولى ؟

قال إنه قارئ لكتاب الله عـز وجل ، وإنه عالـم بالفرائض قال عمر

:أما إن نبيكم صلى الله عليه وسلم قد قال إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ،

 ويضع به آخرين.

“Umar bertanya, “Siapa yang engkau tunjuk menjadi pemimpin daerah lembah?”
Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.”
Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”
Nafi’ menjawab, “Seorang bekas budak dari budak-budak kami yang telah dimerdekakan.”
Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang bekas budak [?]“
Nafi’ mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah seorang Ahlul-Qur’an (yang hafal, paham dan mengamalkannya) dan pakar ilmu Syari’at Islam”

Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian صلى الله عليه وسلم  telah bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur`an dan merendahkan sebagian yang lain karena sebab sikap yang salah terhadap Al-Qur`an.” (Shahih Muslim: 817).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bermusyawarah dengan Abu Bakar dan Umar

Adapun riwayat yang kedua yang diriwayatkan pula oleh Imam Muslim adalah sebuah kisah yang agak panjang dari Ibnu Abbas, yang ringkasnya sebagai berikut :

Ketika itu Kaum Muslimin menawan beberapa tawanan perang, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajak musyawarah 2 orang sahabat yang terbaik. Terbaik dari sisi ilmunya dan terbaik dari sisi amalnya, paling berilmu dan paling bertakwa. Siapa 2 orang tersebut? Mereka adalah : Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما.

Maka, sungguh indah tafsiran Ibnu Abbas -yang beliau dikenal sebagai pakar tafsir di kalangan shahabat- ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala :

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ} (آل عمران: 159)

“…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS. Al Imran: 159)

Kata beliau: “yaitu : (Musyawarahlah dengan) Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما“.

Mengapa demikian? Karena kedua Sahabat tersebut adalah orang yang paling berilmu dan bertakwa di tengah Umat Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Umar رضي الله عنه memilih 6 sahabat Nabi untuk memilih khalifah

Sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, bahwa Umar رضي الله عنه ketika menyampaikan pandangan tentang siapakah yang paling berhak menjadi tim formatur pemilihan Khalifah sepeninggal beliau, beliau berkata :

ما أجد أحق بهذا الأمر من هؤلاء النفر أو الرهط الذين توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو عنهم راض فسمى علياً وعثمان والزبير وطلحة وسعداً وعبد الرحمن

Tidaklah saya dapatkan orang yang lebih berhak mengurus masalah ini daripada beberapa orang atau sekelompok orang yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم wafat dalam keadaan ridho kepada mereka, kemudian beliau menyebut nama : Ali, ’Utsman Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdur Rahman رضي الله عنهم “

Dari atsar ini dapat kita ketahui bahwa bagaimana Umar menilai 6 orang ini adalah orang-orang yang paling berhak mengurus masalah besar, masalah politik negara. Yaitu memilih Khalifah sepeninggal beliau. Mereka orang-orang yang termasuk paling berilmu dan bertakwa. Mereka ini yang walaupun jumlahnya hanya 6 orang, namun dinilai sudah cukup mewakili jumlah Shahabat, yang ketika itu jumlahnya lebih dari 10 ribu orang.

Perhatikan Umar رضي الله عنه -yang merupakan orang kedua terbaik diantara seluruh para sahabat- tidaklah mengambil pendapat seluruh rakyat untuk menyelesaikan masalah besar Umat tersebut. Beliau memilih 6 orang saja yang memiliki kriteria termasuk paling berilmu dan paling bertakwa.

Demikian pentingnya permasalahan ini,hingga Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya menyusun sebuah bab :

باب بطانة الإمام و أهل مشورته

Bab orang dekat seorang pemimpin dan orang yang diajak musyawarah olehnya”.

Penutup

Demikianlah beberapa atsar yang menggambarkan kedudukan tinggi ulama dan orang-orang yang berilmu di tengah masyarakat, yang dengan taufik Allah kemudian peran mereka, tercapailah kejayaan umat ini.

Semoga Allah merahmati Imam Malik, beliau berkata :

لن يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها

Tidak akan bisa baik akhir umat ini, kecuali dengan sesuatu yang menyebabkan baik awal dari Umat ini (Salaf)

نسأل الله -عز وجل- أن يرزقنا وإياكم العلم النافع والعمل الصالح، وأن يجعلنا وإياكم هداة مهتدين، ويغفر لنا ولكم ولجميع المسلمين.

و صلى الله و سلم على نبينا محمد وآخــر دعــوانا أن الحـــمد للــه رب العالمــين.

***

[Diolah dari beberapa referensi, terutama: Madarikun Nazhor fis Siyasah dan Sittu Duror karya Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani serta As-Siyasah Asy-Syar’iyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Bagaimana Seorang Muslim Mengantre?

Kata orang, menunggu adalah aktivitas yang paling membosankan. Sayangnya, menunggu seakan telah menjadi sebuah keharusan dalam hidup kita. Menunggu yang begitu menjemukan terasa begitu dekat dalam kehidupan kita. Bahkan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas kita. Jika kita perhatikan lebih jauh, ternyata siapa pun kita dan apa pun profesi kita, kita selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskan menunggu. Karena menunggu telah menjadi sebuah keharusan yang harus kita jalani, maka sudah selayaknya kita mampu menghadapinya dengan bijak. Ahli hikmah mengatakan,

Orang bijak adalah orang yang selalu bisa mampu mengambil faedah dari setiap kondisi

Antre adalah salah satu bentuk aktivitas menunggu yang kerap kali kita jumpai dalam rutinitas kehidupan. Ketika kita mengadakan sebuah transaksi di bank, kita mendapati antrean yang panjang. Ketika kita hendak makan malam di ruang makan asrama, ketika masyarakat di perkampungan hendak mengambil beras raskin, ketika ingin membayar di kasir supermarket, ketika ingin membeli tiket di loket, kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah haji, dan yang lainnya, antre selalu menjadi pilihan tunggal. Inilah fenomena masa kini yang terpampang di hadapan kita.

Karena itu, dalam tulisan sederhana ini, saya akan bahas masalah antre dalam pandangan syar’i dan bagaimana sikap bijak dalam menghadapi aktivitas antre ini agar ia bisa menjadi ladang kebaikan bagi kita.

Tidak Boleh Menyerobot Antrean

Bicara soal antre, ternyata para ulama terdahulu telah menggariskan sebuah kaidah yang berkaitan dengan masalah ini. Kaidah itu berbunyi:

كل من سبق إلى مباح فهو أحق به

/kullu man sabaqa ila mubah fahuwa ahaqqu bihi/

atau dengan lafal serupa. Maknanya, dalam perkara mubah, orang yang terlebih dahulu memperolehnya maka dia yang paling berhak terhadap hal tersebut. Yang dimaksud dengan mubah dalam kaidah di atas adalah sesuatu yang tidak dimiliki oleh personal tertentu, seperti lahan kosong, dan lain sebagainya. Termasuk juga sesuatu yang menjadi milik bersama atau tempat-tempat umum. Maka yang paling berhak memanfaatkan sesuatu yang mubah tersebut adalah orang yang terlebih dahulu memperolehnya daripada orang setelahnya, selama ia masih memanfaatkannya.

Kaidah ini dirumuskan berdasarkan beberapa hadis. Di antaranya, hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Siapa yang memanfaatkan lahan yang tidak ada pemiliknya maka dia paling berhak atasnya.” Lalu Urwah pun berujar, “Umar menerapkan hal ini di masa pemerintahannya” (HR. Bukhari: 2335)

Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menghidupkan lahan yang mati maka lahan itu menjadi miliknya, dan tidak ada hak bagi usaha yang zalim.” (HR. Abu Dawud: 3073)

Termasuk saat mengantre, maka yang didahulukan adalah yang pertama datang untuk mengantre, lalu yang setelahnya. Tidak berhak bagi seorang pun menyerobot antre karena tindakan itu adalah perbuatan zalim, merebut hak orang lain tanpa rida darinya, berdasarkan kaidah di atas.

Bahkan secara tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang menyuruh orang lain pindah dari tempat duduknya lantas duduk menempatinya, karena itu adalah hak orang lain tersebut, bukan haknya. Begitu juga dalam masalah antre. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalllam, beliau bersabda, “Tidak boleh bagi seseorang menyuruh orang lain berdiri atau pindah dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempatnya” (Muttafaqun ‘alaih)

Bijak Dalam Berantre

Setelah kita mengetahui hukum mengantre, berikut ini beberapa tips agar menjadi orang yang bijak dalam berantre. Menjadikan aktifitas antre bukan aktifitas yang sia-sia belaka:

  1. Hendaklah antre dianggap sebagai ajang untuk melatih kesabaran dan pengendalian diri. Manusia senantiasa dihadapkan pada salah satu di antara dua kondisi: susah dan senang atau sedih dan gembira. Seorang muslim menghadapi kedua keadaan ini dengan bijak sesuai tuntunan yang telah digariskan syariat. Kesenangan dihadapi dengan bersyukur dan kesusahan disikapi dengan kesabaran. Dalam kedua situasi ini, ia selalu mampu mengendalikan diri dan mengikat hati serta badannya dengan tuntunan yang telah Allah gariskan kepadanya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan kondisi ini dalam sabdanya,عَجَبًا لِأَمْرِ، الْمُؤْمِنِ فَإِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْر،ٌ وَلَيْسَ ذَاكَ إِلَّا لِمُؤْمِنٍ، إِذَا أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِذَا أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Sungguh menakjubkan urusan seorang muslim karena semua urusannya baik baginya dan tidaklah hal itu terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Apabila ia mendapatkan sebuah kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia ditimpa kesusahan maka ia bersabar dan kesabaran itu baik pula baginya.” (HR. Muslim).Pertanyaan yang mungkin penting, bagaimana caranya agar kita bisa bersabar? Caranya adalah dengan membiasakan diri bersabar. Pepatah mengatakan, ala bisa karena biasa. Seberat apa pun sebuah pekerjaan, apabila seseorang telah terbiasa menghadapinya maka ia akan terasa begitu ringan untuknya. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi kita bimbingan,وَمَنْ يَتَصَبَّر يُصَبِّرهُ اللهُ“Barang siapa yang terus berlatih bersabar maka Allah akan menjadikannya penyabar.”(Muttafaqun ‘alaih).Cara lainnya yang bisa membantu kita bersabar menghadapi antrean adalah dengan menyadari bahwa ini merupakan bagian dari takdir Allah yang harus kita terima. Sikap menerima apa adanya ini akan membantu kita bersabar.Demi menambah keefektifan dua kiat di atas, maka seorang muslim hendaknya memaknai aktivitas antrenya itu dari sudut ubudiah. Dalam hal ini, ia mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kesabaran merupakan sifat terpuji yang sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka, ketika seseorang menghadapi sebuah kesusahan atau situasi yang sulit maka hendaklah ia bersabar. Dengan itu sangat diharapkan pahala dari Allah akan mengalir untuknya.
  2. Manfaatkan waktu menunggu giliran Anda untuk memperbanyak tabungan akhirat. Pergunakanlah waktu menunggu itu untuk berzikir, membaca Al Qur’an, membaca buku-buku yang bermanfaat, berdialog dengan sesama pengantre tentang masalah-masalah agama yang penting dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lainnya.Setiap muslim harus menyadari bahwa waktu luang yang ia punya di dunia ini merupakan nikmat Allah sekaligus amanah yang dibebankan kepadanya. Pada hari kiamat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya atas apa yang Dia berikan kepada mereka. Maka, setiap muslim hendaknya mempergunakan waktu yang ia punya dalam rangka bertakarub mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Perbuatan menyia-nyiakan waktu adalah sebuah kerugian yang besar bagi seorang muslim yang mengharap perjumpaan dengan Allah dalam keadaan bahagia dan sentosa. Karena ia tidak pernah tahu kapan malaikat maut akan datang menjemput dan juga karena waktu yang telah pergi tak akan pernah kembali. Sayangnya, banyak kaum muslimin terjebak dalam angan-angan dan mimpi-mimpi kosong sehingga waktunya banyak terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَ الْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kerap kali dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).Sekiranya waktu luang ini bisa dipergunakan dengan baik, berapa juta kebaikan yang akan disaksikan peradaban?! Bayangkan seandainya waktu menunggu giliran itu selama 30 menit. Dalam kurun waktu 30 menit itu, berapa ayat Al Quran yang bisa dibaca, berapa lembar buku yang bisa dibaca, berapa kalimat untaian nasihat yang bisa disumbangkan bagi kaum muslimin?! Bagi seorang penulis buku, berapa lembar buku yang bisa ia tulis dalam waktu itu?! Sungguh menakjubkan hasilnya apabila perkara ini bisa dipahami oleh setiap muslim. Barangkali, ini juga yang menjadikan keberkahan yang begitu melimpah pada umur para pendahulu kita yang saleh. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua!
  3. Patuhilah aturan yang berlaku dan tertiblah saat menunggu giliran. Ketika mengantre, hendaklah Anda menyadari bahwa Anda memiliki hak dan hak Anda adalah nomor antrean Anda. Demikian pula para pengantre di depan Anda, mereka memiliki hak yang tertera dalam nomor antrean mereka. Jika ini kita sadari, maka tidak selayaknya bagi seorang yang beriman kepada keadilan dan ke-Mahabijaksanaan Allah untuk merampas hak orang lain. Kita diperintahkan untuk selalu berbuat adil kepada sesama. Tidak halal bagi seorang muslim mengambil hak orang lain tanpa seizinnya.Jika Anda terjepit sebuah kebutuhan yang mengharuskan Anda mendahului para pengantre di depan Anda, maka mintalah izin kepadanya. Jika ia mengizinkan, maka silakan Anda mendahuluinya. Jika tidak, maka bersabarlah dan itulah yang terbaik untuk Anda. Jika rambu-rambu ini Anda langgar, maka kekacauanlah yang akan terjadi dan Andalah pemicu kekacauan itu.
  4. Jadikanlah proses menunggu Anda tersebut sebagai sebuah perenungan besar. Dengan mengantre ini Anda jadi mengetahui bahwa Anda tidak lebih baik dari orang lain. Anda mempunyai hak yang sama dengan para pengantre lainnya. Ini akan mengikis noda-noda kesombongan yang bercokol di dalam hati. Dengan mengantre pula Anda menyadari eksistensi Anda di alam fana ini. Sekarang Anda masih sehat dan bisa menghirup udara segar, sementara orang-orang yang Anda kasihi yang bisa jadi beberapa waktu yang lalu masih bercanda dan tertawa ceria bersama Anda, kini mereka telah tertutup tanah kuburan. Mereka telah pergi dan Anda pun akan segera menyusul, tinggal menunggu giliran. Ini akan memotivasi kita untuk lebih tekun beribadah dan mengumpulkan bekal perjalanan ke akhirat. Dengan mengantre juga Anda menyadari betapa susahnya menunggu. Lantas Anda memikirkan bagaimana sekiranya anda menunggu pengadilan Al-Hakim Al-Jabbar, Allah Yang Mahabijaksana lagi Mahaperkasa di padang mahsyar kelak. Di sana nanti, matahari didekatkan sedekat-dekatnya. Setiap orang akan bermandikan keringat sesuai dengan amal mereka masing-masing. Seluruh manusia dikumpulkan di tempat yang sama dalam waktu yang sama, mulai dari manusia pertama hingga manusia terakhir. Bagaimanakah kiranya kondisi pada hari itu?! Perenungan ini tentunya akan membawa kita kepada sebuah pemahaman akan ubudiah tertinggi sekaligus menjadi motivator besar kita untuk bersiap sedia menghadapi hari yang besar itu.

Inilah sedikit yang bisa saya bagi kepada saudara-saudara. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Di akhir tulisan ini, saya hendak mengingatkan bahwa dalam setiap situasi ada hikmah indah yang bisa diambil oleh seorang muslim apabila ia renungkan. Maka, marilah kita semua menjadi muslim yang cerdas!

Wallahu a’lam bish- shawab. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis: Muhammad Halid

Artikel Muslim.Or.Id

Dunia Hanya Sesaat!

Ketika kita bertanya kepada Al-Qur’an tentang dunia. Apa itu dunia dan apa hakikat sebenarnya? Apa itu akhirat dan apa hakikat sebenarnya?

Al-Qur’an menjawab kita dengan jelas dan tanpa basa-basi bahwa dunia itu :

وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS.Al-Ankabut:64)

Dan hakikat dunia menurut Al-Qur’an adalah :

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan.” (QS.Al-Hadid:20)

Itulah dunia, tiada makna lain selain permaian dan senda gurau. Sedangkan akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya.

Apabila dunia adalah “tempat permainan dan senda gurau” sementara akhirat adalah “kehidupan yang sebenarnya”, maka seorang yang berakal harusnya berusaha untuk kehidupan akhiratnya karena itulah kehidupan yang sebenarnya.

Sedangkan jika dunia adalah tempat permainan dan senda gurau, maka tugas kita adalah mempersiapkan kehidupan yang riil di akhirat baru kemudian kita menikmati kenikmatan-kenikmatan semu di dunia ini.

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS.Al-Qashash:77)

Bukan sebaliknya ! Seakan kita menganggap akhirat hanyalah senda gurau dan memfokuskan seluruh hidup kita untuk kehidupan dunia. Seakan dunia ini adalah kehidupan sebenarnya yang kekal dan abadi.

Manusia tidak diciptakan untuk kehidupan dunia sehingga ia harus terikat dengannya. Kesalahan pola pikir kebanyakan manusia membuat mereka lupa jika mereka sebenarnya sedang dalam perjalanan dan dunia hanya tempat transit saja. Masih banyak pos-pos lain yang akan di lalui. Perjalanannya dimulai dari Allah dan akan berakhir kepada Allah.

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (QS.Al-Baqarah:156)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

الدُّنيَا سَاعة فاجعَلهَا طَاعة

“Dunia itu sesaat, maka jadikanlah ia dipenuhi ketaatan.”

Yang dimaksud sesaat disini adalah kesempatan singkat yang diberikan oleh Allah Swt agar engkau membuktikan usaha dan nilaimu dalam mencapai kesempurnaan.

وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS.An-Najm:39)

Artinya jadilah engkau seorang yang berakal ! Manfaatkan kesempatan yang sangat singkat ini dalam ketaatan kepada Allah Swt.

Umur manusia tidaklah panjang. Mungkin hanya mentok di angka 100 tahun atau lebih. Kita tidak akan menyamai Ashabul Kahfi yang Allah tidurkan selama 300 tahun. Itupun setelah mereka bangun, salah satu di antara mereka bertanya (seperti yang diceritakan dalam sebuah ayat).

قَالَ قَآئِل مِّنۡهُمۡ كَمۡ لَبِثۡتُمۡۖ قَالُواْ لَبِثۡنَا يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۚ

Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” (QS.Al-Kahfi:19)

Mereka ditidurkan selama 300 tahun tapi bagi mereka hanya terasa sehari dua hari. Begitulah waktu di dunia yang sangat singkat dan berlalu begitu cepat. Kita hanya akan sadar ketika kehilangan waktu tersebut.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Miras dan Hilangnya Akal

Mengapa Kedewasaan tidak diukur pada bagusnya selera? Karena ia sangat subjektif dan lebih emosional.

Kedewasaan terkait dengan kemampuan dan ketrampilan menggunakan akal, untuk membedakan yang benar dan buruk. Jika Undang-undang Dasar Negara mengamanatkan pada pemerintah, bahwa mencerdaskan warga negara adalah tugas konstitusional, maka sungguh aneh jika apa yang dijalankan justru sebaliknya.

Apa yang hilang dan lepas pada orang yang minum khamr (miras) dan mabuk? Tentu yang hilang adalah akal!

Bahkan akal tersebut bukan tanpa sengaja atau tidak dimaksudkan agar hilang, justru mereka yang minum khamr sengaja menutupi dan menghilangkannya.

Maka mengapa ada orang yang sengaja membuat ia kehilangan akal, atau ada orang-orang yang terencana  mengizinkan agar khamr dibuat, dijual, dan dikonsumsi orang banyak?

Jelas dan tak mungkin bisa dipungkiri, ini terkait dengan rencana besar dan strategis bagi pemusnahan potensi akal suatu bangsa, terutama generasi mudanya.

Mengapa generasi muda?Karena generasi muda adalah tak cuma sekedar potensi sumber daya manusia, tapi asset suatu bangsa.

Orang yang mabuk dan kehilangan akalnya, ia memasuki sebuah pintu yang terbuka lebar tanpa ada lagi aturan dan hukum, maka tak ada lagi yang harus ditakuti dan ditaati.

Hukum baginya adalah memenuhi hawa nafsu dan syahwatnya.

Apapun yang dapat memuaskan keduanya, adalah dambaannya, dan yang menghalangi pemuasan keduanya adalah musuh besar yang harus dilenyapkan.

Tak ada lagi milik orang lain, bukan masalah jika itu tak ada pada dirinya, karena apa yang ada di benak dan dadanya mengatakan dan menegaskan, bahwa jika engkau mau pasti akan bisa. Jika kau bisa, maka engkau akan terpuaskan dan menemukan kenikmatan yang tiada tara.

Raih dan rampaslah apa pun yang di luar sana, dari siapa pun yang memiliki dan menguasainya.

Istri, anak, saudara, sahabat, bahkan orang tuamu tak pernah akan memahami, cuma engkau dan aku yang kini mengalir deras dalam darahmu yang patut kau dengar dan patuhi.

Hartakah, atau bahkan kehormatan, jika engkau suka dan akan memuaskanmu, karena mereka tak tahu bahwa engkau bisa dan itu akan memuaskanmu.

Begitulah dunia tanpa akal, ya itu ketika akal dibenamkan dalam gejolak syahwat yang dimanjakan dalam lautan miras.

Inikah cita-cita dan masa depan bangsa yang diidamkan?

Seriuskah ini dicanangkan sebagai ‘kearifan  lokal’? Masyarakat yang tak lagi mampu membedakan mana benar dan salah, karena bagaimana mungkin itu bisa mereka lakukan, sedangkan pada dirinya pun mereka tak lagi mengenali.

Sungguh… ini alasan dan logika yang penuh aura pembodohan. Inilah koalisi antara semangat menghancurkan masa depan bangsa dan nafsu serakah para pengusaha yang dibenaknya tak ada yang lain selain meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Jika legalisasi miras ini diteruskan dan dikembangkan, satu atau dua dekade kedepan, bangsa ini tak punya lagi masa depan.

Kita bersama akan saksikan tubuh-tubuh lunglai, nanar tatap mata kosong, bergerak tanpa ruh. Kriminalitas akan merajalela baik kualitas maupun kuantitasnya, tak mengenal batas usia dan strata sosial.

Naudzubillah mindzalik!

Oleh: Hamid Abud Attamimi

Penulis adalah Aktivis Pendidikan, tokoh Al-Irsyad Al-Islamiyyah, tinggal di Cirebon

HIDAYATULLAH

Ini Bacaan Shalawat Agar Kuat Menghadapi Kesulitan

Setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan hidup. Dalam kehidupan, selalu ada kesulitan dan kemudahan. Jika kita mampu melewati kemudahan hidup dengan baik, mengapa kita tak bisa melewati kesulitan hidup dengan baik pula? Seharusnya juga kita harus kuat menghadapi kesulitan.

Islam mengajarkan jalan keluar bagi kesulitan hidup yang dialami manusia, terutama umat Islam. Dalam setiap kesulitan, pasti ada jalan keluarnya. Berikut adalah beberapa cara untuk menghadapi kesulitan sesuai dengan anjuran dalam ajaran agama Islam. Di antaranya kita dianjurkan membaca shalawat agar kuat menghadapi kesulitan.

Dalam kitab Abwab Al-Farj, Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan beberapa redaksi shalawat atas Nabi Saw, di antaranya adalah shalawat Al-Farj untuk agar kita kuat menghadapi kesulitan. Redaksi shalawat Al-Farj ini adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ صَلَاةَ عَبْدٍ قَلَّتْ حِيْلَتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ وَسِيْلَتُهُ وَ أَنْتَ لَهَا يَا إِلَهِيْ وَ لِكُلِّ كَرْبٍ عَظِيْمٍ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ بِسِرِّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Allohumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii sholaata ‘abdin qollat hiilaatuhuu wa rosulullaahi wasiilatuhuu wa anta lahaa ilaahii wa likulli karbin ‘azhiimin fa farrij ‘annaa maa nahnu fiihi bisirri bismillaahir rohmaanir rohiim.

Artinya:

Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan serta berikanlah keberkahan kepada jungjungan kami, Nabi Muhammad, juga keluarganya dan seluruh sahabatnya, melalui doa seorang hamba yang sedikit upayanya dan Rasulullah adalah wasilahnya, dan Engkau adalah pemilik doa itu, wahai Tuhanku, dan pemilik semua kesulitan yang besar, maka dari itu lapangkanlah apa yang menimpa diri kami dengan rahasia ‘bismillaahir rohmaanir rohiim.’

Disebutkan bahwa barangsiapa yang membaca shalawat ini kapan saja dan tanpa dibatasi jumlah tertentu, maka dia akan diberi kekuatan dan daya oleh Allah untuk menghadapi kesulitan yang menimpanya.

Alangkah baiknya jika setelah membaca shalawat ini dilanjutkan membaca Hizb Al-Nawawi. Maka jika keduanya dibaca, maka akan lebih utama dan lebih mujarrab.

BINCANG SYARIAH