Jangan Pernah Berhenti Bersyukur, Ini Ganjarannya

Bersyukur merupakan jalan menggapai ridha Allah.

Bersyukur memang tidak mudah, oleh karenanya Allah SWT memberikan ganjaran berlipat ganda untuk orang-orang yang mampu untuk mensyukuri nikmat-Nya. 

Perintah untuk bersyukur pun kerap disebutkan Allah SWT dalam Alquran. Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri dalam kitabnya berjudul Minhajul Muslim menjelaskan, seorang Muslim hendaknya melihat segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepadanya dengan tiada terhingga. 

Yakni berupa kenikmatan yang tiada terhitung, terlindungnya dia pada saat menempel di dalam rahim ibu, hidup di dunia, dan menentukan perjalanan hidupnya hingga menuju Allah SWT.

Dalil mengenai sumber kenikmatan itu pun kerap disebutkan dengan beragam redaksi. Berikut dalil perintah bersyukur dan juga ganjaran bagi yang melaksanakannya: 

1. Surat An-Nahl ayat 53

Allah SWT berfirman: 

وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـَٔرُوْنَۚ

“Wa mâ bikum min ni‘matin fa minallâhi tsumma idzâ massakumudl-dlurru fa ilaihi taj’arûn.”

Yang artinya, “Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.”

2. Surat An-Nahl ayat 18

Allah SWT berfirman: 

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Wa in ta‘uddû ni‘matallâhi lâ tuḫshûhâ, innallâha laghafûrur raḫîm.”

Yang artinya, “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

3. Surat Al-Baqarah ayat 156

Allah SWT berfirman: 

الَّذِيۡنَ اِذَآ اَصَابَتۡهُمۡ مُّصِيۡبَةٌ  ۙ قَالُوۡٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ

“Allaziina izaaa asaabathum musiibatun qooluuu innaa lillaahi wa innaaa ilaihi raaji’uun.”

Yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”

4. Surat Az-Zumar 

Allah kembali menegaskan perintah untuk bersyukur, “La taqnathu min rahmatillahi.” Yang artinya,  “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.”

REPUBLIKA

Hukum Jual Beli Kotoran Hewan

السؤال

يتم استخدام روث البهائم خاصة الحمير في صناعة الطوب الأحمر المستخدم في البناء، وللحصول عليها يذهب بعض الناس إلي حظائر البهائم لجمعها، ثم بيعها لمن يحتاجها، فهل يجوز ذلك؟ أم أنه يحرم بيعها؛ لنجاسة الحمير؟

Pertanyaan:

Kotoran hewan, khususnya keledai, digunakan untuk pembuatan batu bata merah yang digunakan dalam pembangunan. Untuk mendapatkannya, sebagian orang pergi ke kandang hewan ternak untuk mengumpulkannya kemudian menjualnya kepada siapa saja yang membutuhkan. Apakah hal ini diperbolehkan atau terlarang menjualnya? Karena najisnya kotoran keledai?

الجواب

أولا:

حكم بيع روث الحيوانات غير مأكولة اللحم

لا يجوز بيع السرجين أو روث الحيوانات غير مأكولة اللحم كالحمر، في قول جمهور الفقهاء، خلافا لأبي حنيفة رحمه الله.

قال ابن قدامة رحمه الله: “ولا يجوز بيع السرجين النجس. وبهذا قال مالك، والشافعي.

Jawaban:

Alhamdulillah. Pertama, tentang hukum menjual kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan. Tidak boleh menjual feses atau kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, seperti keledai. Ini menurut mayoritas ahli fikih. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah —Semoga Allah Meridainya—

Ibnu Qudamah —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa menjual kotoran najis tidak boleh. Inilah yang dikatakan Malik dan Syafii.

وقال أبو حنيفة: يجوز؛ لأن أهل الأمصار يتبايعونه لزروعهم من غير نكير، فكان إجماعا.

ولنا، أنه مجمع على نجاسته؛ فلم يجز بيعه، كالميتة. وما ذكروه فليس بإجماع، فإن الإجماع اتفاق أهل العلم، ولم يوجد، ولأنه رجيع نجس، فلم يجز بيعه، كرجيع الآدمي” انتهى من المغني (4/192).

Abu Hanifah berkata bahwa hukumnya boleh, karena para penduduk di berbagai negeri sudah saling memperjualbelikannya untuk kebutuhan pertanian mereka tanpa ada yang mengingkarinya, maka ini adalah konsensus. Adapun menurut kami, kotoran ini disepakati kenajisannya, sehingga tidak boleh menjualnya, hukumnya seperti menjual bangkai. Adapun yang mereka klaim itu bukanlah konsensus, karena konsensus itu adalah kesepakatan para ulama, dan hal itu tidak ada. Selain itu, benda itu termasuk limbah najis, maka tidak boleh dijual, seperti halnya kotoran manusia. Selesai kutipan dari al-Mughni (4/192).

وأما روث ما يؤكل لحمه: فهو طاهر، يجوز الانتفاع به في التسميد وغيره، ويجوز أيضا بيعه وشراؤه.

وينظر ما سبق في جواب السؤال رقم:(111786)، ورقم:(222524). 

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله: “وأما السرجين النجس، يعني ما تدفن به الأرض عند زرعها، ويسمى عند الناس السماد: فالنجس لا يجوز بيعه، مثل سرجين الحمر، وسرجين الآدمي، عذرة الآدمي.

Adapun kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan, maka kotorannya suci, sehingga boleh digunakan untuk pemupukan dan keperluan lainnya. Demikian pula diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Lihat penjelasan sebelumnya dalam jawaban atas pertanyaan nomor (111786) dan (222524). 

Syekh Ibnu Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa kotoran yang najis, yakni yang dimasukkan ke dalam tanah saat menanam—yang oleh orang-orang disebut pupuk—maka yang najis tidak boleh dijual, seperti kotoran keledai dan feses manusia. 

مع أن القول الراجح أنه يجوز يعني أن يسمد بها، لكن لا يجوز بيعها، لأنها نجسة العين، وأما السرجين المتنجس فيجوز بيعه، لأن تطهيره ممكن، فهو كالثوب المتنجس، السرجين المتنجس مثل سماد بال عليه رجل، أو بال عليه حمار وأراد إنسان أن يبيعه، نقول: لا بأس، بعه، لأنه يمكن تطهيره، فهو كالثوب المتجنس” انتهى من “التعليق على الكافي” (4/142).

Walaupun pendapat yang lebih tepat adalah boleh dijadikan pupuk, tapi tidak boleh dijual, karena memang zatnya najis. Adapun kotoran mutanajis, maka boleh dijual, karena masih bisa disucikan. Hukumnya seperti pakaian yang najis. Jadi kotoran mutanajis, seperti misalnya pupuk yang terkena kencing orang atau kencing keledai, lalu ada seseorang yang ingin menjualnya, maka kami katakan, “Tidak masalah, jual saja, karena masih bisa disucikan, jadi hukumnya seperti pakaian yang terkena najis.” Selesai kutipan dari at-Taʿlīq ʿalā al-Kāfī (4/142).

وأما الحنفية فأجاوز بيعه.

قال ابن عابدين: ” (قوله جاز) أي بيعه. ط (قوله كسرقين وبعر) في القاموس: السِّرجين والسرقين بكسرهما، مُعرَّبا سَركين بالفتح، وفسره في المصباح بالزبل، قال ط: والمراد أنه يجوز بيعهما ولو خالصين اهـ. وفي البحر عن السراج: ويجوز بيع السرقين والبعر والانتفاع به والوقود به” انتهى من “حاشية ابن عابدين” (5/85).

Adapun mazhab Hanafi, mereka mengatakan boleh menjualnya (kotoran najis). Ibnu Abidin berkata bahwa perkataannya, “Boleh,” artinya boleh menjualnya. Perkataannya “Seperti Sirqīn dan Baʿr (kotoran),” disebutkan dalam al-Qāmūs bahwa kata Sirjīn dan Sirqīn, dengan kasrah adalah kata diserap ke dalam bahasa Arab dari kata Sarkīn, dengan fathah. Dalam kitab al-Miṣbāẖ diartikan feses. Dia mengatakan bahwa maksudnya adalah boleh menjualnya walaupun murni najis. Selesai kutipan. Dalam kitab al-Baẖr dari as-Sirāj disebutkan bahwa Sirjīn dan kotoran boleh dimanfaatkan dan digunakan untuk perapian. Selesai kutipan dari H̱āsyiyah Ibni ʿĀbidīn (5/85).

ومذهب الأحناف: قال به جمع من الحنابلة وغيرهم أيضا، وهو رواية عن الإمام أحمد.

قال ابن مفلح – في كلامه عند كلامه طهارة الجلد النجس بدباغه -: ” ويجوز بيعه، وعنه لا “وم” كما لو لم يطهر “و” أو باع قبل الدبغ “و” نقله الجماعة، وأطلق فيه أبو الخطاب أنه يجوز بيعه مع نجاسته، كثوب نجس، فيتوجه منه بيع نجاسة يجوز الانتفاع بها، ولا فرق ولا إجماع كما قيل قال ابن القاسم المالكي1: لا بأس ببيع الزبل، قال اللخمي2: هذا من قوله يدل على بيع العذرة. و3قال ابن الماجشون: لا بأس ببيع العذرة، لأنه من منافع الناس. ” انتهى، من “الفروع” (1/112-113).

Dalam mazhab Hanafi, inilah yang menjadi pendapat ulama Hanafi dan selain mereka, dan juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Ibnu Muflih dalam pembahasannya tentang sucinya kulit yang najis dengan disamak berkata, “Boleh dijual. Ada juga riwayat darinya tentang ketidakbolehan dijual seperti saat belum disucikan atau sebelum disamak.” Ini dinukil oleh sejumlah ulama. Abul Khattab mengatakan bahwa boleh dijual secara mutlak walaupun najis, seperti pakaian yang najis. Maksudnya adalah menjual barang najis yang bisa dimanfaatkan. Tidak ada bedanya dan tidak ada konsensus dalam hal ini katanya. Ibnul Qasim al-Maliki berkata, “Tidak mengapa menjual kotoran.” Al-Lakhami berkata, “Perkataannya ini menunjukkan bolehnya menjual kotoran.” Ibnul Majisyun berkata, “Tidak mengapa menjual kotoran, karena itu termasuk perkara yang bermanfaat bagi manusia.” Selesai kutipan dari al-Furūʿ (1/112-113).

وقال أيضا في “شروط البيع” : ” أن يكون مباح النفع والاقتناء بلا حاجة …

لا إن نجسا. قاله في الهداية … وسرجين نجس. وفيه تخريج من دهن نجس. وقال مهنا: سألت أحمد عن السلف في البعر والسرجين قال: لا بأس. وأطلق ابن رزين في بيع نجاسة قولين.” انتهى، من “الفروع” (6/127-128).

وينظر أيضا للفائدة: “المعاملات المالية المعاصرة”، دبيان الدبيان (3/444).

Dia juga berkomentar dalam pembahasan syarat jual beli bahwa barangnya harus termasuk barang yang hukumnya mubah dimanfaatkan dan dimiliki secara mutlak … tapi tidak jika najis. Dia mengatakannya dalam kitab al-Hidayah … Sirjīn najis, dan mengandung unsur mengeluarkan lemak yang najis. Muhanna berkata, “Aku bertanya kepada Ahmad tentang pendapat ulama Salaf tentang kotoran dan Sirjīn, maka dia menjawab, “Tidak masalah.” Ibnu Razin menyampaikan ada dua pendapat mengenai jual beli benda najis. Selesai kutipan dari al-Furūʿ (6/127-128). Lihat juga untuk tambahan faedah al-Muʿāmalah al-Māliyyah al-Muʿāṣhirah, karya Dibyan al-Dibyan (3/444).

وعلى ذلك؛ فإذا كان الروث المذكور: روث بهائم مأكولة اللحم، كالإبل والبقر والغنم: فلا حرج في الانتفاع به في تسميد الأرض، ولا حرج في بيعه وشرائه. ومثل ذلك أيضا روث الخيل، فهو طاهر أيضا.

وأما روث الحمر الأهلية، فهو نجس، لا يحل بيعه وشراؤه في قول جمهور العلماء.

لكن إن كان مختلطا بغيره من روث البهائم مأكولة اللحم، وكان الغالب هو روث هذه البهائم: فنرجو ألا يكون حرج في بيع المجموع، عملا بحكم الغالب، وللحاجة إليه، مع ما سبق فيه من الخلاف بين أهل العلم.

Dengan demikian, jika kotoran tersebut adalah kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan, seperti unta, sapi, dan domba, maka tidak mengapa menggunakannya untuk memupuk tanah maupun memperjualbelikannya. Begitu pula dengan kotoran kuda, yang juga suci. 

Adapun kotoran keledai peliharaan, maka itu najis. Tidak boleh diperjualbelikan menurut mayoritas ulama. Namun jika dicampur dengan kotoran lain dari hewan yang dagingnya boleh dimakan hingga lebih dominan kotoran yang suci, maka kami berharap semoga tidak mengapa menjualnya secara satu kesatuan, karena yang dihukumi adalah yang lebih dominan, serta adanya kebutuhan terhadapnya, selain memang ada perbedaan pendapat di antara para ulama sebagaimana telah dibahas sebelumnya.

ثانيا:

حكم الانتفاع بالروث النجس 

يجوز الانتفاع بهذا السرجين النجس من غير شراء؛ لما روى البخاري (2082)، ومسلم (2960) من حديث جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ) فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ: (لَا هُوَ حَرَامٌ) ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: (قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ).

Kedua, tentang hukum memanfaatkan kotoran najis. Dibolehkan mengambil manfaat dari kotoran najis ini tanpa membeli. Hal ini berdasarkan riwayat Bukhari (2082) dan Muslim (2960) dari hadis Jabir —Semoga Allah Meridainya— bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan khamar, bangkai, babi, dan patung.” 

Kemudian, ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak dari bangkai yang bisa dimanfaatkan untuk sebagai minyak untuk memoles kapal, meminyaki kulit, dan dipakai orang-orang untuk minyak penerangan?” 

Beliau bersabda, “Tidak, itu haram.” Kemudian, Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Semoga Allah Melaknat Yahudi, karena ketika Allah Mengharamkan lemak hewan, mereka mencairkannya lalu memperjualbelikannya dan memakan uangnya.”

فالضمير في قوله: (لَا هُوَ حَرَامٌ) هو للبيع، أي لا يجوز بيع شحوم الميتة، ودل هذا على جواز الانتفاع فيما ذكر دون بيع.

وفي “الموسوعة الفقهية” (32/204): “قال أكثر الفقهاء: يجوز استعمال الزبل والسرجين في الفلاحة لتنمية الزرع، وقالوا: ولا يكون النابت نجس عين، ولكنه ينجس بملاقاة النجاسة، فيطهر بالغسل” انتهى.

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله في “الشرح الممتع” (8/136): ” وهذا القول هو الصحيح: أن الضمير في قوله: (هو حرام) يعود على البيع، حتى مع هذه الانتفاعات التي عددها الصحابة رضي الله عنهم، وذلك لأن المقام عن الحديث في البيع.

Kata rujukan dalam sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam “Tidak, itu haram,” maksudnya adalah menjual, sehingga artinya “Tidak boleh menjual lemak dari bangkai.” Hal ini menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari hal-hal tersebut tanpa menjualnya. Dalam al-Mausūʿah al-Fiqhiyyah (32/204) disebutkan bahwa mayoritas ahli fikih berpendapat bolehnya menggunakan kotoran dan Sirjīn untuk bertani dan bercocok tanam. Mereka berkata bahwa tanaman tidak najis secara zatnya, melainkan jadi mutanajis karena bersentuhan dengan najis, sehingga bisa disucikan dengan cara dicuci. Selesai kutipan. 

Syekh Ibnu Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata dalam asy-Syarh al-Mumti’ (8/136), “Pendapat inilah yang benar,” bahwa kata rujukan dalam dalam sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam “Tidak, itu haram,” merujuk kepada penjualannya, walaupun adanya manfaat-manfaat yang disebutkan oleh para Sahabat —Semoga Allah Meridai mereka— ini, karena konteks dalam hadis ini adalah tentang menjualnya.

وقيل: هو حرام، يعني الانتفاع بها في هذه الوجوه، فلا يجوز أن تُطلى بها السفن، ولا أن تدهن بها الجلود، ولا أن يستصبح بها الناس.

 ولكن هذا القول ضعيف.

والصحيح: أنه يجوز أن تطلى بها السفن، وتدهن بها الجلود، ويستصبح بها الناس” انتهى.

Ada yang berpendapat bahwa sabda beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam “Itu haram,” maksudnya adalah mengambil manfaat untuk hal-hal tersebut, yakni dimanfaatkan sebagai minyak untuk memoles kapal, meminyaki kulit, dan digunakan orang-orang untuk minyak penerangan. Namun ini pendapat lemah. Pendapat yang benar adalah boleh dimanfaatkan sebagai minyak untuk memoles kapal, meminyaki kulit, dan digunakan orang-orang untuk minyak penerangan. Selesai kutipan.

وعليه؛ فيجوز استعمال السرجين النجس في صناعة الطوب، ويطهر الطوب بهذه الصناعة، بناء على القول بالاستحالة؛ فإن دخان النجاسة ورمادها طاهر، وهذا الاحتراق يحول العين إلى مادة أخرى وهي الطوب الأحمر.

وعلى القول بعدم الاستحالة، وبقاء الطوب نجسا، يجوز استعماله في البناء، وإذا طلي بعد ذلك، زال حكم النجاسة فلا يضر لمسه بمبتل، لأن الطلاء صار حائلا بين النجاسة واليد .

والله أعلم

 Dengan demikian, boleh menggunakan kotoran yang najis untuk membuat batu bata dan menjadi suci dengan proses pembuatan ini, berdasarkan prinsip Istiẖālah, sehingga asap dan abu najis ini suci karena ada proses pembakaran yang mengubah zat najis menjadi zat lain, yaitu bata merah. Adapun menurut pendapat yang menolak prinsip Istiẖālah, maka batu bata itu tetap najis. Boleh menggunakannya dalam pembangunan, lalu jika sudah dicat, maka hukum najisnya hilang, sehingga tidak masalah jika disentuh dalam keadaan basah, karena cat tersebut menjadi pembatas antara kotoran dan tangan. Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber:

islamqa.info/ar/answers/307312/حكم-بيع-روث-الحمير-لاستعماله-في-صناعة-الطوب

PDF sumber artikel.

Syaiful Karim Salah Berikan Makna Al Qari’ah, Bagaimaan Sebernanya menurut Ahli Tafsir

Sempat viral beberapa hari yang lalu tentang seorang ustad bernama Syaiful Karim, Dosen Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang kebetulan juga katanya berprofesi penceramah, yang mengkritik terjemah lafadz “al Qari’ah” dalam surat “al Qari’ah”. Terjemahan umumnya yang banyak beredar, begitu juga terjemah dari Kemenag tentang al Qari’ah adalah hari kiamat.

Namun, menurut “ustad” Syaiful tersebut terjemahan ini keliru. Makna yang benar al Qari’ah adalah orang perempuan yang membaca, bukan hari kiamat. Karena kata “al Qari’ah” dengan tambahan Ta’ di akhir kalimat merupakan bentuk muannats (perempuan) dari al Qari’ yang memiliki makna membaca.

Sontak, ini menjadi bahan tertawaan para netizen, khususnya dari kalangan santri yang paham betul tentang ayat tersebut. Sebab lafadz al Qari’ah yang memiliki makna membaca itu menggunakan huruf hamzah yaitu “القارئة”. Sementara yang terdapat pada surat al Qari’ah yang dijadikan objek kritikan menggunakan huruf ain, jika ditulis yaitu “القارعة”.

Tentu kedua lafadz tersebut tidak memiliki makna yang sama. Selain itu, al Qari’ah (القارئة) yang memiliki makna membaca itu termasuk lafadz yang musytaq (asal kata) dalam gramatika Arab. Sementara al Qari’ah (القارعة) yang memiliki makna hari kiamat merupakan lafadz jamid (tidak ada asal katanya). Memang dari segi bacaannya, kedua lafadz tersebut hampir sama, tetapi fakta dalam tulisan sangat berbeda.

Lalu apa makna al Qari’ah (القارعة) itu sendiri ?

Tentang al Qari’ah yang berada dalam surat al Qari’ah, Allah swt telah menjelaskan secara implisit tentang apa makna al Qari’ah. Ayat ke empat sampai ayat ke lima, Allah swt menjelaskan bahwa al Qari’ah itu adalah lorong waktu yang berat dan dahsyat. Pada ayat tersebut Allah swt menggambarkan manusia seperti kupu-kupu yang bertebaran dan gunung-gunung seperti bulu yang berhamburan. Selanjutnya pada ayat enam sampai sembilan, Allah swt mengancam tentang amal perbuatan manusia, barang siapa yang berat kebaikannya maka ia akan masuk syurga. Sementara bagi mereka yang ringan kebaikannya, dan berat dosa-dosanya maka terancam masuk neraka Hawiyah.

Sebenarnya, dari ayat-ayat tersebut sudah dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan al Qari’ah pada ayat tersebut tidak mungkin bermakna wanita yang membaca. Karena tidak akan ada korelasi dengan ayat-ayat setelahnya.

Menurut Ahli Tafsir, lafadz al Qari’ah pada ayat tersebut memang bermakna hari kiamat. Imam at Thabari dan ulama’-ulama’ tafsir lainnya mengutip perkataan Ibn Abbas ra ketika menerjemahkan ayat empat surat al Haqqah, ia berkata:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَوْلُهُ {كَذَّبَتْ ثَمُودُ وَعَادٌ بِالْقَارِعَةِ} قَالَ الْقَارِعَةُ يَوْمُ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Dari Ibn Abbas ra tentang firman Allah swt : Kaddzabat tsamudu wa’adun bil qari’ah, Ibn Abbas ra berkata, al Qari’ah adalah hari kiamat”

Begitu juga Ibn Abbas ra ketika menerjemahkan al Qari’ah pada surat al Qari’ah ia berkata:

مِنْ أَسْمَاءِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ عَظَّمَهُ اللَّهُ وَحَذَّرَهُ عِبَادَهُ

Artinya: “Al Qari’ah termasuk nama-nama dari hari kiamat, di mana Allah swt membesar-besarkan hari itu dan memperingatkan kepada hamba-hambanya tentang hari tersebut”

Waqi’ ra juga berkata bahwa lafadz al Qari’ah (القارعة), al Waqi’ah (الواقعة) dan al Haqqah (الحاقة) memiliki makna yang sama yaitu hari kiamat.

قَالَ وكيع سَمِعْتُ أَنَّ الْقَارِعَةَ وَالْوَاقِعَةَ وَالْحَاقَّةَ : الْقِيَامَةُ

Artinya: “Waki’ berkata: Aku mendengar sesungguhnya makna al Qari’ah, al Qaqi’ah dan al Haqqah adalah hari kiamat”

Menurut imam al Qurtubi, mayoritas ulama’ tafsir mengatakan makna al Qari’ah adalah hari kiamat.

قوله تعالى: (الْقارِعَةُ مَا الْقارِعَةُ) أَيْ اَلْقِيَامَةُ وَالسَّاعَةُ، كَذَا قَالَ عَامَّةُ الْمُفَسِّرِيْنَ

Artinya: “Firman Allah swt “al Qari’ah mal Qari’ah” artinya hari kiamat. Begitu mayoritas ulama’ tafsir mengatakan”

Seandainya ada yang mengatakan lain, itu tidak jauh dari arti hari kiamat. Misal ada yang menafsirkan “kembalinya manusia” dan sebagainya. Namun dari sekian penafsiran Ahli Tafsir tidak ada seorang pun yang mengatakan makna al Qari’ah (القارعة) adalah orang perempuan yang membaca.

Wallahu a’lam

ISLAMKAFFAH

Tahun Baru 2024, Imam Besar Masjid Istiqlal Ajak Umat Tingkatkan Prestasi Spiritual

Tahun Baru 2024 baru saja hadir. Berjuta harapan dan cita-cita digantungkan setinggi langit oleh seluruh umat manusia menyambut tahun 2024 dan meninggalkan tahun 2023. Kendati demikian umat diajak untuk tidak hanya bercita-cita meningkatkan prestasi secara material, tetapi juga prestasi spiritual.

Hal itu dikatakan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar turut menghadiri Muhasabah Akhir Tahun 2023 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta. Nasaruddin mengingatkan jemaah melakukan introspeksi diri menjelang akhir tahun.

“Saya hanya ingin mengingatkan kepada kita semua, Bapak-Ibu, mari kita mengintrospeksi diri kita. Kata Rasulullah SAW, ‘alangkah ruginya umatku kalau hari kemarin itu masih sama dengan hari ini juga harinya’,” kata Nasaruddin Umar dalam pidatonya di acara Muhasabah Akhir Tahun 2023 di Masjid Istiqlal Jakarta, Sabtu (30/12/2023).

Nasaruddin mengatakan tingkat spiritual dan prestasi juga harus bertambah seiring pergantian tahun dan pertambahan usia. Dia mengingatkan jemaah tak hanya memikirkan pertambahan materialistik.

“Jadi maksudnya apa? Sedapat mungkin setiap kali umur kita bertambah, prestasi, spiritual kita pun juga ikut bertambah, jangan hanya prestasi material yang kita gunakan,” ujarnya.

Dia juga mengimbau jemaah melaksanakan kewajiban salat dengan didasari rasa cinta, bukan karena takut masuk neraka. Dia ingin spiritualitas jemaah terus bertumbuh.

“Kita melakukan salat itu karena itu wajib takut masuk neraka dan masuk surga. Akan tetapi, kalau orang sudah naik kelas, bukan karena wajib, tetapi dia mencintai salat itu sendiri,” ujarnya.

Nasaruddin berharap seluruh umat Islam naik kelas pada level spiritualitasnya pada tahun depan. Dia mengimbau jemaah mulai berkontemplasi dan tak hanya menggunakan akal, tapi juga rasa batin.

“Saya mohon kepada kita semua yang hadir, tahun 2024 besok ini mari mulai berkontemplasi. Jangan menggunakan akal, akal, akal, dan pikiran, pikiran melulu, sesekali kita menggunakan rasa batin kita ini,” ujarnya.

“Semoga kita semuanya ini, insyaallah besok bersama-sama naik kelas di atas kelas kita yang ada pada saat ini,” imbuhnya.

Ia juga mengajak jemaah mendoakan ulama yang telah wafat saat masa pandemi COVID-19. Dia menyebut ada 700 ulama yang wafat saat pandemi.

“Izinkan saya mengajak kita semuanya untuk membacakan surat Al-Fatihah kepada para ulama kita, 700 ulama NU yang wafat pada masa COVID di seluruh Indonesia, Bapak-Ibu. Mencetak ulama baru sekarang susahnya luar biasa,” pungkas Kiai Nasaruddin.

ISLAMKAFFAH

Petinju Jarrell Miller Menyataan Diri Masuk Islam sebelum Naik Ring

Petinju kelas berat terkenal Jarrell Miller mengumumkan dirinya masuk Islam beberapa hari sebelum pertandingan melawan Daniel Dubois yang sangat dinantikan.

Berita ini telah menimbulkan kejutan di komunitas tinju.Para penggemar dan kritikus berspekulasi mengenai dampak potensial dari transformasi pribadi terhadap karier dan citra Jarrell Miller di mata publik.

Miller mengucapkan dua kalimat syahadat di Riyadh, Arab Saudi, bersama sepupunya Kevin dan asisten pelatihnya, Jose Guzman. Ia  secara terbuka menyatakan masuk Islam selama dia tinggal di Arab Saudi,  sebelum akan mengambil bagian pergelaran tinju bertajuk ‘Judgment Day’  (Hari Penghakiman) di Riyadh.

Pernyataan syahadat ini telah dibagikan oleh saluran berita Saudi ‘Al Ekhbariya’ di platform media sosial ‘X’, dalam konferensi pers yang diadakan sebelum acara yang sangat dinantikan tersebut.

Deklarasi Publik Miller

Dalam video yang dibagikan, Miller mengungkapkan rasa syukurnya dengan mengucapkan ‘Alhamdulillah’, menandakan masuk Islam. Meski mengungkapkan kelelahannya menghadapi petinju lain sepanjang minggu, Miller menegaskan kesiapannya untuk berkompetisi, menyoroti apresiasinya terhadap tinju sebagai ‘berkah luar biasa’ yang diberikan kepada mereka.

 ‘Judgement Day’ merupakan bagian integral dari Riyadh Season 2023, yang menampilkan beberapa juara tinju internasional ternama dalam serangkaian pertandingan.

Juara tinju profesional yang berpartisipasi termasuk Anthony Joshua dari Inggris, Otto Wallin dari Swedia, Joseph Parker dari Selandia Baru, Deontay Wilder dari Amerika, Filip Hrgovic dari Kroasia, Mark de Mori dari Australia, Dmitry Bivol dari Rusia, Lyndon Arthur dari Inggris, Jai Opetaia dari Australia, Ellis Zorro dari Inggris, Arslanbek Makhmudov dari Dagestan , Jet Kapaia, Daniel Dubois dari Inggris, Jarrell Miller dari Amerika yang baru bertobat, Frank Sanchez dari Kuba, dan Fa Junior dari Selandia Baru.

Terpengaruh Pelatih

Sebelum memeluk Islam, hidup Jarrell Miller diwarnai dengan kesulitan dan tantangan berat. Ia sering mendapat sorotan karena sifatnya yang blak-blakan bahkan pernah tersangkut skandal doping sebelumnya.  

Miller lahir dari ibu Karibia dan ayah Amerika Latin pada tanggal 15 Juli 1988 di lingkungan Bedford-Stuyvesant di Brooklyn, New York. Saat tumbuh dewasa, atlet kelas berat Amerika hidup berpindah-pindah.

Dalam wawancara baru-baru ini pria yang dipanggil  ‘Big Baby’ mengungkapkan bahwa kakek dari pihak ibunya adalah orang Irlandia. Dia bahkan menyatakan ayahnya adalah keturunan Dominika.

“Kakek saya dari pihak ibu saya adalah orang Irlandia, seorang pria kulit putih! Seorang pria Irlandia, dia juga seorang sopir truk di Belize. Ayah saya adalah orang Haiti dengan keturunan Dominika juga,” kata Miller kepada Boxing Social.

Miller pindah dari Brooklyn setelah dua tahun di kota tersebut menuju  Belize di Amerika Tengah, tempat dia tinggal selama lima tahun bersama anggota keluarga lainnya.

Dibesarkan di jalanan yang sulit di Brooklyn, New York, Jarrell Miller telah menghadapi banyak mengalami kesulitan sepanjang hidupnya. Dalam sebuah video yang dibuat oleh Boxing King Media, ia menceritakan perjuangan yang ia hadapi saat tumbuh dewasa dan bagaimana tantangan tersebut telah membentuk dirinya saat ini.

Miller mulai tertarik Islam memberikan bukti perjalanan hidupnya yang penuh gejolak. Ia mengatakan “bahwa Islam telah memberinya rasa ketenangan dan kedamaian di tengah gejolak hidupnya”.

Perpindahan  ini bukan hanya menjadi kebangkitan rohani bagi Miller namun juga dibingkai sebagai titik balik dalam usaha penebusan dan pertumbuhan pribadinya.

Miller diperkenalkan pada Islam oleh pelatihnya sendiri, setelah hanya mendengar hal-hal hebat tentang agama ini. “Dia biasa membangunkan saya pada jam 5 pagi untuk lari pagi, dan saya dulu membencinya. Namun dia selalu menyampaikan kata-kata positif di telinga saya sejak awal,” kata Miller kepada Boxing King Media.

Miller selalu diingatkan pelatihnya untuk tidak lupa berdoa, hampir setiap pagi sebelum memulai berangkat lari.

Miller yang tak terkalahkan mengenang saat dia mengalami gejolak dalam hubungannya dan mengunjungi pengadilan keluarga bersama seorang sopir.

Saat itu sopirnya meminta izin untuk memainkan sesuatu.  “Bolehkah saya memainkan sesuatu untuk Anda?”

Miller yang ketika itu  mengakui bahwa energinya sedang melemah dan depresi mendengar sopir tersebut mulai melantunkan Al-Quran. Dan tak menyangka, sebuah keajaiban terjadi padanya.

“Mmata saya mulai berkaca-kaca. Aku menangis, menangis,” ujar Miller.

“Dia berbalik dan menatapku dan berkata ‘saudara, kamu diberkati’.”

Miller percaya bahwa Islam telah memberinya semangat positif dalam beberapa tahun terakhir ketika dia paling membutuhkannya dan selama minggu terpenting dalam karirnya. Dan tak lama ia kemudian memutuskan untuk masuk Islam.

Jarrell Miller yakin Islam telah mengangkat kehidupannya, dan itulah sebabnya dia memantapkan dirinya menyatakan dirinya telah menjadi seorang Muslim sebelum bertanding.

Dalam pertandingan memenangkan gelar juara dunia kelas berat WBA ‘Reguler’ hari Sabtu di Kingdom Arena, Riyadh, Arab Saudi ini Jarrell Miller harus kalah KO dari Daniel Dubois di ronde 10.*

HIDAYATULLAH

Reinkarnasi Manusia Setelah Kematian Menurut Quraish Shihab

Reinkarnasi adalah kepercayaan bahwa jiwa manusia akan dilahirkan kembali ke dalam tubuh baru setelah kematian. Keyakinan ini telah ada di banyak budaya di seluruh dunia selama berabad-abad. Nah berikut reinkarnasi manusia setelah kematian menurut Quraish Shihab. 

Pada hakikatnya, manusia akan menemui ajalnya untuk menuju kematian dan akan menjalani proses peradilan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Maka, untuk menjalaninya, manusia akan mengalami yang namanya “reinkarnasi” (hidup kembali). Berbeda dengan agama lainnya dalam memahami reinkarnasi, Islam memahami konsep reinkarnasi ini dalam bentuk yang berbeda. Lalu bagaimana sebenarnya konsep “reinkarnasi” dalam Islam? Dan apa saja proses yang dijalani manusia setelah kematian?

Syahdan, semua agama-agama apapun pasti selalu meyakini dan mengajarkan tiga hal pokok, dan tanpa salah satu dari ketiganya, maka ia tidak dapat dinilai sebagai agama. Pertama, bahwa agama menuntut dan mempercayainya untuk percaya bahwa ada kekuatan maha dahsyat yang mengatur alam raya. Kekuatan itu dinamai Tuhan. Walaupun bisa berbeda-beda dalam rincian kepercayaannya menyangkut Tuhan. 

Kedua, semua agama mengajarkan bahwa ada hari pembalasan. Orang baik dibalas dengan baik, orang yang buruk dibalas dengan keburukan. Apakah pembalasan itu di dunia ataukah sebaliknya pembalasan itu setelah kematian (di akhirat), ternyata para agamawan juga berbeda-beda dalam menafsirkan.

Ketiga, yang harus ada pada setiap agama atau orang yang beragama adalah, adanya dorongan untuk melakukan hubungan dengan kekuatan yang maha dahsyat. Itulah yang dalam Islam dinamai ibadah. Semua agama mengenal ibadah, dan semua agama pula mengajarkan agar kita mempunyai hubungan dengan Tuhan.

Tiga unsur pokok ini harus ada pada setiap agama dan harus dihayati oleh setiap yang beragama, termasuk agama Islam. Namun, yang akan pembahasan kali ini adalah tentang kedua, yaitu hari pembalasan (kebangkitan). Adalah hari kebangkitan di mana manusia akan memperoleh balasan atau ganjaran dari apa yang telah dilakukannya selama hidupnya.

Mengapa harus ada pembahasan?

Jawabannya antara lain, bahwa semua manusia mendambakan keadilan. Orang jahat pun mendambakan keadilan. Tetapi keadilan dalam kehidupan dunia ini tidak sempurna. Itu sebabnya, tak sedikit dari banyaknya orang-orang baik masuk penjara dan tersiksa. Sebaliknya, ada banyak orang-orang yang melakukan kejahatan justru bebas dari hukuman. Ini namnya tidak adil.

Maka dengan demikian, diperlukan adanya hari pembalasan. Hari pembalasan itu sempurnanya adalah setelah kematian manusia. Al-Qur’an menyatakan ketika berbicara tentang hari kebangkitan itu:

لِيَجْزِيَ اللّٰهُ كُلَّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Artinya: “Agar Allah memberi balasan kepada setiap orang terhadap apa yang dia usahakan. Sungguh, Allah Maha Cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ibrahim [14]: 51).

Jadi perlu adanya hari pembalasan. Rupanya, hari pembalasan itu dalam pandangan Islam sempurnanya tidak di dunia, tetapi di akhir setelah kematian. Memang ada agama yang berkata pembalasan itu di dunia, misalnya dengan meyakini bahwa ada karma. Namun ada agama yang percaya bahwa ada reinkarnasi.

Kita percaya atau muslim percaya bahwa, ada “reinkarnasi” kehidupan baru tapi tidak lagi di dunia, melainkan di akhirat. Manusia akan dibangkitkan untuk menerima balasan yang sempurna dari Tuhan, sebagai ganjaran atau balasan dari hasil usahanya selama di dunia.

Al-Qur’an menguraikan tentang hari kebangkitan itu dimulai dengan hancurnya alam raya. Allah Swt. berfirman:

اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ. وَاِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْۖ. وَاِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْۖ. وَاِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْۖ. وَاِذَا الْوُحُوْشُ حُشِرَتْۖ. وَاِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْۖ. وَاِذَا النُّفُوْسُ زُوِّجَتْۖ

Artinya: “Apabila matahari digulung. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan. Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak terurus). Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. Dan apabila lautan dipanaskan. Dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh).” (QS. At-Takwir [81]: 1-7).

Inilah gambaran kecil dari terjadinya kiamat atau terjadinya kehancuran alam raya. Bintang-bintang pudar cahayanya dan matahari digulung sehingga tidak lagi memancarkan cahaya. Demikian seterusnya. Ketika itu, semua yang mati bangkit di dalam satu tempat yang dinamai Padang Mahsyar.

Di sinilah awal mula dan bermula kebangkitan. Di sinilah bermula kehadiran manusia kembali setelah kematiannya. Memang, harus digarisbawahi, bahwa kematian bukanlah ketiadaan, melainkan kematian di dunia ini hanya perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan dari kubur (alam barzah) kita dibangkitkan menuju ke alam akhirat.

Penting dicatat, apakah kebangkitan itu dengan ruh dan jasad. Terserah. Yang jelas ulama beda pendapat mengenai hal ini. Ada yang berkata hanya dengan ruh, karena jasmani kita ini sudah hancur, tidak ada lagi. Jasmani kita ini diciptakan untuk hidup sesuai dengan alam duniawi, sedangkan alam ukhrawi berbeda dengan alam dunia. Sehingga, katanya, kita hanya dibangkitkan dengan rohani.

Ada lagi yang berkata, kita dibangkitkan dengan rohani dan jasmani, walaupun jasmani kita sudah berbeda keadaannya karena sudah diciptakan Allah Swt. dalam bentuk yang sesuai dengan alam akhirat. Artinya, kita masih punya mata, kita masih punya telinga dan hidung, akan tetapi itu diciptakan Allah dengan jasmani yang sesuai dengan kondisi alam yang kita alami.

Dari sinilah kemudian antara rohani dan jasmani, maka ulama berbeda pendapat sehingga lahirlah uraian-uraian tentang “apakah nikmat jasmani itu ada di surga atau hanya nikmat rohani saja”? Mayoritas ulama berkata bahwa yang dibangkitkan itu adalah jasmani dan rohani, karena secara jelas al-Qur’an berbicara tentang kenikmatan-kenikmatan jasmani.

Kenapa? Sebab, karena ada makanan, minuman dan sebagainya. Sehingga, kenikmatan-kenikmatan jasmani itu berada di surga sana, dan siksaan-siksaan jasmani itu berada di neraka sana, dan masing-masing akan memperoleh sesuai apa yang telah dilakukannya di dunia.

Quraish Shihab mengatakan, bahwa apapun yang Anda percayai, ulama-ulama berkata yang dituntut dari Anda, hanyalah percaya bahwa ada hari pembalasan. Ada pembalasan rohani dan jasmani. Akan tetapi, seandainya tidak ada yang jasmani, maka saya tidak rugi. Tetapi, lanjut Quraish Shihab, kalau seandainya ada jasmani kemudian saya tidak mempercayainya, maka saya kuatir kenikmatan jasmani itu saya tidak akan peroleh.

Orang-orang yang tidak percaya akan hari kemudian 

Terlepas dari itu semua, ada orang-orang yang tidak percaya adanya hari kemudian. Di dalam al-Qur’an kita menemukan dua alasan utama yaitu; pertama, mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak kuasa untuk menciptakan lagi manusia yang telah hancur tubuhnya. Tuhan tidak kuasa kata mereka. Kedua, Tuhan tidak tahu lagi setelah jasmani ini bercampur dengan segala sesuatu, Tuhan tidak bisa memisahkannya.

Jadi ada dua alasan utama kaum musyrik menolak hari kebangkitan itu, adalah Allah tidak kuasa dan Allah tidak tahu. Kedua alasan ini disanggah dengan jelas oleh al-Qur’an. Banyak sekali sanggahan-sanggahannya. Misalnya, dalam surat Yasin dijelaskan:

وَضَرَبَ لَـنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗ ۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ

Artinya: “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin [36]: 78).

Tak hanya itu, mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak kuasa menciptakan sesuatu yang telah hancur. Allah menjawab di ayat yang lain bahwa:

وَقَالُوْۤا ءَاِذَا كُنَّا عِظَامًا وَّرُفَاتًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ خَلْقًا جَدِيْدًا. قُلْ كُوْنُوْا حِجَارَةً اَوْ حَدِيْدًا. اَوْ خَلْقًا مِّمَّا يَكْبُرُ فِيْ صُدُوْرِكُمْ ۚ فَسَيَـقُوْلُوْنَ مَنْ يُّعِيْدُنَا ۗ قُلِ الَّذِيْ فَطَرَكُمْ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُوْنَ اِلَيْكَ رُءُوْسَهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هُوَ ۗ قُلْ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنَ قَرِيْبًا

Artinya: “Dan mereka berkata, “Apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? Katakanlah (Muhammad), “Jadilah kamu batu atau besi. Atau menjadi makhluk yang besar (yang tidak mungkin hidup kembali) menurut pikiranmu.” Maka mereka akan bertanya, “Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah, “Yang telah menciptakan kamu pertama kali.” Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepalanya kepadamu dan berkata, “Kapan (Kiamat) itu (akan terjadi)?” Katakanlah, “Barangkali waktunya sudah dekat.” (QS. Al-Isra’ [17]: 49-51).

Dalam logika manusia, menciptakan sesuatu kembali yang ada bahannya itu jauh lebih mudah daripada menciptakan sesuatu yang tidak ada bahannya dan tidak ada contoh sebelumnya. Bukankah manusia pernah tiada lalu Tuhan menciptakannya, dan Tuhan Maha Kuasa.

Di Surat Yasin itu dia berbicara tentang kuasa Allah menciptakan sesuatu dari lawannya. Bukankah Allah menciptakan api dari pohon yang hijau yang basah itu. Bukankah karena Allah Maha Mudah bagi-Nya melakukan sesuatu sampai-sampai ini Allah bahkan tidak membutuhkan kata “Kun Fayakun”. Allah Swt. berfirman:

اِنَّمَاۤ اَمْرُهٗۤ اِذَاۤ اَرَادَ شَیْئًـا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

Artinya: “Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (QS. Yasin [36]: 82).

Kata “Kun Fayakun” itu hanya gambaran betapa mudah dan cepatnya Allah menciptakan sesuatu, lebih mudah daripada mengucapkan kata “Kun”. Bahwa Allah tidak butuh kata “Kun”. Begitu dia mau terjadi. Jadi Allah Maha Kuasa. Itulah sebagian dari uraian al-Qur’an tentang keniscayaan hari kiamat. 

Demikian penjelasan terkait reinkarnasi manusia setelah kematian menurut Quraish Shihab. Semoga keterangan reinkarnasi manusia setelah kematian ini bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Khutbah Jumat Singkat: Pentingnya Koreksi Diri Dalam Islam

Naskah khutbah Jumat singkat berikut ini dengan judul, “Khutbah Jumat Singkat: Pentingnya Koreksi Diri dalam Islam”. Salah satu momentum yang Allah berikan kepada manusia untuk melakukan ibadah dan kebaikan.

Allah telah memberikan kesempatan bagi semua manusia untuk meningkatkan semua kewajiban dan tanggung jawab selama setahun. Sudahkah semua itu dijalani dengan benar dan sempurna? Sudahkah semua tanggung jawab itu terpenuhi dengan baik? Maka dari itu, dalam khutbah ini mengajak kepada kita semua untuk mengoreksi kembali semua perbuatan kita selama setahun.

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ بِأَنْوَارِ الْوِفَاقِ، وَرَفَعَ قَدْرَ أَصْفِيَائِهِ فِيْ الْأَفَاقِ، وَطَيَّبَ أَسْرَارَ الْقَاصِدِيْنَ بِطِيْبِ ثَنَائِهِ فِيْ الدِّيْنِ وَفَاقَ، أَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ السَّبَاقِ، صَلَاةً وَسَلَامًا اِلَى يَوْمِ التَّلَاقِ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً صَفَا مَوْرِدُهَا وَرَاقَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفَ الْخَلْقِ عَلَى الْاِطْلَاقِ، اَلَّذِيْ أُسْرِيَ بِهِ عَلَى الْبَرَاقِ، حَتَّى جَاوَزَ السَّبْعَ الطِّبَاقِ.

أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati oleh Allah


Puji syukur alhamdulillah atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kita semua, khususnya nikmat iman dan kesehatan, sehingga kita bisa menjalani kesempatan selama setahun ini dengan sempurna.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, allahumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ alih wa sahbih, yang telah sukses dalam berdakwah, menyebarkan ajaran Islam dengan penuh rahmat dan kasih sayang. Semoga kita bisa berada di bawah naungan syafaatnya, kelak di hari kiamat. Amin.

Selanjutnya, khatib berwasiat kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, dengan cara menunaikan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan-Nya, menambah ibadah, menguatkan keimanan, dan memantapkan keyakinan kepada-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang lebih baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah


Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru 2024, dan kita akan segera meninggalkan tahun 2023, namun yang perlu dan penting untuk terus kita lakukan adalah mengoreksi segala capaian yang kita lakukan selama ini, sehingga bisa menjadi referensi dalam melangkah di tahun ini.

Selain menjadi referensi untuk tahun yang akan datang, hal ini juga menjadi salah satu tanda-tanda ketakwaan dalam diri kita semya. Hal ini sebagaimana dicatat oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, juz IV, halaman 404, riwayat Maimun bin Mahran, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ أَشَدُّ مِنْ مُحَاسَبَةِ شَرِيْكِهِ

Artinya, “Seorang hamba tidak bisa disebut (golongan) orang yang bertakwa hingga ia bisa mengoreksi dirinya melebihi koreksi pada temannya.”

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Selain sabda Rasulullah tersebut, kiranya pantas bagi kita semua untuk mengingat salah satu pesan Sayyidina Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam sejarah Islam, perihal pentingnya mengoreksi diri. Ia mengatakan:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوهَا قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Artinya, “Koreksilah diri kalian semua sebelum kalian dikoreksi (dihisab). Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan hiasilah diri kalian (dengan amal ibadah) untuk pagelaran agung (hari kiamat) kepada Allah ta’ala. Pada hari itu kalian semua dihadapkan, dan tidak ada sesuatu yang samar dari kalian.”

Pesan ini memberikan arahan kepada kita semua, perihal bagaimana cara menjalani hidup di dunia. Di balik makna koreksilah diri kalian sebelum dihisab, berarti kita semua diharapkan untuk berhati-hati dalam bertindak, berbuat, dan berucap, dan bahkan tidak melakukan apa-apa sebelum benar-benar jelas kebenarannya, sehingga semua perbuatannya bernilai manfaat dan umurnya tidak hilang dengan sia-sia.

Penjelasan di atas senada dengan salah satu sya’ir yang pernah disampaikan oleh Syekh Zainuddin Abdurrahman as-Sulami, dalam kitab Ghada’ul Albab Syarah Manzumatil Adab, juz II, halaman 348, ia mengatakan:

أَلَيْسَ مِنْ الْخُسْرَانِ أَنَّ لَيَالِيَا * تَمُرُّ بِلاَ نَفْعٍ وَتُحْسَبُ مِنْ عُمْرِي

Artinya, “Bukankah termasuk kerugian, bila malam-malam berlalu tanpa ada manfaat padahal juga dihitung (dihisab) dari (jatah) umurku?”

Ma’asyiral Muslimin jamaah khutbah Jumat singkat yang dirahmati Allah

Manfaat dari mengoreksi diri adalah kita akan menemukan kekurangan dari apa yang telah kita lakukan. Oleh karenanya, jika selama satu tahun ini perbuatan ibadah lebih mendominasi, maka bersyukurlah kepada Allah yang telah memberikan hidayah kepada kita semua untuk melakukan ibadah, namun jika maksiat yang mendominasi, maka hina dan cela-lah diri kita, karena telah lalai dalam menunaikan kewajiban.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits:

يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

Artinya, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya semua itu adalah perbuatan kalian yang Aku catat untuk kalian, kemudian Aku sempurnakan (balasannya) untuk kalian. Maka barangsiapa yang menemukan kebaikan, hendaklah dia memuji Allah, dan siapa yang menemukan selain itu (keburukan) maka janganlah ia mencela kecuali pada dirinya sendiri.” (HR Muslim).

Demikian khutbah Jumat singkat tentang pentingnya mengoreksi diri selama setahun. Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab untuk meningkatkan ibadah, kebajikan, ketakwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.

اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اَبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اَبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى اَبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اَبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اَبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

BINCANG SYARIAH

Sambut Tahun Baru dengan Zikir

31 Dec 2023, 22:14 WIB

Acara zikir dan doa bersama dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan

Oleh FUJI EP, MABRUROH

NATUNA — Zikir Bersama menjadi pilihan sejumlah Muslim di Indonesia dalam menyambut tahun baru Masehi 2024. Di Masjid Agung Natuna, Riau, Ahad (31/12/2023), pemerintah setempat menggelar acara istighasah yang dihadiri sejumlah anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkimda) serta para pejabat Pemerintah Kabupaten Natuna.

Kegiatan yang dilaksanakan seusai Shalat Magrib itu diwarnai oleh zikir dan berdoa Bergama.”Tahun ini kita menyambut tahun baru dengan zikir dan doa bersama,” kata Bupati Natuna Wan Siswandi. 

Ia menyampaikan, acara zikir dan doa bersama dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan kepada warga Natuna selama tahun 2023.”Pada hari ini kita bermunajat kepada Allah, meminta ampun dan maaf sekaligus berterima kasih atas segala rezeki yang telah Allah berikan sepanjang 2023,” kata dia.

Pada hari ini kita bermunajat kepada Allah, meminta ampun dan maaf sekaligus berterima kasih atas segala rezeki yang telah Allah berikan sepanjang 2023

WAN SISWANDI Bupati Natuna

Bupati berharap Pemerintah Kabupaten Natuna diberi kemudahan dalam melaksanakan pembangunan daerah pada tahun 2024. Sementara, Kapolres Natuna Nanang Budi Santosa menyampaikan bahwa acara istigasah yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten untuk menyambut tahun baru juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan aparat pemerintah dan penegak hukum dengan warga.”Ini dapat membangun hubungan yang lebih baik antara polisi dan masyarakat, sehingga membantu dalam menciptakan situasi yang aman dan harmonis,” kata dia.

Jaringan Santri Indonesia (JSI) Kota Jambi juga menggelar zikir akhir tahin dengan tema “Bersyukur Atas Keberkahan dan Berdoa untuk Masa Depan Bangsa yang Lebih Baik”. Gubernur Jambi Al Haris mengapresiasi kegiatan yang ditujukan untuk menggalang persatuan umat menyambut Pemilu 2024.”Doa dan zikir bersama ini bertujuan untuk menyatukan umat dari berbagai kelompok masyarakat “, kata Gubernur Jambi Al Haris di Jambi, Rabu.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menggelar Muhasabah akhir tahun 2023 di Masjid Istiqlal. Acara ini digelar dengan tema doa bersama untuk Pemilu damai dan berkualitas.

Menurut Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Syamsul Ma’arif, acara ini merupakan bentuk ikhtiyar para pengurus PWNU DKI Jakarta dalam menyambut Pemilu 2024 agar berjalan dengan damai. “Semua pengurus kita undang di Masjid Istiqlal ini dalam rangka untuk berdoa bersama, agar pemilu yang akan di selenggarakan bebarapa bulan lagi, insya Allah, berjalan lancar, aman, tertib, dan damai. Mudah-mudahan tidak ada halangan, dan insya Allah sukses,” ujar Syamsul dalam sambutannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (30/12/2023). Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi menyampaikan, perayaan tahun baru agar tidak dijadikan sebagai momentum hura-hura dan momentum untuk melakukan kemaksiatan.”Saya kira itu tidak boleh dilakukan dalam rangka menyambut tahun baru, sehingga umat Islam seharusnya tidak melakukan hal-hal yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti misalnya di malam tahun baru (malam pergantian tahun) banyak membuang waktu untuk berjoget-joget atau minum-minuman keras atau membuang waktu sepanjang malam tanpa ada manfaatnya kemudian Subuhnya pun tertinggal,” kata Kiai Zubaidi, Ahad (31/12/2023). Kiai Zubaidi mengatakan, kalaupun ada anggapan tahun baru sebagai momentum liburan berkumpul bersama keluarga dan tetangga yang sifatnya ramah tamah atau makan bersama. Itu tidak menjadi masalah. Hanya saja, ujar dia, yang penting jangan lupa dalam momen tersebut harus ada renungan untuk menjadikan masa lalu sebagai pembelajaran di masa yang akan datang. Ia menjelaskan, Rasulullah SAW mengatakan bahwa jangan sampai seseorang terjerembab dalam lubang kegagalan yang sama dua kali. “Pergantian tahun ini sebagai momentum untuk muhasabah untuk menjadikan tahun-tahun yang akan datang lebih baik lagi, lebih baik ibadahnya dan lebih baik dalam muamalahnya sehingga kita bahagia dunia dan akhirat,” ujar Kiai Zubaidi.

Kiai Zubaidi menyampaikan, di dalam Islam, pergantian waktu itu kapanpun terjadinya sangat penting. Pergantian dari detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun amat berharga sehingga umat Islam tidak boleh menyepelekan waktu.

Menurut dia, umat Islam tidak boleh menyepelekan waktu sehingga tidak merugi. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Asr yang artınya: Demi masa (waktu), sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.

“Artinya siapa yang merugi yakni orang-orang yang tidak dapat memanfaatkan waktu, waktu berlalu begitu saja tapi tidak ada kemanfaatan yang dia dapat, sehingga dia mendapatkan kerugian dari aspek agama maupun dunianya, karena itu pergantian waktu itu sesungguhnya merupakan hal yang penting bagi umat Islam,” kata dia.

Kiai Zubaidi mengatakan, muhasabah, introspeksi dan renungan agar supaya yang terjadi di masa lalu itu dapat menjadi pembelajaran di masa yang akan datang. Kalaulah itu sebuah kesuksesan, maka bagaimana seseorang itu mampu mempertahankan kesuksesan itu atau bertambah lebih baik lagi. Jika  kegagalan, maka umat Islam harus belajar kepada masa lalunya agar masa depannya tidak mengalami kegagalan.

Kiai Zubaidi menjelaskan, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr Ayat 18. Setiap orang yang beriman itu disuruh untuk bertakwa kepada Allah. Diperintahkan untuk melihat masa lalunya demi masa depannya, ini mengandung arti bahwa umat Islam harus belajar ke masa lalu.

REPUBLIKA

Mengenal Ali bin Abi Thalib dan Menjadi Pertengahan dalam Memuliakan Beliau

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu sahabat Nabi yang mulia dan satu dari empat khulafaur rasyidin yang kita diperintahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama untuk mengikuti jejak mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama,

Sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku, maka ia akan menyaksikan banyak sekali perselisihan. Maka, tetaplah kalian berpegang teguh kepada sunahku dan sunah khulafaur rasyidin yang diberikan petunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah dari perkara-perkara baru dalam agama. Karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Ahmad no. 17144, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

Dan keistimewaan beliau sebagai keluarga dan sahabat yang mendampingi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama sangatlah banyak. Namun, sebelum menyebutkan semuanya, alangkah baiknya kita mengenal siapa beliau? Bagaimana sikap yang tepat bagi seorang muslim di tengah maraknya pengkultusan terhadap pribadi beliau dan penghinaan?

Nama dan Nasab

Beliau bernama Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf, Amirul Mukminin, dikenal dengan kunyah Abul Hasan, Al-Qurasyi Al-Hasyimi. Sementara ibunda beliau bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf Al-Hasyimiyah yang meninggal di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama masih hidup.

Beliau termasuk di antara orang-orang yang pertama kali masuk Islam, turut serta dalam perang Badr dan perang-perang setelahnya. Di antara kunyah beliau juga adalah Abu Turab. Yang nama tersebut adalah nama yang paling disukai oleh Ali bin Abi Thalib. Terkait ini, sebuah hadis datang dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu,

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha dan tidak mendapati Ali bin Abi Thalib di sana. Maka, Nabi pun bertanya, ‘Di mana putra pamanmu?’ Fatimah mengatakan, ‘Terjadi sesuatu antaraku dengannya dan ia membuatku marah. Ia pun keluar dan tidak bilang apa-apa.’ Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pun meminta kepada seorang sahabatnya, ‘Tolong cari di mana dia.’ Kemudian laki-laki tadi kembali dengan mengatakan, ‘Ia ada di masjid ya Rasulullah.’ Maka, Rasul pun mendatanginya dan mendapatinya tengah berbaring dengan pakaiannya yang tersingkap di bagian pundak dengan debu yang berada di tubuhnya. Maka, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pun mengusap debu yang ada pada Ali sembari mengatakan, ‘Bangunlah wahai Abu Turab, bangunlah wahai Abu Turab.’” (HR. Muslim no. 2409)

Ciri fisik Ali bin Abi Thalib

Ada banyak riwayat dari para ulama yang menyebutkan ciri-ciri fisik Ali bin Abi Thalib. Di antaranya yang diungkapkan oleh Sawadah bin Handzalah,

“Aku pernah melihat Ali memiliki jenggot yang berwarna kekuningan.”[1]

Muhammad bin Al-Hanafiah mengungkapkan,

“Pernah juga beliau mewarnainya dengan hina’ (pacar) lalu meninggalkannya.”[2]

Abu Ishaq menyatakan,

“Aku pernah menyaksikannya berkhotbah dan tanpa sengaja pakaian atasnya tersingkap. Aku dapati perut beliau bidang; kepala serta jenggotnya memutih.”[3]

Keberanian beliau pasang badan menggantikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama

Ketika orang-orang kafir Quraisy berkumpul untuk menyerang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama, Ali bin Abi Thaliblah (yang waktu itu masih sangat muda) yang berani pasang badan menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Sayyidin Nas dalam ‘Uyun Al-Atsar, 1:295,

فلما كانت عتمة من الليل اجتمعوا على بابه يرصدونه حتى ينام ، فيثبون عليه ، فلما رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم مكانهم قال لعلي بن أبي طالب : نم على فراشي وتسج ببردي هذا الحضرمي الأخضر ، فنم عليه ، فإنه لن يخلص إليك شيء تكرهه منهم

Ketika pertengahan malam, para pemuda Quraisy berkumpul di depan pintu rumah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Mereka memantau beliau sehingga beliau tertidur. Sehingga mereka dapat melompat. Ketika melihat tempat mereka, beliau shallallahu ‘alaihi wasallama berkata kepada Ali bin Abi Thalib, ‘Tidurlah di dipanku dan pakailah selimut hijau dari Yaman ini. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi padamu.’

Keberanian Ali bin Abi Thalib

Dalam banyak peperangan, akan sering kita dapati, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama berperang, maka di situ ada Ali bin Abi Thalib. Terkadang berperan sebagai pembawa bendera, terkadang sebagai pemecah barisan musuh, terkadang sebagai penghancur benteng dan berhala, dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan seberapa berani dan gigihnya beliau untuk berjuang untuk Islam.

Kisah lain disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan-Nihayah, 3;272, yang menjelaskan bahwa ketika dua pasukan kaum muslimin dan kafir bertemu di medan perang Badar, tiga pemimpin pasukannya ingin unjuk keberanian. Yaitu, Utbah bin Rabiah, Syaibah, dan Al-Walid bin Utbah. Mereka menantang pasukan muslimin. Kemudian diutuslah tiga orang dari pasukan kaum muslimin. Di antaranya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang berduel dengan Al-Walid bin Utbah dan berhasil menumbangkannya dengan cepat.

Kabar-kabar dusta tentang Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu

Kabar dusta yang ditujukan untuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anha jauh lebih banyak dibandingkan yang ditujukan kepada sahabat Rasulullah selain beliau. Sehingga, tak jarang kita dapati hal tersebut termaktub dan tersebar di tengah kaum muslimin. Di antaranya adalah:

Pertama

Riwayat dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan, “Ali bin Abi Thalib mengatakan, ‘Aku adalah saudara Rasulullah, walinya, anak pamannya, dan ahli warisnya. Siapakah yang lebih berhak dariku sepeninggal beliau?!’” (As-Sunan Al-Kubra, no. 8396)

Adz-Dzahabi rahimahullahu mengomentari, “Hadis ini munkar.”

Kedua

Riwayat yang menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Aku adalah hamba Allah. Akulah Ash-Shiddiq Al-Akbar. Tidak ada yang mempertanyakannya, kecuali ia adalah pendusta. Aku sudah salat 9 tahun sebelum yang lain.” (As-Sunan Al-Kubra, no. 8398)

Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini munkar. Demikian pula yang disampaikan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at.

Ketiga

Riwayat dari Anas bin Malik yang menyebutkan bahwa suatu ketika ada seekor burung di sisi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Beliau pun mengatakan, “Ya Allah, datangkanlah seseorang yang paling Kau cintai yang bisa makan burung ini bersamaku.” Maka, Ali bin Abi Thalib datang dan makan bersama beliau. (As-Sunan Al-Kubra no. 8341)

Dan riwayat-riwayat lain yang dinilai oleh para ulama sebagai kisah-kisah yang palsu, tidak memiliki sumber yang valid. Yang mana kisah-kisah ini akan menimbulkan sikap berlebihan pada sebagian orang. Semoga Allah hindarkan kita dari perbuatan tersebut. Amin

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

Sumber: https://muslim.or.id/90611-mengenal-ali-bin-abi-thalib.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Buya Hamka:  Tasawuf Modern dan Konsep Bahagia

Konsep kebahagiaan bukan hanya sebatas kegembiraan sesaat atau kesenangan materi, kebahagiaan hakiki, kata Hamka, terletak pada keharmonisan antara manusia dengan Allah SWT

Oleh: Abdullah Rifat Dhorif

HAJI Abdul Malik Karim Abdullah atau lebih akrab disapa HAMKA menulis buku “Tasawuf Modern” berisi seputar pemikiran hidup dalam meraih kebahagiaan yang hakiki sesuai tuntunan ajaran agama.

Konsep kebahagiaan bukan hanya sebatas kegembiraan sesaat atau kesenangan materi. Kebahagiaan sejati diyakini sebagai hasil dari keseimbangan dan keharmonisan dalam berbagai aspek kehidupan.

Bagi Hamka, kebahagiaan hakiki terletak pada keharmonisan antara manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, serta sesama manusia yang dengan itu membawa keberkahan dalam kehidupan di dunia dan kebahagiaan yang abadi di akhirat.

Kebahagiaan dalam tasawuf dapat ditemukan melalui pencarian spiritual yang mendalam dan pemahaman akan hakikat kehidupan. Kebahagiaan sejati tidak hanya bersifat material atau fisik, melainkan juga bersumber dari kesadaran spiritual dan keseimbangan batin.

Kebahagiaan hakiki dicapai melalui hubungan yang erat dengan Allah, pemahaman akan tujuan hidup, serta kesadaran akan nilai-nilai spiritual.

Merawat jiwa, mencari kedekatan dengan Sang Pencipta, dan berusaha untuk hidup sesuai ajaran Islam adalah kunci utama menuju kebahagiaan sejati.

Seseorang dapat meraih kebahagiaan yang mendalam dan abadi, melebihi kebahagiaan sementara yang bersifat duniawi.

Buya Hamka, seorang ulama terkemuka dari Indonesia, memiliki pandangan yang kompleks terhadap tasawuf modern. Beliau menganggap bahwa tasawuf adalah bagian integral dari ajaran Islam yang memiliki nilai-nilai spiritual teramat penting. Salah satunya gapaian semua orang untuk mendapat hakikat kebahagiaan sejati.

Dr. Prof. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal dengan nama Buya Hamka, beliau dilahirkan di Sungai Batang Maninjau (Sumatra Barat) pada 17 Februari 1908 (14 Muharram 1326 H). Ayahnya ulama terkenal, Dr. Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, pembawa paham-paham pembaharuan Islam di Minangkabau.

Buya Hamka mempunyai nama lain saat kecil, yaitu Abdul Malik, Ia adalah anak pertama dari empat bersaudara, anak pasangan Abdul Karim Amrullah “Haji Rasul” dan Safiyah. 

Haji Rasul menikahi Safiyah setelah istri pertamanya, Raihana yang merupakan kakak Safiyah meninggal di Makkah. Raihana memberi Malik seorang kakak tiri, Fatimah yang kelak menikah dengan Syekh Ahmad Rasyid Sutan Mansur.

Muhammad Amrullah adalah seorang pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah. Istri Amrullah, anduang bagi Malik, bernama Sitti Tarsawa adalah seorang yang mengajarkan tari, nyanyian, dan pencak silat. Ayahnya sering bepergian untuk berdakwah.

Saat berusia empat tahun, Malik mengikuti kepindahan orangtuanya ke Padang panjang, belajar membaca al-Quran dan bacaan shalat di bawah bimbingan Fatimah, kakak tirinya.

Memasuki umur tujuh tahun, Malik masuk ke Sekolah Desa. Kemudian di tahun 1916, Zainuddin Labay El Yunusy membuka sekolah agama Diniyah School, menggantikan sistem pendidikan tradisional berbasis surau. Sambil mengikuti pelajaran setiap pagi di Sekolah Desa, Malik mengambil kelas sore di Diniyah School. Kesukaannya di bidang bahasa membuatnya cepat sekali menguasai bahasa Arab.

Pada 1918, Malik berhenti dari Sekolah Desa setelah melewatkan tiga tahun belajar. Karena menekankan pendidikan agama, Haji Rasul memasukkan Malik ke Thawalib. Sekolah itu mewajibkan murid-muridnya menghafal kitab-kitab klasik, kaidah mengenai nahwu, dan ilmu saraf.

Setelah belajar di Diniyah School setiap pagi, Malik menghadiri kelas Thawalib pada sore hari dan malamnya kembali ke surau. Namun, sistem pembelajaran di Thawalib yang mengandalkan hafalan membuatnya jenuh.

Kebanyakan murid Thawalib adalah remaja yang lebih tua dari Malik karena beratnya materi yang dihafalkan. Dari pelajaran yang diikutinya, ia hanya tertarik dengan pelajaran arudh yang membahas tentang syair dalam bahasa Arab.

Dibayangi nama besar ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka remaja sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 tahun.

Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah. Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan kritik atas kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke Makkah. Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak.

Kembali ke Tanah Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja sebagai guru agama di Deli. Dalam pertemuan memenuhi kerinduan ayahnya, Hamka mengukuhkan tekadnya untuk meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya

Hamka adalah ulama, sastrawan, pengarang, pujangga, dan filosof Islam. Ia diakui oleh lawan dan kawannya. Karena keahliannya pada tahun 1952 Pemerintah mengangkatnya menjadi anggota “Badan Pertimbangan Kebudayaan” dari Kementerian PP dan menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Universitas Islam di Makassar juga menjadi penasihat pada Kementerian Agama.

Di samping keasyikannya mempelajari “Kesusasteraan Melayu Klasik”, Hamka pun bersungguh-sungguh menyelidiki Kesusasteraan Arab, sebab bahasa asing yang dikuasainya hanyalah semata-mata bahasa Arab. 

Dan pada tahun-tahun 70-an keluar pula buku-bukunya, “Soal Jawab” (tentang Agama Islam), “Muhammadiyah di Minangkabau’, “Kedudukan Perempuan dalam Islam”, Do’a-do’a Rasulullah”, dan lain-lain.

Pada Sabtu 6 Juni 1974 mendapat gelar “Dr.” dalam Kesusateraan di Malaysia. Bulan Juli 1975 Musyawarah Alim Ulama Seluruh Indonesia dilangsungkan. Hamka dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab 1395.

Menurut Hamka, untuk mencapai bahagia menurut agama, harus mencapai 4 (empat) perkara; I’tikad  yang bersih, yakin, iman dan agama.

I’tikad

I’tikad  berasal daripada mengikat tepi-tepi barang, atau mengikatkan suatu sudut kepada sudut yang lain. Jadi timbulnya I’tikad  di dalam hati, ialah setelah lebih dahulu pikiran itu terbang dan lepas entah ke mana, tidak berujung dan tak tentu tempat hinggap.

Kemudian dapatlah suatu kesimpulan pandangan, lalu menjadi keyakinan. Terikat tidak retak lagi.

Sebab itu maka suatu pendapat yang tidak timbul dari pertimbangan akal pikiran yang hanya lantaran taklid buta, lantaran ikut-ikutan belumlah bernama I’tikad .

Orang yang berI’tikad  di dalam suatu perkara tidaklah mau mengerjakan suatu atau meninggalkan suatu pekerjaan dengan tidak berpikir. Kesimpulan pikirannya ialah I’tikad nya.

Dalam bahasa Indonesia I’tikad  itu telah berubah menjadi tekad. “Dan orang-orang yang mengerjakan satu perbuatan, atau menganiaya dirinya sendiri maka ingat mereka akan Allah. Lalu mereka memohon ampun atas kesalahan itu serta tidak tetap juga mereka atas perbuatan itu, sedang mereka telah mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 135).

Demikian keadaan orang yang mempunyai I’tikad , kalau mereka terlanjur mengerjakan kesalahan. Orang yang tidak mempunya I’tikad , adalah menjadi puncak aru, menggulai ke mana gerak angin saja, ke mari bukan ke sana entah. 

Orang yang begini, meskipun bagaimana datang dan terangnya kebenaran di mukanya, tidak ada nilai hidupnya sebab kompas jantungnya telah rusak, sebab itu jarumnya tidak dapat menunjukkan utara dan selatan lagi. Jiwanya telah dimakan karat.

Orang yang begini selamanya tidak akan mendapat I’tikad  yang jernih, sebab pikirannya tidak bekerja lagi. Atau laksana arloji yang pandai. Akan tetapi harus diingat, kalau sekali per itu telah rusak dan kerapkali diperbaiki, tentu jalannya tidak sebaik dahulu lagi.

Ada pepatah Arab, “Peliharalah keindahan hati dari suatu penyakit, karena sukar sekali memperbaikinya kalau sekali sudah rusak.” Itulah sebabnya kita lebih banyak diperintah untuk menjaga hati daripada mengobatinya. Karena ongkos penjagaan tidak sebanyak ongkos pengobatan.

Yakin

Yakin artinya nyata dan terang. Yakin itu ialah lawan dari syak dan ragu-ragu. Maka tidaklah akan hilang syak dan ragu-ragu itu kalau tidak ada dalil atau alasan yang cukup.

Dan datangnya yakin itu setelah memperoleh bukti-bukti yang terang. Keyakinan datang setelah menyelidiki, kadang- kadang tidak diselidiki lagi karena dalil itu cukup terbentang di hadapan mata.

Cara mencapai dalil itu tidaklah sama di antara manusia. Banyak perkara yang diyakini oleh seorang, masih diragui oleh yang lain, sebab belum mendapat dalilnya.

Akan tetapi dalam perkara yang terang misalnya alasan bahwa hari telah siang, atau dua kali dua empat, lekas orang yang meyakininya.

Kemudian Raghib membagi tiga pula tingkatan yakin, yaitu: Ilmul Yaqin, Haqqul Yaqin, Ainul Yaqin. Ilmul yaqin artinya, ilmu yang timbul dari pendapat yang lahir setelah memperoleh dalil yang cukup.

Setelah cukup dalil lalu dicobakan maka timbullah Haqqul Yaqin. Setelah mendapat Haqqul Yaqin, lalu disaksikan sendiri pula lalu naik tingkatan itu kepada Ainul Yaqin, itulah yang setinggi-tinggi derajat yakin.

I’tikad  ialah kesimpulan pendapat pikiran. Keyakinan lebih daripada I’tikad  karena keyakinan adalah setelah diselidiki. Tegasnya I’tikad  tingkat pertama, keyakinan tingkat kedua. Sebab itu maka tiap-tiap keyakinan itu adalah I’tikad , tetapi tidaklah tiap-tiap I’tikad  itu keyakinan.

Maka janganlah mempunyai I’tikad  saja dengan tidak mempunyai keyakinan. Hendaklah I’tikad  diuji dengan batu ujian keyakinan.

Segala agama dan pendirian di dunia ini umumnya bernama I’tikad, tetapi tidak semuanya keyakinan pada zatnya. Agama Islam adalah suatu I’tikad. Sebab itu hendaklah kita jalankan pikiran, bersihkan hati dan jiwa setiap pagi dan petang, siang dan malam, supaya dia jadi I’tikad yang diyakini.

Iman

Iman artinya percaya. Jika perkataan Iman itu disendirikan, termasuklah kepadanya segala amalan yang lahir atau batin. Berkata setengah ahli pikir Islam, “Iman itu ialah perkataan dan perbuatan (qaulun wa’amalun)” (Diucapkan oleh lisan, diyakini dengan hati, dan diamalkan oleh perbuatan).

Allah SWT berfirman, yang artinya; “Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang sebenarnya) hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang benar.” (QS. Al-Hujurat [49]:15).

Firman-Nya pula, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal [8]:2-4).

Jadi, iman itu lebih umum dari Islam dan lebih meliputi. Tiap orang yang beriman itu dia Islam, tetapi tidaklah tiap-tiap orang Islam itu beriman.

Terang pula bahwa arti iman dengan arti Islam jauh perbedaannya. Islam adalah bekas dari keimanan. Dalam Al- Qur’an senantiasa disebut orang yang beriman dan beramal shaleh. Amal shaleh itulah Islam.

Bertambah nyata lagi pada suatu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Sayyidina Umar bin Khaththab, bahwa seketika Jibril datang merupakan dirinya sebagai seorang laki-laki, dia bertanya kepada Nabi Saw.,

“Apakah Islam?”

Jawab Nabi, “Islam ialah engkau ucapkan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan-Nya, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan, naik haji kalau kuasa.”

“Apakah Ihsan?”

“Ihsan ialah bahwa engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Dia, jika engkau tidak melihat Dia, namun Dia tetap melihat engkau.”

Terang nyata kita lihat dari hadis itu bahwa uratnya ialah iman, pohonnya Islam, dan disiram terus supaya subur dengan ihsan. Apa sebab iman dikatakan uratnya? Memang karena tidaklah orang suka mengerjakan amal, yaitu Islam kalau hatinya sendiri belum percaya. Maka tidak diterima Allah amal orang yang munafik, sebab hatinya sendiri tidak percaya, meskipun dia sembahyang. Maka dari itu iman bisa subur dalam hati, hendaklah tersingkir hati dari sifat-sifat takabur, hasad, dan mencari kemegahan.

Keimanan memberikan perasaan kedamaian dan kepastian dalam menghadapi kehidupan. Ini memberikan ketenangan batin dan keyakinan bahwa ada sesuatu yang lebih besar di luar kendali manusia.

Melalui koneksi spiritual, orang sering merasa lebih terhubung dengan sesama manusia dan alam sekitar, yang dapat meningkatkan perasaan kebahagiaan dan kedamaian batin.

Selain itu, keyakinan akan adanya balasan ilahi atau pahala atas perbuatan baik juga bisa menjadi sumber motivasi yang besar dalam menjalani hidup. Ini memberikan perasaan bahwa kebaikan akan diakui dan dihargai, yang dapat meningkatkan kebahagiaan dan memberikan arti hidup yang lebih dalam.

Agama

Penyelidikan adalah tabiat manusia yang akil, itu sebabnya maka sudah beribu tahun agama-agama tersiar di dunia, padahal manusia belum berlindung kepada suatu agama saja. Hikmah kebenaran itu laksana berlian, mahal tetapi jauh tersembunyi.

Allah SWT berfirman, “Kalau Tuhanmu berkehendak, tentu dijadikannya segenap manusia ini menjadi umat yang satu: sekarang mereka masih tetap berselisih saja, kecuali orang yang beroleh rahmat dari Tuhanmu.” (QS. Hud [11]: 118-119)

“Kemudian mereka terpecah belah dalam urusan (agama)nya menjadi beberapa golongan. Setiap golongan (merasa) bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing).” (QS. [23]: 53).

Lantaran itu banyaklah perselisihan. Penganut suatu agama menyatakan agama lain salah, agamanya yang betul. Orang Yahudi mengatakan orang Nashrani itu tidak ada tempat tegaknya, orang Nashrani mengatakan agama Yahudi tak beralasan.

Kedatangan Islam ke dunia adalah di zaman pertikaian di antara agama-agama dengan sangat kerasnya, yang satu menghina yang lain, sepihak merendahkan lain pihak. Hanya sedikit golongan yang terlepas.

Datang Islam ke dunia mencela segala pertengkaran yang tak berujung itu. Islam menerangkan bahwa agama itu sekaliannya bukanlah kepunyaan manusia, tetapi kepunyaan Allah yang dibangun pada tiap-tiap zaman dengan perantaraan utusan-utusan-Nya. Dia ingatkan bahwa kedatangan Nuh, Ibrahim, Ismail sampai kepada Musa dan Isa, Sulaiman dan Daud, sampai kepada Muhammad ﷺ, hanyalah dari satu pihak, yaitu dari Tuhan.

Pokok agama itu satu, agama yang didatangkan Musa, itu juga yang dibawa oleh ‘Isa. Dan kedatangan Nabi Muhammad ﷺ di belakang itu adalah menyambung dan mencukupkan pelajaran yang telah dibawa oleh nabi nabi yang terdahulu daripadanya.

Agama itu satu ujud dan maksudnya, tidak dibangsakan kepada suatu keturunan sebagai Yahudi, dan tidak pula dibangsakan kepada suatu tempat sebagai negeri Nazareth, yaitu Nashrani. Ujud dan tujuannya satu, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan bulat- bulat, yang di dalam bahasa Arab dinamai Aslama, Yuslimu, Islaman (Menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat).

Dari keempat poin tersebut perlu digaris bawahi bahwa keimanan kepada Allah dikaitkan dengan kebahagiaan karena banyak orang percaya bahwa memiliki keyakinan yang kuat kepada Sang Pencipta dapat memberikan rasa kedamaian, harapan, dan tujuan hidup yang mendalam.

Keyakinan ini juga bisa memberikan dukungan saat menghadapi cobaan dan kesulitan dalam hidup. Bagi sebagian orang, kesadaran akan keberadaan Dia Yang Mengatur Alam Raya juga memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi segala hal karena sifat Maha Penyayang-Nya dapat memberikan ketenangan batin dan kebahagiaan yang lebih mendalam.*

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, abdullahdhorif@gmail.com

HIDAYATULLAH