Presiden dan Wapres Luncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang

Hidayatullah.com– Hari ini, Senin (25/01/2021), pemerintah meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) serta Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021. Peresmian dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dari Istana Negara Jakarta.

Menurut Wapres Ma’ruf selaku Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), GNWU adalah salah satu program pengembangan ekonomi syariah yang bertujuan untuk mendukung percepatan pembangunan nasional.

Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang ini dinilai sebagai babak baru wakaf uang di Indonesia. Gerakan ini dinilai sebagai momentum untuk mencapai potensi wakaf uang, yang jumlahnya Rp 178,65 triliun. Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia, Imam Teguh Saptono, menghitung potensi tersebut.

Sebelumnya pada Rabu (20/01/2021), Wapres Ma’ruf bertemu jajaran direksi KNEKS. Pada pertemuan virtual itu, dibahas persiapan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Tunai.

Wapres Ma’ruf mengatakan, potensi wakaf di Indonesia saat ini masih terbatas pada tujuan sosial.

Menurut Sistem Informasi Wakaf Kementerian Agama RI tahun 2019, katanya, pengelolaan wakaf yang sebagian besar terdiri dari aset tidak bergerak, belum banyak diarahkan untuk kegiatan produktif.

Padahal, sebut Wapres, wakaf sebenarnya tak harus berupa benda tidak bergerak seperti tanah, tapi bisa pula berupa uang dan surat berharga.

“Ada jenis wakaf yang disebut sebagai wakaf tunai. Wakaf jenis ini masih belum dikenal di Indonesia, karena selama ini wakaf hanya dipahami sebatas wakaf tanah,” ujarnya dikutip website resmi Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada Senin (25/01/2021).*

Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur

HIDAYATULLAH

Yakinlah Allah SWT tidak akan Telantarkan Orang yang Sabar

Janji Allah SWT tak akan menelantarkan orang-orang yang bersabar

Allah SWT dan Rasul-Nya mengajarkan umat manusia untuk bersabar karena sabar memiliki banyak keutamaan. 

Dalam surah Al-Anfal ayat 46, Allah menyampaikan beserta orang-orang yang sabar: 

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfal: 46)

Dalam Kementerian Agama Arab Saudi, dari laman Tafsirweb, dijelaskan bahwa Allah tidak akan menelantarkan orang-orang yang bersabar yang tetap beriman serta bertakwa pada Allah. 

“Dan berpegang teguhlah kalian untuk taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya dalam seluruh keadaan kalian, dan janganlah kalian saling bersilang pendapat di antara kalian, sehingga tercerai berai persatuan kalian dan bertentangan isi hati kalian, sehingga kalian akan melemah serta kekuatan dan kemenangan kalian akan sirna.

Bersabarlah ketika menghadapi musuh. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar dengan bantuan, pertolongan dan dukungan-Nya, serta tidak akan menelantarkan mereka.”    

Sementara, Pusat Tafsir Riyadh di bawah pengawasan Syekh Shalih bin Abdullah bin Humaid (imam Masjidil Haram) menjelaskan orang yang disertai Allah akan mendapat pertolongan dan kemenangan.

“Dan tetaplah taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya dalam ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan seluruh hal ihwal kalian. Dan janganlah kalian berselisih pendapat. Karena perselisihan akan membuat kalian menjadi lemah, takut, dan kehilangan kekuatan kalian. 

Dan bersabarlah ketika kalian berhadapan dengan musuh kalian. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan bantuan. Dan barangsiapa yang disertai Allah, maka ialah orang yang pasti meraih kemenangan dan mendapatkan pertolongan.” Nabi Muhammad SAW bersabda: 

– يقولُ اللَّهُ سبحانَه ابنَ آدمَ إن صبرتَ واحتسبتَ عندَ الصَّدمةِ الأولى لم أرضَ لَك ثوابًا دونَ الجنَّةِ “Allah SWT berfirman: Hai anak Adam, jika kamu bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka Aku tidak akan meridhai bagimu sebuah pahala kecuali surga.” (HR Ibnu Majah)   

KHAZNAH REPUBLIKA

Jangan Remehkan Dzikir!

Renungkan ayat ini dan perhatikan dimana letak kata “banyak”

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَات

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim

ِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَات

laki-laki dan perempuan yang mukmin

ِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ

laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya

وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَات

laki-laki dan perempuan yang benar

ِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَات

laki-laki dan perempuan yang sabar

ِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَات

laki-laki dan perempuan yang khusyu’

ِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَات

laki-laki dan perempuan yang bersedekah

ِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَات

laki-laki dan perempuan yang berpuasa

ِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَات

laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya

ِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَات

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah

ِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (QS.al-Ahzab:35)

Pada ayat diatas hanya satu kalimat yang disifati dengan kata “Banyak”. Bukan banyak bersedekah ataupun banyak berpuasa, namun Allah berfirman

“laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah”

Semua tujuan dalam ibadah adalah dzikir, mengingat Allah SWT. Solat, puasa, haji, sedekah dan sebagainya berusaha mengantarkan kita untuk selalu berhubungan dengan Allah dan mengingat-Nya.

Seperti dalam ayat lain Allah memerintahkan kita untuk banyak menyebut dan mengingat-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS.al-Ahzab:41)

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.” (QS.al-Insan:25)

Maka sebaliknya orang-orang munafik adalah mereka yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit.

Dzikir adalah :

– Ibadah yang tidak memerlukan wudhu’.

– Tidak perlu menghadap Kiblat.

– Tidak perlu mengeluarkan harta.

– Tidak perlu berjihad.

– Tidak dibatasi oleh waktu.

– Bahkan tidak memerlukan modal apapun

Namun dzikir membutuhkan Taufiq dari Allah. Begitu mudah mengingat Allah tapi tidak semua orang tergerak untuk melakukannya.

Padahal sering mengingat Allah adalah tanda kesuksesan seorang hamba.

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“dan banyaklah mengingat Allah supaya kamu beruntung.” (QS.al-Mu’minun:10)

Siapa yang banyak mengingat Allah akan dicintai-Nya, siapa yang dicintai Allah akan selalu diberi Taufik dan hidayah-Nya.

Semoga Allah memberi Taufik kepada kita untuk selalu mengingat-Nya.

KHAZANAH ALQURAN

Resep Manjur untuk Sembuh dari Penyakit Was-Was (Bag. 3)

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Hadits Ketiga dan Keempat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لَا يَزَالُ النَّاسُ يَتَسَاءَلُونَ حَتَّى يُقَالَ هَذَا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَمَنْ خَلَقَ اللَّهَ فَمَنْ وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ 

“Manusia senantiasa saling bertanya (satu sama lain dalam masalah yang tidak bermanfaat), sampai dibisikkan (oleh setan) ucapan berikut ini,

“Allah menciptakan makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?” Maka barangsiapa yang mendapatkan sesuatu (dari bisikan hati) tersebut, maka ucapkanlah, Aamantu billaah” (Saya beriman kepada Allah).” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ؟ مَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ؟ فَيَقُولُ اللَّهُ ثُمَّ ذَكَرَ بِمِثْلِهِ وَزَادَ وَرُسُلِهِ 

“Setan datang kepada salah seorang di antara kalian, lalu mengatakan, “Siapa yang menciptakan langit?”  “Siapa yang menciptakan bumi?” Lalu dia berkata, “Allah.” Kemudian beliau menyebutkan lafazh semisalnya dan menambahkan, wa Rusulihi” (dan para Rasul-Nya).” (HR. Muslim)

Terdapat dua hal yang bisa dijadikan sebagai pelajaran dari dua hadits tersebut, yaitu:

Pertama, Was-was yang menyerang penderita was-was itu pada hakikatnya berasal dari setan, sebagaimana dalam hadits keempat.

Kedua, Solusi ketika mendapatkan was-was setan dalam hati berupa lintasan pikiran-pikiran kekufuran adalah dengan berhenti seketika itu juga, tanpa memikirkan dalil untuk membantahnya. Karena hanya sekedar was-was setan yang tidak menetap dalam hati, lalu mengatakan, Aamantu billaah wa Rusulihi” (Saya beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya).

Ulama menjelaskan tentang solusi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di ats bahwa perintah untuk berhenti dan berpaling dari was-was setan tersebut adalah tanpa memikirkan dalil dalam menyatakan kebatilannya dan tanpa membahasnya. Hal ini karena was-was tersebut sekedar lintasan batin yang tidak menetap dalam hati dan berasal dari bisikan setan yang jelas-jelas kebatilannya.

Kesimpulan 

Dari hadits kedua, ketiga, dan keempat disimpulkan bahwa solusi was-was setan berupa bisikan kekufuran adalah sebagai berikut.

Pertama, Berdoa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala, misalnya dengan mengucapkan,  “A’uudzu billaah minasy-syaitoonir rajiim.

Kedua, Berhenti dari was-was setan tersebut dengan makna “berhenti” yang telah disebutkan dalam penjelasan hadits kedua.

Ketiga, Mengucapkan, “Aamantu billaah wa Rusulihi” (Saya beriman kepada Allah Ta’ala dan para Rasul-Nya).

Hadits Kelima

Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya salah seorang di antara kami mendapatkan pada dirinya sesuatu (bisikan setan), yang mana dia dibakar sampai menjadi arang itu lebih baik baginya daripada dia harus mengucapkan bisikan tersebut.”

Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبرُ، الحمدُ للهِ الذي ردَّ كيدَه إلى الوسوسةِ

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian kesempurnaan hanya bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan kepada (sekedar) was-was (saja).” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Albani)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa was-was adalah tipu daya setan setelah dia gagal menggoda orang shalih dengan ucapan dan perbuatan kekufuran dan dosa. Setan hanya mampu membisikkan was-was ke dalam hati seorang muslim dan ingin membuatnya sedih dan tersibukkan dari beribadah kepada Allah Ta’ala.

Hal ini menunjukkan bahwa was-was adalah tipu daya setan yang tidak membahayakan agama orang yang terkena, selama dia tidak mengucapkan atau melakukan isi was-wasnya dalam hati tersebut. Was-was itu tidak merusak ibadahnya (ibadahnya sah) dan tidak merusak imannya (imannya juga tetap sah). Bahkan seandainya terucapkan pun -tanpa ada keinginan dan tanpa kehendaknya, namun karena terpaksa karena dikuasai oleh waswas-, maka hal itu tidak membahayakannya karena keadaan akalnya memang tertutup.

Kesimpulan 

Dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 الحمدُ للهِ الذي ردَّ كيدَه إلى الوسوسةِ

“Segala pujian kesempurnaan hanya bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan kepada (sekedar) was-was (saja)”, dapat disimpulkan bahwa tipudaya was-was setan tersebut tidaklah sedikit pun membahayakan orang-orang yang beriman kecuali hanya sekedar ingin membuat mereka sedih, bingung, dan galau, serta berpaling dari beribadah kepada Allah Ta’ala.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Mengapa Perempuan Hanya Dapat Separuh Bagian Warisan?

Islam justru menjadi agama yang menggelorakan keadilan bagi kalangan perempuan.

Sebelum mengenal lebih teknis mengenai pembagian warisan dalam syariat Islam, terlebih dahulu diingat bahwa sejak Islam diturunkan tak ada sedikit pun agama ini memberikan wacana lebih dalam hal keadilan terhadap satu gender tertentu. Islam justru menjadi agama yang menggelorakan keadilan bagi kalangan perempuan.

Sejak Islam datang, perempuan diberikan hak-haknya dalam berkehidupan. Islam juga agama yang membolehkan perempuan untuk memiliki hartanya sendiri tanpa sedikit pun hak bagi orang lain. Baik itu orang tuanya sendiri, suaminya, atau siapa pun untuk ikut campur di dalamnya.

Dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama karya Muhammad Bagir dijelaskan, jika seorang perempuan memiliki harta warisan atau hibah dan sebagainya dari ayah, ibu, saudara atau keluarga lainnya, itu akan menjadi haknya sendiri. Si perempuan memiliki hak untuk menyimpan, membelanjakan, bahkan menginvestasikan untuk dirinya sendiri.

Jika dia menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan bersama suaminya, lalu suaminya meninggal dunia, modal dan labanya itu harus dikeluarkan terlebih dahulu dari harta peninggalan suaminya. Harta itu dikeluarkan sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris yang lain. Perempuan memiliki hak untuk menyimpan, membelanjakan, bahkan menginvestasikan untuk dirinya sendiri.  SHARE

Demikian pula jika dia mengadakan perjanjian untuk saling membantu dalam perusahaan atau perdagangan

Demikian pula jika dia mengadakan perjanjian untuk saling membantu dalam perusahaan atau perdagangan yang mereka kelola bersama. Sebagai imbalannya, istri atau suami memperoleh bagian dari laba perusahaan yang ditentukan persentasinya. Maka bagian tersebut tetap menjadi hak masing-masing jika terjadi perceraian ataupun salah satu dari keduanya lebih dahulu meninggal dunia.

Di sisi lain, seorang istri nafkahnya ditanggung oleh suami apabila syarat dalam syariatnya terpenuhi. Syarat tersebut yakni dia bukanlah istri yang pembangkang, tidak berselingkuh, serta persyaratan lainnya yang ditentukan syariat yang menjadikan suami berkewajiban memberinya nafkah.

Seorang laki-laki dalam Islam memiliki sejumlah tanggungan nafkah yang dibebankan apabila telah sampai padanya masa pemberian nafkah. Jika seorang laki-laki memiliki saudara-saudara perempuan yang tidak berpenghasilan, laki-laki itulah yang wajib menafkahi mereka.

Sebaliknya, para saudara perempuan itu tidak diwajibkan menafkahi saudara laki-laki mereka betapa pun kayanya mereka dan miskinnya si saudara laki-laki itu, kecuali tentunya jika mereka ingin melakukan amal saleh sebagai silaturahim yang amat besar pahalanya.

Karena itu semua, jika dalam soal harta warisan dalam Islam dikenal bahwa laki-laki menerima dua kali bagian yang diterima oleh perempuan, pada hakikatnya setengah atau bahkan lebih dari setengah jumlah itu bukan untuk kepentingan dirinya (laki-laki) sendiri.

Bagian itu juga untuk kepentingan istri beserta keluarganya. Seandainya dia tidak berkewajiban menafkahi mereka, niscaya satu bagian saja dari warisan itu sudah cukup bagi dirinya sendiri, sebagaimana yang cukup untuk laki- laki yang tidak berkeluarga.

Sebaliknya, jika seorang perempuan menikah, semua keperluan hidupnya menjadi tanggungan suaminya. Sementara itu, satu bagian yang dia peroleh dari harta warisan boleh saja dengan tenang dia tabung atau investasikan dalam apa saja yang menjadi hobi dan kegemarannya.

Dalam hal waris, syariat Islam merujuk pada sebuah dalil dalam Alquran surah an-Nisa penggalan ayat 11. Allah berfirman, artinya “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka/warisan untuk) anak-anakmu. (Yaitu) bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”

Ayat inilah yang menjadi landasan pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan sebagaimana yang dijadikan hujah oleh mayoritas ulama.

OLEH IMAS DAMAYANTI

KHAZANAH REPUBLIKA

Yahudi-Nasrani pun Konsultasi Hukum ke Nabi Muhammad SAW

Yahudi dan Nasrani ikut berkonsultasi hukum kepada Rasulullah SAW

Rasulullah Muhammad SAW memegang peran sebagai qadhi secara langsung selama masih hidup. 

Banyak fakta di mana Rasulullah SAW menjadi qadhi atau penengah dalam berbagai macam urusan agama dan persoalan kehidupan.  

“Waktu yang beliau miliki sehari-hari memang untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah hukum yang terjadi di tengah masyarakat Madinah kala itu,” kata Ustadz Ahmad Sarwat Lc.MA dalam bukunya ‘Kedudukan Qadhi Dalam Hukum Islam’. 

Dan yang memposisikan Rasulullah SAW sebagai qadhi bukan sebatas para sahabat, melainkan seluruh penduduk Madinah, termasuk yang non-Muslim pun ikut pula berkonsultasi hukum kepada beliau SAW. Hal ini seperti ditegaskan dalam surat an-Nisa ayat 65: 

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا  “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Ustadz Ahmad mengatakan, meski kelompok Yahudi tidak mengakui kenabian Muhammad SAW, namun mereka mengakui kedudukan Beliau SAW sebagai hakim yang memutuskan perkara di antara mereka. Contohnya ketika ada pasangan laki dan perempuan dari kalangan Yahudi berzina.  

“Maka urusannya diselesaikan di hadapan Rasulullah SAW. Dan untuk itu beliau memanggil saksi ahli dari kalangan pemuka agama Yahudi untuk membacakan ayat-ayat yang ada di dalam Taurat, khususnya masalah hukuman yang harus dijatuhkan kepada pasangan zina sesuai dengan ketentuan hukum Taurat yang mereka anut,” katanya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Umat yang Berada di Tengah

Allah Swt Berfirman :

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS.Al-Baqarah:143)

Seperti informasi yang disampaikan oleh para Ulama’, Surat Al-Baqarah turun selama 10 Tahun. Dan ayat yang kita kutip di atas yaitu :

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”

Ayat ini berada tepat di tengah Surat Al-Baqarah yakni pada ayat 143, sementara total ayat dalam Surat ini adalah 286. Ini adalah salah satu mukjizat dan keagungan Al-Qur’an yang luar biasa.

Kata (الوسط) memiliki makna sesuatu yang berada ditengah di antara dua benda yang lain. Dan makna lainnya adalah adil dan indah serta mulia, karena keindahan dan kemuliaan ada sesuatu yang berada pas sesuai porsinya dan jauh dari kata kurang ataupun berlebihan.

Betapa indahnya istilah Al-Qur’an yang menyebut umat Islam sebagai Ummatan Wasatho (umat tengah).

Kata “umat tengah” juga bermakna umat adil dalam segala hal. Yang sesuai dalam Akidah. Tidak extreme kanan atau extreme kiri. Tidak berlebihan dan tidak kurang. Serasi antara sisi akhlak dan sisi ibadah ritualnya. Sejalan antara pemikiran, keyakinan dan muamalahnya. Dan seluruh sisi hidupnya sesuai dengan gambaran yang diberikan oleh Al-Qur’an.

Lalu bagaimana tolok ukur ummatan wasatho itu ?

Kembali lagi tolok ukurnya tentu adalah mengikuti Al-Qur’an sebagai buku petunjuk pertama menuju kebenaran. Umat Islam disebut sebagai Ummatan Wasatho sehingga mendapat kedudukan sebagai saksi bagi umat-umat yang lain di hari kiamat.

“agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Karena siapa yang adil dan berdiri ditengah, maka dia bisa menilai siapa yang melenceng dan keluar dari jalur yang lurus.

Seakan ayat ini ingin berkata :

“Kalian (umat Muhammad) adalah saksi bagi umat-umat lainnya karena kalian adalah umay yang terbaik, yang berada di tengah, yang adil dan yang berada di jalur kebenaran.”

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Biografi Imam Muslim, Ulama Penyusun Kitab Shahih Kedua di Dunia

Hadits adalah sumber hukum kedua dalam Islam. Bicara hadits, kita tak bisa lepas dari nama Imam Muslim. Ulama ahli hadits penyusun kitab shahih kedua setelah Shahih Bukhari.

Langsung saja kita masuk pada biografi Imam Muslim. Ulama ahli hadits al hafizh yang sangat cerdas, teliti dan luar biasa kontribusinya bagi umat Islam.

Nama dan Nasab Imam Muslim

Nama lengkap beliau adalah Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz Al Qusyairi An Naisaburi. Kausyadz kadang disebut dengan Kawisyadz.

Imam Muslim juga memiliki panggilan Abul Husain. Ia seorang imam besar, hafizhhujjah dan shadiq. Hafizh di masa lalu tidak sama dengan istilah hafizh di masa sekarang. Jika di masa sekarang hafizh adalah seorang muslim yang hafal Al Qur’an 30 juz, di masa para ulama terdahulu hafizh adalah seorang ulama yang hafal banyak hadits. Minimal puluhan ribu hadits.

Beliau termasuk Al Qusyairi. Yakni penisbatan kepada kabilah Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah. Kabilah yang banyak melahirkan ulama.

Kelahiran dan Masa Kecil

Imam Muslim lahir pada tahun 204 hijriyah, tahun wafatnya Imam Syafi’i.  Lahir kota Naisabur, kota terbaik di Khurasan. Karenanya beliau adalah An Naisaburi.

Ayahnya, Al Hajjaj, adalah seorang guru dan termasuk ulama. Maka sejak kecil Muslim bin Al Hajjaj hidup dalam suasana cinta ilmu.

Keluarganya juga termasuk kaya. Keluarga pedagang. Kelak Muslim bin Al Hajjaj juga menjadi seorang pedagang pakaian yang sukses. Pebisnis kaya raya yang hidup berkecukupan dan mampu membiayai perjalanan rihlah serta dakwahnya sendiri.

Sejak kecil, Muslim bin Al Hajjaj tekun belajar. Pada usia 12 tahun ia mulai belajar hadits sehingga meskipun tidak ada tahun pasti kapan ia hafal Al Qur’an, hampir pasti ia sudah hafal Al Qur’an di masa kecil. Sebagaimana para ulama besar lainnya.

Rihlah ke Berbagai Negeri

Ciri khas ulama ahli hadits adalah rihlah. Mereka bepergian ke berbagai negeri dalam rangka mencari dan memvalidasi hadits. Sebagaimana Imam Bukhari melakukannya, Imam Muslim juga melakukannya.

Pada usia 18 tahun, Muslim sudah belajar dari ulama ternama Yahya bin Yahya At Tamimi. Pada usia 20 tahun, ia menunaikan ibadah haji kemudian belajar kepada para ulama di Makkah. Terutama kepada Al Qa’nabi.

Sebelum genap 30 tahun, ia telah melakukan rihlah ke berbagai negeri sehingga mendapatkan banyak hadits dan ilmu dari banyak ulama. Mulai di Kharasan, Ray, Hijaz, Mesir dan wilayah-wilayah lain. Rihlah juga ia lakukan setelah usia itu.

Sifat dan Karakter Imam Muslim

Secara fisik, Imam Muslim memiki postur tubuh yang tinggi dan good looking. Penampilannya rapi, wajahnya tampan. Pakaiannya juga bagus. Sering kali ujung surban terurai di antara kedua pundaknya.

Tidak mengherankan jika pakaiannya bagus sebab Muslim adalah seorang pedagang kain yang kaya raya. Ia juga terkenal sebagai dermawan yang banyak menggunakan kekayaannya untuk sedekah dan membantu orang yang membutuhkan.

Beliau seorang ulama yang dihormati para pembesar kerajaan. Mereka mempersilakan beliau untuk memimpin shalat dan kaum muslimin dalam jumlah besar mengikutinya.

Beliau juga orang yang terkenal sangat jujur dan penuh kemuliaan. “Kami tidak akan pernah sepi dari kebaikan selama Allah masih memberikan kesempatan kepadamu berada di tengah-tengah kaum muslimin,” kata Abu Amr Ahmad bin Al Mubarak.

Keilmuan dan Kecerdasan Imam Muslim

Imam Muslim memiliki ingatan yang sangat kuat. Para ulama mengakui kecerdasan dan kejeniusannya.

“Orang paling hafizh di dunia ini ada empat; Abu Zar’ah di Ray, Muslim di Naisabur, Ad Darimi di Samarkand dan Muhammad bin Ismail di Bukhara,” kata Muhammad bin Basyar.

Muhammad bin Abdul Wahab Al Farra, mengatakan tentang muridnya:  “Muslim adalah ulamanya manusia dan gudang ilmu. Saya tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”

Imam Muslim hafal 300.000 hadits. Dari hadits sebanyak itu beliau kemudian menyeleksinya dan hanya memasukkan sekitar 7.500 hadits dalam Shahih Muslim termasuk pengulangan.

“Aku telah menulis kitab karyaku (Shahih Muslim) ini dari 300.000 hadits pilihan yang masmu’ah,” kata beliau.

Penyusunan kitab Shahih Muslim sendiri memakan waktu 15 tahun. Waktu yang cukup lama untuk menulis sebuah kitab. Namun karena ini adalah kitab hadits yang penyusunannya sangat teliti, ia tergolong cepat. Sebagian ulama menyebutkan, untuk bisa menyusun kitab hadits seotentik Shahih Muslim, butuh waktu 200 tahun.

Iman An Nawawi mengatakan, “Imam Muslim dalam mencantumkan hadits-hadits dalam kitab karyanya Ash Shahih menempuh jalan yang sangat cermat, teliti dan wira’i dengan pengetahuan yang dalam di bidang hadits.”

Guru dan Murid Imam Muslim

Penyusun Shahih Muslim ini memiliki guru yang sangat banyak. Setiap kali rihlah di satu kota, ia berguru kepada banyak ulama di kota tersebut. Ia telah melakukan rihlah ke berbagai kota dan mendapatkan guru-guru terbaik dalam jumlah besar.

Berikut ini sebagian guru beliau:

  • Di Khurasan: Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rawahaih, dll
  • Di Ray: Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan, dll
  • Di Hijaz: Said bin Manshur, Abu Mush’ab, dll
  • Di Mesir: Amr bin Sawwad, Harmalah bin Yahya, dll

Ia juga berguru kepada Imam Bukhari. Bahkan Imam Bukhari termasuk ulama yang paling berjasa dalam membentuk keilmuannya.

“Kalau tidak ada Imam Bukhari, Imam Muslim tidak akan bisa seperti ini dan tidak akan menghasilkan karya seperti Shahih Muslim ini,” kata Ad Daruquthni.

Imam Muslim juga berguru kepada sebagian gurunya Imam Bukhari. Karenanya tidak mengherankan jika sebagian hadits dalam kedua Shahih itu sama.

Sedangkan murid-muridnya, jumlahnya sangat banyak. Di antaranya adalah nama-nama besar sebagai berikut:

  • Imam Tirmidzi
  • Ibrahim bin Ishaq Ash Shairafi
  • Ibrahim bin Abi Thalib
  • Ibrahim bin Muhammad bin Hamzah
  • Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan Al Faqih
  • Abu Hamid Ahmad bin Hamdun Al A’masyi
  • Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah Al Hafizh
  • Abu Amr Ahmad bin Nashr Al Khafaf Al Hafizh
  • Abu Sa’id Hatim bin Ahmad
  • Dll

Antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

Jumhur ulama sepakat bahwa Shahih Bukhari merupakan kitab paling shahih setelah Al Qur’an. Baru setelahnya adalah Shahih Muslim. Mereka sepakat bahwa Shahih Bukhari lebih unggul daripada Shahih Muslim.

Namun demikian, ada sebagian ulama yang lebih mengutamakan Shahih Muslim. Di antaranya adalah para ulama Maroko.

Al Hafizh Abu Ali An Naisaburi mengatakan, “Tidak ada kitab di kolong langit ini yang lebih shahih dibandingkan Shahih Muslim.”

Di antara keunggulan Shahih Muslim adalah sistematika penyusunannya. Satu hadits ditempatkan dengan berbagai macam sand dan aneka redaksi matannya. Sehingga orang yang mempelajarinya lebih cepat memahami dan mengambil manfaatnya.

Selain itu, ia sangat jeli membedakan haddastana dan akhbarana. Baginya, haddatsana tidak boleh digunakan kecuali seseorang mendengar hadits dari seorang Syaikh secara sendirian. Sedangkan akhbarana jika Syaikh mendiktekan hadits pada banyak orang.

Imam An nawawi mengakui keunggulan ilmu dan sistematika ini. “Melalui Shahih Muslim, dapat diketahui betapa kokoh keilmuan Imam Muslim. Sistematika yang tertib serta periwayatan hadits yang baik dan belum pernah ada sebelumnya adalah bukti nyata.”

Namun beliau meluruskan, meskipun ada keunggulan Shahih Muslim atas Shahih Bukhari, secara keseluruhan Shahih Bukhari tetap lebih unggul. Pertama, kriteria penerimaan hadits Imam Bukhari lebih ketat. Bagi Imam Bukhari, ‘an’anah bukan muttashil sebagaimana sami’tu kecuali terbukti bahwa kedua perawi pernah bertemu.

KeduaShahih Bukhari lebih shahih daripada Shahih Muslim sebagaimana pendapat jumhur ulama.

Ketiga, Imam Muslim adalah murid Imam Bukhari dan mengakui keunggulan gurunya. Beliau memilih hadits atas petunjuk Imam Bukhari. Baru setelah itu mengoreksi dan memilih hadits-hadits riwayatnya selama sekitar 16 tahun dari ribuan kitab hadits.

Karya Imam Muslim

Mungkin sebagian kita hanya mengetahui Shahih Muslim sebagai karya beliau. Padahal karyanya sangat banyak. Berikut ini sebagian karya beliau:

  • Al Jami’ Ash Shahih (Shahih Muslim)
  • Al Kuna wal Asma’
  • Al Munfaradat wal Wihdan
  • Rijal Urwah bin Az Zubair
  • At Tamyiz
  • Al Musnad Al Kabir ‘ala Ar Rijal
  • Al Jami’ ‘alal Abwab
  • Al Asma wal Kuna
  • Auham Al Muhadditsin
  • Thabaqatu At Tabi’in
  • Al Mukhdharimin
  • Al ‘Ilal
  • Al Aqran
  • Dll

Wafatnya Imam Muslim

Imam Muslim wafat pada usia 57 tahun. Sebelum wafat, beliau mengalami sakit perut setelah kelelahan dan makan kurma hadiah.

Kisahnya, sewaktu beliau mengajar, ada murid menanyakan sebuah hadits yang beliau belum mengetahuinya. Beliau lantas masuk kamar dan semalaman mencari hadits itu.

Saat meneliti hadits tersebut, beliau disuguhi kurma hadiah dari seseorang. Sambil meneliti semalaman, beliau menghabiskan satu per satu kurma tersebut.

Paginya, Imam Muslim menemukan hadits tersebut. Namun sejak saat itu beliau sakit perut. Sebagian ulama menyebutkan dua hal itu sebagai faktor penyebab sakitnya. Yakni kelelahan dan makan kurma tersebut.

Akhirnya Imam Muslim wafat pada Ahad petang, 4 Rajab 261 Hijriyah. Beliau dimakamkan keesokan harinya, 5 Rajab 261. Begitu banyak orang yang datang untuk turut sholat jenazah dan memakamkan. Beliau tiada, tapi ilmunya ‘abadi’ sepanjang masa. Pahala jariyah terus mengalir saat kaum muslimin terus mempelajari hadits dari Shahih Muslim karyanya. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Referensi:
1. 60 Biografi Ulama Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
2. Syarah Shahih Muslim karya Imam An Nawawi
3. Mushtalah Hadits karya Mahmud Ath Thahhan
4. Mabahits fi Ulumil Hadits karya Manna Al Qaththan

BERSAMA DAKWAH

Ketika Orang Beriman Akan Meninggal Dunia

SESUNGGUHNYA bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan Akhirat, ia didatangi oleh segerombol Malaikat dari Langit.

Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari Surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut alaihissalam menghampirinya dan duduk di dekat kepalanya.

Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata, “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah.”

Segera ruh orang Mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para Malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkannya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut.

Para Malaikat segera mengambil ruh orang Mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari Surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia.

Selanjutnya para Malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke Langit. Tidaklah para Malaikat itu melintasi segerombolan Malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya, “Ruh siapakah ini, begitu harum?”

Malaikat pembawa ruh itupun menjawab, “Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di Dunia ia pernah dipanggil dengannya).” (HR. Imam Ahmad, dan Ibnu Majah) []

INILAH MOZAIK

Saudaraku, Inilah Waktu Hijrahmu

Berhijrah ke tempat yang lebih baik

Tidak ada kata lain selain “tinggalkan”. Tinggalkan hal-hal yang dapat mencelakai diri -baik secara duniawi maupun ukhrowi- yang tidak ada lagi jalan lain untuk menghindarinya selain dengan meninggalkannya.

Allah Ta’ala memerintahkan agar kita meninggalkan kesyirikan sebagaimana firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisa’: 48)

Namun, apabila kita tinggal di tempat sarang praktik kesyirikan, setiap orang-orang yang hidup di sekitar kita sulit untuk meninggalkan penyakit batin yang paling akut itu. Dakwah menyeru kepada tauhid dan sunnah pun diabaikan. Tidak ada obat memang, selain doa untuk kebaikan mereka. Maka, tinggalkanlah tempat itu, berhijrahlah ke tempat yang lebih baik.

Allah Ta’ala mewajibkan kita mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh utusan-Nya shallahahu ‘alaihi wa sallam, khususnya dalam perkara ukhrowi sebagaimana firman-Nya,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS an-Nisa’: 80)

Ibadah tidak diterima apabila tidak sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami (agama) ini, apa-apa yang bukan padanya, maka itu tertolak.” (HR. Bukhâri no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Ketika kita hidup di tengah-tengah manusia yang mengangkangi ketentuan sunnah yang jelas-jelas telah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian telah datang kepada mereka seruan untuk kembali kepada kemurnian ajaran Muhammad shallahualaihi wa sallam, hendaklah bersegera tinggalkan tempat itu, berhijrahlah ke tempat yang lebih baik sebagaimana perintah hijrah dalam al-Qur’an,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah: 218)

Allah Ta’ala telah menerangkan secara gamblang kepada hamba-Nya, apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan. Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam pun telah mengurai secara rinci halal-haramnya segala perkara duniawi-ukhrowi sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya yang halal itu telah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ketika kita saat ini berada di tengah-tengah umat yang kental dan familiar dengan kemaksiatan kepada Sang Pencipta, kemudian mereka pun sejatinya mengetahui bahwa apa yang sedang mereka asyikkan itu adalah larangan, maka bergegaslah tinggalkan tempat itu, berhijrah ke tempat yang lebih baik.

Akibat buruk di tempat yang buruk

Jika kita pertahankan hidup di tempat yang demikian, dikhawatirkan perlahan tapi pasti kita akan mengikuti jejak mereka -waliyadzu billah-. Karena setiap harinya kita berinteraksi dengan mereka, mau tak mau mereka adalah manusia yang kita mesti bermuamalah dengannya.

Oleh sebab itu, berhijrahlah sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

” … Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika lingkungan tidak lagi ramah terhadap perintah Allah Ta’ala, bahkan malah cenderung mengakomodir larangan-Nya, hijrah adalah satu-satunya jalan terbaik untuk ditempuh seorang hamba yang lemah dan tidak berdaya untuk menepis segala pengaruh buruk yang bisa menimpa diri dan keluarganya.

Oleh karena itu, terima atau tidak mereka -orang-orang yang hidup di sekeliling kita-  adalah teman/saudara kita yang setiap hari bertatap muka dan saling bertegur sapa dengan kita. Sedangkan dalam timbangan syariat bahwa agama seseorang itu dapat dinilai dari sisi agama temannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Agama seseorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 927)

Perbaiki niat sebelum berhijrah

Akan tetapi, niat dalam hati perlu diperbaharui, kepada siapa tujuan hijrah kita. Karena setiap amal tergantung kepada niat orang yang melakukannya dan seseorang akan dinilai berdasarkan bagaimana dia meletakkan niat di dalam hatinya, apakah dia ikhlas memurnikan tujuan hijrah hanya kepada Allah Ta’ala ataukah kepada selainnya. Ini merupakan perkara besar karena hijrah merupakan ibadah, sedangkan ibadah adalah terlarang apabila tidak diikhlaskan hanya kepada Allah Ta’ala semata.

Perhatikanlah hadits berikut. Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Khawatir terhadap rezeki ketika hijrah?

Sumber ekonomi merupakan hal yang paling dikhawatirkan oleh seorang hamba apabila hendak berhijrah meninggalkan lingkungan yang tidak lagi bersahabat dengan syariat Allah. Padahal berhijrah dengan niat lillahi Ta’ala akan membuka pintu rezeki sebagaimana firman AllahTa’ala,

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 100)

Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal : Pertama (مُرَاغَمًا ), Kedua (سَعَةً).

Imam Ar-Razi rahimahullah menjelaskan makna “مُرَاغَمًا” dalam ayat di atas yaitu kebaikan dan kenikmatan di negeri/tempat yang baru yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuh yang berada dinegeri asalnya.  Karena ketika orang di negeri asal mendengar berita bahwa kenikmatan da kebaikan yang ia dapatkan di negeri asing tersebut mereka akan merasa mala atas buruknya muamalah yang mereka berikan. Maka dengan demikian mereka merasa hina (1).

Sedangkan makna “سَعَةً” menurut Qatadah rahimahullah adalah  “keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan” (2). Maka kekhawatiran akan sulitnya mencari sumber ekonomi bukanlah alasan seorang mukmin apabila waktu berhijrah telah tiba. Karena justru dengan berhijrah pintu rezeki terbuka dengan luasnya, insyaa Allah Taala.

Semoga kita termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang mendapatkan petunjuk dan hidayah-Nya serta Allah Ta’ala mudahkan kita untuk beribadah, beramal, dan bermuamalah di lingkungan orang-orang yang takut terhadap azab Allah. Sehingga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk meningkatkan kualitas amal dan ibadah semata-mata hanya bagi Allah Ta’ala.

[Selesai]

Penulis: Fauzan Hidayat, S.STP, MPA

Artikel: Muslim.or.id