Antrean Haji di Malaysia Mencapai 140 Tahun

Antrean haji di Malaysia paling tinggi 140 tahun.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut, antrean masa tunggu jamaah haji Indonesia lebih pendek jika dibandingkan Malaysia. Di Indonesia antrean masa tunggunya antara 11-47 tahun dengan rata-rata nasional hingga 26 tahun.

Sedangkan di Malaysia, antrean masa tunggunya bahkan bisa mencapai 140 tahun. Hal ini disampaikannya pada Rapat Kerja Tahun 2023 dan Milad ke-6 Badan Pengelola Keuangan Haji, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

“Masa tunggu 11-47 tahun, dengan rata-rata nasional 26 tahun. Namun ini masih lebih pendek daripada saudara-saudara kita di Malaysia yang antreannya sampai 140 tahun,” kata Yaqut.

Ia mengatakan, dana haji di Indonesia sebesar Rp 165,06 triliun yang harus dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan baik. Yaqut pun mengingatkan BPKH agar mengelola dana haji dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan keamanan. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas juga harus tetap dijaga.

“Kami tidak ingin dana haji ini hilang atau salah dalam pengelolaan,” kata dia.

Menag juga mengingatkan agar keberlanjutan dana haji dan penggunaan dana haji yang selalu berkeadilan harus dijaga. Menurut dia, keberlanjutan dan keberadilan ini penting dilakukan.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, lanjutnya, rasio nilai manfaat terhadap total biaya haji semakin tinggi. Pada 2010, nilai manfaat hanya menyumbang 12,91 persen dari total BPIH atau setara dengan Rp 4,5 juta.

“Namun angka ini terus naik hingga mencapai puncaknya pada 2022 sebesar Rp 59,21 persen atau setara dengan Rp 57,9 juta,” ujarnya.

Dengan demikian, jamaah hanya terbebani pembayaran sebesar 40,79 persen atau Rp 39,9 juta dari total biaya yang harus dibayarkan untuk berangkat haji, yakni Rp 97,8 juta. Sisa pembiayaan dibayarkan dari perolehan nilai manfaat BPIH.

“Menurut kami hal ini merupakan perilaku yang kurang sehat. Seharusnya, jamaah yang berangkat membayar dengan prosentase yang lebih besar karena ada syarat-syarat istiqo’ah dalam pemberangkatan ibadah haji by principal antara keuangan maupun istitha’ah secara kesehatan,” lanjut Menag.

Menurut dia, jika hal ini diteruskan dalam beberapa tahun mendatang, jamaah akan mengalami kenaikan pembayaran biaya haji yang akan meningkat tajam karena nilai manfaat tidak dapat lagi menopang BPIH.

“Menyadari hal ini, saat pengajuan BPIH tahun 2023 lalu, kami mengambil langkah yang tidak populer dengan menyebutkan 70:30. 70 persen dibayarkan oleh jamaah dan sisanya dari nilai manfaat,” jelas dia.

Langkah ini, kata dia, diambil untuk mendukung keberlanjutan dana haji. Kendati demikian, rasio nilai manfaat terhadap BPIH sudah dirasionalisasi untuk penyelenggaraan haji pada tahun depan, dari semula 44,68 persen pada 2023 menjadi 40 persen di 2024.

“Hal ini tentu tidak lepas dari dukungan dan kesadaran semua pihak, termasuk pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR RI,” lanjutnya.

IHRAM

Doa Kaya Raya Seumur Hidup 

Berikut ini adalah doa agar kaya raya seumur hidup yang diajarkan Rasulullah SAW agar dianugerahi kekayaan serta keberkahan di dalamnya. Mengharap kaya adalah bukan suatu kesalahan, menjadi kaya justru adalah kebaikan yang apabila dengan kaya justru bisa mendekatkan kepada Allah Swt. 

Tak bisa dipungkiri bahwa sebagai seorang manusia pasti memiliki keinginan di dalam hidupnya, tak terkecuali rasa ingin kaya atau cukup di dalam ekonomi. maka kiat kiat untuk tercapainya keinginan pun banyak dilakukan, tak hanya ikhtiar bekerja ikhtiar doa juga memang tidak bisa ditinggalkan.

Telah diketahui bahwa doa adalah senjata bagi setiap mukmin. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam haditsnya;

الدعاء سلاح المؤمن، وعماد الدين، ونور السماوات والأرض.

Artinya; “ Doa adalah senjata bagi orang yang beriman, tiang bagi agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Al-Hakim)

Selain itu Allah Swt juga memotivasi hambanya untuk terus berdoa kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt di dalam surat Ghafir ayat 60;

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ.

Artinya; “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Doa Kaya Raya Seumur Hidup 

Di dalam hadits riwayat Imam Bukhari yang terdapat di dalam kitab Ad-Du`a minal Kitabi was Sunnah ada sebuah doa yang diajarkan Rasulullah Saw agar dianugerahi kekayaan dan keberkahan.

الَّلهُمَّ أَكْثِرْ مَالِيْ وَوَلَدِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَنِيْ وَأَطِلْ حَيَاتِيْ عَلَى طَاعَتِكْ وَأَحْسِنْ عَمَلِيْ وَاغْفِرْلِيْ.

Allahumma aktsir mālī wawaladī wa bārik lī fīmā a`thaytanī wa āthil hāyātī `alā thā`atik wa ahsin `amalī waghfirlī.

Artinya; “Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku dan berikan keberkahan untukku pada apa yang telah Engkau berikan kepadaku, dan panjangkanlah hidupku dan perbaiki amalku dan ampunilah aku.”

Demikian doa kaya raya seumur hidup serta keberkahan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Kunci Sukses dengan Cara Mengatur Waktu

Waktu adalah salah satu sumber daya yang paling berharga yang kita miliki. Waktu tidak dapat dibeli, ditukar, atau diproduksi kembali. Oleh karena itu, penting untuk belajar bagaimana mengelola waktu kita dengan bijak. Manajemen waktu yang efektif dapat membantu kita mencapai tujuan kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Berikut adalah beberapa kunci sukses dengan cara mengatur waktu.

Banyak orang melihat orang sukses sebagai penonton. Sukses dianggap hanya milik orang-orang tertentu saja. Orang-orang kaya, anak pejabat tinggi, yang punya semua fasilitas yang diperlukan untuk mencapai keinginan. Sederhananya, banyak orang memandang sukses bukan milik dia.

Kenyataannya, orang sukses berasal dari berbagai kalangan. Ada yang berasal dari keluarga kaya. Tapi tidak sedikit yang berasal dari keluarga miskin, tinggal di tempat terpencil, dan orang tua mereka tak berpendidikan. Ringkasnya, sukses itu hak semua orang.

Siapa saja orang yang sukses itu? Bagaimana mereka mencapainya? Apa kunci sukses? Sebenarnya ini soal sederhana. Sukses artinya seseorang mencapai apa yang dia impikan. Maka langkah pertama untuk sukses adalah memimpikan sesuatu. Have a dream. Ketika impian itu terwujud, itu adalah sebuah sukses.

Tapi mungkinkah mimpi kita terwujud? Banyak orang menganggap jalan menuju mimpi itu seperti jalan misteri yang berkabut. Maka mereka tidak bisa memastikan apakah bisa mencapainya atau tidak. Padahal tidak demikian. Kita bisa membuat jalan menuju mimpi itu menjadi terang benderang, lalu selangkah demi selangkah kita menapakinya, dan kita akan sampai pada impian kita.

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk bermimpi, merumuskan mimpinya. Kemudian mengumpulkan informasi tentang jalan menuju mimpi itu. Kita gambar peta menuju mimpi kita.

Setelah itu, kemudian kita susun rencana untuk menempuh dan mengeksekusinya. Kita juga harus memastikan setiap eksekusi itu mendekatkan kita pada tujuan. Bila tidak, maka kita harus mengubah rencana, dan mengubah cara eksekusi.

Antara Sekolah dan Kunci Sukses 

Kita tahu, Susi Pudjiastuti adalah orang yang hanya tamat SMP, namun sukses sebagai pengusaha, kaya raya, dan bahkan pernah menjadi petinggi Negara (Menteri Kelautan), menyisihkan orang-orang “pintar” yang “seharusnya” lebih layak menempati posisi tersebut. Kemudian tersulutlah orang untuk mengambil kesimpulan liar, “tak perlu lagi sekolah tinggi, toh tamatan SMP saja bisa jadi menteri”.

Sebenarnya kita tak perlu kaget. Pertama, harus saya tegaskan bahwa orang sukses itu adalah orang berilmu. Itu sebuah kepastian. Tidak ada orang yang sukses karena kebetulan, atau keajaiban. BJ Habibie sukses sebagai ahli rancang bangun pesawat terbang, karena dia punya ilmu tentangnya.

Rudi Chaerudin sukses sebagai chef, karena ia punya ilmu tata boga. Rudy Hartono punya ilmu tentang bulu tangkis. Rudi Hadisuwarno adalah orang berilmu dalam hal tata rias rambut. Hal ini semua sesuai dengan Hadits Rasulullah:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ.

Artinya: “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR. Bukhari-Muslim).

Nah, sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana mendapatkan ilmu? Ilmu bisa didapatkan dari mana saja. Kita bisa mendapat ilmu dari orang lain yang telah lebih dahulu tahu. Sekolah adalah bentuk formal dari proses mendapatkan ilmu dari orang lain.

Pengetahuan yang diajarkan di sekolah adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh oleh ratusan bahkan ribuan orang selama berabad-abad, yang dirangkum secara terstruktur, kemudian diajarkan. Pengetahuan yang diajarkan di sekolah sifatnya dasar dan umum. Sekolah kejuruan mengajarkan pengetahuan yang sifatnya agak lebih khusus.

Di jenjang Universitas, orang belajar tentang hal-hal yang lebih khusus. Untuk tujuan itu Universitas dibagi menjadi fakultas dan jurusan. Pada tingkat yang lebih tinggi lagi, orang akan belajar tentang suatu bidang yang sempit tapi mendalam. 

Namun demikian, sekolah formal bukan satu-satunya jalan untuk mendapatkan ilmu. Orang bisa belajar langsung kepada seseorang yang ahli. Keahlian di bidang olah raga, misalnya, banyak yang diperoleh orang melalui cara ini. Demikian pula keahlian memasak, seni, serta agama. Tentu saja sekolah formal di bidang-bidang tersebut juga ada.

Cara lain untuk mendapat ilmu adalah dengan meramunya dari pengalaman kita sendiri. Misalnya Susi Pudjiastuti adalah contoh orang berilmu yang mendapatkan ilmunya dari pengalaman di lapangan. Ilmu yang diperoleh dengan cara ini kadang kala bisa mengalahkan ilmu yang diperoleh orang melalui jalur formal, melampaui kemampuan seorang doktor sekalipun. 

Lalu untuk apa sekolah?

Sekolah adalah cara yang umum untuk mendapatkan ilmu. Umum artinya banyak orang melakukannya, dan banyak yang berhasil dengan cara itu. Namun, sekolah bukan satu-satunya cara. Ada cara lain yang bisa ditempuh, namun hal itu tidak umum. 

Dalam hal ini, tinggal tergantung pada kita, mau menempuh jalur yang umum, artinya berjalan bersama orang-orang lain, atau menempuh jalan yang kita sukai.

Akan tetapi ingat, menempuh jalan sendiri dalam belajar adalah hal yang berbeda dengan lari dari pelajaran. Banyak orang yang berhenti sekolah bukan untuk mencari ilmu dengan jalan sendiri, tapi sekedar lari dari pelajaran.

Ada beberapa bidang yang mengharuskan seseorang belajar di sekolah formal. Dokter, pengacara, pilot, ilmuwan, akuntan, polisi, tentara, dan lain-lain adalah contohnya. Tanpa ijazah formal mustahil untuk memasuki bidang tersebut. Jadi, mau sekolah atau tidak adalah juga soal pilihan berdasarkan jalan profesi yang hendak ditempuh oleh seseorang.

Jadi, bila kita tegaskan, untuk apa sekolah? Pertama, untuk mendapatkan ilmu melalui jalur yang umum, jalur yang ditempuh oleh banyak orang. Kedua, untuk mendapat ilmu sebagai bekal untuk menekuni profesi tertentu.

Di luar dua alasan itu, orang tak perlu sekolah. Jadi sukses tidak mutlak mengharuskan sekolah (tinggi) sebagai syaratnya. Hanya saja kebanyakan orang sukses setelah melalui perangkat proses pendidikan formal melalui sekolah.

Catatan akhir 

Hal terakhir yang ingin saya tekankan bahwa sukses tidak sama dengan kaya. Tidak semua orang sukses itu kaya. Kaya bukanlah ukuran kesuksesan. Kaya hanya efek samping dari kesuksesan.

Sukses bagi saya adalah seseorang yang menjalani hidup pada suatu bidang keahlian, ia menikmati jalan itu, dan orang-orang di sekitarnya mendapat manfaat dari apa yang ia kerjakan.

Banyak orang yang menjalani hidup pada tingkat ini, tapi tidak kaya. Sebagai contoh, saya punya kenalan seorang wartawan yang sangat dihormati baik di kalangan profesi wartawan maupun di luar lingkungan itu, tapi ia sama sekali bukan orang yang kaya harta. Sebaliknya, kita mengenal para penjarah uang negara yang kaya raya, tentu kita tak akan menyebut mereka sebagai orang sukses.

Satu hal lagi, sukses bukanlah terminal akhir. Sukses adalah perjalanan melalui berbagai terminal. Orang sukses menikmati perjalanan dari satu terminal ke terminal lain. Termasuk dalam perjalanan itu adalah keadaan jatuh dan bangun, menanjak dan menurun.

Orang yang memaknai kunci sukses dengan ukuran pencapaian di titik cemerlang belaka adalah orang yang memaknai sukses secara dangkal. Sebuah pepatah Arab mengatakan:

حدد أهدافك أولا. ثم نظم وقتك لتحققها، ستصل إلى النجاح

Artinya: “Tentukan tujuan Anda terlebih dahulu. Maka aturlah waktu Anda untuk mencapainya, maka kesuksesan akan Anda raih.” 

Demikian penjelasan terkait kunci sukses dengan mampu mengatur waktu. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Pembuka Rezeki

Berikut ini adalah artikel tentang doa pembuka rezeki dari Allah SWT. Pasalnya, dalam menjalani kehidupan, rezeki menjadi salah satu hal yang selalu menjadi perhatian banyak orang. Rezeki tidak hanya diartikan sebagai harta benda, tetapi juga kesehatan, kebahagiaan, dan berbagai anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya.

Namun, terkadang kita merasa rezeki yang kita dapatkan belum cukup atau tidak lancar. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berikhtiar dan berusaha dalam mencari rezeki. Tetapi, jangan lupa untuk diiringi dengan doa dan tawakal kepada Allah SWT. Karena, Allah SWT adalah sebaik-baik pemberi rezeki dan Dia mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Doa Pembuka Rezeki

Pertama, doa Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada para sahabatnya sebuah doa untuk meminta dilimpahkan rezeki. Doa tersebut adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahumma ikfini bi halalika ‘an haramika wa aghninini bi fadlika ‘amman

Artinya: “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari yang haram dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dari selain-Mu.”

Doa ini sangat baik dibaca di pagi hari setelah sholat subuh, sebelum memulai aktivitas harian. [Baca juga: Jangan Khawatir! Rezeki Sudah Diatur oleh Allah]

Kedua, doa memohon rezeki yang luas dan halal. Doa ini memohon kepada Allah SWT agar diberikan rezeki yang luas, halal, dan tanpa kesulitan. Bunyinya:

يَا رَبِّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا وَاسِعًا طَيِّبًا بِغَيْرِ كَدٍّ وَلاَ مَشَقَّةٍ وَلاَ إِثْمٍ

Ya rabbi inni asluka rizqan wasian tayyiban bi ghairi kaddin wa la musyaqatin wa la ismin

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu rezeki yang luas dan halal tanpa susah payah, tanpa memberatkan, dan tanpa dosa.”

Ketiga, doa memohon dimudahkan rezeki di pagi hari. Doa ini dibaca pada waktu pagi hari untuk memohon agar Allah SWT memudahkan segala urusan dan memberikan rezeki yang berkah. Bunyinya:

اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ وَإِلَيْكَ النُّشُورُ

Allahumman bika asbahna wa bika amsaina wa bika nahya wa bika namuta wa ilaika an nusyur

Artinya: “Ya Allah, dengan pertolongan-Mu kami berpagi hari, dengan pertolongan-Mu kami bermalam, dengan pertolongan-Mu kami hidup, dengan pertolongan-Mu kami mati, dan kepada-Mu kami akan dibangkitkan.”

Keempat, doa memohon rezeki yang berkah. Doa ini dibaca setelah selesai makan untuk bersyukur atas rezeki yang Allah SWT berikan dan memohon agar rezeki tersebut berkah. Bunyinya:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

Alhamdulillahillazi ath’amani hadza at tha’ma wa razanihi min ghairi hauli minni wa la qawwati

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan kepadaku makanan ini dan telah memberikannya kepadaku tanpa daya dan upaya dariku.”

Demikian Doa Pembuka Rezeki. Ingatlah, rezeki tidak hanya datang dari harta benda. Rezeki yang paling utama adalah rezeki kesehatan, iman, dan Islam. Oleh karena itu, bersyukurlah atas segala nikmat yang Allah SWT berikan dan teruslah berikhtiar serta berdoa kepada-Nya.

BINCANG SYARIAH

Jangan Khawatir! Rezeki Sudah Diatur oleh Allah

Sejatinya rezeki itu sudah ada yang mengaturnya? Lantas siapa yang mengaturnya? Jawabannya adalah rezeki sudah diatur oleh Allah Swt. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana Allah SWT mengatur rezeki? 

Anda sudah duduk di meja makan, dengan hidangan tertata di atas meja. Lalu apakah itu rezeki Anda? Belum. Anda harus berikhtiar, memasukkannya ke piring, lalu menyuapnya ke mulut Anda, kunyah, lalu telan. Barulah hidangan tadi menjadi rezeki Anda.

Artinya, Allah Swt. memberi rezeki kepada yang mengikhtiarkannya. Berikhtiar mencari rezeki (karunia) Allah Swt. Itu adalah perintah-Nya. Orang yang mengharap rezeki tanpa berikhtiar, itu menyalahi perintah Allah Swt.

Jadi apa konteksnya ungkapan bahwa rezeki itu diatur oleh Allah Swt.? Konteksnya, jangan mencari rezeki dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah Swt. Misalnya dengan mencuri, menipu, atau menzalimi orang. Konteks kedua, jangan mencari rezeki sampai lupa pada Allah Swt. Jangan jadikan harta sebagai tujuan hidup.

Namun demikian, tak jarang ungkapan di atas sering disalahgunakan oleh orang yang enggan bekerja. Orang yang enggan berusaha untuk memperbaiki hidup. Ia berprinsip, rezeki ada yang mengatur. Jadi, kalau ia miskin, artinya yang mengatur rezeki dianggap tidak memberinya rezeki. Itulah pandangan yang keliru.

Ada juga orang yang tidak berhitung dalam membelanjakan uang. “Ntar ada aja rezeki lagi, kan Allah yang ngatur,” katanya. Itu salah juga. Dalam mencari rezeki kita wajib berikhtiar.

Demikian dalam menjaga dan mengelola rezeki yang sudah kita dapat pun, juga harus dengan ikhtiar. Tanpa ikhtiar, sebanyak apapun harta dan uang kita, akan habis tanpa keperluan yang jelas.

Ingat, mengelola harta, membelanjakannya dengan bijak, itu bagian dari sikap bersyukur pada Allah Swt. Ada banyak orang yang mendapat harta tanpa perlu bekerja keras.

Misalnya dari warisan orang tua mereka. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian jatuh miskin, karena tidak pandai mengelola. Mereka tidak cukup berikhtiar dalam menjaga rezeki dari Allah Swt.

Jadi, mengelola uang, membelanjakannya dengan bijak itu wajib. Tidak bisa kita bersikap masa bodoh, menganggap Allah Swt. Pasti akan memberi kita rezeki lagi. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا

Artinya: “Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S Al-Isra’ [17]: 29). Itulah panduan dari al-Qur’an.

Tetapi, bukankah Allah Swt. juga menjanjikan rezeki yang sifatnya tak terduga? Iya. Itu janji untuk orang bertakwa. Sebaiknya jangan terlalu percaya diri mengira diri kita sudah masuk dalam golongan itu. Lagi pula, itu wilayah misteri yang kita tidak bisa mengikhtiarkannya.

Fokuslah pada wilayah yang bisa kita ikhtiarkan. Yang merupakan wilayah keputusan mutlak dari Allah Swt., biarlah Allah Swt. Yang mengaturnya. Itu namanya faktor tak terduga. Jangan rencanakan hidup berbasis pada faktor tak terduga, padahal yang bisa kita duga, bisa kita hitung, sangat banyak.

Tentang Sensasi

Syahdan. Hakikatnya, kenikmatan dunia ini semuanya hanya menawarkan sensasi belaka. Namun, semuanya akan berakhir pada rasa yang sama. Itulah kenapa seringkali diingatkan bahwa kenikmatan dunia itu menipu. Palsu. (Mata’ul ghurur).

Artinya, memiliki atau tidak memiliki, dititipi ataupun tidak dititipi. Mestinya kita tinggal mengelola rasa saja. Karena semuanya akan berakhir dengan hal yang sama, yakni ketiadaan.

Sebagai contoh misalnya, kita makan di restoran mewah, dengan panganan dan menu yang wah, konon ada sensasi berbeda. Harganya sih pasti iya. Namun, berapa lama? Seminggu? Sehari? Tidak. Tidak pernah lama. Hitungan menit saja.

Setelah itu, sensasi itu akan berubah menjadi rasa yang sama saja dengan jika kita makan di rumah makan biasa, warung tegal atau makan di rumah dengan chef pasangan hidup kita walau dengan menu ala kadarnya. Sensasinya memang sesaat beda, namun rasa yang timbul selanjutnya sama. Rasa kekenyangan.

Begitu juga dengan apartemen atau bahkan rumah yang luas dan mewah berlantai 3 itu ada sensasi yang berbeda. Furniture yang lengkap dengan barang elektronik yang serba canggih konon bersensasi luar biasa. Namun, tanyalah kepada yang pernah atau sedang memilikinya. Sensasi mewah itu akan berubah dengan cepat saja.

Demikian, tidur beralas tikar atau di kasur busa dengan di kasur berharga puluhan juta sama saja memejamkan mata. Makan dengan sendok perak dengan makan dengan sendok plastik, sama-sama memasuki mulut yang sama. Rasanya sama dengan rumah biasa. Milik sendiri atau pun menyewa. Begitu seterusnya dan lain sebagainya.

Intinya adalah, jika boleh dianalogikan, segala hal tentang dunia adalah ibarat donut. Panganan bulat yang berlubang di tengahnya. Sensasinya memang ada, namun hanya pinggirannya saja. Setelahnya, hampa. Kosong. 

Demikian penjelasan terkait rezeki sudah diatur oleh Allah. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Pengaruh Tertinggal Salat Jamaah dalam Produktifitas Hidup Kita

Di zaman ini, sering kali kita jumpai hampir semua orang memakai dan menggunakan gadget di setiap kegiatan kehidupan keseharian mereka. Bahkan, tak luput pula saat ibadah, baik sebelum maupun sesudah salat. Yang miris adalah setelah salat, mereka langsung melihat gadget. Dan yang membuat teriris adalah saat khotbah Jumat pun banyak yang menyalakan dan memainkan HP/gadget, astaghfirullah.

Hal ini menjadi musibah tatkala menjadi suatu kebiasaan, yang merugikan kita dalam aspek kehidupan, bahkan ibadah. Ketika HP/gadget memanggil, lalu pimpinan, atasan dalam pekerjaan memanggil, secepat mungkin kita menanggapi. Bahkan, merespon berlebihan apapun kondisi dan keadaan saat itu. Namun, tatkala Allah ‘Azza Wajalla Yang memiliki segalanya, Yang Maha Besar, dan Maha Segalanya, memangil melalui azan yang berkumandang di setiap sudut-sudut kota maupun desa, insan yang tak merasa bersalah tersebut sengaja datang terlambat. Bahkan, kadangkala sengaja mengakhirkan salat dan sampai pura-pura tidak mendengar suara azan.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

إن الإنسان كلما تأخر عن الصف الأول والثاني أو الثالث (أي في الصلاة) ألقى الله في قلبه محبة التأخر في كل عمل صالح والعياذ بالله

“Tatkala manusia terlambat dari menempati saf pertama, kedua, atau ketiga (yakni dalam salat), maka Allah buat hatinya suka mengakhirkan semua amal saleh. Wal’iaydzubillah.” (Syarah Riyadhus Shalihin, 5: 111)

Pengaruh yang dikhawatirkan bagi seorang yang terlambat, dan bahkan meninggalkan salat dalam kehidupannya adalah mulai hilang rasa aman dan tentram dalam kehidupannya. Satu contoh, tatkala ia dengan sengaja meninggalkan salat subuh, maka bisa dipastikan aktivitas dia pada hari itu akan terganggu dan akan merusak produktifitas pekerjaan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

”Barangsiapa yang tidak menjaga salat, maka dia tidak mendapatkan cahaya, tidak mendapatkan burhan (petunjuk), tidak mendapatkan keselamatan, dan di hari kiamat dia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, 2: 169; Ad-Darimi, 2: 301. Hadis ini dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani)

Dalam hadis tersebut, banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dan kita renungkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwasanya sebagai percontohan orang yang tidak menjaga salatnya, ia akan dikumpulkan berdasarkan golongan mereka, seperti halnya Allah menghukum Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Perumpamaan dari penyebutan nama-nama di atas merupakan satu isyarat bagi orang yang meninggalkan salat.

Perumpamaan yang pertama, karena seorang sibuk dan mengejar hartanya sampai lupa salat, maka dinisbatkan seperti halnya Qarun. Perumpamaan yang kedua, karena cinta akan jabatan dan kekuasaan, maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan perumpamaannya seperti Fir’aun dan Haman. Mereka melambangkan seorang yang buta akan kekuasaan dan jabatan. Dan perumpamaan yang terakhir atau perumpamaan yang ketiga, yakni manusia yang terlalu sibuk dalam mengejar harta dunia, mengejar harta perdagangan dunianya, dan perniagaannya, dinisbatkan pada nama Ubay bin Khalaf. Mereka itulah nama-nama yang kekal sebagai perumpamaan orang kafir yang telah menyia-nyiakan dan meninggalkan salat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً  إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً

”Maka, datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. Mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” (QS. Maryam: 59-60)

Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan perbuatan keji, yakni meninggalkan dan menyia-nyiakan salat. Termasuk di antaranya, terhindar dari tidak memperhatikan syarat sah salat dan rukun salat, tidak khusyuk dalam salat, dan terhindar dari sifat malas dalam melaksanakan ibadah salat. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri, ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa, dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi.

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89728-pengaruh-tertinggal-salat-jamaah-dalam-produktifitas-hidup-kita.html

Tragedi Gaza dalam Sorotan

Bismillah.

Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris.

Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata.

Sikap pemerintah Indonesia

Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI)

Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023)

Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya.

Perhatian para ulama

Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional.

Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.”

Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين

“Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim)

Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah)

Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168)

Tumbuhkan kepedulian

Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin.

Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin.

Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin.

Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina.

Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya.

Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ

“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma)

Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.”

Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750)

Jalan menuju kejayaan

Allah Ta’ala berfirman,

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55)

Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16)

Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90322-tragedi-gaza-dalam-sorotan.html

Apakah Sedekah Harus Dilakukan secara Sembunyi-sembunyi?

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ

Terdapat tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan, kecuali naungannya.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebutkan salah satunya, yaitu:

وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ

Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah dan dia menyembunyikan sedekahnya, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)

Faedah hadis

Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat suatu perumpamaan (majaz). Beliau permisalkan satu orang dengan tangan kanan, dan orang lain dengan satu tangan yang lain (tangan kiri). Maksudnya untuk menekankan betapa perbuatan sedekah tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sampai-sampai, jika ada seseorang bersedekah, maka orang yang ada di sebelah kirinya itu tidak mengetahui dan tidak menyadarinya.

Terdapat satu permasalahan yang ingin penulis bahas berkaitan dengan hadis di atas, yaitu apakah sedekah perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi?

Hadis di atas merupakan dalil tentang keutamaan sedekah dan juga motivasi untuk menyembunyikannya di hadapan manusia, baik sedekah itu jumlahnya sedikit, maupun sedekah dalam jumlah besar. Dengan menyembunyikan sedekah, hal itu lebih dekat dengan keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Demikian pula, dengan menyembunyikan sedekah itu lebih menghormati dan memuliakan perasaan si fakir miskin penerima sedekah. Kebanyakan penerima sedekah (yang umumnya adalah fakir miskin), tentu lebih menyukai jika pemberian sedekah itu tidak ditampakkan atau diumumkan di hadapan manusia, karena bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang lain akan merendahkan atau menghina dirinya. Atau orang lain bisa jadi menuduhnya karena dia masih mau menerima sedekah, padahal dia orang kaya berkecukupan (menurut anggapan orang yang menuduh), atau semacam itu. Mayoritas ulama mengkhususkan hal ini dengan sedekah sunah. Adapun sedekah wajib (yaitu zakat), maka lebih utama untuk ditampakkan.

Akan tetapi, wallahu Ta’ala a’alam, yang tampaknya lebih mendekati adalah kondisi setiap orang itu berbeda-beda. Jika orang yang bersedekah itu merupakan orang yang diteladani atau diikuti oleh masyarakat, sehingga jika masyarakat melihat orang tersebut bersedekah, mereka pun akan termotivasi untuk ikut bersedekah; maka dalam kondisi ini, yang lebih baik adalah menampakkan sedekah tersebut supaya masyarakat kaum muslimin akan mengikutinya. Hal ini bisa kita saksikan di berbagai jalan kebaikan. Ketika ada orang yang diundang untuk bersedekah, maka orang-orang pun akan ikut bersedekah. Terwujudlah faedah lainnya, yaitu semakin nampaklah sunah dan juga pahala sebagai orang yang diteladani. Akan tetapi, hal ini tentu saja bagi orang-orang yang hatinya kuat, niatnya baik (bersih), dan aman dari penyakit riya’. Adapun orang-orang yang lebih lemah hatinya, maka tentu saja menyembunyikan sedekah, itulah yang lebih utama untuk menjaga dirinya dari riya’ dan niat yang tidak benar.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menyembunyikan sedekah. Dan hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih menjauhkan diri dari riya’. Kecuali jika dengan menampakkannya ada maslahat tertentu, maka hendaklah ditampakkan. Misalnya, menampakkan sedekah dengan tujuan agar diikuti oleh manusia, atau agar masyarakat mengetahui bahwa orang yang diberi sedekah itu sangat membutuhkan, sehingga orang-orang pun kemudian ikut bersedekah untuknya ketika melihat orang tersebut bersedekah untuknya atau untuk rumah itu. Masyarakat bisa mengetahui bahwa orang ini sangat membutuhkan, lalu mereka pun ikut bersedekah untuknya dan meneladani orang yang bersedekah pertama kali tadi.” (Tashilul Ilmam, 3: 149)

Allah Ta’ala berfirman,

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 467-471).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90116-apakah-sedekah-harus-dilakukan-secara-sembunyi-sembunyi.html

Tiga Keadaan yang Menyebabkan Boleh Meminta-minta

Diriwayatkan dari sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal), kecuali untuk tiga golongan. (Pertama), orang yang menanggung utang (gharim, misalnya untuk mendamaikan dua pihak yang saling bersengketa). Maka, orang itu boleh meminta-minta, sehingga utangnya lunas. Apabila utangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Kedua), orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Ketiga), orang yang ditimpa kemiskinan, dipersaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercaya bahwa dia memang miskin. Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.” (HR. Muslim no. 1044, Abu Dawud no. 1640, Ibnu Khuzaimah no. 2361, dan Ibnu Hiban 8: 190)

Kandungan hadis

Hadis di atas merupakan dalil bahwa terdapat tiga kondisi yang menyebabkan seseorang boleh meminta-minta, yaitu:

Pertama, orang yang memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Misalnya, utang yang digunakan untuk mendamaikan dua pihak atau kelompok yang bersengketa. Orang tersebut boleh diberi zakat untuk melunasi utang tersebut, meskipun pada asalnya dia kaya dan berkecukupan. Dalam syariat tersebut, terkandung motivasi untuk memiliki akhlak yang mulia. Orang Arab dulu, apabila ada di antara mereka yang memiliki utang, maka mereka bersegera untuk membantunya. Oleh karena itu, jika orang yang memiliki utang tersebut meminta-minta agar utangnya lunas, maka hal itu tidak dinilai sebagai perbuatan yang menjatuhkan kehormatannya. Bahkan, termasuk hal yang bisa dibanggakan.

Kedua, orang yang terkena musibah sehingga harta bendanya menjadi musnah dan ludes, misalnya karena terkena banjir, kebakaran, gempa, atau lainnya. Dalam kondisi tersebut, dia boleh untuk meminta-minta. Dan wajib bagi orang yang memiliki kemampuan untuk membantunya agar dia bisa keluar dari kesulitan tersebut. Orang tersebut tidak perlu meminta bukti bahwa orang yang terkena musibah tersebut benar-benar sedang membutuhkan. Karena apabila ada orang yang terkena musibah semacam ini, dampaknya pasti terlihat secara nyata.

Ketiga, siapa saja yang mengklaim bahwa dia jatuh miskin atau bangkrut setelah sebelumnya adalah orang kaya dan berkecukupan. Jika keadaan tersebut didukung oleh tiga saksi yang bisa dipercaya, maka dia boleh meminta-minta.

Zahir hadis ini menunjukkan bahwa saksi tersebut berjumlah tiga orang. Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama berdalil bahwa kondisi bangkrut (kesulitan) itu harus dipersaksikan oleh tiga orang. Ini adalah pendapat Ibnu Khuzaimah, sebagian ulama Syafi’iyyah, dan juga disebutkan oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad juga berpendapat demikian. (Lihat Al-Mughni, 14: 128 dan Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hal. 172)

Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa cukup dipersaksikan oleh dua orang sebagaimana persaksian yang lainnya, selain zina. Sehingga jumhur memaknai hadis ini sebagai anjuran saja. (Subulus Salam, 2: 288)

Hadis ini tidaklah dimaknai bahwa yang boleh meminta-minta itu hanya tiga orang ini saja. Dalam hadis yang lain, juga terdapat dalil bahwa ada kondisi yang membolehkan seseorang meminta-minta, misalnya boleh meminta kepada penguasa (pemerintah). Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ

Sesungguhnya perbuatan meminta-minta itu seperti seseorang yang mencakar wajahnya sendiri, kecuali seseorang yang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan sahih.” Dinilai sahih oleh Al-Albani)

Contoh yang lain adalah bolehnya orang yang berhak menerima zakat untuk meminta bagian zakat.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 500-503).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89984-3-keadaan-yang-menyebabkan-boleh-meminta-minta.html

Benarkah Ziarah Kubur Terlarang dan Termasuk Kesyirikan?

Pertanyaan:

Benarkah bahwa ziarah kubur itu tidak diperbolehkan dan termasuk kesyirikan? 

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Pertama, untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disamakan terlebih dahulu persepsi tentang apa yang dimaksud dengan ziarah kubur? 

Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu az-ziyarah, yang artinya adalah mengunjungi suatu tempat. Sehingga ziarah kubur artinya mengunjungi kuburan. Dengan demikian, ziarah kubur itu tidak berarti mengunjungi kuburan yang tempatnya jauh. Karena dengan mengunjungi kuburan yang ada di sekitar kita itu pun sudah termasuk ziarah kubur.

Kedua, tidak ada satupun ulama yang melarang ziarah kubur secara mutlak. Tidak akan kita temukan pendapat ulama yang demikian. Andaikan ada, maka itu pendapat yang aneh. Karena secara umum, ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan bahkan diperintahkan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

زوروا القبورَ ؛ فإِنَّها تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

Berziarah-kubur lah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami no.3577).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

كنتُ نهيتُكم عن زيارَةِ القبورِ ألا فزورُوها ، فإِنَّها تُرِقُّ القلْبَ ، و تُدْمِعُ العينَ ، وتُذَكِّرُ الآخرةَ ، ولا تقولوا هُجْرًا

Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al-Haakim no.1393, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’, no.7584).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata,

أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أتَى المَقْبُرَةَ، فقالَ: السَّلامُ علَيْكُم دارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بكُمْ لاحِقُونَ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mendatangi suatu pemakaman lalu mengucapkan: assalamu’alaikum daaro qoumin mukminin wa inna in-syaa Allahu bikum laahiquun (semoga keselamatan terlimpah atas kalian penghuni negeri kaum yang beriman, kami insyaallah akan menyusul kalian)” (HR. Muslim no. 249).

Dari sini kita ketahui bahwa tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan untuk mendoakan kebaikan kepada penghuni kubur.

Ketiga, An-Nawawi, Al-‘Abdari, Al-Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup. Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan hukumnya haram mengingat hadits,

لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور

Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At-Tirmidzi no.1056, Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”).

Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325). Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun perempuan (Ahkam Al-Janaaiz Lil Albani, 180). Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

Keempat, ziarah kubur pada asalnya adalah perkara yang disyariatkan dan diperintahkan. Namun ada sebagian orang yang melakukan ziarah kubur dengan tujuan yang keliru sehingga terjerumus ke dalam kebid’ahan atau bahkan kesyirikan. Kedua model ziarah kubur inilah yang terlarang. 

Al-Maqrizi, seorang ulama madzhab Syafi’i, mengatakan:

زيارة القبور – على ثلاثة أقسام:  يزورون الموتى فيدعون لهم. وهذه هي الزّيارة الشرعيّة.  يزورونهم يدعون بهم، فهؤلاء هم المشركون في الألوهيّة والمحبّة.  يزورونهم فيدعونهم أنفسهم … وهؤلاء هم المشركون في الربوبيّة

“Ziarah kubur ada tiga macam: 

Pertama, kaum yang berziarah kubur untuk mendoakan mayit. Ini adalah ziarah kubur yang syar’i. 

Kedua, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa (kepada Allah) dengan perantaraan mayit (tawasul). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam uluhiyah dan mahabbah

Ketiga, kaum yang berziarah kubur untuk berdoa kepada mayit … mereka adalah orang-orang yang berbuat kesyirikan dalam rububiyah” (Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hal. 20).

Tawasul kepada orang yang sudah mati, tidak diperbolehkan, bahkan ini termasuk kesyirikan. Sebab inilah jenis kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin terdahulu. Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

“Orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, mereka berkata: tidaklah kami menyembah sesembahan-sesembahan itu kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3). 

Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan:

فإن غالب الأمم كانت مقرة بالصانع ولكن تعبد معه غيره من الوسائط التي بظنونها تنفعهم أو تقربهم من الله زلفى

“Mayoritas umat manusia yang ada mengakui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, namun mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah juga sebagai perantara, yang menurut sangkaan mereka bisa memberikan manfaat untuk mereka, atau untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/482).

Adapun berdoa meminta hajat kepada mayit, ini jelas merupakan kesyirikan. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”” (QS. Yunus: 106).

Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ ۘ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ

“Janganlah kamu berdoa di samping (berdoa) kepada Allah, juga berdoa kepada selain-Nya. Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS. Al-Qashash: 88).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga menjelaskan:

زيارة القبور نوعان: أحدهما: مشروع ومطلوب لأجل الدعاء للأموات والترحم عليهم ولأجل تذكر الموت والإعداد للآخرة … النوع الثاني: بدعي وهو: زيارة القبور لدعاء أهلها والاستغاثة بهم أو للذبح لهم أو للنذر لهم، وهذا منكر وشرك أكبر

“Ziarah kubur ada dua macam: pertama, ziarah kubur yang disyariatkan, yaitu ziarah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal dan untuk mengingat kematian dan mempersiapkan akhirat … kedua, ziarah kubur yang bid’ah, yaitu ziarah kubur untuk berdoa kepada mayit, meminta bantuan kepadanya, atau menyembelih sesajen untuknya, atau bernadzar kepadanya. Ini adalah kemungkaran dan syirik akbar” (Majmu’ Fatawa wal Maqalat, 4/344).

Kelima, demikian juga tidak boleh berdoa kepada Allah (bukan kepada mayit) namun bersengaja melakukannya di kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa kuburan tersebut adalah tempat mustajab doa. Karena perbuatan demikian tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi, para tabi’in, atau tabi’ut tabi’in. Dan juga perbuatan yang dapat menjadi sarana kepada kesyirikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

قول القائل: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ  قول ليس له أصل في كتاب الله ولا سنة رسوله ولا قاله أحد من الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان ولا أحد من أئمة المسلمين المشهورين بالإمامة في الدين ـ كمالك والثوري والأوزاعي والليث بن سعد وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل  وإسحاق بن راهويه وأبي عبيدة ـ ولا مشايخهم الذين يقتدي بهم ـ كالفضيل بن عياض وإبراهيم بن أدهم وأبي سليمان الداراني وأمثالهم ـ ولم يكن في الصحابة والتابعين والأئمة والمشايخ المتقدمين من يقول: إن الدعاء مستجاب عند قبور الأنبياء والصالحين ـ لا مطلقًا ولا معينًا

“Pendapat yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih. Ini adalah pendapat yang tidak memiliki landasan dari Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya ataupun dari perkataan para sahabat dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, ataupun perkataan para imam kaum Muslimin yang masyhur, seperti Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits bin sa’ad, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, Abu Ubaidah, ataupun para masyaikh mereka yang mulia seperti Al-Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Abu Sulaiman Ad-Darani, dan yang semisal mereka. Bahkan tidak ada di antara sahabat Nabi, atau tabi’in, para imam, dan para masyaikh terdahulu yang mengatakan bahwa doa itu mustajab jika dilakukan di sisi kuburan para Nabi dan orang shalih, secara mutlak atau pun pada kuburan tertentu” (Majmu’ Al-Fatawa, 27/67).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menjelaskan:

زيارة الأضرحة -يعني القبور- سنة، لكنها ليست لدفع حاجة الزائر، وإنما هي لمصلحة النذور، أو لاتعاظ الزائر بهؤلاء وليست لدفع حاجاته أو حصول مطلوباته. فزيارة القبور اتعاظاً وتذكراً بالآخرة … وأما زيارة القبور للتبرك بها واعتقاد أن الدعاء عندها مجاب فإن هذا بدعة وحرام ولا يجوز؛ لأن ذلك لم يثبت لا في القرآن ولا في السنة أن محل القبور أطيب وأعظم بركة وأقرب لإجابة الدعاء. وعلى هذا فلا يجوز قصد القبور بهذا الغرض، ولا ريب أن المساجد خير من المقبرة وأقرب إلى إجابة الدعاء وإلى حضور القلب وخشوعه

“Ziarah kubur hukumnya sunnah. Namun bukan untuk meminta hajat. Ziarah kubur dilakukan untuk kemaslahatan orang yang berziarah. Yaitu agar mereka bisa mengambil ibrah dari orang-orang yang sudah meninggal, bukan untuk meminta hajat atau meminta sesuatu. Ziarah kubur itu untuk mengambil ibrah dan untuk mengingat akhirat … Adapun ziarah kubur untuk ngalap berkah dengan kuburan atau berkeyakinan bahwa berdoa di sisi kuburan lebih mustajab, ini adalah bid’ah dan haram hukumnya, tidak diperbolehkan. Karena perbuatan seperti ini tidak terdapat dalil shahih dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah yang menunjukkan bahwa kuburan itu lebih baik dan lebih besar berkahnya atau lebih besar kemungkinan diijabahnya doa. Oleh karena itu maka tidak diperbolehkan bersengaja untuk ke kuburan untuk tujuan demikian. Dan tidak diragukan lagi bahwa masjid lebih baik daripada kuburan dan lebih besar kemungkinannya doa dikabulkan di sana ketika berdoa dengan hati yang hadir dan khusyuk” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.87).

Jelaslah bahwa para ulama tidak melarang ziarah kubur, bahkan mereka memotivasi kita untuk berziarah kubur. Yang mereka larang adalah ziarah kubur yang mengandung kebid’ahan atau kesyirikan. Dan ulama yang melarang ziarah kubur yang bid’ah dan ziarah kubur yang syirik tidak boleh dikatakan ia melarang ziarah kubur. Karena ini berarti tuduhan dusta kepada ulama.   

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

KONSULTASI SYARIAH