Doa Buka Puasa Ramadhan yang Benar Sesuai Sunnah

Saat waktu Maghrib sudah tiba, kita disunnahkan untuk membaca doa berbuka puasa. Doa buka puasa Ramadhan yang benar sesuai Sunnah telah dijelaskan dalam beberapa hadits. Terdapat beberapa riwayat hadits yang berisi tuntunan Rasulullah Saw. tatkala beliau berbuka.

Kendati kualitas hadits berbeda-beda, namun hal itu bukan menjadi persoalan serius, selama hadits tersebut bukan palsu (maudhu’).

Berikut ini doa buka puasa Ramadhan yang benar sesuai sunnah sebagaimana diriwayat dalam beberapa hadits:

Diriwayatkan oleh Mu’adz nin Zuhroh, bahwa Nabi Muhammad Saw. ketika berbuka puasa membaca:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Teks Latin:

Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu

Artinya:

“Tuhanku, hanya untuk-Mu aku berpuasa. Dengan rezeki-Mu aku membatalkannya.” (H.R. Abu Dawud: 2358)

Dalam hadits lain diterangkan bahwa Rasulullah Saw. tatkala menikmati hidangan berbuka puasa beliau membaca:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu, wa tsabatal ajru, insyaallah

Artinya: “Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah, serta pahala telah tetap, insya Allah.” (H.R. Abu Dawud: 2357)Baca juga :  Niat Sholat Tarawih Sebagai Makmum [Arab, Latin dan Artinya]Baca juga :  Doa Setelah Sholawat Tarawih Lengkap Latin dan Artinya

Perbedaan Doa

Mengapa doa buka puasa berbeda-beda? Dalam konteks ini, perbedaan doa berbuka di atas bukan karena kesalahan riwayat, namun karena memang Rasulullah mencontohkan bacaan doa tidak selalu sama kepada setiap sahabat.

Oleh karena itu, entah itu kalangan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), atau ormas lain, perbedaan doa ini bukan menjadi persoalan yang sangat serius untuk diperdebatkan. Untuk menetengahkan perbedaan ini, ada kalangan ulama yang menyambungkan doa dalam kedua hadits di atas menjadi satu bacaan, sebagaimana berikut.

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu, Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu, wa tsabatal ajru, insyaallah

Yang terpenting di dalam doa buka puasa yakni sejauh mana diri seseorang ikhlas, pasrah, dan bersyukur sebab masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalani puasa Ramadhan. Bahkan, apabila seorang mukmin berdoa menggunakan bahasa selain Arab pun tidak masalah, selama ia berdoa hanya kepada Allah.

Demikian doa buka puasa Ramadhan lengkap latin dan artinya sesuai Sunnah Nabi. Semoga puasa Ramadhan dan ibadah lain yang kita amalkan diterima oleh Allah Swt. Selamat berbuka puasa. Marhaban ya Ramadhan.

IQRA

Atasi Corona dengan Bertauhid yang Sempurna (Bag. 4)

Baca pembahasan sebelumnya Atasi Corona dengan Bertauhid yang Sempurna (Bag. 3)

Bertauhid yang sempurna berarti bertawakal hanya kepada Allah dengan usaha yang bermanfaat secara maksimal

Salah satu ciri khas ahli tauhid yang sempurna sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia adalah tawakal kepada Allah semata. Syaikh Muhammad Shaleh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan definisi tawakal kepada Allah Ta’ala yaitu,

صدق الاعتماد على الله عز وجل في جلب المنافع ودفع المضار مع فعل الأسباب المأذون فيها

“Kejujuran dalam bersandarnya hati kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam mendapatkan sesuatu yang bermanfaat atau untuk hilangnya sesuatu yang membahayakan, diiringi melakukan sebab yang diizinkan (dalam Islam).” [1]

Oleh karena itu, termasuk bentuk bertauhid yang sempurna adalah mengambil sebab atau usaha syar’i dan qadari yang baik sebagai bentuk tawakal kepada Allah yang benar.

Kaidah mengambil sebab dan macam-macam sebab

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitabnya, Al-Qaulus Sadiid menjelaskan salah satu dari hukum sebab,

أن لا يجعل منها سببا إلا ما ثبت أنه سبب شرعا أو قدرا

“Tidak menjadikan sesuatu sebagai sebab, kecuali jika sesuatu tersebut terbukti sebagai sebab, baik secara syar’i maupun qadari (kauni).”

Maksudnya, sebab atau usaha apapun yang kita ambil dalam berbagai permasalahan, termasuk usaha menangani wabah corona, haruslah terbukti secara syar’i atau qadari. Jadi, kita tidaklah boleh melakukan suatu usaha, kecuali jika usaha tersebut terbukti sebagai sebab, baik terbukti secara syar’i maupun secara qadari (kauni).

Sebab syar’i dan sebab qadari

Maksud dari sebab syar’i adalah harus ada dalil dari Al-Qur’an atau As-Sunnah yang shahih bahwa sesuatu itu merupakan sebab untuk mencapai suatu manfa’at atau menghindari (menolak) mudharat.

Maksud dari sebab qadari adalah terbukti secara ilmiah atau berdasarkan pengalaman yang jelas dan ilmiah bahwa sesuatu itu merupakan sebab.

1. Contoh sebab syar’i

Sebab terbesar menangani wabah virus corona adalah dengan bertaubat kepada Allah Ta’ala, karena musibah itu disebabkan dosa dan karena tujuan ditaqdirkan ada wabah adalah agar kita bertaubat kepada Allah Ta’ala, merendahkan diri, berdoa kepadaNya, tunduk serta taat kepada-Nya dan mengesakan-Nya.

Dalil-dalil contoh sebab syar’i

Dalil pertama, dalam Al-Qura’n Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ أَوَلَوۡ جِئۡتُكَ بِشَيۡء مُّبِين 

“Musa berkata, ‘Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendati pun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?’” (QS. Asy-Syura: 30)

Ath-Thabari rahimahullah dalam kitab tafsirnya yang terkenal menuliskan, 

وما يصيبكم أيها الناس من مصيبة في الدنيا في أنفسكم وأهليكم وأموالكم {فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ }. يقول: فإنما يصيبكم ذلك عقوبة من الله لكم بما اجترمتم من الآثام فيما بينكم وبين ربكم ويعفو لكم ربكم عن كثير من إجرامكم ,فلا يعاقبكم بها

“(Wahai manusia), musibah apa pun yang menimpa kalian di dunia, yang menimpa diri kalian, keluarga kalian, serta harta kalian, {maka itu disebabkan dosa yang diperbuat tangan kalian}. Maknanya, musibah itu menimpa kalian sebagai hukuman dari Allah untuk kalian, karena dosa-dosa yang kalian lakukan antara kalian dengan Allah. Rabb kalian pun memaafkan banyak dari perbuatan dosa kalian sehingga Dia tidak menyiksa kalian (karenanya).”

Dalil kedua, Allah Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ 

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 41)

Para ahli tafsir rahimahullah menafsirkan kerusakan dalam ayat tersebut dengan berbagai macam penafsiran. Kalau disimpulkan, intinya adalah seluruh perkara yang rusak, tidak baik dan tidak bermanfaat bagi manusia, baik kerusakan yang bersifat konkret atau abstrak, baik kerusakan pada perbuatan manusia maupun kerusakan hasil taqdir Allah karena sebab dosa manusia, baik kerusakan yang ada pada diri, harta, binatang, maupun tumbuhan.

Ahli tafsir mencontohkan seperti penyakit (wabah), kesulitan pangan (nafkah), banyaknya kemaksiatan, kerusakan tanaman (buah-buahan), kekeringan, kematian binatang, banyaknya rasa takut, ditinggalkannya amar ma’ruf nahi mungkar, banjir, angin kencang, serta bencana alam lainnya.

Allah jelaskan dalam ayat yang agung ini tentang hikmah dan maksud adanya musibah dan kerusakan di muka bumi ini. Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan (لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ)  dengan makna,

عقوبة بعض الذي عملوا من الذنوب

“Supaya Kami membuat mereka merasakan hukuman (sebagai akibat dari) sebagian dosa yang mereka lakukan.”

Ath-Thabari rahimahullah berkata,

)لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ) يقول :كي ينيبوا إلى الحقِّ، ويرجعوا إلى التوبة، ويتركوا معاصي الله

“(Agar mereka kembali), maksudnya agar mereka kembali kepada kebenaran dan kembali bertaubat serta meninggalkan kemaksiatan kepada Allah.”

Kesimpulan ayat ini, munculnya berbagai musibah dan kerusakan di muka bumi ini disebabkan karena dosa yang diperbuat oleh manusia. Hikmahnya adalah supaya mereka merasakan hukuman (akibat) dari sebagian dosa yang mereka lakukan agar mereka kembali ke jalan yang benar. Meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dan bertaubat kepada Allah.

Dalil ketiga, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَآ إِلَىٰٓ أُمَم مِّن قَبۡلِكَ فَأَخَذۡنَٰهُم بِٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ لَعَلَّهُمۡ يَتَضَرَّعُونَ ٤٢

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al-An’am: 42)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan al-ba’saa’ (ٱلۡبَأۡسَآءِ) dengan “kefakiran dan kesulitan nafkah” dan adh-dharraa’ (ٱلضَّرَّآءِ) dengan “penyakit dan derita”. Al-Baghawi rahimahullah menafsirkan al-ba’saa’ (ٱلۡبَأۡسَآءِ) dengan “kesulitan dan kelaparan” dan adh-dharaa’ (ٱلضَّرَّآءِ) dengan “penyakit yang lama (menahun)”.

Adanya hikmah adanya hukuman penyakit tersebut disebutkan oleh perkataan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan (لَعَلَّهُمۡ يَتَضَرَّعُونَ) dengan,

أي: يدعون الله ويتضرعون إليه ويخشعون

“Maksudnya, mereka berdoa kepada Allah, ’merendahkan diri’ dengan mengakui dosa dan bertaubat, serta khusyuk.”

Kesimpulan, munculnya berbagai hukuman musibah yang Allah timpakan kepada sebuah umat, berupa penyakit, kemelaratan, dan kesulitan nafkah itu ada hikmah dan tujuan tertentu. Yaitu agar manusia bertaubat, memohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri, taat kepada Allah dan mengesakan-Nya.

Di samping itu, sebab syar’i lainnya untuk menangani wabah virus corona adalah dengan memperbanyak dzikir yang memang ada dalil shahihnya, seperti dzikir pagi sore, dzikir keluar rumah, dzikir singgah di sebuah tempat, dan selainnya. Juga semangat mempelajari ilmu syar’i, memperbanyak ibadah sunnah setelah ibadah wajib, seperti shalat malam, dan lainnya.

2. Contoh sebab qadari

Dalam menangani virus corona kita harus pula mengambil sebab qadari sebagaimana arahan pemerintah dan ahli medis, seperti:

Tidak mendatangi tempat wabah, menutup wadah makanan dan minuman, mengucapkan salam saja ketika berjumpa dengan teman tanpa berjabat tangan, meminimalisir aktifitas keluar rumah, meminimalisir pertemuan-pertemuan yang tidak wajib, benar-benar memperhatikan kebersihan, cuci tangan dengan antiseptik, menjaga jarak dengan sesama, memakai masker, dan selainnya.

Intinya, kita kembalikan sebab qadari tersebut kepada ahlinya, dalam hal ini adalah arahan medis dari pemerintah, para tenaga medis, dan lembaga resmi yang berkompeten lainnya.


Khusus terkait dengan penanganan wabah virus corona yang mendunia ini, maka perlu memperhatikan kaidah yang terdapat dalam An-Nisa’: 83 tentang menyebarkan ataupun menviralkan suatu berita, baik bentuknya pengumuman, himbauan maupun arahan yang berdampak menyebarkan rasa takut, atau rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Apalagi terkait dengan ancaman nyawa banyak orang. Kaidahnya adalah mengembalikan ke ulama dan pemerintah, karena mengikuti ulama dan pemerintah adalah sebab keberkahan. Dan hakikatnya adalah keberkahan melaksanakan Al-Qur’an. Ini adalah sebab yang sangat besar agar kita selamat menghadapi musibah ini, meski -misalnya- banyak kekurangan secara sebab qadari.

Renungan 

Sebab syar’i itu lebih utama dari sebab qadari (medis), meski keduanya sama-sama penting untuk diambil.

Ingat, sebab syar’i dan qadari itu sama-sama pentingnya. Hanya saja tingkat kepentingannya bertingkat-tingkat antar keduanya. 

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah menyatakan dalam kitab Al-Asbab Asy-Syar’iyyah An-Naji’ah (hal. 3), “Hendaknya seseorang tidak mencukupkan diri dengan sebab medis saja dalam menangani virus corona, dan bahkan mengambil sebab syar’i itu lebih utama dalam menangani wabah corona ini dan wabah selainnya. Dan penetapan pengaruh sebab syar’i itu pasti benarnya, karena sumber penetapannya adalah wahyu Allah.”

Sobat, sungguh benar apa yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah, apalagi terkadang sebagian sebab medis itu sifatnya uji coba yang tidak ada kepastian pengaruhnya. Jika demikian maka, 

Sebab terbesar yang harus kita ambil

Sebab terbesar yang harus kita ambil adalah bertaubat kepada Allah Ta’ala dari seluruh dosa, terutama syirik besar dan setingkatnya. Hal ini karena syirik besar adalah dosa terbesar yang ancaman bagi pelakunya jika mati dan tidak bertaubat adalah berada kekal di neraka.

Dan bertaubat dari syirik itu dengan cara bertauhid dengan benar dan tidak mungkin orang bisa masuk surga tanpa bertauhid. Sedangkan contoh syirik besar adalah takut kepada jin, makhluk halus penguasa pantai, atau roh yang diyakini mampu menimpakan musibah tanpa sebab sebagaimana Allah menimpakan musibah dan mampu mengatur kematian dan kehidupan manusia.

Ritual menyembelih hewan yang dipersembahkan untuk mayit atau jin saat membangun bangunan atau saat panen laut atau saat ada wabah. Atau berdoa (istighatsah) kepada kuburan untuk tolak balak.

Bertaubat dari Syirik Kecil

Bertaubat dari syirik kecil, karena dosa syirik kecil itu lebih besar dari dosa besar (secara jenis dan secara umum). Syirik kecil seperti riya’, mencintai harta secara berlebihan (sehingga dia marah atau ridha hanyalah karena harta, meskipun harus sampai bermaksiat untuk mendapatkannya), bersumpah dengan menyebut nama selain Allah, memakai jimat gelang, kalung, pusaka yang dikeramatkan untuk tolak balak, dan semisalnya.

Bertaubat dari bid’ah

Bertaubat dari bid’ah, yaitu beragama atau beribadah dengan cara yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena bid’ah adalah dosa besar yang terbesar, karena hakikatnya pelaku bid’ah membuat-buat ajaran sendiri dalam beribadah.

Termasuk juga wajibnya bertaubat dari bid’ah dalam ritual doa tolak bala’ yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bertaubat dari dosa besar dan dosa kecil

Bertaubat dari dosa besar, seperti ghibah, menenggak minuman memabukkan, mencuri, membunuh, merampok, berzina, dan korupsi. Selain itu, kita juga harus bertaubat dari dosa kecil.

Sobat, setinggi apapun iman seseorang, tetaplah wajib bertaubat dari dosa sekecil dan sesedikit apapun, apalagi jika dosanya banyak dan besar, lebih-lebih lagi saat kondisi wabah menimpanya.

Seseorang wajib segera bertaubat dari seluruh dosa, karena mati itu suatu hal yang pasti datangnya kepada setiap orang, sedangkan corona belum tentu datang mengenai setiap orang.

Maka semestinya seseorang lebih takut mati dalam keadaan tidak sempat bertaubat dari dosa daripada takut terhadap virus corona. Dan seseorang tidaklah bisa bertaubat dengan baik, kecuali dengan berilmu syar’i. Maka pelajarilah syari’at Islam ini terutama ilmu yang fardhu ‘ain, sebuah ilmu yang kalau tidak dipelajari akan terancam terjatuh pada dosa, seperti ilmu tauhid (aqidah dasar), fiqih shalat lima waktu, tentang larangan yang haram, dan lainnya. 

Semoga Allah segera menghilangkan wabah corona ini dan menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid dan bertakwa dengan sempurna. Aamiin.

(Selesai)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55949-atasi-corona-dengan-bertauhid-yang-sempurna-bag-4.html

Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari-5)

Allah swt Berfirman :

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Ali ‘Imran:133)

أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ

“Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.” (QS.Al-Mu’minun:61)

إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ

“Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS.Al-Anbiya’:90)

Setiap kali mendengar ayat-ayat ini, tentu kita akan memandangi diri kita dengan penuh penyesalan dan rasa sedih. Berbagai pertanyaan akan muncul di benak kita yang sedang berkaca.
“Apakah kita termasuk bersama mereka yang berlomba menjalankan seruan Allah dan meninggalkan larangan-Nya? Atau posisi kita bersama orang-orang yang bermalas-malasan, sibuk dengan urusan dunianya dan tidak memandang serius urusan akhiratnya?”

“Apakah kita memandang sholat di awal waktu sebagai sesuatu yang penting sehingga kita selalu berusaha menunaikan sholat di awal waktunya? Ataukah kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebut Al-Qur’an sebagai kaum munafik karena meremehkan sholatnya?”

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا

“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS.An-Nisa’:142)

“Apakah kita termasuk orang-orang yang berlomba untuk berbakti kepada orang tua dengan penuh tawadhu’ dan merendahkan diri ? Ataukah kita tergolong dari mereka yang selalu membuat murka dan menyengsarakan hati orang tua ?”

“Mari kita berkaca ! Apakah kita termasuk orang-orang yang berlomba untuk membantu orang yang membutuhkan demi menunaikan hak mereka dan demi meraih Kerelaan Allah? Atau kita termasuk orang yang tak peduli dan lebih memilih menumpuk harta?”

Ayat-ayat di atas bukan hanya mengajak kita untuk berbuat kebaikan, namun ayat-ayat itu mendorong kita untuk bergegas melakukan kebaikan. Bukankah dalam ayat lain Allah swt Berfirman :

فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS.Al-Ma’idah:48)

Mari kita berlomba untuk melakukan kebaikan. Selagi kita masih memiliki kesempatan. Selagi pintu-pintu kebaikan itu masih terbuka dan waktu masih tersisa.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Virus Corona, Ramadhan, dan Perubahan Tradisi Muslim Sedunia

Penyebaran wabah virus corona atau Covid-19 telah mengisolasi miliaran penduduk di seluruh dunia. Sehingga bulan suci Ramadhan tahun ini yang dijadwalkan akan dimulai sekitar hari Kamis atau Jum’at 23-24 April mungkin terlihat sangat berbeda. Berikut ini adalah beberapa dampak virus corona selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri terhadap perubahan tradisi muslim sedunia, sebagaimana dirilis oleh Middle East Eye pada Senin (6/4).

Tradisi Tahunan di bulan Ramadhan

Bagi umat Islam di seluruh dunia, Ramadhan adalah salah satu bulan paling dihormati tahun ini. Diyakini bahwa selama bulan kesembilan dari kalender Islam ini, Tuhan menurunkan ayat pertama dari kitab suci Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad.

Banyak dari 1,6 miliar Muslim di dunia diperkirakan akan berpuasa setiap hari, tidak makan dan minum dari matahari terbit hingga terbenam sebagai tindakan ibadah. Islam mengikuti kalender lunar, yang berarti tanggal Ramadhan berubah setiap tahun. Orang Muslim percaya bahwa melalui puasa, mereka dapat memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan, mempraktikkan kemauan dan berempati dengan mereka yang kurang beruntung.

Setiap hari dalam sebulan, Muslim yang taat juga akan mencoba untuk berhubungan kembali dengan iman mereka melalui ibadah, seperti sholat, membaca Quran dan memberi amal, serta menyalakan kembali hubungan dengan teman dan keluarga.

Berbuka puasa saat matahari terbenam biasanya merupakan kebersamaan bagi umat Islam di bulan Ramadhan, dengan orang-orang berkumpul di rumah atau di ruang publik untuk makan bersama.

Jam-jam puasa tergantung pada matahari terbit dan terbenam, yang memengaruhi panjangnya dari satu tempat ke tempat lain. Tahun ini, misalnya, puasa akan berlangsung lebih lama di London Inggris daripada di Sydney Australia.

Mereka yang berpuasa akan sering begadang untuk memaksimalkan jam ketika makan dan minum diizinkan. Sebagaimana tradisi puasa, bangun untuk sahur, makanan sebelum fajar, yang berfungsi sebagai alternatif untuk sarapan.

Seorang wanita Palestina berdoa di Masjid al-Aqsa di Yerusalem pada Mei 2019 (AFP)

Diyakini bahwa Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad pada salah satu dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan, yang dikenal sebagai “Malam Lailatul Qadr”. Beberapa Muslim memilih untuk tinggal dan tidur di masjid selama hari-hari terakhir ini, untuk fokus sepenuhnya pada peningkatan pengetahuan agama mereka.

Ramadhan Tahun 2020 akan Berbeda?

Umat ​​Muslim yang mengamati Ramadhan menggunakan beberapa minggu menjelang pertemuan untuk memastikan dapur mereka dipenuhi bahan makanan tradisional.

Di Timur Tengah dan di tempat lain adalah musim yang tepat untuk berbelanja karena toko-toko menyediakan makanan tradisional dan dekorasi bertema. Jalanan dipenuhi dengan lentera yang meriah dan lampu warna-warni. Sementara penduduk menghiasi rumah mereka dengan ornamen, beberapa berbentuk bulan sabit dan bintang, untuk menandai awal bulan.

Tahun ini, jam malam dan lockdown yang diberlakukan di beberapa negara, serta mengurangi jam buka, berarti bahwa banyak Muslim akan berjuang untuk mempersiapkan seperti biasa untuk bulan Ramadhan. Di Mesir, misalnya, pemerintah telah memberlakukan jam malam dari jam 19:00 sampai 06:00.

Banyak toko melihat kekurangan makanan karena rak-rak telah dibersihkan dari barang-barang kebutuhan pokok. Beberapa pemilik toko juga menjatah jumlah produk yang dapat dibeli oleh setiap pelanggan, membuat belanja untuk keluarga yang lebih besar menjadi sulit.

Bisnis juga akan terpengaruh oleh perubahan. Banyak yang telah mengalami penurunan laba sebagai akibat dari perintah untuk melakukan isolasi sendiri di rumah, dan beberapa harus ditutup tanpa batas waktu. Langkah-langkah baru untuk menangani pandemi ini termasuk mengurangi tingkat kepegawaian dan membatasi stok. Sehingga pelaku bisnis berjuang untuk mendapatkan pasokan dari pedagang besar.

Meja diatur di jalan-jalan agar para jamaah berbuka puasa (AFP)

Bisnis independen dan penjual pasar cenderung menjadi yang paling terpukul oleh pandemi karena Ramadhan biasanya merupakan periode kunci bagi toko roti, restoran, dan penjual kerajinan. Selama bulan suci, menu termasuk camilan musiman, sementara pasar menjual produk unik untuk bulan itu, termasuk kacang dan kurma.

Bagaimana virus corona memengaruhi puasa?

Puasa selama bulan Ramadhan adalah wajib. Pengecualian dibuat untuk anak-anak, wanita yang sedang hamil, menstruasi, menyusui dan orang-orang yang sakit atau bepergian. Mereka yang mengalami gejala Covid-19 mungkin tidak harus berpuasa selama bulan Ramadhan, jika mereka tidak mampu secara fisik.

Hari-hari di Ramadhan biasanya dimulai di banyak komunitas sebelum subuh. Di gang-gang sempit di Timur Tengah selama Ramadhan, gendang pemukul kadang-kadang terdengar pada dini hari. Ini adalah musaharati yang membangunkan penduduk tepat waktu untuk sahur subuh dan mengucapkan semoga bulan penuh berkah bagi penduduk. Di beberapa lingkungan yang berhubungan erat, musaharati bahkan memanggil anak-anak dengan nama masing-masing. Tahun ini suara musaharati dapat dibungkam karena mereka mematuhi peraturan lockdown.

Pada siang hari itu sendiri, sebagian besar umat Islam yang merayakan puasa terus bekerja dan bersekolah, sambil tidak makan.

Tapi pandemi virus corona telah memaksa ribuan sekolah tutup dan jutaan orang bekerja dari rumah. Ini bisa membawa sedikit kelegaan bagi beberapa dari mereka yang berpuasa: jam-jam yang biasanya dihabiskan untuk bepergian ke dan dari tempat kerja dapat digunakan untuk mengejar ketinggalan tidur yang hilang pada malam hari.

Berbuka Puasa Ramadhan

Ramadhan adalah kegiatan yang sangat komunal sepanjang bulan, tetapi hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pandemi virus corona.

Iftar (Indo: takjil), secara harfiah diterjemahkan sebagai “berbuka puasa”  adalah makanan yang sangat dinanti-nantikan yang sering dibagikan dengan keluarga besar dan teman-teman.

Saat masjid-masjid terisi penuh selama Ramadhan, orang-orang berduyun-duyun ke halaman (AFP)

Penyebaran Covid-19 kemungkinan akan menghentikan keluarga dan kelompok yang lebih besar untuk berkumpul, karena pemerintah di seluruh dunia mendesak orang untuk secara fisik menjauhkan satu sama lain. Ini juga dapat mencegah mereka yang tinggal di rumah tangga yang lebih kecil, yang sering diundang untuk bergabung dalam pertemuan yang lebih besar, dari melakukannya.

Seringkali organisasi atau individu amal mendirikan tenda atau stand besar di mana umat Islam dapat berkumpul dan berbuka puasa. Hidangan berbuka ini terbuka untuk semua orang, yang memungkinkan orang yang kurang beruntung juga ikut makan bersama. Tidak diketahui nanti apa yang akan terjadi dengan ini.

Juga kemungkinan akan terpengaruh adalah sahur sebelum fajar, yang beberapa organisasi Timur Tengah gunakan untuk menggantikan acara sosial kantor atau acara pers yang kalau tidak akan terjadi pada siang hari.

Untuk mengatasi batasan jarak sosial, beberapa organisasi dan masjid telah membuat webinar online dan konferensi video. Salah satu contohnya adalah Proyek Tenda Ramadhan Inggris, yang biasanya menyelenggarakan buka puasa terbuka setiap Ramadhan. Tahun ini akan menjadi tuan rumah webinar online untuk menjawab pertanyaan spiritual dan menawarkan saran tentang cara mendapatkan manfaat dari bulan suci.

Ibadah Selama Masa Pandemi

Setiap malam selama bulan Ramadhan, sholat Tarawih berlangsung di masjid-masjid di seluruh dunia. Ibadah bersama ini dilakukan dengan keyakinan bahwa ada pahala yang lebih besar untuk doa yang dilakukan dalam jemaah.

Namun tahun ini, banyak masjid di Timur Tengah, seperti Masjid An Nabawi di Arab Saudi, telah menutup pintu mereka untuk mencegah penyebaran virus.

Di Inggris, Dewan Muslim Inggris (MCB) telah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan harus ada penangguhan segera layanan doa jika wabah terus pada tingkat yang diproyeksikan. Di AS, Masyarakat Muslim Wilayah All Dulles mengatakan semua sholat berjamaah lima hari akan dibatalkan di 10 masjid di tengah ancaman virus.

Beberapa masjid, termasuk Masjid Atlanta di AS, telah mulai menyiarkan khutbah. Ritual virtual ini dapat berlanjut selama bulan Ramadhan sehingga doa dapat diamati dari keamanan rumah para jemaah.

Di beberapa bagian Timur Tengah, azan atau panggilan untuk shalat, yang diperbesar dari masjid lima kali sehari, telah digunakan untuk mendorong orang agar tetap aman. Di Kuwait, panggilan telah diubah untuk memasukkan frasa “sholatlah di rumahmu” dan bukan “datanglah untuk sholat”.

Seorang pria berjalan menyusuri jalan untuk membangunkan penduduk setempat untuk makanan dan doa (AFP)
Virus corona dan Ibadah Haji

Bulan-bulan sebelum dan selama bulan Ramadhan adalah beberapa yang tersibuk untuk perjalanan ke kota suci Mekah, tempat kelahiran Nabi Muhammad, di Arab Saudi. Ini menarik jutaan Muslim dari seluruh dunia, yang sering menabung selama bertahun-tahun untuk menyelesaikan umrah, yang memungkinkan mereka untuk berhubungan kembali dengan iman serta mencari pengampunan dan berdoa untuk kebutuhan mereka.

Biasanya peziarah perlu memberikan bukti vaksinasi meningitis ketika memasuki kerajaan – tetapi penyebaran virus corona telah meningkatkan jumlah langkah.

Pada 27 Februari, Arab Saudi untuk sementara menangguhkan perjalanan ke situs-situs paling suci di negara itu di tengah kekhawatiran hal itu akan mendorong penyebaran virus corona, membuat agen-agen perjalanan berebut dan mengatur ulang pemesanan. Banyak peziarah membatalkan perjalanan mereka.

Awal bulan ini, Masjidil Haram Mekah dikosongkan dan dibersihkan untuk melindungi dari penyebaran virus.

Pengaruh Bentuk Ibadah Lain 

Beberapa Muslim berkumpul secara teratur untuk pengetahuan lebih lanjut tentang iman mereka dalam lingkaran studi yang dikenal sebagai halaqah. Praktik ini kembali ke zaman Nabi, ketika tradisi berbagi pengetahuan memungkinkan umat Islam untuk belajar dan mengajukan pertanyaan.

Ini meningkatkan frekuensi selama bulan Ramadhan. Diskusi dirancang agar sesuai dengan demografi para peserta. Doa dan permohonan juga biasanya dilakukan dalam sidang selama perhimpunan.

Banyak masjid akan menawarkan alternatif online, seperti platform konferensi video atau streaming langsung, sebagai pengganti tradisi yang telah berusia berabad-abad.

Amal selama Wabah

Inti dari bulan Ramadhan adalah kegiatan amal dan membantu mereka yang kurang beruntung. Umat ​​Muslim percaya ini adalah kunci iman mereka dan bahwa ada peningkatan berkah untuk tindakan kebaikan selama bulan itu.

Acara penggalangan dana biasanya diselenggarakan di sekitar acara-acara komunal, seperti jam buka puasa besar atau setelah sholat berjamaah.

Biasanya, relawan mengumpulkan sumbangan untuk mengemas tas makanan Ramadhan bagi mereka yang kurang mampu. Tahun ini, kekurangan bahan makanan penting seperti nasi, pasta, dan lentil, serta pembatasan perpindahan. Ini berarti rumah tangga dengan sedikit atau tanpa pendapatan kemungkinan akan menderita.

Di negara-negara tertentu yang dilanda krisis ekonomi, seperti Mesir, Ramadhan seringkali merupakan satu-satunya waktu dalam setahun di mana beberapa keluarga dapat makan daging jika, misalnya, potongan ayam dicampur dengan beras.

Menurut Muslim Charities Forum (MCF), umat Islam menyumbangkan setidaknya £ 160 juta [$ 160 juta] atau sekitar 2,6 miliar rupiah untuk kegiatan amal selama bulan suci. Tahun ini, berharap banyak penggalangan dana dilakukan melalui situs-situs donasi online.

Pengaruh ke Tradisi Ramadhan lain

Meskipun banyak Muslim fokus selama bulan suci pada penguatan iman mereka dan menghindari gangguan duniawi, tetapi ketika Ramadhan serial TV menemukan pemirsa prime-time.

Jumlah pemirsa dapat meroket, karena pengikut menemukan gangguan sambil menunggu berbuka puasa. Drama mencengkeram setiap hari, dengan para pemain besar, secara khusus diproduksi untuk disiarkan selama sebulan, mengantisipasi audien global yang besar.

Hotel-hotel di Timur Tengah dan Afrika Utara juga menyelenggarakan buka bersama secara besar, diikuti dengan hiburan. Sementara konser dan festival juga merupakan fitur utama bulan ini. Harapkan ini juga terkena dampak pandemi.

Idul Fitri di Tengah Wabah Virus Corona

Ramadhan berakhir dengan penampakan bulan purnama berikutnya yang menandai datangnya Hari Raya Idul Fitri.

Sholat berjamaah awal, yang diadakan pada pagi pertama Idul Fitri, menyatukan masyarakat untuk bertemu, berdoa dan makan di siang hari untuk pertama kalinya dalam sebulan.

Di sebagian besar kawasan Timur Tengah, Idul Fitri adalah hari libur nasional, waktu untuk makanan dan perayaan. Hari di mana anak-anak mengenakan pakaian baru, menerima uang atau hadiah dan makan permen. Keluarga biasanya menyelenggarakan hari libur, diisi dengan kegiatan untuk anak-anak dan pertemuan sosial untuk orang dewasa.

Orang dewasa dan anak-anak mengejar balon setelah sholat subuh di Kairo (AFP) dini hari

Rumah-rumah dihiasi dengan lampu, bendera, dan papan bertuliskan “Idul Fitri” untuk menandai hari raya tersebut. Tetapi, karena pandemi virus corona, Idul Fitri kemungkinan akan terpengaruh lebih dari Ramadhan tahun ini.

Sementara tradisi dasar Ramadhan dapat diamati di rumah, termasuk sholat jamaah melalui streaming, Idul Fitri biasanya ketika umat Islam pergi untuk merayakan, mengunjungi keluarga dan teman-teman dan kembali ke kehidupan sehari-hari yang normal. Demikian perkiraan dampak virus corona selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri. (MZN)

IQRA

Amalan di Bulan Ramadhan (5-Habis)

Ada beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa dilakukan.

Ada beberapa perbuatan baik dan amalan di bulan Ramadhan yang bisa dilakukan. Di antaranya yaitu:

f. Melaksanakan ibadah umroh

Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan adalah melaksanakan ibadah umroh. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa nilai pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah haji. “Umrah di bulan Ramadhan sama dengan ibadah haji.”

Namun, sebagaimana sholat tarawih, umroh di bulan Ramadhan pada tahun ini (1441 H / 2020 M) juga tidak dianjurkan. Bahkan, dilarang oleh Pemerintah Arab Saudi. Dan, larangan itu sudah dilakukan sejak Februari lalu, jauh sebelum Ramadhan.

Hal ini karena umat Islam di sejumlah negara sedang dilanda wabah virus corona (covid-19). Sehingga, larangan umroh dimaksudkan untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

g. Memperbanyak Itikaf

Itikaf dalam bahasa adalah berdiam diri atau menahan diri pada suatu tempat, tanpa memisahkan diri. Sedang dalam istilah syar’i, itikaf berarti berdiam di Masjid untuk beribadah kepada Allah SWT dengan cara tertentu, sebagaimana telah diatur oleh syariat.
 
Itikaf merupakan salah satu perbuatan yang dikerjakan Rasulullah SAW, seperti yang diceritakan oleh Aisyah RA: “Sesungguhnya Nabi SAW selalu i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau.” (Muttafaqun alaih).

Namun, Sama dengan ibadah sholat tarawih dan umroh yang pada Ramadhan tahun ini (1441 H / 2020 M) tidak dianjurkan, memperbanyak itikaf di masjid pada Ramadhan tahun ini juga tidak dianjurkan. Sebab, pemerintah dan ulama di sejumlah negara mengeluarkan imbauan untuk tidak mengadakan ibadah dalam bentuk keramaian, termasuk di masjid.

Demikianlah beberapa ibadah penting yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Ramadhan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang mendapat taufik dari Allah SWT untuk mengamalkannya, dan mendapatkan kebaikan serta keberkahan bulan Ramadhan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengapa Kita Perlu Mempelajari Al-Aqidah Al-Wasithiyah?

Alim ulama dan penuntut ilmu tidaklah asing dengan kedudukan risalah al-Aqidah al-Wasithiyah yang merupakan karya Syaikh al-Islam Ahmad bin Abdil Haliim Ibnu Taimiyah rahimahullah. Meskipun ringkas, risalah ini menjelaskan prinsip-prinsip keimanan dan akidah yang menjadi pijakan generasi terbaik umat ini dengan sangat baik, sehingga dikatakan bahwa setiap keyakinan yang bertentangan dengan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyah dalam risalah ini berarti telah menyelisihi jalan yang lurus.

Di masa yang semakin jauh dari masa kenabian Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam, dimana semakin banyak kesesatan dalam akidah, maka kaum muslimin perlu mempelajari rincian akidah dan prinsip iman yang tertuang dalam risalah ini. Setidaknya ada empat alasan yang mendasari hal tersebut.

Pertama

Kandungan risalah ini berpijak pada al-Qur’an al-Karim, as-Sunnah, dan ijmak salaf, dalam lafazh dan maknanya. Syaikh al-Islam telah menerangkan keistimewaan itu ketika terjadi debat yang berlangsung antara beliau dan orang yang menentang risalah ini.

Beliau rahimahullah mengatakan,

وأنا تحريت في هذه العقيدة اتباع الكتاب والسنة

“Saya berupaya mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dalam menyusun kitab al-Aqidah al-Wasithiyah ini.” [Majmuu’ al-Fataawa, 3: 165]

Beliau rahimahullah juga mengatakan,

وكلّ لفظ ذكرته، فأنا أذكر به آية، أو حديثاً، أو إجماعاً سلفياً

“Saya senantiasa menyertakan ayat al-Quran, hadits, dan ijmak salaf untuk mendukung setiap lafazh yang disampaikan dalam risalah ini.” [Majmuu’ al-Fataawa, 3: 189]

Kedua

Kandungan risalah ini merupakan hasil dan buah penelitian Syaikh al-Islam terhadap akidah salaf terkait Tauhid Asma’ wa Shifat dan prinsip keimanan yang mencakup keimanan pada hari akhir, takdir, sikap terhadap sahabat Nabi, dan pokok akidah dan keimanan lainnya. 

Beliau rahimahullah mengatakan,

ما جمعت إلا عقيدة السلف الصالح جميعهم

“Dalam risalah ini, saya hanya mengumpulkan seluruh akidah yang diyakini generasi salaf.” [Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169]

Ketiga

Ibnu Taimiyah rahimahullah telah mengerahkan jerih payah dalam mengompilasi thariqah, jalan beragama yang ditempuh oleh al-Firqah an-Naajiyah al-Manshuurah, Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, dalam risalah al-Aqidah al-Wasithiyah ini dengan sangat teliti. Bahkan beliau memberikan waktu bagi berbagai pihak yang tidak menyetujui risalah ini agar bisa mendatangkan hujjah bahwa akidah yang ditulis dalam risalah itu tidak sejalan dengan akidah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum.

Beliau rahimahullah mengatakan,

قد أمهلت كل من خالفني في شيء منها ثلاث سنين فإن جاء بحرف واحد عن أحد من القرون الثلاثة -التي أثنى عليها النبي صلى الله عليه وسلم حيث قال: «خير القرون القرن الذي بعثت فيه ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم»- يخالف ما ذكرته فأنا أرجع عن ذلك

“Saya telah memberikan waktu tiga tahun kepada setiap orang yang tidak menyetujui apa yang tertulis dalam risalah ini. Apabila ia mampu mendatangkan satu bukti yang menyelisihi isi risalah ini dari tiga generasi terbaik umat yang dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya saya akan rujuk.” [Majmuu’ al-Fataawa, 3: 169]

Keempat  

Meskipun risalah ini tipis, namun isinya mencakup sebagian besar permasalahan akidah dan pokok-pokok akidah, yang dilengkapi dengan perilaku dan akhlak yang musti dijalani oleh Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah.

Risalah ini banyak dipuji oleh alim ulama, di antara mereka adalah:

  • Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan,

وقع الإتفاق على أن هذه معتقد سلفي جيد

“Ada kesepakatan bahwa apa yang tertuang dalam risalah al-Aqidah al-Wasithiyah adalah mu’taqad salafi yang benar.” [al-Uqud ad-Durriyah, hlm. 212]

  • Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan,

وقع الإتفاق على أن هذه عقيدة سلفي سنية سلفية

“Ada kesepakatan bahwa akidah yang tertuang dalam risalah ini adalah akidah sunniyah salafiyah.” [ad-Dzail ‘alaa Thabaqaat al-Hanaabilah, 2: 396]

  • Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy rahimahullah mengatakan,

جمعت على اختصارها ووضوحها جميع ما يجب اعتقاده من أصول الإيمان وعقائده الصحيحة

“Dengan keringkasan isi dan kejelasan bahasa, risalah ini mengumpulkan seluruh keyakinan dalam pokok-pokok keimanan dan akidah shahihah yang wajib diyakini.” [at-Tanbiihaat al-Lathiifah, hlm. 6]

Alasan-alasan di atas setidaknya cukup memotivasi kaum muslimin untuk mempelajari risalah ini agar tidak keluar dari jalan yang lurus, karena setiap orang yang mempelajari isi risalah al-Aqidah al-Wasithiyah maka dia telah menguasai pokok-pokok keimanan yang menjadi inti Rukun Iman. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Firanda Andirja hafizahullah [Kajian Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah].

Demikian yang dapat dituliskan. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55955-mempelajari-al-aqidah-al-wasithiyah.html

Bolehkah Petugas Medis Covid19 yang Memakai APD Tidak Berpuasa Ramadhan?

Di masa pandemi corona atau COVID 19 ini tentu peran para petugas medis menjadi sangat vital sebagai garda depan dalam pananggulangan wabah ini. Lalu di bulan Ramadhan ini apakah mereka para petugas medis COVID 19  yang memakai Alat Perlindungan Diri (APD) boleh tidak berpuasa Ramdahan?

Boleh Tidak Puasa Ramadhan?

Jawabnya: Ia boleh tidak berpuasa Ramadhan setelah mencoba berpuasa dahulu. Apabila tidak sanggup melanjutkan puasa karena merasakan sangat haus dan lelah setelah memakai APD (alat pelindung diri), sedangkan pada hari itu masih tersisa beberapa jam lagi waktu berbuka puasa dan ia berprasangka kuat khawatir kondisi kesehatan akan menurun, maka ia boleh berbuka puasa (membatalkan puasa) pada hari  itu kemudian mengqadha pada hari yang lain. Hal ini berbeda-beda setiap orang ada yang kuat ada yang tidak kuat, apabila tidak kuat, ia boleh berbuka puasa.

Berikut Pembahasannya

Sebelumnya perlu kami jelaskan bahwa dalam menjelaskan suatu hukum, perlu “tashawwur” atau gambaran kasus yang benar. Apabila “tashawwur” atau gambaran kasusnya yang didapat oleh ustadz atau ulama itu tidak tepat, maka penjelasan hukum (fatwanya) juga tidak tepat. Sebagaimana dalam kaidah fikh,

الْحُكْمَ عَلَى الشَّيْءِ فَرْعٌ عَنْ تَصَوُّرِهِ

Artinya: “Fatwa mengenai hukum tertentu merupakan bagian dari pemahaman orang yang memberi fatwa (terhadap pertanyaan yang disampaikan).”

Misalnya ada pertanyaan: “Ustadz Bagaimana hukum KB (Keluarga berencana) yang diperintahkan membatasi kelahiran?

Tentu sang ustadz akan menjawab: “Hukumnya haram, karena bertentangan dengan anjuran Islam memperbanyak keturunan, tentu dengan memperhatikan nafkah dan pendidikan anak”

Akhirnya menyebarlah fatwa “Hukum KB adalah haram secara mutlak”, padahal gambaran kasus (tashawwur) KB tidaklah demkian. Hukum KB ini dirinci berdasarkan tujuan:

  1. Tahdidun nasl [تحديد النسل] yaitu membatasi kelahiran, ini hukumnya haram
  2. tandzimun nasl  [تنظيم النسل] yaitu mengatur jarak kelahiran, ini hukum boleh bahkan pada beberapa kasus dianjurkan

Demikian juga dengan fatwa mengenai “Shalat berjamaah dan shalat Jumat di masjid ketika musim wabah”. Ustadz atau ulama harus mendapatkan gambaran kasus (tashawwur) yang tepat dari ahli medis sebelum memberikan penjelasan hukumnya.

Gambaran Kasus saat Memakai APD

Kembali lagi ke hukum tenaga medis covid19 yang memakai APD, gambaran kasusnya perlu dijelaskan. Saya pribadi merasakan memakai APD karena spesialisasi saya adalah Patologi Klinik dan bekerja di laboratorium yang memeriksa sampel covid19. Gambaran kasus memakai APD:

  1. APD dipakai sekali saja, ketika dipakai tidak boleh dilepas karena keterbatasan APD
  2. Memakai APD bisa jadi 8 jam atau 12 jam sesuai shifnya, di lab bisa 4 jam saja apabila sampel sedikit
  3. Selama memakai APD sulit untuk minum dan buang air kecil, sehingga menjadi “serba salah”, jika minum banyak khawatir nanti akan buang air. Jika minum sedikit nanti mudah haus
  4. Selama memakai APD akan keluar keringat cukup banyak (elektrolit keluar banyak), terlebih ruangan tidak begitu dingin, kacamata bisa berembun sehingga penglihatan sulit dan itu tidak boleh diperbaiki. Demikian juga jika maka terasa gatal, tidak boleh dikucek dan harus ditahan
  5. Setelah memakai APD sebagian dari kita akan merasakan sangat haus, lapar dan lelah

Apabila kita membahas hukumnya. Ini kembali pada pembahasan “hukum tidak berpuasa Ramadhan karena pekerjaan” 

Jawabanya secara umum: hukum asalnya TIDAK BOLEH meninggalkan puasa Ramadhan karena alasan pekerjaan, karena ini rukun Islam.

Saya mendengar fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan (kurang lebih):

لم يرد في التاريخ أن السلف ترك الصيام لأجل عمل

“Tidak ada dalam sejarah Islam bahwa salaf dahulu meninggalkan puasa (Ramadhan karena alasan pekerjaan)

Berikut fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, yang menjelaskan orang yang bekerja sebagai pembakar roti dan merasakan haus sekali, ia tetap harus berpuasa.

Pertanyaan:

عن رجل يعمل في مخبز ويواجه عطشاً شديداً وإرهاقاً في العمل هل يجوز له الفطر

“Pertanyaan dari seorang yang bekerja sebagai pembakar roti, ia merasakan sangat haus dan lelah ketika bekerja, apakah ia boleh tidak berpuasa Ramadhan?

Jawaban:

لا يجوز لذلك الرجل أن يفطر ، بل الواجب عليه الصيام ، وكونه يخبز في نهار رمضان ليس عذراً للفطر ، وعليه أن يعمل حسب استطاعته

“Tidak boleh bagi orang tersebut berbuka puasa (tidak berpuasa), bahkan wajib baginya berpuasa. Adapun keadaan ia sebagai pembakar roti pada siang Ramadhan bukanlah udzur syar’i . ia wajib bekerja sesuai kemampuannya.” [Fatwa Al-Lajnah 10/238]

Perhatikan bahwa pembuat roti ini bisa mengatur pekerjaannya, ia bisa bekerja siang hari hanya beberapa jam (tidak full) atau memindahkan pekerjaannya pada malam hari. Gambaran kasus ini berbeda dengan petugas medis covid19 yang memakai APD, mereka tidak bisa mengatur jam kerja karena tugasnya adalah 24 jam dan masing-masing akan mendapatkan shif siang hari.

Alasan “khawatir” yang nyata dan kuat adalah alasan yang boleh (udzur syar’i) untuk tidak berpuasa Ramadhan. Petugas medis covid19 memang ada yang khawatir (berprasangka kuat) kondisi kesehatannya akan menurun apabila melanjutkan puasa. Ini adalah alasan dengan kekhawatiran yang nyata dan bukan dibuat-buat.

Salah satu dalil yang boleh tidak berpuasa Ramadhan karena khawatir adalah ibu hamil yang khawatir akan janinnya apabila ia berpuasa. Sang ibu tidak mengkhwatirkan dirinya, tetapi mengkhwatirkan janinnya, padahal di zaman dahulu belum ada alat untuk mengetahui kondisi janin seperti sekarang. Jadi sang ibu hanya mengandalkan “feeling” dan perasaan bahwa apabila ia berpuasa, maka janinnya akan bahaya.

Dalil akan hal ini, hadits berikut:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengugurkan kewajiban bagi musafir untuk berpuasa dan setengah shalat; dan menggugurkan pula kewajiban puasa bagi wanita hamil atau menyusui”. [HR. Tirmidzi]

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan,

والحامل إذا خافت على ولدها: أفطرت، وكذلك المرضع إذا أضر بلبنها

“Ibu yang hamil apabila khawatir akan janinnya, ia boleh tidak berpuasa (Ramadhan), demikian juga dengan ibu menyusui apabila khawatir akan membahayakan air susunya.” [Al-Umm 2/113]

Kesimpulan

Petugas medis covid19 yang memakai APD boleh tidak berpuasa Ramadhan apabila berprasangka kuat khawatir kondisi tubuhnya menurun, lalu mengqadhanya. Hal ini berbeda-beda setiap orang, ada yang kuat menahan dan melanjutkan pausa Ramadhan dan ada yang tidak kuat

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK (Petugas lab covid19 RS Unram)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56234-petugas-medis-covid19-puasa-ramadhan.html

Belajar dari Puasanya Kupu-Kupu

Metamorfosisis kupu-kupu seperti proses manusia yang menjalani puasa.

Kupu-kupu adalah hewan yang sangat indah dan menarik. Sayapnya yang berwarna-warni dengan motif yang sangat rapi serta kelincahannya terbang dari satu bunga ke bunga yang lain, menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengagumi makhluk ini.

Kupu-kupu tak hadir begitu saja ke muka bumi, tapi melalui proses metaformosis dari binatang yang bernama ulat. Menyebut namanya, mungkin ada sebagian orang yang jijik, geli, takut, penyebab kulit gatal, perusak tanaman, dan sebagainya. Ia begitu identik dengan sifat yang tidak baik. Hampir tak ada orang yang mau menyentuhnya.

Namun, ketika seekor ulat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah, semua orang pun berusaha memilikinya dan bahkan mengaguminya. Mereka tak merasa takut dengan seekor kupu-kupu yang sesungguhnya berasal dari ulat. Itulah kupu-kupu. Hewan yang indah dan menarik. Makanannya pun bahan pilihan, dan selalu membantu proses penyerbukan tanaman.

Untuk menjadi kupu-kupu, ulat terlebih dahulu menjadi kepompong. Itulah sebuah metamorfosis, yang dalam bahasa manusianya sedang menjalani puasa, menjauhkan dari dari makan dan minum, menutup dirinya dari hiruk pikuk kehidupan dunia.

Ia begitu mirip dengan cara kita beriktikaf, yaitu merenung diri dan melakukan pertobatan, sehingga keluar menjadi kupu-kupu yang indah, disayang semua orang dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Itulah barangkali gambaran puasa Ramadhan yang diharapkan oleh Allah SWT terhadap orang-orang yang beriman. Kita, umat manusia yang banyak berbuat salah dan dosa, hendaknya biasa belajar dari ulat dan mengubah diri menjadi manusia yang bertakwa dan disayang Allah SWT.

Tipe manusia yang disayang Allah itu adalah; pertama, orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati (tidak sombong) dan apabila orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS Al-Furqan [25]: 63).

Demikianlah gambaran orang mukmin yang berpuasa, senantiasa menyebarkan kelembutan dan keindahan, serta tidak suka berbuat keonaran dan kerusakan, di manapun dia berada. Sebagaimana sifat kupu-kupu yang hinggap di sebuah dahan yang tak akan pernah ada yang patah sekecil apa pun dahan yang dihinggapinya.

Kedua, mereka yang senantiasa mendirikan shalat lima waktu dan shalat tahajjud di malam hari sebagai wujud syukur kepada Allah (Al-Furqan [25]: 64, 73). Seperti kupu-kupu, di manapun seorang mukmin berada, dia akan selalu melaksanakan perintah Allah, menebarkan kasih sayang, dan menolong orang lain. Sebab, ia menyadari bahwa sesungguhnya dirinya hanyalah seorang hamba yang juga tidak memiliki kemampuan apa-apa tanpa anugerah dari Allah SWT.

Ketiga, orang yang berhasil dalam pusanya, ia akan memilih  makanannya dari yang halal dan yang baik-baik saja, layaknya kupu-kupu yang hanya memilih sari madu bunga sebagai makanannya. Orang yang berpuasa dan mukmin sejati, akan senantiasa menjauhkan diri dari yang haram, seperti korupsi, mencuri, menipu, dan lainnya. (QS Al-Baqarah [2]: 168).

(Artikel Hikmah ini dimuat pertama kali di Republika pada 25 Agustus 2010)

Oleh H Jatiman Karim

KHAZANAH REPUBLIKA

Fikih Ringkas Shalat Tarawih

Definisi Shalat Tarawih

Tarawih adalah bentuk jamak dari tarwihah, secara bahasa artinya istirahat sekali. Dinamakan demikian karena biasanya dahulu para sahabat ketika shalat tarawih mereka memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya. Maka ketika sudah mengerjakan empat rakaat, mereka istirahat, kemudian mengerjakan empat rakaat lagi, kemudian istirahat, kemudian mengerjakan tiga rakaat (lihat Lisanul Arab, 2/462, Mishbahul Munir, 1/244, Syarhul Mumthi, 4/10).

Secara istilah tarawih artinya qiyam Ramadhan, atau shalat di malam hari Ramadhan (lihat Al Mughni, 1/455, Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 6/39).

Keutamaan Shalat Tarawih

  1. Shalat tarawih merupakan sebab mendapatkan ampunan dosa-dosa yang telah lalu

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata:

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُرغِّبُ في قيامِ رمضانَ من غير أنْ يأمرَهم فيه بعزيمةٍ، فيقولُ: مَن قامَ رمضانَ إيمانًا واحتسابًا غُفِرَ له ما تَقدَّمَ مِن ذَنبِه

Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memotivasi orang-orang untuk mengerjakan qiyam Ramadhan, walaupun beliau tidak memerintahkannya dengan tegas. Beliau bersabda: “Orang yang shalat tarawih karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari no. 2009, Muslim no. 759).

  1. Orang yang tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk

Dari Abu Dzar radhiallahu’anhu, ia berkata:

قلت: يا رسولَ اللهِ، لو نَفَّلْتَنا قيامَ هذه اللَّيلةِ؟ فقال: إنَّ الرَّجُلَ إذا صلَّى مع الإمامِ حتى ينصرفَ، حُسِبَ له قيامُ ليلةٍ

Aku pernah berkata: wahai Rasulullah, andaikan engkau menambah shalat sunnah bersama kami malam ini! Maka Nabi bersabda: “sesungguhnya seseorang yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. Tirmidzi no. 806, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

  1. Orang yang rutin mengerjakan shalat tarawih, jika wafat maka dicatat sebagai shiddiqin dan syuhada

Dari Amr bin Murrah Al Juhani radhiallahu’anhu, ia berkata:

جاءَ رجلٌ من قُضاعةَ إلى النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقال: إنِّي شهدتُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ، وأنَّكَ رسولُ اللهِ، وصليتُ الصلواتِ الخمسَ، وصُمتُ رَمضانَ وقُمتُه، وآتيتُ الزكاةَ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: مَن ماتَ على هذا كانَ من الصِّدِّيقينَ والشُّهداءِ

Datang seseorang dari gurun kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: aku bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwasanya engkau adalah utusan Allah. Aku shalat 5 waktu, aku puasa Ramadhan dan mengerjakan qiyam Ramadhan, dan aku membayar zakat. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “orang yang mati di atas ini semua, maka ia termasuk shiddiqin dan syuhada” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2212, Ath Thabrani dalam Musnad Asy Syamiyyin no.2939, dishahihkan Al Albani dalam Qiyamu Ramadhan, 18).

Hukum Shalat Tarawih

Shalat tarawih hukumnya sunnah muakkadah. Diantara dalilnya:

Pertama: Dalil As Sunnah

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata:

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُرغِّبُ في قيامِ رمضانَ من غير أنْ يأمرَهم فيه بعزيمةٍ، فيقولُ: مَن قامَ رمضانَ إيمانًا واحتسابًا غُفِرَ له ما تَقدَّمَ مِن ذَنبِه

Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memotivasi orang-orang untuk mengerjakan qiyam Ramadhan, walaupun beliau tidak memerintahkannya dengan tegas. Beliau bersabda: “Orang yang shalat tarawih karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari no. 2009, Muslim no. 759).

Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى في المسجدِ ذاتَ ليلةٍ، فصلَّى بصلاتِه ناسٌ، ثم صَلَّى من القابلةِ، فكثُرَ الناسُ ثم اجتَمَعوا من الليلةِ الثالثةِ، أو الرابعةِ، فلم يخرُجْ إليهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا أصبحَ قال: قد رأيتُ الذي صنعتُم، فلمْ يمنعْني من الخروجِ إليكم إلَّا أنِّي خَشيتُ أنْ تُفرَضَ عليكم قال: وذلِك في رمضانَ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di masjid suatu malam, maka orang-orang pun ikut shalat di belakang beliau. Kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau bersabda: aku melihat apa yang kalian lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir shalat tersebut diwajibkan atas kalian”. Perawi mengatakan: “itu di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761).

Kedua: Dalil ijma

Al Imam An Nawawi mengatakan:

فصلاة التراويحِ سُنَّة بإجماع العلماء

“Shalat tarawih hukumnya sunnah dengan ijma ulama” (Al Majmu, 4/37).

Ash Shan’ani mengatakan:

قيام رمضان سُنَّة بلا خلاف

Qiyam Ramadhan hukumnya sunnah tanpa ada khilaf” (Subulus Salam, 2/11).

Shalat Tarawih Di Masjid Jama’ah

Shalat tarawih lebih utama dikerjakan secara berjamaah dari pada sendirian. Dalilnya:

Pertama: Dalil As Sunnah

Dari Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى في المسجدِ ذاتَ ليلةٍ، فصلَّى بصلاتِه ناسٌ، ثم صَلَّى من القابلةِ، فكثُرَ الناسُ ثم اجتَمَعوا من الليلةِ الثالثةِ، أو الرابعةِ، فلم يخرُجْ إليهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا أصبحَ قال: قد رأيتُ الذي صنعتُم، فلمْ يمنعْني من الخروجِ إليكم إلَّا أنِّي خَشيتُ أنْ تُفرَضَ عليكم قال: وذلِك في رمضانَ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di masjid suatu malam, maka orang-orang pun ikut shalat di belakang beliau. Kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau bersabda: aku melihat apa yang kalian lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir shalat tersebut diwajibkan atas kalian”. Perawi mengatakan: “itu di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761).

Sisi pendalilan:

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tarawih secara berjama’ah di masjid. Namun yang menahan beliau untuk merutinkannya adalah beliau khawatir shalat tarawih diwajibkan kepada umat beliau. Maka ini menunjukkan bahwa melaksanakannya di masjid lebih utama.

Kedua: Dalil ijma

Ath Thahawi mengatakan:

قد أَجمعُوا أنه لا يجوزُ للنَّاس تعطيلُ المساجِد عن قيام رمضانَ وكانَ هذا   القيام واجِبًا على الكِفايَة، فمَن فعَلَه كانَ أفضلَ مِمَّن انفرد به

“Para ulama ijma bahwa tidak boleh orang-orang meninggalkan masjid-masjid untuk mengerjakan qiyam Ramadhan. Dan qiyam Ramadhan ini fardhu kifayah, barangsiapa mengerjakannya berjamaah maka itu lebih utama dari pada sendirian” (Mukhtashar Ikhtilaf Ulama, 1/315).

Ibnu Qudamah mengatakan:

وقال ابنُ   قُدامةَ: (الجماعةُ في التراويح أفضلُ، وإنْ كان رجلٌ يُقتدَى به، فصلَّاها في   بيته، خِفتُ أن يَقتديَ الناس به، وقد جاء عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ((اقتدوا   بالخُلفاء))، وقد جاء عن عُمرَ أنه كان يُصلِّي في الجماعة… ولنا: إجماعُ الصَّحابة على ذلك

“Berjamaah dalam mengerjakan shalat tarawih itu lebih utama. Andai ada seorang yang meniru Rasulullah dengan shalat di rumah, aku khawatir orang-orang lain akan mengikutinya. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘ikutilah para khulafa (ar rasyidin)’. Dan terdapat riwayat bahwa Umar bin Khathab mengerjakan shalat tarawih secara berjamaah. Dan kami menegaskan bahwa para sahabat ijma akan hal ini” (Al Mughni, 2/124).

Ketiga: Dalil atsar sahabat

Dari Abdurrahman bin Abdil Qari, ia berkata:

خرجتُ مع عُمرَ بنِ الخطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْه ليلةً في رمضانَ إلى المسجدِ، فإذا الناسُ أوزاعٌ متفرِّقون يُصلِّي الرجلُ لنَفسِه، ويُصلِّي الرجلُ فيُصلِّي بصلاتِه الرهطُ، فقال عُمرُ رَضِيَ اللهُ عَنْه: إني أَرَى لو جمعتُ هؤلاءِ على قارئٍ واحدٍ، لكان أمثلَ، ثم عَزَمَ فجمَعَهم إلى أُبيِّ بنِ كعبٍ

Aku keluar bersama Umar radhiallahu’anhu pada suatu malam bulan Ramadan ke masjid. Ketika itu orang-orang di masjid shalat berkelompok-kelompok terpisah-pisah. Ada yang shalat sendiri-sendiri, ada juga yang membuat jamaah bersama beberapa orang. Umar berkata: ‘Menurutku jika aku satukan mereka ini untuk shalat bermakmum di belakang satu orang qari’ itu akan lebih baik’. Maka Umar pun bertekad untuk mewujudkannya, dan ia pun menyatukan orang-orang untuk shalat tarawih berjamaah bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab” (HR. Bukhari no. 2010).

Waktu Pelaksanaan Shalat Tarawih

Shalat tarawih dilaksanakan setelah shalat isya, dan yang utama adalah setelah waktu isya yang terakhir. Ibnu Taimiyah mengatakan:

فما كان الأئمَّة يُصلُّونها إلَّا بعد العِشاء على عهد النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وعهدِ خلفائه الراشدين، وعلى ذلك أئمَّةُ المسلمين، لا   يُعرف عن أحدٍ أنه تعمَّد صلاتَها قبل العِشاء، فإنَّ هذه تُسمَّى قيام رمضان

“Para imam tidak melaksanakan shalat tarawih kecuali setelah shalat Isya sebagaimana di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan di masa para Khulafa Ar Rasyidin, dan juga di masa para imam kaum Muslimin. Tidak diketahui ada yang bersengaja melaksanakannya sebelum shalat Isya. Dan oleh karena itukah shalat ini disebut qiyam Ramadhan” (Majmu Al Fatawa, 23/120).

Beliau juga mengatakan:

السُّنة في التراويح أنْ تُصلَّى بعد العِشاء الآخِرةِ، كما اتَّفق على ذلك السَّلَف والأئمَّة

”Yang sunnah dalam melaksanakan melaksanakan shalat tarawih adalah setelah waktu isya yang terakhir. Sebagaimana ini telah disepakati oleh para salaf dan imam kaum Muslimin” (Majmu Al Fatawa, 23/119).

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Shalat tarawih dan shalat malam secara umum tidak memiliki batasan tertentu. Dalil akan hal ini adalah sebagai berikut:

Pertama: Dalil As Sunnah

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia berkata:

أنَّ رجلًا سألَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عن صلاةِ اللَّيل، فقال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: صلاةُ الليلِ مَثْنَى مثنَى، فإذا خشِيَ أحدُكم الصبحَ صلَّى ركعةً واحدةً، تُوتِر له ما قدْ صلَّى

Ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai shalat malam. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, jika salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu subuh maka shalatlah satu rakaat untuk membuat rakaat shalatnya menjadi ganjil” (HR. Bukhari no. 990, Muslim no. 749).

Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata:

ما كان يَزيدُ في رمضانَ، ولا في غيرِه على إحْدى عَشرةَ ركعةً ؛ يُصلِّي أربعَ رَكَعاتٍ فلا تسألْ عن حُسنهنَّ وطولهنَّ، ثم يُصلِّي أربعًا، فلا تسألْ عن حُسنهنَّ وطولهنِّ ، ثم يُصلِّي ثلاثًا

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah shalat lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya. Beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya mengenai bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya mengenai bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 rakaat” (HR. Bukhari no. 2013, Muslim no. 837).

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma beliau berkata:

كان صلاةُ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ثلاثَ عَشرةَ ركعةً. يعني: باللَّيل

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat 13 rakaat di malam hari” (HR. Bukhari no. 1138, Muslim no. 764).

Sisi pendalilan:

Dari hadits-hadits ini diketahui bahwa  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak membatasi jumlah rakaat shalat yang dikerjakan setelah Isya.

Kedua: Dalil ijma’

Ibnu Abdil Barr mengatakan:

وقد أجمَع العلماءُ على أنْ لا حدَّ ولا شيءَ مُقدَّرًا في صلاة الليل،   وأنَّها نافلة؛ فمَن شاء أطال فيها القيام وقلَّت ركعاته، ومَن شاء أكثر الركوع والسجود

“Para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan rakaat tertentu dalam shalat malam. Dan bahwasanya hukumnya adalah sunnah. Barangsiapa yang ingin memanjangkan berdirinya dan menyedikitkan rakaatnya, silakan. Barangsiapa yang ingin memperbanyak rukuk dan sujud, silakan” (Al Istidzkar, 2/102).

Beliau juga mengatakan:

أكثرُ الآثار على أنَّ صلاته كانت إحدى عشرةَ ركعةً، وقد رُوي ثلاث عشرة ركعة، واحتجَّ العلماء على أنَّ صلاة الليل ليس فيها حدٌّ محدود، والصلاة خيرُ موضوع، فمَن شاء استقلَّ ومَن شاء استكثر

“Kebanyakan shalat malam Nabi itu 11 rakaat. Namun terdapat riwayat bahwasanya beliau pernah shalat 13 rakaat. Oleh karena itu para ulama berdalil dari sini bahwa shalat malam itu tidak ada batasan rakaatnya. Dan shalat adalah perkara yang paling baik. Siapa yang ingin mempersedikitnya silakan, yang ingin memperbanyaknya juga silakan” (Al Istidzkar, 2/98).

Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:

ولا خلافَ أنه ليس فى ذلك حدٌّ لا يُزاد عليه ولا يُنقص منه، وأنَّ صلاة الليل من   الفضائل والرغائب، التي كلَّما زِيد فيها زِيد فى الأجر والفضل، وإنما الخلافُ في فِعل النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وما اختاره لنفْسه

“Tidak ada khilaf bahwa shalat malam itu tidak ada batasannya yang paten sehingga tidak boleh dikurangi atau ditambahi. Shalat malam adalah keutamaan dan hal yang sangat dianjurkan, yang semakin banyak dikerjakan maka semakin banyak pahalanya. Yang diperselisihkan adalah mana jumlah rakaat yang sering dilakukan Nabi dan yang menjadi pilihan (kesukaan) Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk dirinya” (Ikmalul Mu’lim, 3/82).

Al ‘Iraqi mengatakan:

قد اتفق العلماء على أنه ليس له حدٌّ محصور

“Ulama sepakat bahwa shalat malam itu tidak ada batasan rakaatnya” (Tharhu At Tatsrib, 3/43).

Tata Cara Shalat Tarawih

Shalat tarawih dilaksanakan dua rakaat – dua rakaat. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, dari Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah, juga pendapat Abu Yusuf dari Hanafiyah. Dalilnya:

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

صلاةُ الليلِ مَثنَى مَثنى، فإذا رأيتَ أنَّ الصبحَ يُدركُك فأَوتِر بواحدةٍ .قال: فقيل لابن عُمر: ما مَثنَى مَثنَى؟ قال تُسلِّم في كلِّ ركعتينِ

Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, jika engkau melihat bahwa subuh akan datang, maka shalatlah satu rakaat untuk membuat rakaat shalatnya menjadi ganjil”. Ibnu Umar ditanya: “apa maksudnya dua rakaat-dua rakaat?”. Ibnu Umar berkata: “maksudnya, setiap dua rakaat, salam” (HR. Bukhari no. 990, Muslim no. 749).

Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata:

كانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي فيما بين أن يَفرغَ من صلاةِ العِشاءِ – وهي التي يدعو الناسُ العتمةَ – إلى الفجرِ إحْدى عشرةَ ركعةً، يُسلِّمُ بين كلِّ ركعتينِ، ويُوتِرُ بواحدةٍ

Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam antara setelah selesai shalat Isya, yaitu di waktu yang disebut orang sebagai atamah, sampai terbit fajar, beliau shalat 11 rakaat. Dengan salam di setiap dua rakaat kemudian, shalat witir satu rakaat” (HR. Muslim no. 736).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

والأفضل أن يُسلِّم من كل اثنتين ويوتر بواحدةٍ كما تقدَّم في حديث ابنِ عمر:   «صلاةُ الليل مَثْنى مثنى، فإذا خشِي أحدُكم الصبحَ صلَّى واحدةً تُوتِر له ما قد   صلَّى

“Shalat malam yang paling utama adalah salam di tiap dua rakaat, dan satu rakaat witir. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar: shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, jika salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu subuh maka shalatlah satu rakaat” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 11/324).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

وصلاة الليل تَشمل التطوُّعَ كلَّه والوترَ، فيصلي مَثْنَى مثنى، فإذا خشِي الصبح   صلَّى واحدة فأوتَرتْ ما صلى

“Shalat malam mencakup semua shalat sunnah di malam hari, caranya dengan dua rakaat-dua rakaat, jika khawatir masuk waktu subuh maka shalatlah satu rakaat untuk membuat rakaatnya ganjil” (Majmu Fatawa war Rasail, 20/412).

Bacaan Dalam Shalat Tarawih

Tidak ada batasan tertentu mengenai bacaan Qur’an dalam shalat tarawih. Namun disunnahkan untuk membaca Al Qur’an 30 juz. Al Kasani mengatakan:

السُّنة أن يختمَ القرآن مرةً في التراويح، وذلك فيما قاله أبو حنيفة، وما أمر به عمرُ، فهو من باب الفضيلة، وهو أن يختمَ القرآن مرَّتين أو ثلاثًا، وهذا في زمانهم، وأمَّا في زماننا فالأفضل أن يقرأ الإمامُ على حسب حال القوم من الرغبة والكسل، فيقرأ قدْرَ ما لا يوجب تنفيرَ القوم عن الجماعة؛ لأنَّ تكثير الجماعة   أفضلُ من تطويل القراءة

“Disunnahkan untuk mengkhatamkan Al Qur’an sekali dalam shalat tarawih. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah. Dan Umar bin Khathab pun memerintahkannya. Ini merupakan keutamaan, dan beliau mengkhatamkan Al Qur’an sebanyak dua atau tiga kali (dalam shalat tarawih) di zaman beliau. Adapun di zaman kita, yang utama imam membaca yang sesuai dengan keadaan kaumnya. Terkadang ada kaum yang semangat dan terkadang ada kaum yang pemalas. Maka hendaknya imam membaca bacaan yang tidak membuat orang meninggalkan jama’ah. Karena memperbanyak jumlah orang dalam jama’ah leih utama dari pada memperlama bacaan dalam shalat jama’ah” (Bada’i Ash Shana’i, 1/289).

Ad Dardir mengatakan:

“و” نُدِب للإمام “الخَتْم” لجميع القرآن   “فيها”، أي: في التراويح في الشهر كلِّه ليُسمِعَهم جميعه

“Dianjurkan bagi imam untuk mengkhatamkan seluruh Al Qur’an di bulan Ramadhan, yaitu di dalam shalat tarawih, agar jamaah mendengar semua bagian dari Al Qur’an” (Asy Syarhul Kabir, 1/315).

Men-jahr-kan Bacaan Dalam Shalat Tarawih

Disunnahkan men-jahr-kan bacaan Qur’an dalam shalat tarawih. Ulama ijma akan hal ini. An Nawawi mengatakan:

أجمع المسلمون على استحباب الجَهر بالقِراءة في… صلاة   التراويح، والوتر

“Ulama Islam sepakat disunnahkannya men-jahr-kan bacaan Qur’an dalam shalat tarawih dan witir” (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, 1/130).

Demikian fikih ringkas shalat tarawih, semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

***

Penyusun: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/39630-fikih-ringkas-shalat-tarawih.html

Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari – 4)

Allah swt Berfirman :

وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٌ وَأَبۡقَىٰٓ

“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS.Al-A’la:17)

وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ

Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Qashash:80)

قُلۡ مَتَٰعُ ٱلدُّنۡيَا قَلِيلٌ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٌ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظۡلَمُونَ فَتِيلًا

Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizhalimi sedikit pun.” (QS.An-Nisa’:77)

وَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتُهَاۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ

Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti? (QS.Al-Qashash:60)

Ayat-ayat ini ingin mengingatkan kita kembali bahwa ada suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi manusia. Penyakit ini menjangkiti hati manusia dan menjadi sebab utama kehancuran hidupnya.

Gejala seseorang yang terjangkiti penyakit ini adalah :

1. Pikirannya tak pernah terlepas dari memikirkan dunia dan hal-hal yang terkait dengannya.

2. Segala cara ia lakukan untuk mendapatkan dunia, tak peduli dengan cara yang halal ataupun yang haram.

3. Tidak berbicara kecuali hal-hal yang berbau duniawi.

4. Menjadikan seluruh waktunya, tujuannya dan semua daya upayanya untuk mengejar dunia.

Ya, penyakit itu di sebut Cinta Dunia. Apabila gejala-gejala ini muncul dalam diri kita maka perlu segera di antisipasi dan di obati ! Karena ketika gejala-gejala ini muncul berarti kita sedang dalam kondisi yang sangat-sangat berbahaya.

Rasulullah saw mengomentari penyakit ini dalam sabdanya :

حُبُّ الدُّنيَا رَأسُ كُلِّ خَطِيئةٍ

“Cinta dunia adalah pangkal semua kesalahan.”

Dalam kondisi yang paling berbahaya ini, maka kita harus segera mengobati diri dengan terapi kesadaran dan merenungkan ayat-ayat di atas. Ayat-ayat ini adalah obat yang paling ampuh untuk mengobati penyakit Cinta Dunia.

Dengan ayat-ayat di atas kita akan menggugah hati bahwa seluruh kenikmatan dunia ini akan sirna. Pasti akan sirna entah kita yang meninggalkannya dengan kematian, atau dunia itu meninggalkan kita dalam kebangkrutan atau ketidak berdayaan. Yang kaya seketika bisa menjadi miskin dan yang sehat seketika bisa menjadi sakit.

Setiap jiwa kita mengajak untuk meraih dunia dengan menghalalkan segala cara, ingatlah bahwa pahala Allah lebih baik dan lebih kekal…

Ingatlah bahwa dunia ini sangat singkat dan sementara, sementara kehidupan akhirat itu kekal selamanya. Jangan pernah kau jual akhiratmu yang mahal dan kekal dengan dunia yang hina dan sementara.

Ingatlah bahwa kematian pasti akan datang kapanpun, terkadang tanpa ada tanda-tanda yang berarti. Sehingga tiada lagi kesempatan untuk mempersiapkan diri, tiba-tiba waktumu berhenti dan engkau hanya mampu menyesali.

Kita di lahirkan di dunia. Kita tidak dilarang untuk menikmati dunia. Tapi kejarlah dunia dengan cara yang indah, cara yang di ridhoi oleh Allah swt. Jadilah orang yang paling kaya, tapi jadikan semua itu hanya perantara untuk mengantarmu menuju kehidupan yang sebenarnya.

Jadikan dunia hanya perantaramu, bukan tujuan hidupmu !

Ayat-ayat ini harus selalu terngiang di benak kita. Bahwa dunia ini sementara dan akhirat itu kekal selamanya. Dunia ini tak berharga dibanding pahala dan janji Allah swt. Karena dengan ayat-ayat ini kita akan mampu meredam keinginan-keinginan kita yang akan menjerumuskan dalam cinta dunia yang menghancurkan.

Semoga bermanfat…

KHAZANAH ALQURAN