Tips Agar Terhindar dari Kemiskinan

DALAM banyak hadis, Rasulullah saw menyebut kiat agar Muslimin terhindar dari kemiskinan.

Rasulullah bersabda: “Bila kalian masuk rumah hendaknya mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Bila rumah itu kosong, hendaknya mengucapkan dan membaca surat Al Ikhlas, karena itu mencegah kemiskinan.”

Mengulang kalimat azan bersama muazin. Ada seorang sahabat mengadukan kemiskinan yang dialaminya, kemudian Rasulullah bersabda: “Tirukanlah kalimat-kalimat azan ketika muazin mengucapkannya.”

Membasuh muka denga air mawar.Rasulullah bersabda: “Sesiapa hendak keluar untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian ia membasuh mukanya dengan air mawar, maka hajatnya akan dipenuhi dan ia tidak akan ditimpa kemiskinan.”

Mencuci dua tangan sebelum dan sesudah makan.Rasulullah bersabda: “Mencuci tangan sebelum makan mencegah kemiskinan dan mencuci sesudahnya mencegah kesumpekan.”

Menyisir jenggot setelah berwudhu.Rasulullah bersabda: “Menyisir jenggot setelah berwudhu mencegah kemiskinan.”

Berperilaku hemat.Rasulullah bersabda: “Aku menjamin bahwa orang yang hemat tak akan jatuh miskin.”

Memakan makanan yang tercecer.Rasulullah bersabda: “Sesiapa memungut makanan yang tercecer , lalu memakannya, maka kemiskinan akan menjauh darinya dan anak-anaknya hingga tujuh turunan.”

Memaki cincin firuz dan akik. Rasulullah bersabda: “Orang yang memakai cincin firus tidak akan jatuh miskin. “Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda, bahwa cincin akik mencegah kemiskinan dan kemunafikan.

9. Membaca seratus kali setiap hari.Rasulullah Saw bersabda: “Sesiapa membaca seratus kali setiap hari, maka ia akan mendapat kekayaan, menolak kemiskinan, menutup pintu neraka dan membuka pintu surga.”

10. Membaca surat Al Bayyinah.Rasulullah Saw bersabda: “Siapa membaca surat Al Bayyinah, tak akan dimasuki keraguan dalam agamanya dan tak akan diuji Allah dengan kemiskinan.”

11. Menyisir rambut.Rasulullah bersabda: “Menyisir rambut mencegah kemiskinan dan menghilangkan penyakit.”

12. Membaca surat Al Waqiah setiap malam.Rasulullah bersabda: “Sesiapa membaca surat Al Waqiah setiap malam, tidak akan jatuh miskin selamanya.”

13. Menyapu rumah. Rasulullah bersabda: “Menyapu rumah menghilangkan kemiskinan.”

14. Menyalakan lampu sebelum gelap.Rasulullah bersabda: “Menyalakan lampu sebelum matahari tenggelam mencegah kemiskinan.”

15. Selalu menjaga wudhu. Rasulullah bersabda: “Wudhu sebelum dan sesudah makan mencegah kemiskinan dan menambah rezeki.”[ ]

Sumber: Buku Mutiara Tersembunyi Warisan Nabi

INILAH MOZAIK

Tahajudnya Rasulullah SAW

Rasulullah SAW adalah orang yang paling takwa dan bersyukur.

Nabi SAW adalah orang yang paling takwa dan bersyukur. Ketika Aisyah RA bertanya, “Mengapa engkau berbuat seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Nabi menjawab, “Bukankah sudah semestinya aku senang menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).

Terkait Tahajud Nabi SAW, dari Aisyah, ia berkata, “Di suatu malam aku merasa kehilangan Nabi dari tempat tidurnya, kemudian aku cari beliau dengan meraba-raba, ternyata tanganku menyentuh telapak kaki beliau dan beliau sedang sujud dan kedua telapak kaki beliau sedang ditegakkan. Ketika itu beliau sedang membaca doa: “Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu, dan kepada pengamunan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari azab- Mu, aku tidak dapat menghitung betapa banyak sanjungan yang disampaikan kepada-Mu, sebagaimana yang telah Engkau sanjung diri-Mu sendiri.” (HR Muslim).

Dari Aisyah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW biasa mengerjakan shalat malam setelah shalat Isya sampai fajar Subuh menyingsing.” (HR Ahmad).

Nabi SAW biasa memperpanjang waktu berdiri ketika shalat. Tatkala beliau ditanya tentang shalat yang bagaimanakah yang paling utama, beliau menjawab, “Yang paling lama berdirinya.” (HR Darimi).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW melakukan shalat malam hingga kedua telapak kakinya pecah-pecah.” (HR Nasai). Nabi menunaikan shalatnya tanpa istirahat hingga delapan rakaat (empat salam), baru kemudian beliau duduk berzikir (HR Abu Dawud). Setelah berzikir beliau shalat dua rakaat sambil duduk (HR Abu Dawud). Setelah itu Nabi shalat Witir satu rakaat (HR Abu Dawud), dilanjutkan sujud selama kira-kira bacaan 50 ayat (HR Bukhari).

Nabi menunaikan Tahajud dengan bacaan pelan, tetapi masih dapat didengar dari kamar Aisyah (HR Abu Dawud). Tidak selamanya Nabi membaca pelan, terkadang membaca dengan jahr (keras) (HR Ibnu Majah). Untuk bacaan yang hukum nya panjang Nabi membacanya dengan mad yang jelas dan benar-benar panjang (HR Ibnu Majah).

Pada masa-masa akhir hidupnya terkadang Nabi SAW membaca surah di dalam Tahajud sambil duduk, setelah bacaan di dalam surah tersebut kurang dari 30 ayat atau 40 ayat Nabi berdiri menyempurnakannya (HR Ibnu Hiban).

Riwayat lain, Nabi jika membaca surah dalam shalat sambil duduk, rukuk dan sujudnya juga dikerjakan sambil duduk (HR Muslim). Jika di dalam bacaannya terdapat ayat yang menyebutkan rahmat Allah, Nabi berdoa memohon kepada-Nya, jika membaca ayat yang berisikan tentang azab, Nabi meminta perlindungan, dan jika Nabi membaca ayat yang menyebutkan tentang kesucian Allah, Nabi bertasbih (HR Ibnu Majah).

Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dapat meneladani shalat Tahajud Nabi SAW dan merasakan manisnya iman. Amin.

Oleh: Imam Nur Suharno

KHAZANAH REPUBLIKA


Qiyamul Lail dan Tahajud, Apakah Pengertian Keduanya Sama?

Qiyamul lail bermakna menghidupkan malam dengan ibadah.

Penggunaan qiyamul lail belakangan kerap dipakai untuk pelaksanaan shalat tahajud bersama. Lantas apakah sebenarnya qiyamul lail dan samakah pengertian qiyamul lail dengan shalat tahajud itu sendiri?

Sedangkan, qiyamul lail adalah menggunakan waktu malam atau sebagiannya meskipun sebentar untuk shalat, membaca Alquran atau berzikir kepada Allah SWT, dan tidak disyaratkan untuk menggunakan seluruh waktu malam. 

Dalam Ensiklopedi fikih Kuwait disebutkan bahwa maksud dari ‘qiyam’ adalah menyibukkan diri pada sebagian besar malam dengan ketaatan, tilawah Alquran, mendengar hadis, bertasbih atau bershalawat. 

Jadi, qiyamul lail berlaku umum untuk shalat atau ibadah lainnya yang dilakukan pada malam hari, baik sebelum tidur atau setelah tidur, termasuk shalat Tahajud. Sedangkan, Tahajud adalah khusus untuk shalat malam. Sebagian ulama mengatakan, Tahajud itu berlaku umum untuk seluruh shalat malam. Sedangkan menurut sebagian ulama lain, Tahajud adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur terlebih dahulu. 

Dalam tafisrnya, Imam al-Qurthubi mengatakan, Tahajud adalah bangun setelah tidur (haajid), kemudian menjadi nama shalat karena seseorang bangun untuk mengerjakan shalat, maka Tahajud adalah mendirikan shalat usai tidur. Hal yang sama dikatakan oleh al-Aswad, al-Qamah, dan Abdurrahman bin al-Aswad.

KHAZANAH REPUBLIKA


Shalat Tahajud, Dilakukan Sebelum atau Setelah Tidur?

Shalat tahajud memiliki sejumlah keutamaan yang besar

Selain shalat wajib, Allah memberikan pahala melalui amalan shalat sunnah lainnya. Salah satu shalat sunnah yang paling utama karena keutamaannya yang luar biasa adalah shalat tahajud. 

Shalat tahajud memiliki sejumlah keutamaan yang besar lantaran dilaksanakan pada saat manusia tengah menikmati tidur lelapnya. Di tengah udara dingin malam, orang yang bertahajud juga harus berperang melawan nafsu dan bisikan syetan untuk meneruskan tidurnya.

Namun, Allah memberikan ganjaran pahala yang besar bagi hamba-Nya yang melaksanakan shalat tahajud. Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Ma’arif di Natar, Lampung, al-Habib Ahmad Ghazali Assegaf, mengatakan bahwa shalat tahajud memiliki banyak keutamaan. Rasulullah saw menegaskan tentang fadhilah shalat tahajud dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, yang berbunyi, “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”

Shalat tahajud merupakan jalan meraih ridha Allah swt, dikabulkannya do’a, dan mencegah dari berbuat dosa. Sebab, shalat tahajud ini adalah kebiasaan orang-orang yang shalih. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al-Bahli ra, yang berbunyi: “Hendaklah kalian mengerjakan qiyaamullail (shalat malam), sesungguhnya ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, mencegah perbuatan dosa, menghapus kejahatan atau dosa dan menangkal penyakit dari badab.” (Diriwayatkan At-Turmudzi, Al-Hakim).

“Jadi shalat malam ini tidak hanya berfaidah dari sisi Allah swt dan wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga berfaidah untuk jasad dia secara fisik,” kata Habib Ahmad, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id. 

Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan shalat tahajud. Bahkan, dalam suatu hadits, beliau menyatakan bahwa orang yang melaksanakan tahajud diberi jaminan syurga baginya. 

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, beri makanlah, sambung tali kasih, salat malamlah saat orang pada terlelap, maka masuklah surga dengan selamat,” (HR. Al-Hakim, Ibnu Majah, At-Tirmizy).

Habib Ahmad mengatakan, shalat malam adalah shalat yang dilaksanakan setelah melakukan shalat Isya’ dan berakhir waktunya dengan masuknya waktu Subuh. Menurutnya, untuk melakukan shalat malam tidak disyaratkan untuk tidur terlebih dahulu. Karenanya, shalat malam boleh dilakukan sebelum tidur. 

Akan tetapi, ia menjelaskan, bahwa shalat malam akan lebih utama jika dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu dan itulah yang dimaksud dengan shalat tahajud. Dengan demikian, shalat tahajud adalah shalat yang dilakukan setelah tidur atau yang dilakukan di sepertiga malam setelah terjaga dari tidur. 

Oleh karena itulah, shalat tahajud termasuk bagian dari shalat malam. Namun, kata Habib Ahmad, tidak semua shalat malam adalah tahajud. Karena shalat malam bisa saja dilakukan sebelum orang tersebut tidur. 

Dalam hal ini, ia mengatakan ada kebiasaan dari sebagian orang-orang shalih yang melaksanakan shalat malam sebelum tidur. Meski demikian, ia menekankan akan lebih utama jika shalat malam tersebut dilaksanakan setelah tidur atau yang disebut shalat tahajud. 

Ada beberapa amalan yang dianjurkan saat hendak melaksanakan shalat tahajud dan setelahnya. Habib Ahmad menuturkan, saat hendak bangun malam untuk bertahajud, sebelum tidur Rasulullah saw memiliki kebiasaan melaksanakan shalat dua atau empat rakaat. Selanjutnya, Nabi saw tidur dalam keadaan suci karena memiliki wudhu setelah shalat. Rasulullah saw kemudian berniat untuk bangun di malam hari untuk bertahajud.

Ketika bangun di malam hari atau sepertiga malam, dianjurkan mengusap wajah terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa kantuk. Kemudian, membaca beberapa ayat terakhir (kurang lebih 10 ayat terakhir) dari surat Ali-Imran. Selanjutnya, mengambil wudhu dan melaksanakan shalat tahajud.

Habib Ahmad mengatakan, Rasulullah saw melaksanakan shalat tahajud dalam angka yang tidak tentu selama hidupnya. Umumnya, Nabi saw melaksanakan shalat dengan bilangan dua rakaat semampunya, kemudian ditutup dengan shalat witir.

“Terkadang beliau melaksanakan shalat langsung tanpa dijeda dengan salam setiap dua rakaat. Misalnya, shalat tahajud 10 rakaat dengan satu salam dan ditutup dengan satu kali witir,” lanjutnya.  

Setelah melaksanakan shalat tahajud, dianjurkan untuk membaca do’a tahajud dan do’a lain yang ingin dipanjatkannya sesuai hajatnya masing-masing. Selanjutnya, jika hendak melanjutkan tidur, Habib Ahmad mengatakan dianjurkan untuk terus berdzikir hingga matanya terlelap dalam dzikirnya.

Adapun jika ia ingin menanti waktu Subuh, dianjurkan untuk terus berdzikir hingga tiba waktunya Subuh. Menurut Habib Ahmad, Rasulullah saw jika setelah melaksanakan shalat tahajud di malam hari, beliau akan berbaring dengan sisi sebelah kanan sembari menunggu adzan Subuh. 

“Setelah Subuh, Nabi saw akan bangkit dan melaksanakan shalat 2 rakaat shalat sunat fajar, yaitu shalat sunnah qabliyah Subuh,” tambahnya.

KHAZANAH REPUBLIKA


Lima Fakta Poligami Rasulullah SAW yang Perlu Kamu Ketahui

Apa saja sih fakta poligami Nabi ini?

Para orientalis dan misionaris seringkali menyerang umat Islam melalui perkara poligami Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW memang diberikan pengkhususan mengenai poligami. Namun perlu diketahui, bahwa beliau berpoligami bukan karena “hawa nafsu”, beberapa pernikahan Nabi justru merupakan wahyu dari Allah, selain itu pernikahan Nabi juga mengandung hikmah yang luar biasa.

Berikut lima fakta poligami Rasulullah yang perlu kamu ketahui:

Rasulullah baru berpoligami setelah Khadijah wafat

Semasa hidup Khadijah, Rasulullah SAW tidak pernah menduakan Khadijah dan tidak menikahi perempuan lain selainnya. Usai Khadijah wafat, Rasulullah SAW tidak langsung menikah lagi, beliau sempat menduda selama setahun.

Rasulullah SAW sangat sedih atas kematian Khadijah, posisi Khadijah di hatinya belum juga dapat tergantikan. Orang-orang mulai membicarakan kesendirian Nabi, mereka berharap beliau mau menikah lagi, agar ada sosok istri yang menjadi pelipur lara, menemani beliau, serta membantu beliau mengurus anak-anaknya.

Hingga akhirnya datanglah Khaulah binti Hakim mendatangi Nabi, ia membujuk Nabi agar mau menikah lagi, maka Khaulah menawarkan Aisyah binti Abu Bakr, beliau pun setuju. Beliau pun mengkhitbah Aisyah namun belum menggaulinya.

Namun Khaulah kembali bertanya-tanya “Jika Rasulullah SAW tidak langsung berumah tangga dengan Aisyah, lalu siapakah yang akan menemaninya?” Maka Khaulah kembali menawarkan agar Nabi menikahi Saudah. Khaulah pula lah yang menyampaikan lamaran Nabi kepada Saudah. Perlu diketahui bahwa Saudah merupakan seorang janda yang tak lagi belia. Ketika dinikahi Nabi, Saudah berusia 55 tahun.

Masa monogami Nabi lebih lama dari masa poligami

Rasulullah SAW baru berpoligami di usianya yang ke 51 tahun. Jika kita hitung, masa monogami beliau justru lebih lama dari masa poligami. Rasulullah SAW pertama kali menikah saat berusia 25 tahun. Beliau membangun rumah tangga dengan Khadijah selama 25 tahun dan selama itu pula beliau bermonogami.

Nabi berpoligami tidak di usia muda. Kalaulah benar anggapan bahwa Nabi berpoligami karena hawa nafsu belaka, tentu saja beliau akan berpoligami di masa muda, masa saat kondisi fisik begitu bugar dan prima.

Semua perempuan yang dinikahi Rasulullah janda, kecuali Aisyah

Semua perempuan yang dinikahi Rasulullah SAW merupakan janda, hanya Aisyah saja yang dinikahi dalam keadaan perawan. Janda-janda yang dinikahi Nabi pun tak lagi berusia muda. Beberapa dari mereka bahkan telah memiliki anak-anak dari suami yang terdahulu.

Mempererat hubungan antar kabilah

Dari masa ke masa, pernikahan dipercaya dapat merekatkan hubungan antar suku. Begitu pula yang terjadi pada pernikahan Rasulullah SAW. Misalnya coba kita ingat-ingat kisah pernikahan Nabi SAW dengan Shafiyah binti Huyay, seorang putri Yahudi yang akhirnya memeluk Islam. Ayah Shafiyah berasal dari kabilah Bani Nadhir, sedangkan ibundanya dari Bani Quraidzah. Padahal Bani Quraidzah merupakan suku Yahudi yang pernah mengkhianati umat Islam.

Selain Shafiyah, ada pula Juwairiyah binti al-Harits, seorang putri dari kepala suku Bani Musthaliq. Juwairiyah menjadi tawanan pada perang Bani Musthaliq. Ia pun menghadap Nabi, meminta agar beliau bersedia membebaskannya apabila ia membayar (mukaatabah).

Ternyata Rasulullah SAW justru membebaskan Juwairiyah dan menikahinya. Karena pernikahannya, maka semua tawanan akhirnya dibebaskan dan kaum Bani Musthaliq berbondong-bondong masuk Islam.

Begitu pula dengan istri-istri Nabi lainnya, masing-masing memiliki hikmah tersendiri di balik pernikahan mereka dengan Nabi SAW.

Memudahkan dakwah Nabi

Keluarga perempuan Rasulullah SAW memiliki kontribusi besar dalam penyebaran ilmu-ilmu syar’i, terutama hadis-hadis Nabi SAW. Dalam penelitian yang penulis lakukan di Darus-Sunnah, mayoritas perawi perempuan yang meriwayatkan hadis-hadis perempuan dalam kitab as-sunan al-arba’ah merupakan kerabat Nabi, terutama istri-istri beliau SAW.

Para sahabat perempuan tentu saja tidak memiliki kesempatan menemani Nabi sebagaimana sahabat laki-laki seperti Abu Bakr dan Umar. Namun berbeda dengan istri-istri Nabi, mereka memiliki waktu dan kedekatan khusus dengan Rasulullah SAW. Bagi mereka, Rasulullah SAW bukan hanya seorang nabi, tapi juga seorang suami yang menyayangi, melindungi, dan memberi nafkah lahir batin.

Maka tak heran bila istri-istri Nabi merupakan orang yang paling mengerti sisi kehidupan Nabi di ranah domestik, bahkan hingga ke hubungan intim seperti mandi bersama. Melalui istri-istri Nabi, ilmu-ilmu syar’i tersebar. Bahkan para sahabat laki-laki juga sering bertanya dan belajar kepada para istri Nabi.

Dua istri Nabi, Aisyah dan Ummu Salamah seringkali membuka majelis ilmu. Selain itu, Zainab, Shafiyyah, Maimunah, Hafshah dan lainnya juga turut meriwayatkan hadis. Dengan adanya ikatan pernikahan, Nabi SAW lebih leluasa mengajari para perempuan berbagai ilmu-ilmu agama.

ISLAMco

Sejarah Poligami yang Dipelintir dan Tidak Sesuai dengan Hukum Islam

Bagaimana sejarah poligami dalam Islam yang kerap disalahpahami

Sebagian orang berpendapat bahwa Islam mendukung praktik poligami. Pandangan ini dapat dimaklumi karena Al-Qur’an pada Surat An-Nisa ayat 3 secara harfiah menyatakan demikian:

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

Artinya, “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (Surat An-Nisa ayat 3).

Namun demikian, Islam sejatinya tidak memerintahkan poligami. Islam tidak mewajibkan dan tidak menganjurkan poligami. Hal ini telah menjadi kesepakatan ulama (ijma’) sebagaimana keterangan Syekh M Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj berikut ini:

إنَّمَا لَمْ يَجِبْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنْ النِّسَاءِ إذ الْوَاجِبُ لَا يَتَعَلَّقُ بِالِاسْتِطَابَةِ وَلِقَوْلِهِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ وَلَا يَجِبُ الْعَدَدُ بِالْإِجْمَاعِ
Artinya, “Nikah itu tidak wajib berdasarkan firman Allah (Surat An-Nisa ayat 3) ‘Nikahilah perempuan yang baik menurutmu.’ Pasalnya (secara kaidah), kewajiban tidak berkaitan dengan sebuah (seorang perempuan) pilihan yang baik. Nikah juga tidak wajib berdasarkan, ‘Dua, tiga, atau empat perempuan.’ Tidak ada kewajiban poligami berdasarkan ijma‘ ulama,” (Lihat Syekh M Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Fikr, tanpa keterangan tahun, juz 3, halaman 125).

Syekh Wahbah Az-Zuhayli berpendapat bahwa poligami bukan bangunan ideal rumah tangga Muslim. Bangunan ideal rumah tangga itu adalah monogami. Menurutnya, poligami adalah sebuah pengecualian dalam praktik rumah tangga. Praktik ini dapat dijalankan karena sebab-sebab umum dan sebab khusus. Walhasil, hanya kondisi darurat yang membolehkan seseorang menempuh poligami.

إن نظام وحدة الزوجة هو الأفضل وهو الغالب وهو الأصل شرعاً، وأما تعدد الزوجات فهو أمر نادر استثنائي وخلاف الأصل، لا يلجأ إليه إلا عند الحاجة الملحة، ولم توجبه الشريعة على أحد، بل ولم ترغب فيه، وإنما أباحته الشريعة لأسباب عامة وخاصة

Artinya, “Monogami adalah sistem perkawinan paling utama. Sistem monogami ini lazim dan asal/pokok dalam syara’. Sedangkan poligami adalah sistem yang tidak lazim dan bersifat pengecualian. Sistem poligami menyalahi asal/pokok dalam syara’.

Model poligami tidak bisa dijadikan tempat perlindungan (solusi) kecuali keperluan mendesak karenanya syariat Islam tidak mewajibkan bahkan tidak menganjurkan siapapun untuk melakukan poligami. Syariat Islam hanya membolehkan praktik poligami dengan sebab-sebab umum dan sebab khusus,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 169).

Logika para ulama ini dalam memahami perintah poligami dalam Surat An-Nisa ayat 3 bersandar pada aspek sejarah sosial bangsa Arab ketika itu atau asbabun nuzul ayat tersebut. Surat An-Nisa ayat 3 dipahami oleh ulama bukan sebagai perintah untuk poligami, tetapi sekadar membolehkannya.

Surat An-Nisa ayat 3 justru ingin membatasi jumlah istri masyarakat Arab dan masyarakat lainnya yang ketika itu tidak ada batasan. Surat An-Nisa ayat 3 membatasi jumlah maksimal istri hanya empat dari jumlah tak terhingga sebelumnya, bukan menganjurkan menambah istri dari satu hingga empat perempuan.

Dari faktor sosio-historis perkawinan bangsa Arab saat itu, Surat An-Nisa ayat 3 dimaknai oleh para ulama sebagai kebolehan, bukan perintah poligami sebagai keterangan Syekh M Khudhari berikut ini.

ولم يكن عند العرب حد يرجعون إليه في عدد الزوجات فربما تزوج أحدهم عشرا فوضع القرآن حدا وسطا فأباح التعدد لمن لم يخف أن يجور في معاملة نسائه قال تعالى في سورة النساء

Artinya, “Di kalangan masyarakat Arab zaman itu tidak ada batasan terkait bilangan istri. Seorang pria Arab zaman itu dapat beristri 10 perempuan sehingga Al-Qur’an menetapkan batasan moderat, lalu Al-Qur’an membolehkan poligami bagi mereka yang tidak khawatir berlaku zalim dalam memperlakukan istrinya sebagaimana firman Allah pada Surat An-Nisa ayat 3,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 42).

Syekh M Khudhari menambahkan bahwa dalam pandangan Allah sebagai pembuat syariat poligami bukan syiar fundamental Islam yang harus diamalkan.

وليس تعدد الزوجات من الشعائر الأساسية التي لا بد منها في نظر الشارع الإسلامي بل هو من المباحات التي يرجع أمرها إلى المكلف إن شاء فعل وإن شاء ترك ما لم يتعد حدود الله

Artinya, “Poligami bukan bagian dari syiar prinsipil yang harus dipraktikkan dalam pandangan Allah dan Rasulullah sebagai pembuat syariat Islam. Poligami bagian dari mubah yang pertimbangannya berpulang kepada individu mukalaf. Jika seseorang mau, ia dapat berpoligami. Jika ia memilih monogami, dia boleh mengabaikan poligami sejauh tidak melewati batas,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami, [Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H], halaman 43).

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Surat An-Nisa ayat 3 tidak dapat dijadikan dalil perintah poligami. Surat An-Nisa ayat 3 hanya mengizinkan poligami yang pada zamannya digunakan justru untuk mengurangi atau tepatnya membatasi jumlah istri masyarakat Arab yang tanpa batas.

Oleh karena itu, jika sisi asbabun nuzul Surat An-Nisa ayat 3 berupa sosio-historis yang melingkupi zamannya, maka ayat ini kehilangan konteks dan semangat pembatasan jumlah istri masyarakat Arab yang tanpa batas. Tetapi sayangnya Surat An-Nisa ayat 3 ditumpangi oleh segelintir orang sebagai dalil anjuran poligami.

ISLAMco

Debat Bumi Bulat atau Bumi Datar?

Perdebatan Bentuk Bumi di Sosial Media

Dunia media sosial ribut debat antara pro kontra bentuk bumi, apakah bulat atau datar, bahkan sangking sengitnya ada yang sampai derajat mengkafirkan saudaranya.

Penjelasan dengan Kekuatan Hujjah

Secara kekuatan hujjah ilmiah, kami tidak ragu bahwa bumi adalah bulat, sebagaimana telah dinukil ijma’ ulama akan bulatnya bentuk bumi, berikut diantara nukilan tersebut:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وقال الإمام أبو الحسين أحمد بن جعفر بن المنادي من أعيان العلماء المشهورين بمعرفة الآثار والتصانيف الكبار في فنون العلوم الدينية من الطبقة الثانية من أصحاب أحمد : وكذلك أجمعوا على أن الأرض بجميع حركاتها من البر والبحر مثل الكرة .

“Telah berkata Imam Abul Husain Ibnul Munadi rahimahullah dan beliau termasuk ulama dikenal luas pengetahuannya terhadap atsar-atsar dan kitab-kitab besar pada cabang-cabang ilmu agama, dan termasuk dalam thabaqah/tingkatan kedua ulama dari pengikut imam Ahmad. Beliau berkata: “Demikian pula mereka telah bersepakat bahwa bumi ini dengan seluruh pergerakannya baik itu di daratan maupun lautan, seperti bola (bulat) “. (Majmu Fatawa 25/195)

Beliau juga berkata:

وقد حكى إجماع المسلمين على ذلك غير واحد من العلماء أئمة الإسلام : مثل أبي الحسين أحمد بن جعفر بن المنادي أحد الأعيان الكبار من الطبقة الثانية من أصحاب الإمام أحمد وله نحو أربعمائة مصنف ، وحكى الإجماع على ذلك الإمام أبو محمد بن حزم وأبو الفرج بن الجوزي ، وروى العلماء ذلك بالأسانيد المعروفة عن الصحابة والتابعين ، وذكروا ذلك من كتاب الله وسنة رسوله ، وبسطوا القول في ذلك بالدلائل السمعية

“Tidak sedikit ulama dan para imam telah menukil ijma’ kaum muslimin tentang bulatnya bumi, semisal Abul Husain Ahmad bin Jafar Al Munadi, salah satu tokoh besar dari thobaqoh kedua dari Imam Ahmad dan memiliki sekitar 400 karya tulis, dan ijma juga dinukil oleh Imam Abu Muhammad bin Hazm dan Abul Faraj bin Jauzi, dan para ulama telah meriwayatkan hal itu dengan sanad2 yang populer dari para sahabat dan tabiin, dan mereka menyebutkan dalil2 dari Al Quran dan Sunnah”. (Majmu Fatawa 6/586)

Demikian juga Ibnu Hazm rahimahullah berkata:

أن أحدا من أئمة المسلمين المستحقين لإسم الإمامة بالعلم رضي الله عنهم لم ينكروا تكوير الأرض ولا يحفظ لأحد منهم في دفعه كلمة بل البراهين من القرآن والسنة قد جاءت بتكويرها

“Para Imam kaum muslimin yang berhak mendapar gelar imam radhiallahu anhum tidak mengingkari bahwa bumi itu bulat. Tidak pula diketahui dari mereka ada yang mengingkari sama sekali, bahkan bukti-bukti dari Al-Quran dan Sunnah membuktikan bahwa bumi itu bulat”. (Al Fishol fil Milal wa Nihal 2/78)

Jangan Menyelisihi Ijma’ Ulama

Apabila telah tegak ijma’ maka jangan macam-macam untuk menyelisihinya karena Ijma’ Itu pasti dibangun di atas dalil Al Quran dan Sunnah, karena mereka tidak mungkin bersepakat di atas kesesatan.

Al-Amidi berkata: “Semua bersepakat bahwa umat tidak akan bersepakat terhadap suatu hukum melainkan berlandaskan pada pedoman dan dalil”. (Al Ihkam, 1/374)

Perlu diketahui bahwa adanya sebagian kecil yang menyelisihi ijma’ di atas tidak bisa membatalkan ijma dan perselisihannya tidaklah dianggap karena ijma yg mutabar adalah ijma generasi awal, apalagi yg menukil ijma adalah pakar yg sangat mengerti tentang perpandingan madzhab dan pendapat yaitu Syeikhul Islam dan Ibnu Hazm.

Anggaplah ijma ini batal, tetap tidak boleh bagi kita gegabah menyelisihinya, lah wong pendapat jumhur (mayoritas) saja gak boleh sembarang diselisihi apalagi sudah ada nukilan ijma.

Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menasehatkan: “Oleh karena itu hendaknya bagi seseorang untuk tidak menyelisihi jumhur (mayoritas) ulama kecuali apabila dia mengetahui bahwa ucapan mereka tidak benar, karena seringkali kebenaran bersama jumhur”. (Syarh Qowaid Mutsla hlm. 83)

 Tinggalkan Debat Kusir Bentuk Bumi

Walau kami tidak ragu bahwa bumi itu bulat mengikuti kesepakatan para ulama, namun kami menasehatkan kepada saudara-saudaraku untuk meninggalkan debat kusir dalam masalah ini, cukup sampaikan kepada mereka ijma ulama, jika mereka menerima maka alhamdulillah dan jika mereka tidak menerima maka tidak perlu kita menguras tenaga kita dan menghabiskan waktu kita untuk meladeni mereka, masih banyak hal-hal lain yg jauh lebih penting dari ini. Ingatlah baik-baik hadits Nabi:

أنا زعيم ببيت في ربَض الجنة لمن ترك المراء وإن كان محقًّا

“Saya menjamin sebuah rumah di surga yg paling pinggir bagi orang yang meninggalkan debat kusir sekalipun dia benar”. (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih)

Maka nasehatku padamu, sibukkanlah dirimu dengan hal2 yg bermanfaat berupa menuntut ilmu syari, beramal shalih, berdakwah dan sebagainya. Jangan habiskan waktumu untuk debat kusir yg hanya mengeraskan hatimu.

Imam Ibnul Qoyyim mengatakan: “Sumber ketenangan jiwa adalah dengan menyibukkan diri dalam perkara yang bermanfaat. Dan sumber hancurnya jiwa adalah dengan tenggelam dalam perkara yang tidak bermanfaat”. (Al-Fawaid hal.177)

Syaikh Shalih al-Fauzan pernah mengatakan: “Jika Allah memuliakan seorang hamba, maka Allah akan menyibukkannya dengan ketaatan kepadaNya”.(Syarh Thohawiyyah hlm. 112).

Demikian ulasan singkat, semoga bermanfaat.

Penulis: Abu Ubaidah As Sidawi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52342-debat-bumi-bulat-atau-bumi-datar.html

Nauzubillah, Lisan Ngaku Beriman, Kelakuan Kafir

BANYAK yang tahu bahwa Allah itu ada, tak banyak yang yakin bahwa Allah itu ada. Buktinya adalah begitu banyak yang tetap tanpa malu berani melakukan hal terlarang seakan bebas dari pantauan Allah.

Banyak yang tahu bahwa Allah menetapkan dan membagi rezeki makhluk-Nya, tak banyak yang yakin bahwa Allah telah menetapkan dan membagi rezeki makhluk-Nya. Buktinya adalah begitu banyak yang pontang panting mengumpulkan rezeki sendiri tanpa memperhatikan halal dan haram. Bahkan hak dan harta orang lain pun diambilnya dengan berbagai dalih dan kebohongan seakan-akan Allah tak mengetahuinya.

Banyak yang tahu bahwa semua amal pasti diketahui Allah dengan pengetahuan sempurna dan pasti dibalas dengan balasan yang setimpal. Kebaikan dengan pahala, kejahatan dengan siksa. Tapi sayang bayak orang yang tidak yakini iti. Buktinya adalah begitu banyak yang berani membuat orang lain menderita karena ulahnya yang tak menepati janji, sedih karena menunggu harapan palsu yang diperpanjang masa berlakunya dari waktu ke waktu.

Waktunya untuk memantapkan tauhid. Jangan sampai ajal datang sebelum tobat dilakukan. Lunaskan kewajiban kita kepada Allah, tunaikan janji dan utang kita pada hamba-hamba Allah.

Yakinlah Allah akan anugerahkan rezeki dari jalan yang tak disangka. Jangan biarkan diri kita ditipu setan yang membisikkan kekayaan dengan menyimpan harta orang lain di kantong kita. Lunaskan, tunaikan, sekarang juga. Salam, AIM []

INILAH MOZAIK

Pintu-pintu Keluhan Terbuka Lebar

ZAMAN kini adalah jaman di mana pintu-pintu keluhan sangatlah terbuka lebar. Pintu-pintu itu jauh lebih lebar bukaannya jika dibandingkan dengan jaman dulu. Apakah ini karena jaman kini persediaan nikmat Tuhan semakin menipis? Jawabannya adalah “bukan.”

Jaman kini, banyak sekali orang pamer segala hal “indah” dan “wah” di berbagai media sosial. Sengaja kata indah dan wah itu saya apit dengan dua tanda kutip untuk memberikan penekanan makna bahwa yang mereka pamerkan itu tak mesti sungguh indah dan wah, melainkan karena tipuan kemasan, teknologi atau lainnya. Pameran adalah iklan. Iklan itu lebih sering tampak lebih bagus dari aslinya.

Nah, para penikmat media sosial, kalau tidak hati-hati dan waspada, akan terjangkit penyakit “gumunan” yakni kagum setelah dirinya membandingkan apa yang dimiliki dirinya dengan apa yang dimiliki orang lain. Lalu, efek berikutnya, dia ingin bertamasya seperti yang dilakukan orang lain yang silihat di medsos itu, ingin menikmati kuliner yang fotonya ditemukannya di media sosial temannya, bahkan ingin memiliki semua yang dimiliki dan dipamerkan di media sosial itu. Berlakulah kaidah psikologi: “Semakin banyak keinginan yang tidak diimbangi semakin tingginya penghasilan adalah penyebab utama stress atau depresi.” Lahirlah keluhan demi keluhan.

Semakin banyaklah manusia yang merasa tak puas dengan dirinya dan apa yang dimilikinya. Mereka terus mengeluh dan mengaduh seakan alam seisinya berhutang budi kepadanya. Bagaimana sikap kita jika bertemu dengan para prngeluh tipe ini?

Pengeluh itu sangat mudah menularkan penyakit keluhan pada orang lain. Jaga jarak saja agar bahagia kita tak terkontaminasi. Apakah kita harus memusuhinya? Jangan, doakan saja semoga keluhannya bergantikan kesyukuran dengan segera. Allah tak suka pada hambanya yang tak pandai bersyukur. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Tujuh Tanda Kaum Munafik Terlihat dalam Salatnya

SEBAGAIMANA diketahui bahwa kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahannam.

Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” QS. At Taubah: 68.

Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal salat. Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap salatnya:

1. Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan salat

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada salat yang paling berat atas kaum munafik dari salat subuh dan isya.” HR. Bukhari dan Muslim.

2. Kaum munafik tidak menghadiri salat berjemaah

Artinya: “Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para shahabat radhiyallahu anhum), tidak ada yang absen darinya (salat berjemaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

Artinya: “Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyai persahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (salat subuh dan isya secara berjemaah)nya seoranvg munafik.” Maksudnya adalah salat subuh dan salat isya, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua salat itu.

3. Kaum munafik mengakhirkan salat ashar sehingga matahari mau terbenam

4. Kaum munafik salatnya terlalu cepat, tidak thumaninah seperti burung memakan makanannya

5. Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam salatnya kecuali sedikit

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah salatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antardua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun (shalat) ia salat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” HR. Muslim.

6. Kaum munafik malas ketika mendirikan salat

7. Kaum munafik riya di dalam salatnya

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” QS. An NIsa: 142

Artinya: “Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [Ahmad Zainuddin/dakwahsunnah]

INILAH MOZAIK