Imam ath-Thabrani

Imam ath-Thabrani adalah seorang imam dalam ilmu hadits. Selain menguasai ilmu hadits, beliau juga pakar dalam bidang tafsir. Ia memiliki usia yang panjang dan ilmu yang tersebar ke penjuru dunia. Bagi umat Islam adalah suatu kelayakan mengenal ulama mereka sendiri. Mengenal orang-orang yang berada di lingkungan dalam mereka. Meskipun telah wafat ratusan tahun lalu, namun namanya masih hidup bersama waktu.

Nasab dan Kelahirannya

Ath-Thabrani adalah seorang imam, hafizh, dan perawi terpercaya. Ia adalah Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthir al-Lakhmi asy-Syami ath-Thabrani (Adz-Dzahabi: as-Siyar, 16/119). Dinisbatkan pada daerah yang Thabariyah. Ia adalah seorang ahli tafsir dan tokoh rijalul hadits di zamannya.

Ath-Thabrani dilahirkan pada tahun 260 H/873 M (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Disebutkan bahwa ia dilahirkan di Kota Acre (di wilayah Israel sekarang). Artinya, ia dilahirkan di wilayah Syam. Umurnya panjang. Hampir 100 tahun. Dan hadits-haditsnya tersebar ke penjuru dunia.

Perjalanan Mencari Hadits

Di antara tradisi ahli hadits adalah bersafar dalam mencari hadits. Demikian juga dengan ath-Thabrani. Ia memulai perjalanan mencari hadits pada tahun 273 H (Adil Nuwaihidh: Mu’jam al-Mufassirin, 1/214). Saat itu usianya baru menginjak 13 tahun (ash-Shufdi: al-Wafi bil Wafayat, 15/213).

Perjalanan di usia beliau ini ia mulai dari negerinya Syam menuju Baghdad, Kufah, Bashrah, dan Isfahan (Ibnu Abdul Hadi: Thabaqat Ulama al-Hadits, 3/107). Kemudian menuju Hijaz, Yaman, Mesir, negeri-negeri di Jazirah Arab, dan lain-lain. Perjalanan belajar ini beliau tempuh selama 33 tahun, masyaallah. Luar biasa perjalanan para ulama kita dalam belajar.

Dari perjalanan ini, ia mendengar dan belajar dari banyak guru dan ulama. Sampai-sampai jumlah gurunya mencapai 1000 orang (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Di antara gurunya adalah Abu Zur’ah ad-Dimasyqi an-Nasai. Ath-Thabrani pernah ditanya tentang banyaknya hadits yang ia riwayatkan, ia berkata, “Dulu aku tidur di atas al-Bawari (tikar yang terbuat dari jalinan rumput) selama 30 tahun (Ibnu Abdul Hadi: Thabaqat Ulama al-Hadits, 3/108).

Dari susah payah perjuangannya untuk menjaga kemurnian agama Allah ini, Allah kekalkan namanya hingga sekarang.

Pujian Para Ulama

Di antara pujian tersebut adalah ucapan Imam adz-Dzahabi rahimahullah, “Dia adalah seorang hafizh yang masyhur. Seorang musnad dunia.” (Adz-Dzahabi: Tarikhul Islam, 8/143). Beliau juga mengatakan, “Ath-Thabrani ibarat ahli penunggang kuda dalam permasalahan hadits ini. Bersamaan dengan kejujuran dan amanahnya.” (Adz-Dzahabi: Tadzkirotul Huffazh, 3/85). Di kesempatan lain, adz-Dzahabi mengatakan, “Dia adalah imam, al-hafizh, seorang pengembara dalam ilmu, dan seorang ahli hadits Islam. Senantiasa hadits-haditsnya diharapkan, bernilai sedekah, dan dicintai.” (Adz-Dzahabi: as-Siyar, 16/119).

Ibnul Jauzi berkata, “Atht-Thabrani termasuk salah seorang pemuka hafizh. Ia memiliki karya-karya yang bagus.” (Ibnul Jauzi: al-Hatstsu ‘ala Hifzhil Ilm wa Dzikru Kibaril Huffazh, Hal: 68). Ibnu Uqdah mengatakan, “Aku tak mengetahui ada orang yang lebih mengetahui hadits melebih ath-Thabrani. Dan juga tidak ada yang lebih hafal sanad melebihi dirinya.” (Ibnu Qathlubagha: ats-Tsiqat min man lam Yaqo’ fi Kutubis Sittah. 5/90).

Seorang Menteri Ibnu al-Amid berkata, “Aku tidak mengetahui di dunia ini ada yang lebih manis dan lebih lezat dibanding kekuasaan dan jabatan Menteri yang aku jabat sekarang sampai akhirnya aku melihat pengajian Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani dan Abu Bakr al-Ju’abi. Ath-Thabrani mengalahkan al-Ju’abi dalam banyaknya hafalan. Sementara al-Ju’abi mengalahkan ath-Thabrani dalam kecerdasannya dan kepintaran. Kemudian terjadi dialog antara mereka hingga tak diketahui mana yang lebih unggul di antara keduanya. Al-Ju’abi mengatakan, ‘Aku meriwayatkan hadits yang tidak ada orang yang meriwayatkannya di dunia ini kecuali aku’. Ath-Thabrani menanggapi, ‘Coba tunjukkan’. Al-Ju’abi mengatakan, ‘Abu Khalifah telah menyampaikan kepadaku. Sulaiman bin Ayyub telah menyampaikan kepadaku…’ Kemudian dia sampaikan isi haditsnya. Ath-Thabrani mengatakan, ‘Akulah Sulaiman bin Ayyub. Dan aku mendengar hadits itu dari Abu Khalifah’. Al-Ju’abi pun merasa malu. Ath-Thabrani mengunggulinya.” Ibnu al-Amid melanjutkan, “Aku berandai kalau saja kementrian dan jabatan ini tidak diberikan padaku. Dan aku berandai menjadi ath-Thabrani. Pastilah aku bahagia sebagaimana bahagianya ath-Thabrani karena hadits.” (Ibnu Manzhur: Mukhtashor Tarikh Dimasyqi, 10/104).

Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abdurrahman mengatakan, “Ath-Thabrani sudah dikenal walaupun tidak disebut keutamaan dan kontribusinya. Ia menyampaikan hadits di Isfahan selema 60 tahun. Yang mendengar darinya adalah seorang bapak, kemudian nanti anaknya, kemudian nanti cucunya. Bahkan sampai ke cicit mereka. Ia adalah seorang yang luas ilmunya dan banyak karya tulisnya. Dan di akhir usianya ia mengalami kebutaan.” (Ibnu Qathlubagha: ats-Tsiqat min man lam Yaqo’ fi Kutubis Sittah. 5/91).

Karya-Karyanya

Ath-Thabrani melahirkan banyak karya ilmiah berupa buku-buku yang bagus dan bermanfaat. Yang paling terkenal dari karya-karyanya adalah mu’jamnya. Baik Mu’jam al-Kabir, Mu’jam al-Awsath, dan Mu’jam ash-Shaghir (Ibnu al-Mustafi: Tarikh Irbil, 2/53). Dalam Mu’jam al-Awsath-nya ia mengatakan, “Buku ini adalah ruhku.” Karena begitu lelahnya ia dalam menyelesaikannya. Karyanya yang lain adalah pembahasan tentang Kitab ad-Du’a, Kitab ‘Isyratin Nisa, Kitab al-Manasik, Kitab al-Awail, Kitab as-Sunnah, Kitab an-Nawadir, Musnad Abu Hurairah, Kitab at-Tafsir, Kitab Dala-il an-Nubuwah, Musnad Syu’bah, Musnad Sufyan, Kitab Hadits asy-Syamiyyin, dll (adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 8/144).

Wafat

Setelah perjalanan panjang mencari hadits, Imam ath-Thabrani bermukim di Kota Isfahan. Ia menghabiskan sebagian besar usianya di kota Persia itu. Hingga ia wafat di kota itu pada tahun 360 H/971 M. Saat itu usianya kurang lebih 100 tahun (Ibnu Khallikan: Wafayat al-A’yan, 2/407). Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas.

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6402-imam-ath-thabrani.html

Mengenal Imam Ibnu Majah

Imam Ibnu Majah adalah salah seorang ulama ahli hadits. Pemilik Sunan Ibnu Majah. Salah satu kitab hadits yang dimasukkan dalam kelompok kutubus sittah. Ibnu Majah alhir tahun 209 H dan wafat 273 H.

Nasab dan Daerah Asal

Ibnu Majah adalah seorang imam dan tokoh di bidang hadits. Beliau adalah Abu Abdullah, Muhammad bin Yazid bin Maja har-Rabi’I al-Qazwini. Ia dilahirkan di Qazvin -salah satu propinsi di Iran sekarang- pada tahun 209 H. Ibnu Khalikan mengatakan, “Kata ماجه dengan memfathahkan huruf mim dan jim. Dan di antara kedua huruf itu ada alif. Dan huruf Ha yang terakhir dibaca sukun.”

Pendidikan

Ibnu Majah tumbuh di lingkungan yang penuh ilmu. Di saat itu, umumnya para pemuda memiliki kecintaan yang besar dengan ilmu agama. Khususnya ilmu hadits. Ibnu Majah kecil memulai langkah belajarnya dengan runut. Pertama-tama ia menghafal Alquran yang merupakan sumber utama hukum-hukum Islam. Kemudian ia mondar-mandir di halaqoh ahli hadits yang saat itu mudah didapatkan di masjid-masjid Qazvin. Hingga di masa mendatang ia memetik hasil dan tingkatan besar dalam ilmu hadits.

Pada tahun 230 H, Ibnu Majah mulai bersafar mencari ilmu. Menemui banyak guru yang tersebar di berbagai penjuru. Ia menyambangi Khurosan, Bashrah, Kufah, Baghdad, Damaskus, Mekah, Madinah, Mesir, dll. Ia mengunjungi berbagai madrasah hadits. Dan perjalanan safar inilah yang mempertemukannya dengan banyak guru di neger-negeri yang ia kunjungi.

Guru-Gurunya

Dengan banyaknya negeri yang ia kunjungi, Ibnu Majah pun memiliki banyak guru. Di antara gurunya adalah Ali bin Muhammad ath-Thanasafi. Beliau adalah seorang hafizh dan Ibnu Majah banyak mengambil riwayat darinya. Kemudian Ibrahim bin al-Mundzir al-Hizami. Beliau adalah salah seorang murid Imam al-Bukhari. Ibnu Munzdir wafat pada tahun 236 H.

Ada juga nama Muhammad bin Abdullah bin Numair, Jabbaroh bin al-Mughlis, Abdullah bin Muawiyah, Hisyam bin Ammar, Muhammad bin Rumh, Dawud bin Rasyid, dll.

Setelah menempuh perjalanan belajar selama lebih dari 15 tahun, Ibnu Majah kembali ke Qazvin dan menetap di sana. Mulailah ia menulis buku dan menyampaikan riwayat hadits. Ia pun dikenal banyak pelajar. Kemudian mereka mendatangi Qazvin untuk belajar darinya.

Murid-Muridnya

Semangat Ibnu Majah dalam menyebarkan ilmu tidak hanya terbatas dengan karya tulis saja, ia juga membuka halaqah ilmu. Ia mendermakan waktunya dengan mengadakan pelajaran dan muhadoroh. Di antara murid-muridnya yang paling masyhur adalah Ali bin Said bin Abdullah al-Ghudani, Ibrahim bin Dinar al-Jarsyi al-Hamdani, Ahmad bin Ibrahim al-Qazwini, Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ruh al-Masy’arani, Ishaq bin Muhammad al-Qazwini, Ja’far bin Idris, Muhammad bin Isa ash-Shafar, Abul Hasan Ali bin Ibrahim bin Salamah al-Qazwini, dll.

Karya Tulis

Di antara karya tulis Ibnu Majah adalah Sunan Ibnu Majah. Sebuah kitab legendaris yang hingga sekarang mudah kita temukan. Ia juga memiliki buku tafsir yang dipuji oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah dengan pujian Tafsir Hafil (Arab: تفسير حافل), tafsir yang kaya faidah. Buku lainnya adalah buku sejarah. Memuat sejarah sejak zaman sahabat sampai kejadian di zamannya. Ibnu Katsir juga memujinya dengan ungkapan Tarikh Kamil (Arab: تاريخ كامل), buku sejarah yang sempurna.

Kemuliaan Kitab Sunan Ibnu Majah

Ketenaran kitab Sunan Ibnu Majah tak lekang oleh zaman. Dengan kitab inilah nama Ibnu Majah abadi hingga saat ini. Kitab ini juga yang membuat namanya didudukkan bersama para pemuka ulama hadits. Inilah kitabnya yang paling berharga. Kitab Sunan Ibnu Majah termasuk empat kitab sunan yang dikenal kaum muslimin: Sunan Abu Dawud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. Karyanya ini dikelompokkan bersama Shahih al-Bukhari dan Muslim dan dinamai dengan kelompok kutubus sittah. Keenam buku hadits ini menjadi rukukan utama hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Metode Ibnu Majah dalam menulis bukunya ini adalah dengan merunutkan bab-babnya. Terdiri dari muqoddimah, 37 kitab (pembahasan), 1500 bab, dan mencakup 4341 hadits. 3002 hadits di antaranya adalah hadits-hadits yang juga diriwayatkan di lima buku hadits yang lain. Dan 1329 hadits lagi ia sendiri yang meriwayatkan. Tidak ada di lima buku hadits yang lain. Terdapat 428 hadits yang shahih dan 119 hadits hasan. Ibnu Hajar mengatakan, “Ia bersendirian meriwayatkan banyak hadits yang shahih.” Maksudnya, hadits yang diriwayatkan darinya saja banyak sekali hadits yang shahih.

Ibnu Majah memulai sunannya dengan bab mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam bab ini tercantum hadits-hadits tentang sunnah adalah hujjah dan wajib mengikutinya serta beramal dengannya. Tentu metode yang digunakan Ibnu Majah ini adalah metode yang sangat baik.

Para Ulama Memandang Ibnu Majah

Ibnu Majah mencapai kedudukan yang luar biasa. Ia menjadi salah seorang ulama besar di bidang hadits. Ibnu Khallikan berkata, “Dia adalah seorang imam dalam hadits. Seorang yang berpengetahuan tentang ilmu hadits dan semua hal yang berkaitan dengan hadits.” Adz-Dzahabi berkata, “Ibnu Majah adalah seorang hafizh, pakar kritik hadits, seorang yang jujur, dan luas ilmunya.”

Wafat

Setelah mencurahkan usaha besar di bidang hadits selama usianya, baik ilmu dirayah maupun riwayat, belajar, mengajar, dan menulis, Ibnu Majah rahimahullah wafat. Yaitu pada tahun 273 H. Semoga Allah membalas jasanya atas Islam dan kaum muslimin.

Diterjemahkan dari: https://islamstory.com/ar/artical/21830/ابن_ماجه_المحدث

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6399-mengenal-imam-ibnu-majah.html

Imam Muslim, Imam Para Ahli Hadits

Salah satu ulama dan imam yang terkenal di kalangan kaum muslimin adalah Imam Muslim penyusun Shahih Muslim. Umat Islam banyak membaca hadits-hadits yang beliau riwayatkan. Walaupun tidak semua orang merasa ingin tahu lebih jauh tentang nama yang mereka baca itu. Berikut ini biografi singkat dari Imam Muslim, mudah-mudahan menambah rasa cinta kita pada beliau.

Nasab dan Kelahiran

Nama beliau adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi. Qusyair adalah kabilah Arab yang dikenal. Sedangkan Naisabur adalah sebuah kota yang masyhur di wilayah Khurasan. Kota ini termasuk kota terbaik di wilayah tersebut. Kota yang terkenal dengan ilmu dan kebaikan.

Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H/821 M. Kun-yahnya adalah Abu al-Husein. Dan laqob (panggilan) atau digelari dengan al-Hafizh, al-Mujawwid, al-Hujjah, ash-Shadiq.

Masa Kecil

Imam Muslim dibesarkan di rumah yang penuh dengan ketakwaan, keshalehan, dan ilmu. Ayahnya, Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, adalah seorang yang mencintai ilmu. Sang ayah rajin hadir di majelisnya para ulama. Ayahnya mendidiknya dengan semangat keshalehan dan cinta ilmu yang ia miliki itu.

Imam Muslim rahimahullah memulai perjalanan belajarnya di usia belia. Safar pertama ia lakukan saat ia berusia tidak lebih dari 18 tahun. Mulai saat itu, sang imam muda mulai serius mempelajari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam adz-Dzahabi mengatakan, “Kali pertama ia mendengar kajian sunnah (hadits) adalah saat usianya menginjak 18 tahun. Ia belajar dari Yahya bin Yahya at-Tamimi.”

Guru-Guru Imam Muslim

Imam Muslim memiliki guru yang banyak. Jumlahnya mencapai 120 orang. Di Mekah, ia belajar kepada Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi. Ialah gurunya yang paling senior. Ia mengunjungi Kufah, Irak, al-Haramain (Mekah dan Madinah), dan Mesir untuk mempelajari hadits.

Di antara guru-gurunya adalah Yahya bin Yahya an-Naisaburi, Qutaibah bin Said, Said bin Manshur, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala, Abu Musa Muhammad bin al-Mutsanna, Hunad bin as-Sirri, Muhammad bin Yahya bin Abi Umar, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhali, al-Bukhari, Abdullah ad-Darimi, dll.

Murid-Muridnya

Kedudukan yang tinggi dalam keilmuan membuat pelajar dari segala penjuru datang untuk belajar kepada Imam Muslim. Di antara mereka adalah Ali bin al-Hasan bin Abi Isa al-Hilali, beliau adalah murid seniornya. Kemudian Husein bin Muhammad al-Qabani, Abu Bakr Muhammad bin an-Nadhar bin Salamah al-Jarudi, Ali bin al-Husein bin al-Juneid ar-Razi, Shalih bin Muhammad Jazrah, Abu Isa at-Turmudzi, Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli, Abdullah bin Yahya as-Sarkhasi al-Qadhi, Nashr bin Ahmad bin Nashr al-Hafizh, dll.

Warisan Imam Muslim

Imam Muslim meninggalkan banyak karya tulis, ilmu yang luas, yang tak layak disia-siakan. Dari sekian banyak karya beliau, ada yang masih ada hingga sekarang. Ada pula yang telah hilang. Di antara karya tulis beliau adalah:

  1. Ash-Shahih (Shahih Muslim). Inilah karya beliau yang paling mashur di tengah kaum muslimin;
  2. At-Tamyiz,
  3. Al-‘Ilal,
  4. Al-Wuhdan,
  5. Al-Afrad,
  6. Al-Aqran,
  7. Su-alatihi Ahmad bin Hanbal,
  8. Kitab Amr bin Syu’aib,
  9. Al-Intifa’ bi Uhubi as-Siba’,
  10. Kitab Masyayikh Malik,
  11. Kitab Masyayikh ats-Tsauri,
  12. Kitab masyayikh as-Su’bah,
  13. Man Laysa Lahu Illa Rawin wa Ahadin,
  14. al-Mukhadhramin,
  15. Awlad ash-Shahabah,
  16. Awham al-Muhadditsin,
  17. ath-Thabaqat,
  18. Afrad asy-Syamiyyin.

Metodologi Imam Muslim Dalam Meriwayatkan hadits

Imam Malik rahimahullah menulis kitab al-Muwaththa. Sebuah kitab yang menjadi landasan hukum-hukum dari kitab ash-Shahih al-muttafaq ‘alaih. Buku hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Imam Muslim meneliti kembali jalur sanad hadits-haditsnya yang berbeda-beda. Menyusun hadits-hadits dari beberapa jalur dan dari periwayat yang berbeda-beda. Demikian juga, beliau susun hadits-hadits dalam bab yang berbeda-beda sesuai dengan makna yang dikandungnya.

Kemudian datang Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Imamnya para ahli hadits. Ia memilah hadits-hadits, dan meriwayatkannya di dalam shahihnya dengan cara mengelompokkan jalur periwayatan dari kalangan penduduk Hijaz, Irak, dan Syam. Imam al-Bukhari memilih hadits-hadits yang disepakati keshahihannya dan meninggalkan hadits-hadits yang ke-shahihannya masih diperdebatkan. Ia mengelompokkan hadits-hadits dengan kandungannya masing-masing.

Setelah itu Imam muslim bin al-Hajjaj al-Qurasyiri rahimahullah menyusun pula kitab shahih. Beliau meniru langkah yang dilakukan Imam al-Bukhari. Yaitu hanya menukil hadits-hadits yang disepakati saja ke-shahihannya. Berbeda dengan Imam al-Bukhari, Imam Muslim menghapus riwayat yang berulang. Kemudian mengumpulkan jalan-jalan sanadnya di tempat yang sama. Dan mengelompokannya dengan bab fikih.

Imam Muslim menghabiskan waktu15 tahun untuk menyusun kitab Shahih-nya. Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku pernah bersama Muslim saat penulisan Shahih-nya. Lama penulisannya 15 tahun.” Ia menulis di negerinya. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam muqaddimah Fathul Bari. Ibnu Hajar mengatakan, “Muslim menulis kitabnya di kampung halamannya. Dengan menghadirkan inti kitabnya saat sebagian besar gurunya masih hidup. Muslim sangat menjaga lafadz hadits dan meneliti redaksinya.”

Pujian Para Ulama

Abu Quraisy al-Hafizh mengatakan, “Aku mendengar Muhammad bin Basyar mengatakan, ‘Di dunia ini, orang yang benar-benar ahli dalam bidang hadits ada empat orang: Abu Zur’ah di Kota Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah ad-Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Ismail (Imam al-Bukhari) di Bukhara.”

dinukil dari Abu Abdullah al-Hakim bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab al-Farra mengatakan, “Muslim bin al-Hajjaj adalah ulamanya seluruh kalangan. Ia seorang yang paling memahami ilmu.”

al-Hafizh Abu Ali an-Naisaburi mengatakan, “Tidak ada di kolong langit ini sebuah kitab dalam ilmu hadits yang lebih shahih dari kitabnya Muslim.”

Shiddiq bin Hasan al-Qanuji memuji Imam Muslim dengan mengatakan, “al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Baghdadi adalah salah seorang imam dan hafizh. Salah seorang imamnya para ahli hadits. Imam masyarakat Khurasan dalam ilmu hadits setelah al-Bukhari.”

Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim lebih mengunggulkan Muslim dalam pengetahuan ash-shahih dibanding ulama-ulama di zamannya.”

Wafat

Usia Imam Muslim bisa dikatakan tidak panjang. Hanya 55 tahun. Beliau wafat dan dimakamkan di Naisabur pada tahun 261 H/875 M, rahimahullah rahmatan wasi’atan. Semoga Allah membalas jasa-jasa beliau terhadap umat Islam dengan sebaik-baik balasan.

Diterjemahkan secara bebas dari: http://islamstory.com/-مسلم_بن_الحجاج_المحدث

Read more https://kisahmuslim.com/5818-imam-muslim-imam-para-ahli-hadits.html

Amalan Agar Bertemu Rasulullah dalam Mimpi

BERJUMPA dan berbicara dengan Rasulullah adalah keinginan hampir setiap muslim di dunia. Siapa yang tidak ingin berjumpa dengan manusia paling mulia sepanjang sejarah manusia?

Namun hal itu sepertinya mustahil dilakukan mengingat Rasulullah SAW telah wafat berabab-abad yang lalu. Yang dimaksud dengan melihat di sini tentu saja dalam mimpi. Namun demikian, walaupun dalam mimpi, orang dalam mimpi tersebut adalah benar Rasulullah SAW. Hal ini bisa dipastikan karena tidak ada satu pun makhluk yang mampu menyerupai Rasulullah SAW.

Untuk bisa bertemu dengan Rasulullah dalam mimpi, ada amalan-amalan yang bisa dilakukan. Imam Al Ghazali dalam kitabnya arifillah mengatakan bahwa barang siapa yang Istiqamah membaca salawat (di bawah) ini sehari semalam sebanyak lima ratus kali, ia takkan mati sebelum bertemu Nabi Saw dalam keadaan terjaga. Iya, walaupun antara Rasulullah SAW dan umatnya telah berbeda alam (barzah dan dunia), tapi Imam Ghazali mengatakan umatnya bisa saja bertemu Rasulullah dalam keadaan terjaga.

Bacaan shalat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

“Dalam kitab yang lain, Bustanul Fuqaraa, Imam Al Ghazali juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang bershalawat atasku pada hari Jumat sebanyak seribu kali yakni salawat:
maka dia akan melihat Tuhannya pada waktu malam atau nabinya atau tempat tinggalnya dalam surga. Jika tidak terlihat, maka hendaklah dia berbuat yang demikian dalam dua Jumat atau tiga atau hingga lima kali Jumat.”

Selain kedua macam salawat di atas, ada juga amalan lain seperti disebutkan oleh Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam kitabnya Al Ghaniyah. Beliau mengatakan bahwa dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa salat dua rakaat pada malam Jumat, dalam setiap rakaat membaca al-Fatihah dan ayat kursi satu kali dan lima belas kali, kemudian pada akhir salat bershalawat seribu kali: Maka ia akan melihatku dalam mimpi sebelum datang Jumat yang lain. Dan barang siapa yang melihatku maka dia akan masuk surga dan diampuni segala dosanya yang telah lewat dan yang akan menyusul.”

Itulah beberapa amalan yang bisa menjadi wasilah bertemunya kita dengan Rasulullah SAW. [Fimadani]

INILAH MOZAIK

Istighfar Melapangkan Rezeki

ISTIGHFAR mengandung banyak keutamaan selain permohonan ampunan kepada Allah. Syekh Abdul Wahhab As-Syarani dalam kitab Al-Minahus Saniyyah mengutip hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan kelapangan rezeki sebagai salah satu keutamaan istighfar:

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja mengekalkan bacaan istighfar, niscaya Allah jadikan baginya sebuah jalan keluar di tengah kesempitan dan sebuah kelonggaran di tengah kesumpekan; dan Allah kucurkan rezeki kepadanya dari jalan yang ia tidak perhitungkan.”

Istighfar juga disebutkan di dalam Al-Quran, Surat Al-Anfal ayat 33.

Artinya, “Dan Allah SWT tidak akan mengazab mereka selagi mereka memohon ampunan-Nya.”

Syekh Ibnu Ajibah dalam Iqazhul Himam menyatakan bahwa makna istighfar bagi kalangan sufi tidak jauh berbeda dengan makna istighfar di kalangan awam. Hanya saja nilai dosa menurut mereka berbeda dari sesuatu yang dianggap dosa oleh orang awam.

Artinya, “Menurut saya, turun dengan suul adab adalah turunnya mereka dalam menuntut pahala atau harta, yaitu balasan. Sedangkan kelalaian adalah melihat diri saat beramal. Bagi kalangan sufi, hal ini dianggap sebuah dosa di mana mereka beristighfar. Oleh karenanya, istighfar mereka setelah shalat berasal dari perasaan hadir diri mereka sebagaimana sebuah syair mengatakan, Wujudmu adalah dosa yang tidak terbandingkan oleh dosa lain,” (Lihat Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 382).

Syekh Abdul Wahhab As-Syarani juga menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, istighfar di akhir ibadah merupakan pengakuan atas kekurangan dalam ibadah tersebut:

Artinya,”Arifun menyepakati anjuran istighfar usai beramal saleh. Dalam riwayat, para sahabat bercerita bahwa Rasulullah SAW beristighfar 3 kali tiap selepas sembahyang wajib. Maksudnya, menetapkan syariat istighfar usai beramal bagi umatnya sekaligus mengingatkan akan ketidaksempurnaan ibadah mereka.” Wallahu alam. [nuol/Alhafiz K]

INILAH MOZAIK

Perbanyak Istigfar Dapat Kemudahan di Saat Sulit

PERBANYAK istigfar. Coba sahabatku buka surah Nuh ayat 10 -13, dengan banyak istigfar, Allah bukakan “biamwaalin” rezeki yang melimpah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa membiasakan istigfar, maka Allah mudahkan saat sulit, Allah tunjukkan jalan keluar dari masalahnya, dan Allah beri rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka,” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Dosa itu membuat masalah, gelisah, dan sial, “Kemalangan kemalangan kalian karena dosa-dosa kalian” (QS Yasin 19), kalaupun sukses karena dosa itu “istidraaj” kesenangan sesaat dan semu, kemudian akhirnya bala juga (QS Hud 15-16).

Dengan istigfar, Allah angkat dosa. Dengan terangkat dosa, terangkatlah masalah, gelisah, dan kesialan. Saatnya bagi sahabatku untuk selalu beristigfar saat berdiri, duduk, berbaring, di rumah, di kendaraan, di kantor, di pasar, di mana saja dan setiap selesai salat Fardu untuk tidak buru buru beranjak, beristigfar lebih dulu, dan terutama beristigfar di keheningan malam.

Seperti dalam firman-Nya: “Hamba-hamba Allah yang beriman itu sedikit sekali rehatnya di waktu malam karena banyaknya mohon ampunan Allah,” (QS Azh Zhaariyaat 17-18).

Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari,” (HR Bukhari).

Sahabat salehku, Arifin yang banyak dosa ini berazam minimal sehari 1000 X, dan bukan seribu selesai tetapi terus dan terus Istigfar sehingga ketenangan dan energi taat terus bersama kita.

“Do it right now, you find it insya Allah sahabatku. Aamiin”. [Ustaz Arifin Ilham]

INILAH MOZAIK

Lima Ayat Ini Memotivasi Anda dalam Hadapi Masalah

SETIAP orang pasti akan menghadapi masalah dalam hidupnya. Ketika masalah satu sudah selesai maka akan datang masalah berikutnya. Namun, janganlah merasa bosan dengan itu semua.

Hal-hal seperti itu pasti akan dialami oleh semua orang. Justru hal-hal seperti itu yang nantinya akan menguatkan kita di kemudian hari. Sekarang Anda tidak perlu khawatir ketika menghadapi masalah dalam hidup ini. Berikut ada 5 ayat dari Alquran yang Insya Allah akan memotivasi kita ketika menghadapi masalah, yaitu:

1. Anda bisa berubah, jika Anda mau mengubah diri Anda

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Rad:11).

Apa pun kondisi Anda saat ini, jika Anda mau berubah, maka Anda harus mengubah diri sendiri. Maka Allah akan mengubah Anda. Inilah yang sering dilupakan, banyak yang berharap orang lain atau yang di luar berubah, tetapi melupakan diri sendiri yang diubah. Ayat ini memotivasi kita untuk mengubah diri kita, maka yang lain akan berubah atas bantuan Allah. Jangan hanya menuntut yang di luar diri berubah. Anda jauh lebih mudah mengubah diri sendiri, daripada mengubah orang lain. Ayat ini adalah motivasi untuk berubah.

2. Kebaikan di balik yang tidak kita sukai

“Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui,” (QS. Al-Baqarah: 216).

Sering kali, saat seseorang mendapati sesuatu yang tidak dia sukai, maka dia marah, kecewa, sedih, ngomel, dan akhirnya putus asa. Padahal, bisa jadi apa yang tidak dia sukai itu malah baik baginya. Jangan kecewa saat Anda tidak diterima di sebuah perusahaan untuk menjadi karyawannya. Bisa jadi itu yang terbaik bagi Anda. Bisa jadi Anda akan mendapatkan pekerjaan lebih baik. Bisa jadi, justru akan mendapatkan hal buruk jika diterima di perusahaan itu. Kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi. Untuk itu, syukuri apa pun yang terjadi saat ini termasuk penolakan dan kekecewaan lainnya.

3. Anda pasti sanggup

“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (QS. Al-Baqarah: 286).

Jika Anda mengatakan, “saya tidak akan sanggup”, sebenarnya Anda sudah mendahului Allah. Anda sok tahu, bahwa Anda tidak akan mampu. Kata siapa? Itu hanya pemikiran negatif Anda. Bisa karena malas, manja, atau cengeng. Padahal jelas, dalam ayat di atas bahwa kita tidak akan dibebani beban apa pun kecuali sesuai dengan kesanggupan kita. Jika Anda berpikir tidak sanggup, itu hanya anggapan Anda saja. Anda pasti sanggup jika Anda menyanggupinya. Jangan kalah oleh pikiran negatif Anda yang dengan mudah mengatakan tidak sanggup.

4. Kemudahan bersama kesulitan

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,” (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Kebanyakan orang, saat menghadapi kesulitan, dia berhenti alias menyerah. Ada juga yang mengeluh, berharap orang lain mau membantunya mengatasi kesulitan dia. Padahal, bersama kesulitan itu adalah kemudahan. Jika Anda menghindari kesulitan, Anda tidak akan mendapatkan kemudahan. Jika Anda berharap orang lain yang mengatasi kesulitan, maka kemudahan akan menjadi milik orang lain. Anda tidak akan mendapatkan kemudahan dari kematangan, keterampilan, dan pengalaman yang didapatkan.

5. Takwa dan tawakal

“Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya,” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Dua akhlak ini luar biasa. Tidak ada yang bisa mengalahkannya. Sedang menghadapi masalah atau tantangan besar? Butuh jalan keluar? Maka bertakwalah, Allah akan memberikan jalan keluar juga rezeki yang tidak ia sangka. Jika kekuatan tawakal, Anda akan dicukupkan, termasuk dicukupkan segalanya untuk menghadapi rintangan, halangan, tantangan, dan juga masalah.

[motivasi-islami]

INILAH MOZAIK

Tujuan Hidup untuk Menyembah Allah

SEANDAINYA hidup ini hanyalah sebatas makan, minum, tidur, bekerja menikah, memperoleh keturunan, mencukupi diri dan keluarga, serta berbuat baik kepada orang sekitar. Maka kehidupan kita, tiada bedanya dengan kehidupan hewani.

Akan tetapi kehidupan itu memiliki tujuan yang benar. Yaitu menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya sedikitpun.

Seandainya kematian itu mengakhiri segalanya, tanpa ada pertanggung-jawaban lagi setelahnya. Maka sia-sia dan tiada berarti proses kehidupan yang kita jalani.

Akan tetapi setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan balasan. Dimana seluruh amalan kita akan dihisab, dan kita akan dibalas tanpa ada kezaliman sedikitpun.

Maka hendaknya kita hidup diatas Islam, yaitu mentauhidkan Allah serta bertakwa kepadaNya dengan sebenar-benarnya takwa (sampai batas kemampuan kita), agar semoga kita meninggalkan dunia ini, dalam keadaan muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kabar gembira yang dikatakan malaikat kepada seorang mukmin di alam kubur:

“dan dikatakan (malaikat kepadanya) Dahulu kamu hidup diatas keyakinan (Islam), dan mati di atas keyakinan (Islam), dan di atasnya pula insya Allah kamu akan dibangkitkan.” (HR. Ahmad, dishahiihkan oleh Syaikh Muqbil dalam ash-shahiihul musnad)

Berkata al Imam Ibnu Katsiir (dalam menafsirkan QS 3: 102):

“Peliharalah keislamanmu sepanjang waktu, supaya kamu mati dalam keadaan Islam. Dan di antara sunnatullah adalah barangsiapa yang hidup di atas sesuatu, maka ia akan mati dengan sesuatu tersebut. Dan barangsiapa yang mati atas sesuatu itu, maka Allah akan membangkitkannya dengan sesuatu itu. Maka kita berlindung kepada Allah dari (hidup) dalam keadaan menyalahi Islam.”

[Abu Zuhrie Rikhy]

INILAH MOZAIK

Menjaga Lisan dari Ucapan-Ucapan Kotor (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Menjaga Lisan dari Ucapan-Ucapan Kotor (Bag. 1)

Dosa yang Paling Banyak Memasukkan Manusia ke Neraka

Dosa (karena) lisan adalah di antara perbuatan yang paling banyak memasukkan ke neraka

Dosa lisan termasuk dalam dosa yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Hal ini karena bisa jadi seseorang sangat hati-hati menjaga dirinya dari makanan yang haram, namun ceroboh dan tidak memperhatikan apa yang keluar dari lisannya. 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang (amal) yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ

“Takwa kepada Allah Ta’ala dan akhlak yang baik.”

Dosa Akibat Buruknya Lisan

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga ditanya tentang (dosa) yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الفَمُ وَالفَرْجُ

“(Dosa) lidah dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Dosa yang disebabkan oleh lisan dan dosa yang disebabkan oleh kemaluan (yaitu berzina) adalah dosa yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Karena sebab lisan inilah seseorang bisa terjerumus dalam banyak masalah. Sebagaimana yang bisa kita saksikan di jaman ini, betapa mudahnya seseorang menulis status di media sosial, berkomentar sana-sini, setelah itu dia pun mendapatkan banyak masalah karena status dan komentarnya. 

Diriwayatkan dari sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau suatu ketika menemui Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu yang sedang menarik lidahnya. ‘Umar berkata kepada Abu Bakr,

مَهْ. غَفَرَ اللهُ لَكَ

“Ada apa ini, semoga Allah Ta’ala mengampunimu.”

Abu Bakr berkata,

إِنَّ هذَا أَوْرَدَنِي الْمَوَارِدَ

“Sesungguhnya (lidah) ini menjerumuskan kita dalam banyak masalah.” (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ 2: 988 dan An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra no. 11841)

Oleh karena itu, perkara (dosa) lisan adalah perkara yang paling dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menimpa para sahabatnya.

Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Abdullah Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakan (sampaikan) padaku suatu hal yang bisa aku jadikan sebagai pedoman.” 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ

“Katakan, “Rabbku adalah Allah”, kemudian istiqamahlah.” 

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang paling Engkau takutkan padaku?” 

Beliau memegang lidah beliau, lalu menjawab, 

هَذَا

“Ini.” (HR. Tirmidzi no. 2410 dan Ibnu Majah no. 3972, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Menjaga Lisan Adalah Sumber Keselamatan

Sehingga siapa saja yang dapat menahan dan menjaga lisannya, hal itu adalah sumber keselamatan baginya. Sahabat ‘Uqbah bin ‘Aamir radhiyallahu ‘anhu bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ

“Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ

“Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu merasa lapang (artinya: betahlah untuk tinggal di rumah), dan menangislah karena dosa-dosamu.” (HR. Tirmidzi no. 2406, shahih)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (yaitu mulut, pen.) dan di antara kedua kakinya (yaitu kemaluan, pen.), maka aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari no. 6474)

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan dengan lafadz,

مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَشَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan sesuatu yang ada di antara kedua jambangnya (yaitu lisan, pen.) dan kejahatan apa yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluan, pen.), maka dia masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 2409, dinilai hasan shahih oleh Al-Albani)

Menjaga Lisan Adalah Pokok-Pokok Kebaikan

Tidaklah mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa menjaga lisan adalah di antara pokok kebaikan. Diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, di akhir hadits disebutkan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ

“Maukah Engkau aku kabarkan dengan sesuatu yang menjadi kunci itu semua?” 

Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” 

Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda, 

كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا

“Tahanlah (lidah)-mu ini.” 

Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, (apakah) sungguh kita akan diadzab disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan?” 

Beliau menjawab, 

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“(Celakalah kamu), ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! [1] Tidaklah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka, melainkan karena hasil ucapan lisan mereka.” (HR. Tirmidzi no. 2616, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Menjaga Lisan Adalah Tanda Benarnya Iman

Mengingat betapa besar bahaya dosa lisan, kita dapati petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengaitkan benarnya keimanan seseorang dengan apa yang keluar dari lisannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata-kata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya [2]. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari no. 6475 dan Muslim no. 47. Lafadz hadits ini milik Bukhari.)

Ucapan yang baik itu bisa dilihat dari bagaimanakah niat seseorang ketika mengucapkannya. Bisa juga dilihat dari cara penyampaiannya dan juga akibat (dampak) dari ucapan tersebut. Inilah tiga hal yang perlu kita perhatikan dalam mengucapkan sebuah kalimat.

Seseorang yang benar dan jujur imannya kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, tentu dia akan menjaga lisannya, dia hanya mengucapkan ucapan-ucapan yang baik. Ketakwaan dan isi hatinya, akan tercermin dari apa yang keluar dari lisannya.

Dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ: اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

“Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan tunduk kepada lisan lalu berkata, “Takutlah kepada Allah untuk kami, kami bergantung padamu. Bila Engkau lurus, kami pun lurus. Dan bila Engkau bengkok, kami pun bengkok.” (HR. Tirmidzi no. 2407, dinilai hasan oleh Al-Albani) 

Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan untuk kita semua, terutama di jaman kita sekarang ini. [3]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52002-menjaga-lisan-dari-ucapan-ucapan-kotor-bag-2.html