Mencuri Waktu

Beragam sikap orang dalam menyikapi waktu.

Beragam sikap orang dalam menyikapi waktu. Ada yang sangat efisien dan optimal dalam menggunakan waktu, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang justru menghambur-hamburkan waktu dalam kesia-siaan. Sikap inilah yang melahirkan kesan seseorang terhadap waktu menjadi berbeda. Ada yang menangkap waktu yang dijalaninya cukup lama, ada yang sedang-sedang saja, ada pula yang merasakan waktu itu amat cepat berlalu dan terkesan begitu sempit dalam kehidupannya.

Kesan terakhir ini biasa dirasakan oleh orang-orang yang sehari-harinya begitu sibuk dalam menunaikan tugas-tugasnya sehingga jatah waktu yang dimilikinya seolah-olah tidak cukup untuk menangani berbagai kewajiban yang tak pernah selesai. Maka, “mencuri waktu” menjadi formula yang paling niscaya dalam me nyiasati semua itu. Prinsip “me nyelam sambil minum air” menjadi relevan sekali.

Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan banyak contoh yang ma nis sekali perihal “mencuri waktu” ini. Ketika Rasulullah dikejar-kejar oleh kafir Quraisy, beliau masih sem pat menunaikan tugas dakwah, yaitu mengislamkan Abu Buraidah dan kaumnya yang berjumlah 70 orang.

Padahal, pemimpin kaum ini keluar justru untuk memburu Rasulullah dan Abu Bakar dengan harapan dapat meraih hadiah yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy. Namun, begitu Abu Buraidah berjumpa dengan Nabi dan diajak bicara, dia malah memeluk Islam. Kemudian, ia melepas kerudung kepalanya seraya mengikatkannya di tombaknya, lalu dijadikan sebagai bendera, seraya berseru bahwa pemimpin yang membawa keamanan dan perdamaian telah datang untuk memenuhi dunia dengan keadilan.

Perihal “mencuri waktu” ini, kita juga bisa belajar dari Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Meski ia telah mendekam dalam penjara, lantaran dituduh—maaf—berselingkuh dengan istri al-Aziz, ia tetap bisa menjalankan tugas sucinya, yaitu mengajarkan prinsip tauhid melalui jawaban yang diberikan kepada dua teman sepenjaranya yang bertanya tentang takwil mimpi.

Ujarnya: “Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhantuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?” (Yusuf: 39). Dalam arena kehidupan kita yang luas ini, tentu begitu banyak model kegiatan yang bisa kita terapkan dari hanya satu waktu. Misalnya ketika masuk masjid, waktunya hanya sekali, tetapi kita bisa meraih banyak pahala dengan serangkaian niat yang kita pancangkan: niat shalat jamaah, niat taklim, iktikaf, silaturahim, dan lain-lain. ¦ 

Oleh: Makmum Nawawi

KHAZANAH REPUBLIKA


Keutamaan Hari Kamis dan Doa yang Dipanjatkan Fatimah Az-Zahra

Terdapat beberapa tuntunan yang menjelaskan keutamaan hari Kamis, dan bacaan doa yang biasa dipanjatkan Fatimah Az-Zahra. Seperti apa doa hari Kamis dan keutamaannya?

Hari Kamis memiliki beberapa keutamaan. Dalam suatu hadist disebutkan bahwa amal manusia dilaporkan kepada Allah SWT di hari Senin dan Kamis. Sehingga Rasulullah SAW melaksanakan dan menganjurkan puasa sunah di dua hari tersebut.

Puasa Senin Kamis merupakan ibadah yang Rasulullah SAW anjurkan untuk dilaksanakan. Beliau juga rutin mengamalkan ibadah tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadits, bahwa amal manusia dilaporkan kepada Allah SWT pada setiap hari Kamis. Dari Abu Hurairah RA. dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

“تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ اْلاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ إِلاَّ عَبْدًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ.”

“Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah dalam setiap pekan (Jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan…” (H.R. Shahih Muslim)

Keutamaan berikutnya adalah, pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Seperti dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا.”

“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Shahih Muslim).

Sedangkan untuk bacaan doanya terangkum dalam kitab ‘Shahifah Al-Fathimiyyah’. Kitab ini merupakan kumpulan doa sehari-hari yang dipanjatkan oleh Sayyidah Fatimah Az-Zahra, selaku putri Rasulullah Muhammad SAW. Dan bacaan doa pada hari kamis adalah berikut ini seperti dikutip dari bincangsyariah.co.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالْتُقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى ، وَالعَمَلَ بِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ قُوَّتِكَ لِضَعْفِنَا ، وَمِنْ غِنَاكَ لِفَقْرِنَا وَفَاقَتِنَا ، وَمِنْ حِلْمِكَ وَعِلْمِكَ لِجَهْلِنَا ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ ، وَأعِنَّا عَلَى شُكْرِكَ وَذِكْرِكَ ، وَطَاعَتِكَ وَعِبَادَتِكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

“Allhumma innii as’aluka hudaa wattuqaa wal ‘afaafa wa ghinaa wal ‘amala bima tuhibbu watardhaa, allhumma inni as’aluka mon quwwatika lidha’finaa wa min ghinaaka lifaqrinaa wa faaqatinaa, wamin hilmika wa ‘ilmika li jahlinaa, allahumma shalli ‘alaa muhammadin wa ‘aali muhammadin, wa a’innaa ‘alaa syukrika wa dzikrika, wa thaa’atika wa ‘ibaadatika, birahmatika yaa arhamar raahimiin.”

Artinya: Ya Allah, aku memohon petunjuk pada-Mu dan kehormatan dan kekayaan serta beramal sesuai dengan apa yang Engkau cintai dan ridhai. Ya Allah, aku memohon kekuatan dari-Mu karena kelemahan kami, kekayaan dari-Mu karena kefakiran dan kepapaan kami, dan kearifan dan ilmu dari-Mu karena kejahilan kami. Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya dan bantulah kami supaya dapat bersyukur dan berzikir pada-Mu, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih di antara yang mengasihi.

Itulah sekilas keutamaan hari Kamis dan doa yang biasa dipanjatkan Fatimah putri Rasulullah SAW.

(nwy/erd)/DETIK

Buah Doa, Harapan dan Arahan Orang Tua

KEMARIN pagi ada tamu ke pondok saya, yaitu seorang kiai yang memiliki 28 bersaudara seayah seibu. Begitu banyaknya, banyak orang mengernyitkan dahi kaget dan bertanya berapa usia sang ibu saat menikah dan bagaimana cara melahirkannya. Yang menarik adalah fakta bahwa kesemuanya menjadi orang sukses, ada yang menjadi kiai, ibu nyai dan ada pula yang menjadi tokoh masyarakat.

Tadi malam saya diundang ceramah haul kiai besar Sidoarjo, al-Maghfur lah KH Sirodj Cholil, ayahanda KH Rofiq Sirodj (Gus Rofiq), Ketua Syuriah NU Sidoarjo. Jumlah putera puteri K. Sirodj, menurut penuturan puteranya yang ke-17 adalah sebanyak 21 orang. Semuanya menjadi tokoh agama dan tokoh masyarakat yang disegani. Lalu timbul pertanyaan: “Apakah rahasianya sehingga putera-puterinya sukses semua?”

Kisah di atas adalah dua di antara kisah-kisah lainnya yang serupa. Biasanya, saya senang mencari tahu rahasia sukses mengantarkan anak ke gerbang sukses itu, dan tak begitu tertarik tentang rahasianya punya banyak anak. Jawabannya adalah hampir seragam, yakni doa, harapan dan pengarahan akan anak untuk senantiasa menuntut ilmu agama, terutama al-Qur’an.

Ketika putera-puteri kita telah dekat akrab dengan al-Qur’an yang mulia, maka terikut mulialah mereka. Ketika prinsip hidup dalam al-Qur’an sudah tertanam dalam dada anak kita, maka senantiasa luaslah dadanya bak segara yang siap menampung apapun dalam bahtera kehidupan ini. Ketika al-Qur’an sudah menjadi dzikir harian, maka kata dan perbuatannya akan senantiasa benar dan lehidupannya senantiasa penuh hikmah. Bacalah QS Al-Baqarah ayat 269.

Doa orang tua adalah doa dahsyat kemustajabannya. Selalu saya katakan bahwa selama orang tua selalu memiliki waktu mendoakan anak-anaknya, maka selama itulah selalu ada peluang anak-anaknya untuk selalu lebih baik dan lebih sukses. Lalu bagaimanah dengan orang tua yang terlalu sibuk dengan kerjanya sampai melupakan anak-anaknya? Bisa kita kisahkan lain waktu tentang suami istri yang memiliki 13 anak yang semuanya menjadi orang yang berprilaku kurang menyenangkan. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

9 Sifat Istri yang Bisa Datangkan Rezeki Suami

MENDAPATKAN isteri yang ideal mungkin adalah impian para lelaki. Begitupun dengan wanita, siapa wanita yang tidak ingin memiliki suami saleh dan sesuai kriteria ideal yang didambakan.

Namun kita tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kita hanya bisa mengusahakan agar dapat menjalankan peran masing-masing semaksimal mungkin dan sesuai dengan apa yang diridai Allah taala.

Ada sebuah nasihat bagi seorang suami. “Bahagiakanlah isteri karena membahagiakan isteri dapat melancarkan rezeki.” Benarkah demikian? Berikut sifat-sifat isteri yang bisa jadi akan mendatangkan rezeki bagi suaminya:

# 1. Wanita yang taat pada Allah dan rasul-Nya.

Ada empat faktor yang menjadi pertimbangan sebelum menikahi seorang wanita, yaitu karena (1) kecantikannya, (2) keturunannya, (3) hartanya dan (4) agamanya. Kita diperintahkan untuk memilih wanita karena faktor agamanya, beruntung sekali jika bisa mendapatkan keempatnya.

Wanita yang taat pada Allah dan Rasul-Nya akan membawa rumah tangga menuju surga, menuju ketentraman. Rumah tangga yang tentram, nyaman, bahagia adalah rezeki yang sangat berharga. Rumah tangga yang dinahkodai suami yang saleh didampingi istri yang juga saleh, akan menjadikan rumah tangga itu berkah, menghasilkan anak-anak yang saleh, mendapatkan rida dan rahmat Allah.

# 2. Wanita yang taat pada suaminya.

Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan menyuruh seorang isteri untuk sujud kepada suaminya (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sepanjang perintah suami tidak bertentangan dengan agama, maka isteri wajib mentaatinya. Ketaatan seorang isteri pada suaminya akan membuat hati suami tenang dan damai dan bisa menjalankan kewajibannya mencari rezeki yang halal untuk keluarga. Akan halnya wanita yang berkarier di luar rumah bisa tetap bekerja sepanjang suaminya mengizinkan dan kewajibannya untuk menjaga diri dengan baik di tempat kerja.

“Laki-laki adalah pemimpin atas wanita karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan dengan sebab sesuatu yang telah mereka (laki-laki) nafkahkan dari harta-hartanya. Maka wanita-wanita yang saleh adalah yang taat lagi memelihara diri di belakang suaminya sebagaimana Allah telah memelihara dirinya”. (Q.S. An Nisa : 34).

# 3. Wanita yang melayani suaminya dengan baik.

Tugas utama isteri adalah menjalankan tugas rumah tangga dengan sebaik-baiknya, melayani suami dengan baik serta mendidik anak-anaknya. Isteri yang baik berusaha melayani suaminya dengan baik seperti menyiapkan makanannya, menyiapkan keperluannya, memenuhi kebutuhan biologisnya, menjaga perasaan suaminya jangan sampai suaminya terluka karena sikapnya.

Wanita yang demikian akan menjadi kesayangan suaminya dan bisa menjadi partner yang baik dalam mewujudkan rumah tangga yang sakinah dan menarik hal-hal positif dalam rumah tangganya, termasuk rezeki bagi suaminya.

# 4. Wanita yang berhias hanya untuk suaminya.

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah” (H.R. Muslim).

Adalah sifat wanita yang suka bersolek dan berhias, tapi wanita yang saleh hanya berhias dan menampakkan perhiasan untuk suaminya. Wanita yang jika dipandang suaminya selalu menyenangkan dan tahu bagaimana menyenangkan suaminya. Wanita yang bahkan malaikat pun mendoakannya akan memudahkan rezeki datang padanya.

# 5. Jika ditinggal menjaga kehormatan dan harta suami

Saat suami keluar mencari nafkah, isteri yang ditinggalkan di rumah harus menjaga kehormatannya, menjaga dirinya dari tamu yang tidak pantas, membatasi keluar rumah jika tidak terlalu penting. Harta suami yang dititipkan padanya dipergunakan pada hal-hal yang bermanfaat dengan seizin suaminya. Wanita seperti ini memudahkan rezeki masuk ke dalam rumahnya sebagai upah dari ketaatannya kepada Allah dan kesetiaan pada suaminya.

# 6. Wanita yang senantiasa meminta ridha suami atasnya

Wanita ini tahu bagaimana menyenangkan hati suaminya. Menjaga sikap dan perilaku agar tidak menyinggung dan melukai perasaan suaminya. Dia selalu berusaha agar suaminya tidak marah padanya. Dia tidak akan pergi tidur dalam keadaan marah atau meninggalkan suaminya dalam keadaan marah sampai memperoleh maafnya. Mengajak suaminya bercanda untuk menceriakan perkawinannya. Berusaha mendidik anak-anaknya dengan baik. Menjaga rahasia perkawinan dari orang lain.

“Maukah kalian kuberitahu isteri-isteri yang menjadi penghuni surga yaitu isteri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya, dimana jika suaminya marah dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata ” Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha” (H.R.An Nasai).

Isteri seperti ini adalah isteri yang dimudahkan rezekinya melalui tangan suaminya karena amalan dan kesetiaan pada suaminya,

# 7. Wanita yang menerima pemberian suami dengan ikhlas

Wanita yang tidak pernah mengeluh berapapun rezeki yang dibawa pulang suaminya. Selalu ikhlas menerima dan menghargai apapun yang diberikan suami kepadanya. Banyak disyukuri sedikit pun diterima dengan ikhlas. Wanita seperti ini adalah wanita yang mensyukuri rezekinya. Allah sudah menjanjikan bahwa jika kita bersyukur Dia akan menambah rezeki kita. Wanita yang bersyukur dan ikhlas rezekinya senantiasa bertambah baik kuantitas maupun keberkahannya yang akan diberi Allah langsung padanya ataupun melalui suaminya.

# 8. Wanita yang bisa menjadi partner meraih ridha Allah.

Wanita yang menjadikan rumah tangganya sebagai ibadah, pengabdiannya kepada Allah. Bisa menjadi teman diskusi yang berimbang bagi suami. Bisa melakukan koreksi dan menyampaikan dengan lembut kepada suaminya. Mendengarkan nasihat dan kata-kata suaminya dengan penuh perhatian. Sebelum melaksanakan ibadah sunah seperti puasa sunnah meminta izin kepada suaminya dan tidak melaksanakan jika tidak diizinkan. Bisa menjadi pendorong dan motivator suami untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Itulah mengapa ada kalimat ” dibalik pria yang sukses ada wanita hebat di belakangnya”. Karena wanita seperti ini adalah rezeki utama suaminya.

# 9. Wanita yang tak pernah putus doa untuk suaminya.

Wanita yang bersyukur adalah wanita yang menerima semua kehendak /takdir Allah padanya tapi tetap berusaha melakukan yang terbaik termasuk dengan mendoakan suami dan anak-anaknya agar sukses dunia akhirat. Wanita ini tidak pernah putus doa, tapi menjadikannya sebagai rutinitas harian, penghias bibir setelah shalat. Wanita ini tahu bahwa rezeki suaminya akan ditambah dan diberkahi jika dirinya senantiasa melibatkan Allah pada langkah suaminya melalui doa-doa yang dipanjatkannya setiap hari.

Dan betapa beruntungnya seorang laki-laki jika bisa mendapatkan isteri dengan ciri-ciri seperti di atas. Jika pun isteri ternyata belum memiliki ciri-ciri seperti di atas adalah tugas suami untuk mendidik isterinya, karena isteri adalah tanggung jawab suaminya dan dia akan ditanya di akhirat tentang hal itu. Wallahu alam.[kabarmuslimah]

INILAH MOZAIK

Mencela Seseorang yang Sudah Meninggal Dunia

Hukum Asal Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا

“Janganlah kalian mencela mayat karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan.” (HR. Bukhari no. 1393)

Berdasarkan hadits di atas, hukum asal mencela atau menghina seseorang yang sudah meninggal dunia adalah haram, karena terdapat kalimat larangan dalam hadits di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memberikan alasan larangan tersebut, yaitu “mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

وهذا عام فإنهم أفضوا إلى ما قدموا لانه أن كانوا من أهل الخير لا تضرهم وإن كانوا من أهل الشر فهي حقت عليهم فلا حاجة لهذا ولا لهذا

“Kalimat ini bersifat umum, karena sesungguhnya mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan. Jika mereka adalah orang baik, celaan itu tidaklah mencelakakan mereka. Jika mereka adalah orang jelek (jahat), mereka telah mendapatkan balasannya, sehingga tidak butuh ini dan itu.” [1]

Hikmah Larangan Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Alasan larangan tersebut juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوا الأَحْيَاءَ

“Janganlah kalian mengina mereka yang sudah mati, sehingga kalian menyakiti mereka yang masih hidup.” (HR. Tirmidzi no. 1982, shahih)

Menghina atau mencela orang yang sudah meninggal dunia akan menyakiti yang masih hidup, yaitu dari kalangan ahli waris dan kerabatnya. 

Larangan tersebut bersifat umum, termasuk jika kita ketahui bahwa orang tersebut meninggal di atas kefasikan (melakukan dosa besar dan belum bertaubat sampai mati). 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

يعني لا تعيبوهم ولا تذكروهم بسوء فإنهم افضوا إلى ما قدموا حتى لو كانوا فساقا في حال الحياة وماتوا على الفسق فإنك لا تعيبهم ولا تسبهم بفسقهم لا تكن فلان فعل اوفعل لانه افضى إلى ما قدم وحسابه على الله عز وجل

“Maksudnya, janganlah mencela mereka, dan janganlah menyebut-nyebut kejelekan mereka. Hal ini karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan, meskipun orang yang sudah meninggal tersebut adalah orang fasik semasa hidupnya dan mati di atas kefasikannya. Maka Engkau tidak boleh mencela dan menghina kefasikan mereka. Hal ini karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan, dan hisab mereka di tangan Allah Ta’ala.” [2]

Pengecualian Larangan Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Perbuatan mencela orang yang sudah meninggal dunia tidak diperbolehkan, kecuali jika terdapat alasan yang dibenarkan atau terdapat maslahat syar’i di dalamnya. 

Contoh alasan yang bisa dibenarkan adalah mencela (tokoh) orang-orang kafir yang semasa hidupnya banyak menyengsarakan kaum muslimin, atau semasa hidupnya memerangi negeri-negeri kaum muslimin, dan berusaha merusak agama kaum muslimin. 

Dikecualikan dalam masalah ini jika perbuatan itu akan menyakiti kerabatnya yang masih hidup, terutama lagi jika kerabatnya adalah muslim. Sehingga mencela orang kafir yang sudah meninggal dunia itu perlu ditimbang secara hati-hati tentang maslahat di dalamnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

والكافر قد يتأذى قريبه المسلم بسبه, والمسألة تحتاج إلى النظر في المصلحة بالنسبة لسب الأموات الكفار، قد يكون فيه مصلحة.

“Adapun (mencela) orang kafir (yang sudah meninggal), terkadang akan menyakiti kerabatnya yang muslim. Masalah ini perlu ditimbang adanya maslahat dalam mencela orang kafir yang sudah meninggal dunia. Terkadang memang terdapat maslahat di dalamnya.” [3]

Contoh adanya maslahat syar’i di antaranya adalah mencela tokoh ahlul bid’ah yang sudah meninggal dunia dan mewariskan pemikirannya, baik dalam bentuk tulisan, buku, atau rekaman ceramah-ceramah yang masih bisa didengarkan atau diakses secara luas oleh kaum muslimin. Deangan kata lain, pemikiran (bid’ah) yang menyimpang tersebut telah tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Oleh karena itu, terdapat maslahat syar’i ketika kita memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan pemikiran tokoh ahlul bid’ah tersebut yang telah meninggal dunia. [4]

Sebagai kesimpulan, menyebutkan kejelekan dan keburukan orang yang sudah meninggal dunia, mencela atau menghina mereka, termasuk perbuatan yang diharamkan, meskipun orang tersebut adalah orang fasik. Dikecualikan dalam masalah ini jika terdapat alasan yang bisa dibenarkan atau terdapat maslahat syar’i di dalamnya.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51777-mencela-seseorang-sudah-meninggal-dunia.html

Wajibkah Mandi Setelah Memandikan Jenazah?

MEMANG ada riwayat dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas di mana keduanya memerintahkan untuk berwudhu bagi yang memandikan jenazah. Perkataan Ibnu Umar dikeluarkan oleh Abdurrazaq. Sedangkan perkataan Ibnu Abbas, tidak tahu siapa yang mengeluarkannya.

Ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang memandikan jenazah, maka hendaklah ia mandi. Siapa yang memikul jenazah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 3161. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Imam Nawawi sendiri menyatakan bahwa hadits ini dhaif bi-ittifaq, menurut sepakat ulama. Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib mandi bagi yang memandikan jenazah, yang ada cuma disunnahkan saja.

Imam Al-Khattabi juga menyatakan tidak wajib, bahkan ia mengklaim bahwa ia tidak mengetahui ada ulama yang menyatakan wajib untuk mandi setelah memandikan jenazah. Adapun Imam Ahmad dan Ishaq menyatakan wajib berwudhu. Namun jumhur ulama menyatakan hanyalah sunnah untuk hal tersebut. Demikian penjelasan dalam Syarh Shahih Muslim, 7:8.

Wallahu alam. Moga menjadi ilmu yang bermanfaat. [Referensi: Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Majmuah Al-Fatawa. Syarh Manhaj As-Salikin/ Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Fatwa Ulama: Zakat pada Mobil

Adakah zakat pada mobil padahal harganya saja begitu mahal?

Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya, “Apakah ada kewajiban zakat pada mobil? Lalu bagaimana cara mengeluarkannya?”

Jawaban para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah,

“Jika mobil tersebut hanya sekedar dikendarai saja, maka tidak ada zakat. Namun jika ia digunakan untuk mencari keuntungan (didagangkan), maka ia termasuk barang dagangan. Zakatnya dikeluarkan jika sudah sempurna haul (masa satu tahun hijriyah) dihitung sejak mobil tersebut digunakan untuk mencari keuntungan. Zakatnya diambil 2,5% dari qimahnya atau harga mobil tersebut saat pembayaran zakat.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 8: 66)

Karena memang harta yang dikenai zakat adalah harta yang berkembang, bukan harta yang menetap. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ

Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari no. 1464)

Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah.(Lihat Az Zakat karya guru penulis Syaikh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath Thoyar, hal. 69-70)

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/21358-fatwa-ulama-zakat-pada-mobil.html

Empat Ciri Orang Tawakal

ADAPUN ciri-ciri dari tawakal di antaranya:

1. Mujahadah (Semangat yang kuat)

Sebagai seorang mukmin dan muslim dianjurkan untuk memiliki akhlak yang baik. Salah satunya tawakal. Guna terciptanya sosialisasi yang tentram, tenang, dan damai. Tawakal bukan hanya sekadar merasakan segala perkara kepada Allah Ta’ala, tetapi diawali dengan usaha-usaha ataupun jalan-jalannya yang kuat. Setelah itu serahkan hasilnya kepada Allah Ta’ala. Di antara ciri orang yang bertawakal ialah memiliki semangat yang kuat. Mempunyai semangat yang kuat merupakan salah satu akhlak orang mukmin yang dianjurkan oleh Islam.

Orang mukmin yang menempuh cara semacam ini adalah orang yang lebih bagus dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada orang yang lemah semangatnya, tidak mau bekerja keras dan mengerjakan atau mencari pekerjaan yang berfaedah. Sepantasnyalah setiap orang untuk meningkatkan ilmu, budi pekerti, serta kemasyarakatan dan perekonomiannya.

2. Bersyukur

Ciri lain orang yang bertawakal ialah ia senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala. Apabila ia sukses ataupun berhasil dalam segala urusan ataupun ia mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan ia tak luput untuk senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala, karena ia menyadari dan meyakini bahwa semua yang ia dapatkan itu adalah takdir Allah dan kehendak-Nya. Dengan bersyukur pula ia akan selalu merasa puas, senang dan bahagia.

Firman Allah Ta’ala: “Bersyukurlah kepada-Ku niscaya akan aku tambah nikmatnya, tapi jika tidak bersyukur sesungguhnya azabku teramat pedih.”

3. Bersabar

Ciri orang yang bertawakal selanjutnya ialah selalu bersabar. Sebagai orang mukmin yang bertawakal kepada Allah Ta’ala ia akan bersabar, baik dalam proses maupun dalam hasil. Karena dengan inilah ia akan bahagia dan tenang atas apa yang di terimanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya sebagai berikut: “Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang terkena ujian dan cobaan dia bersabar.” (HR. Ahmad dan Abu dawud)

4. Intropeksi Diri (Muhasabah)

Orang yang bertawakal salah satu sikapnya ialah intropeksi diri. Dimana ia akan intropeksi diri apabila ia kurang sukses daam menjalankan sesuatu ia tidak membuat dirinya “drop”, melainkan ia selalu intropeksi pada diri, dapat dikatakan muhasabah. Senantiasa mengoreksi apa yang telah dilakukannya. Setelah itu ia akan berusaha menghindari faktor penyebab suatu kegagalan tersebut serta senantiasa memberikan yang terbaik pada dirinya.[]

Sudah Bangun Shubuh, Masih Lanjut Tidur

Sudah bangun saat azan Shubuh atau saat alarm berbunyi pada jam 4. Alarm diperhatikan, namun untuk dimatikan. Setelah itu, tidur dilanjutkan lagi hingga lewat dari waktu Shalat Shubuh.

Dari Abu Barzah Al Aslamiy, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568 dan Muslim no. 647)

Muhammad Al Hishniy berkata, “Dimakruhkan tidur sebelum Isya dan berbincang-bincang setelahnya kecuali untuk jika ada kebaikan seperti saling mengulang pelajaran atau mengatur urusan yang bermanfaat untuk agama dan masyarakat. Tidak dibedakan antara perkataan yang makruh dan mubah.” (Kifayatul Akhyar, hal. 125).

Apa hikmah sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tidur sebelum Isya’?

Kata Muhammad Al Hishniy, “Supaya tidak terus kebablasan dari waktu shalat.” Oleh karenanya Ibnu Shalah pun berkata, “Larangan tidur sebelum waktu shalat seperti itu berlaku pula untuk shalat lainnya.” (Idem)

Nah, itulah yang kita saksikan pada sebagian orang yang bangun Shubuh. Ia sudah mengatur jam bangunnya dengan weakernya pada jam 4 pagi. Ia pun sudah bangkit mematikan weaker atau alarmnya tersebut. Namun nafsu jelek mendorongnya untuk kembali mengambil selimut dan melanjutkan tidur. Akibat tidur ini barangkali ia bangun ketika azan atau iqamah, baru beranjak pergi ke masjid. Namun tak sedikit yang biasa kebablasan sampai jam 6 pagi di mana sudah keluar dari waktu Shubuh. Saat itulah baru ia bangun dan mengerjakan shalat Shubuh. Wallahul musta’an.

Intinya, orang dalam kasus di atas sama saja bersengaja menunda shalat hingga keluar waktunya. Padahal diharamkan bagi seseorang mengakhirkan shalat seperti itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’ : 103)

Orang yang bersengaja menunda shalat hingga keluar waktu terkena ancaman dalam ayat,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un: 4-5). Sa’ad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda’ dan selainnya mengatakan, ”Orang tersebut adalah orang yang meninggalkan shalat sampai keluar waktunya.”

Jangan jadi orang yang malas dalam menunaikan shalat terutama shalat Shubuh. Orang munafik punya sifat malas dalam shalatnya sebagaimana disebut dalam ayat,

وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى

Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas” (QS. At Taubah: 54).

Ibnu Hajar mengatakan bahwa semua shalat itu berat bagi orang munafik. Shalat ‘Isya dan shalat Shubuh lebih berat bagi mereka karena rasa malas yang menyebabkan enggan melakukannya. Shalat ‘Isya adalah waktu di mana orang-orang bersitirahat, sedangkan waktu Shubuh adalah waktu nikmatnya tidur. (Fathul Bari, 2: 141)

Hanya Allah yang memberi taufik pada kita untuk memperhatikan setiap shalat.

Bahasan di atas sebagiannya dicuplik dari buku penulis “Kenapa Masih Enggan Shalat?” yang diterbitkan oleh Pustaka Muslim Yogyakarta.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/21355-sudah-bangun-shubuh-masih-lanjut-tidur.html

Yakini bahwa Semua Pasti Memiliki Akhir

PENYEBAB utama mengapa seseorang itu sombong dan pongah adalah karena dia tak tahu atau tak yakin bahwa semua yang dibanggakannya pasti berakhir di suatu waktu kelak. Penyebab utama mengapa seseorang tak sabar menjalani ujian hidup adalah juga karena dia tak tahu atau tak yakin bahwa semua sedih derita yang dijalaninya pasti suatu saat akan berakhir. Yakinilah bahwa semuanya pasti punya akhir. Malaikat maut pun, yang bertugas mencabut nyawa, pada waktunya kelak akan menjumpai maut.

Senikmat-nikmatnya makan, seseorang pasti tak mungkin akan makan terus tanpa henti. Ada batas di mana tubuhnya akan menolak dimasuki kenikmatan. Selapar-laparnya orang berpuasa pasti akan berhenti berpuasa pada saat berbuka tiba, yakni saat adzan maghrib berkuandang. Kata Mbah saya saat saya berpuasa masa kecil dulu:”Payakin adzan maghrib daggi’ past dateng Cong, mal ta’ nyorot ambu apoasa maskya lapar.” (Yakinkan dirimu bahwa adzan maghrib pasti datang nanti sore, biar kau tak mundur dengan menghentikan puasamu meski kau lapar)

Adakah di antara kita yang yakin bahwa kesehatan dan kekayaan yang kita miliki kini adalah akan selalu akan menjadi milik kita sampai akhir kisah hidup kelak? Adakah pula yang yakin bahwa sakit dan kemiskinan yang kini akrab dengan kita akan selalu dengan kita sampai akhir kisah hidup kita?

Masa depan adalah rahasia yang hanya Allah yang tahu dan kuasa pengaturannya hanyalah ada dalam genggaman Allah. Kalau begitu, hiduplah biasa-biasa saja, jangan sombong dan jangan pesimis.

Nikmati apa yang ada dengan penuh syukur, pengakuan bahwa semuanya adalah dari Allah. Hidup tak akan memberikan semua yang kita mau. Tapi dengan QANA’AH, merasa cukup dengan apa yang kita miliki, kita akan merasa telah memiliki semua yang kita butuhkan dalam hidup. Jika kita merasa bahwa kebahagiaan kita ada pada sesuatu yang belum kita miliki, maka kita tak akan pernah bisa bahagia dengan apa yang kita miliki. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK