Pemberian dan Penolakan

KETIKA kita diberi pinjaman atau direstui saat melamar, bagaimanakah wujud kegembiraan kita terhadap orang yang memberi tersebut? Apakah menjadi sangat baik sampai bersedia melakukan apapun dan berlebihan kepadanya? Namun, bagaimana sebaliknya, jika pengajuan pinjaman atau lamaran kita ditolak? Apakah kita akan kecewa, sakit hati, marah, bahkan dendam?

Apabila jawabannya iya, itu menandakan kalau kita masih kekanak-kanakan dalam ketauhidan. Kita masih menganggap makhluk sebagai penentu. Padahal, setiap pemberian dan penolakan adalah Allah Ta’ala yang menggerakkan.

“Apabila engkau diberi merasa gembira karena pemberian, dan jika ditolak merasa sedih karena penolakan, maka ketahuilah yang demikian itu masih ada tanda-tanda dari sifat kekanak-kanakan padamu; dan belum bersungguh-sungguh dalam sifat kehambaanmu kepada Allah.” (al-Hikam, No.158)

Jadi, kalau kita diberi sesuatu, gembiralah karena yakin pemberian itu dari Allah Ta’ala. Adanya pemberian sepatutnya membuat kita semakin yakin bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Menggerakkan. Maka, hanya kepada-Nya kita memohon dan berharap. Kalau kita hanya gembira terhadap barang pemberian dan orang yang memberi, berarti kita masih berharap kepada makhluk. Hal inilah yang akan membuat kita kecewa, sakit hati dan dendam ketika tidak diberi.

Allah yang menggerakkan suatu sehingga lahirlah pemberian dan penolakan. Dialah yang menggenggam dan membolak-balik hati semua manusia. Lalu, misalnya, mengapa Allah Ta’ala menggerakkan seseorang untuk menolak meminjami kita uang? Boleh jadi, Allah tidak ingin menambahkan beban utang pada kita. Atau, Dia ingin memberi rezeki di tempat lain. Dialah Yang Maha Tahu segalanya.

Jangan bersandar kepada makhluk karena hanya Allah yang kuasa menentukan. Apa pun yang terjadi, hanya terjadi dengan izin-Nya. Bersyukur dan ucapkanlah hamdalah baik ketika memperoleh pemberian maupun saat mendapat penolakan. Sebab keduanya merupakan perbuatan Allah Ta’ala dan bisa menjadi jalan untuk mendekat kepada-Nya.

Maka, terhadap orang yang menolak memberi, kita tidak usah kecewa dan dendam. Begitu juga kepada orang yang memberi, kita tidak perlu berlebihan. Misalkan ketika lamaran diterima, tidak perlu sampai sujud mencium kaki calon mertua. Sebab diterimanya lamaran masih belum tentu jodoh. Siapa tahu sehari sebelum akad nikah digelar, kita atau calon pasangan meninggal dunia.

Saudaraku, kita selayaknya menerima pemberian dan penolakan dengan satu keyakinan bahwa Allah Ta’ala adalah Zat menggerakkan dan menentukan.Termasuk saat diberi sehat dan sakit, kita bisa mengucap hamdalah; diberi pujian tidak menjadi Iarut dan ujub, diberi hinaan tetap tenang. Kemudian, perdalamlah penghambaan kita kepada-Nya dan segera tinggalkan sifat kekanakkanakan.

Kita harus selalu siap dengan yang cocok maupun yang tidak cocok dengan keinginan. Sesungguhnya, dengan kemahasempurnaan ilmu-Nya, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, hamba-Nya.

* Sumber: Buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah Jilid 1

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar *

INILAH MOZAIK