Pemerintah Diminta Lindungi Agama dari Penistaan

Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas mendesak pemerintah agar bertindak sigap dalam melindungi agama dari segala bentuk penistaan. Pernyataan ini menanggapi aksi penistaan terhadap agama Islam yang belakangan ini kerap terjadi, mulai dari beredarnya sandal berlafaz Allah, terompet sampul Alquran, dan lainnya.

Selama ini, kata Yunahar, kasus-kasus penistaan hanya diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara memaafkan. “Meskipun dimaafkan, seharusnya hukum tetap dijalankan untuk memberi efek jera sehingga kasus serupa tidak terulang,” katanya kepada Republika, Rabu (13/1).

Ia menduga, aksi-aksi pelecehan terhadap agama Islam yang terjadi secara beruntun itu bukanlah karena kekhilafan atau ketidaksengajaan, melainkan sengaja dirancang oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. “Ini bukan sebuah keteledoran biasa,” ujar dia.

Menurutnya, kesabaran umat Islam sedang diuji menyusul terjadinya aksi-aksi penistaan itu. Ia pun berharap, umat Islam tidak terpancing oleh hal itu. Jika terpancing, lanjut Yunahar, maka hal itu akan dijadikan pembenaran stigma bahwa umat Islam mudah marah dan suka bertindak anarkistis. Pada akhirnya, Islam menjadi tersudutkan dan tidak bisa berkembang. Secara otomatis, hal tersebut dapat merugikan dakwah Islam.

“Stigma seperti ini harus dilawan,” tegas Yunahar. Terkait hal ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, para penegak hukum bekerja sama dengan intelijen sedang menyelidiki rentetan aksi penistaan agama ini. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui latar belakang dan aktor di balik aksi penistaan tersebut.

Untuk menyelesaikan masalah ini, menurut Menag, penegakan hukum yang tegas menjadi hal yang penting. “Jika memang ditemukan faktor kesengajaan maka pelaku harus menjalani proses hukum dan sanksi sehingga tidak menjadi preseden di kemudian hari.”

Menag melihat, ada dua faktor yang menyebabkan seringnya terjadi tindakan pelecehan terhadap agama Islam. Dua faktor tersebut adalah ketidaktahuan dan kesengajaan.

“Dia tidak tahu itu kaligrafi atau tulisan nama Allah dan Muhammad yang sangat disakralkan. Jadi, faktor ketidaktahuan,” ujar Lukman saat ditemui di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (13/1).

Adapun pelecehan agama yang terjadi karena faktor kesengajaan, lanjut Menag, biasanya disebabkan oleh beberapa motif seperti untuk menimbulkan keresahan di masyarakat, membenturkan antarumat beragama, dan maksud lainnya.

Faktor kesengajaan inilah, kata Menag, yang menimbulkan pekerjaan rumah tersendiri kepada umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini. “Nah, kita lalu sengaja diganggu oleh persoalan yang tidak terkait dengan produktivitas masyarakat,” katanya.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis sepakat bahwa tindakan yang melecehkan agama bisa disebabkan oleh ketidaktahuan. Dalam hal ini, masyarakat kurang paham mana ajaran Islam yang harus dimuliakan dan mana yang tidak. “Kurang hati-hati mana wilayah yang suci dan mana yang tidak. Jadi, ada ketidakmengertian, ada keteledoran,” katanya.

Selain ketidakmengertian, lanjut Kiai Cholil, faktor lain yang menyebabkan pelecehan terhadap agama Islam adalah kurangnya gerakan antarumat beragama untuk saling menasihati dalam kebaikan. Akibatnya, banyak orang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Mereka hanya memikirkan diri sendiri.

Karena itu, kata dia, perlu kerja sama semua pihak dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang ajaran agama sehingga masyarakat mengetahui mana hal yang perlu dihormati dan mana yang biasa-biasa saja.

n ed: wachidah handasah

 

sumber: Republika Online