Pendidikan Bagi Wanita Dalam Islam untuk Menguatkan, Bukan untuk Bersaing

Kepala Unit Pengelola Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Dr. Erma Pawitasari mengatakan perlunya merevisi kembali konsep pendidikan perempuan di sekolah-sekolah dan kampus yang ada.

Pernyataan itu Erma sampaikan menanggapi adanya kecenderungan lembaga pendidikan di negeri ini mengadopsi seluruh konsep pendidikan Barat.

“Ini juga menjadi tantangan bagi pendidikan Islam, khususnya pendidikan Muslimah,  di tengah arus liberalisasi pendidikan yang ada,” ucap Erma bersemangat.

Erma menjadi pembicara panelis dalam Seminar Nasional Pendidikan yang bertajuk “Liberalisasi Pendidikan di Indonesia” di kampus Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, belum lama ini. Seminar yang digagas oleh Program Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor ini juga menghadirkan Teuku Ramli Zakaria, Ph.D (Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan) selaku keynote speaker dan pembicara lainnya yaitu Dr. Adian Husaini (Ketua Prodi Pendidikan Islam Pascasarjana UIKA).

Acara juga dihadiri oleh Dr. Hendri Tanjung (Wakil Dekan Pascasarjana UIKA) dan Dr. Ending Baharudin (Rektor UIKA). Nama yang disebut terakhir sekaligus membuka kegiatan seminar tersebut.

Menurut Erma, ada hal yang menggelitik jika umat Islam masih saja doyan meniru seluruh model pendidikan di Barat. Sebab menurutnya, Barat sendiri mulai merasakan kegelisahan dan meninggalkan pemikirannya sendiri.

“Ini yang aneh, karena kita tak sadar mengidolakan budaya dan pemikiran Barat, tapi Barat sendiri mulai gelisah dengan pemikirannya,” papar Erma, lulusan Master Pendidikan dari Boston University, Amerika Serikat tersebut.

Sebagai contoh misalnya, masih menurut Erma, di beberapa sekolah di wilayah Florida Amerika, justru muncul trend kelas model (single school). Yaitu pemisahan sekolah antar anak laki-laki dan perempuan. Disebutkan, sebuah penelitian ilmiah membuktikan konsep tersebut. Ternyata, sekolah yang di dalamnya masih bercampur antar laki-laki dan perempuan, keberhasilan siswa laki-laki disebut mencapai 30%, sedang ketika mereka dipisah dalam kelas model, justru meningkat menjadi 86%.

Hal yang sama terjadi pada siswa perempuan, yang ketika mereka bercampur di sekolah, keberhasilan siswa perempuan itu mencapai 59%, dan ketika dipisah dari laki-laki, kesuksesan siswa perempuan itu naik menjadi 75%.

“Rupanya, dalam penelitian tersebut tidak hanya membuktikan akan prestasi akademik yang meningkat, tetapi juga menjadikan siswa lebih konsentrasi dan percaya diri,” ungkap Erma, yang juga penulis buku “Muslimah Sukses Tanpa Stress”.

Dalam kegiatan yang digelar di Aula Prof. Abdullah Shiddiq, UIKA Bogor, Erma mengingatkan bahwa apa yang disuarakan oleh kaum liberalis dengan memajukan pendidikan wanita sepintas tampak sejalan dengan agama Islam. Namun sesungguhnya tidak demikian sebab ada niat dan motivasi berbeda di sana.

“Apa yang dijual oleh kaum liberalis itu agar tidak membedakan peran perempuan dan laki-laki. Mereka ingin perempuan bisa bersaing dengan laki-laki dengan konsep kesetaraan gender,” terang Erma.

“Sedang pendidikan bagi wanita dalam Islam, untuk menguatkan dan saling bekerjasama, bukan untuk menyaingi laki-laki,”  pungkasnya tegas.*/Masykur Abu Jaulah

 

sumber: Hidayatullah