Pohon tidak Berbuah

Dalam Kitab Suci Alquran banyak ditemukan kata pohon (syajarah) yang dijadikan perumpamaan dalam mendidik anak. Jika yang ditanam pohon berbuah, yang tumbuh pun pohon berbuah. Pohon kurma (an-nakhlun) disebut pohon yang baik (syajarotun thayyibah) sebagai ibarat sosok Mukmin sejati. Akarnya menghujam ke perut bumi, batangnya besar menjulang ke langit dan buahnya tiada henti (QS [14]: 24, [26]: 148, [55]: 11).

Pohon yang mirip dengan kurma adalah kelapa. Selain buahnya yang lezat, hampir semua bagian dari kedua pohon ini, mulai dari akar hingga pelepah dahannya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kepribadian anak yang dirindukan setiap orang tua bagaikan pohon kurma atau kelapa. Akidahnya kokoh, ibadahnya istiqamah, dan akhlaknya karimah.

Jika ingin mendapatkan anak semacam ini, tanamlah pohon kurma dalam diri kita sebagai orang tua dengan cara memberi teladan yang baik dalam berkata, bersikap, dan berperilaku. Inilah hakikat pendidikan anak dalam Islam, yakni melahirkan anak yang beriman, berilmu, dan beradab.

Ada pula pohon yang ditanam bukan berharap buahnya, melainkan karena daunnya yang lebat dan hijau, membuat indah taman-taman kota, udara menjadi sejuk dan tempat berteduh orang berlalu. Walau pohon ini tidak berbuah, jangan pula ditebang karena akan merusak ekosistem lingkungan alam. Pepohonan di lereng perbukitan akan menahan aliran air hujan, sehingga penduduk kampung terhindar dari longsor dan banjir bandang. Jika sudah tua, batangnya bisa dibuat papan membangun rumah dan rantingnya berguna untuk kayu bakar menanak nasi.

Pohon tidak berbuah itu ada dua macam. Pertama, pohon yang memang asalnya tidak berbuah, seperti pohon beringin, mahoni, dan pinus. Pohon ini perumpamaan orang yang memang tidak punya harta atau kemampuan untuk diberikan kepada orang lain.  Kedua, pohon berbuah, tapi tertutup dedaunan sehingga tidak kelihatan atau tidak jatuh untuk dimakan orang.

Orang Melayu bilang, “seperti durian mentah”. Artinya, walaupun pohonnya digoyang-goyang atau ditiup angin kencang, buahnya tidak jatuh juga. Buah baru akan jatuh jika dahannya patah atau dipatahkan. Pohon yang pertama dimaklumi, sehingga orang tidak pernah berharap buahnya. Tapi, pohon jenis kedua akan menjadi bahan cibiran orang atau menarik perhatian para pencuri untuk mengambil buahnya.

Pohon tidak berbuah yang kedua ini ibarat orang berada yang tidak suka berbagi kepada sesama. Kekayaannya ditutup-tutupi agar tidak terlihat atau karena takut diminta orang. Sifat kikir menggerogoti hatinya dengan menyembunyikan nikmat Allah SWT serta berlaku sombong dan berbangga diri (QS [3]: 180, [4]: 37, [57]: 24). Anak yang kikir tentu belajar dari orang tuanya sejak kecil. Semua sikap dan perilaku kekikiran orang tuanya akan direkam dengan baik, hingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tidak peduli dan tidak butuh orang lain (QS [92]: 8-11).

Begitu juga, orang berilmu yang tidak beramal. Ilmu hanya untuk kegagahan atau keangkuhan diri dan menarik pujian orang yang mengagumi. Mereka orang pandai yang tidak mau mengajarkan karena khawatir orang lain akan lebih hebat dan dipuji. Bak kata pepatah, “al-‘ilmu bilaa ‘amalin ka asy-syajarin bilaa tsamarin” (ilmu yang tidak diajarkan bagaikan pohon tidak berbuah). Sama halnya dengan orang berkuasa, tapi tidak berkarya untuk umat dan tidak memberi panggung bagi calon pemimpin masa depan, karena khawatir hilang kehormatan.

Baginda Nabi Muhammad SAW menasihati kita untuk menjadi manusia terbaik, yakni bermanfaat bagi kehidupan orang lain (HR Muslim). Jadilah pribadi seperti pohon berbuah sepanjang musim. Jika tidak, menjadi pohon berbuah musiman. Jangan jadi pohon musiman, tapi tidak berbuah pada musimnya, apalagi menjadi pohon tidak berbuah. Allahu a’lam bish-shawab.

 

Oleh: Hasan Basri Tanjung

REPUBLIKA ONLINE