Posisi Imam ketika Jenazah yang Disalatkan adalah Perempuan

Posisi Imam ketika Jenazah yang Disalatkan adalah Perempuan

Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا

Aku pernah di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikut menyalati jenazah wanita yang meninggal pada masa nifasnya. Beliau berdiri (sejajar dengan) bagian tengah jenazah tersebut.” (HR. Bukhari no. 1332 dan Muslim no. 964)

Hadis di atas adalah dalil disyariatkan bagi imam salat jenazah untuk berdiri sejajar di tengah-tengah jenazah ketika yang disalatkan adalah jenazah perempuan. Adapun jika jenazahnya laki-laki, yang disyariatkan adalah imam berdiri sejajar dengan bagian kepala jenazah. Pendapat yang membedakan posisi imam ketika jenazah laki-laki atau perempuan ini merupakan pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan juga pendapat yang sahih dari mazhab Syafi’iyyah. (Lihat Al-Ausath, 5: 418; Al-Majmu’, 5: 224-225; dan Al-Mughni, 3: 452)

Hal ini berdasarkan sebuah hadis dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Ketika beliau menyalatkan jenazah laki-laki, beliau berdiri sejajar dengan bagian kepala jenazah. Sedangkan ketika beliau menyalatkan jenazah perempuan, beliau berdiri sejajar dengan bagian tengah tubuh jenazah. Dikatakan kepada beliau radhiyallahu ‘anhu, “Apakah demikian yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?” Maka beliau menjawab,

نَعَمْ

“Iya.” (HR. Abu Dawud no. 3194, At-Tirmidzi no. 1034, Ibnu Majah no. 1494, dan Ahmad 19: 219, sahih)

Sebagian ulama berpendapat bahwa posisi imam itu tidak dibedakan, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Imam berdiri sejajar dengan bagian tengah jenazah secara mutlak. Ini adalah pendapat Imam Malik (Al-Mudawwanah, 1: 175), dan juga pendapat Imam Bukhari, seakan-akan beliau melemahkan hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. (Lihat Fathul Baari, 4: 201)

Adapun Imam Abu Hanifah rahimahullah berpendapat bahwa posisi imam adalah sejajar dengan dada, baik untuk jenazah laki-laki ataupun perempuan. Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata, “(Imam) berdiri sejajar dengan dada jenazah laki-laki dan perempuan, karena keduanya sama.” (Syarh Fathul Qadir, 4: 201)

Wallahu Ta’ala a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama, karena terdapat dalil (hadis) sahih yang membedakan posisi imam ketika jenazah yang disalatkan itu laki-laki atau perempuan.

Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata dalam komentar (ta’liq) terhadap kitab Fathul Baari ketika menyebutkan hadis Anas bin Malik, “Sanadnya jayyid, dan ini adalah dalil yang tegas tentang adanya perbedaan (posisi imam ketika menyalatkan jenazah laki-laki atau perempuan, pent.).”

Akan tetapi, perbedaan ini hanya berkaitan dengan manakah yang lebih afdal, tidak sampai mempengaruhi sah atau tidaknya salat jenazah. Artinya, jika imam berdiri sejajar dengan bagian kepala jenazah perempuan, salat jenazah tetap sah.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Dalam hadis ini terdapat dalil posisi seorang imam laki-laki ketika (menyalati) jenazah perempuan. Bahwa posisinya adalah sejajar dengan bagian tengah jenazah. Adapun jika jenazahnya laki-laki, maka posisinya adalah sejajar dengan kepala atau dada. Inilah yang dianjurkan. Akan tetapi, jika posisi imam itu sejajar dengan bagian manapun dari tubuh jenazah, salat jenazah tetap sah. Jika di depan imam itu terdapat bagian tubuh manapun dari si mayit, itu sudah mencukupi.

Akan tetapi, yang lebih afdal adalah apabila jenazah perempuan, maka berdiri sejajar dengan bagian tengah tubuhnya. Sedangkan apabila jenazah laki-laki, maka berdiri sejajar dengan kepala atau dada. Inilah yang menjadi sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika terdapat jenazah laki-laki dan perempuan sekaligus, maka yang paling dekat dengan imam adalah jenazah laki-laki, diikuti dengan jenazah perempuan, kemudian jenazah anak-anak jika ada. Inilah urutannya.” (Tashiilul Ilmaam, 3: 47)

Tidak diketahui secara pasti apa hikmah pembedaan tersebut. Sebagian ahli fikih mengatakan bahwa hikmahnya adalah agar bagian (maaf) pantat jenazah wanita itu bisa tertutup (tidak kelihatan) oleh jemaah yang berdiri di belakang imam. Akan tetapi, hal ini juga masih bisa dibantah bahwa jemaah yang berdiri di sebelah kanan atau kiri imam akan tetap bisa melihatnya. Selain itu, jenazah juga sudah ditutup dengan keranda. (Lihat Riyadhul Afhaam, 3: 243; Al-‘Uddah fi Syarhi Al-‘Umdah, 2: 780; dan Fathul Baari, 1: 430; 3: 201)

Meskipun kita tidak mengetahui secara pasti apakah hikmah perbedaan posisi imam tersebut, inilah di antara sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dituntunkan kepada kita. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/75030-posisi-imam-ketika-jenazah-yang-disalatkan-adalah-perempuan.html