Pria Ini Naik Haji Jalan Kaki dari Pekalongan ke Mekah

Keputusan luar biasa diambil Mochammad Khamim Setiawan. Pria berusia 28 tahun ini nekat memulai perjalanannya ke Mekah dengan berjalan kaki dari Kota Pekalongan, Jawa Tengah.

 

Khamim telah berjalan kaki sejak satu tahun lalu. Khamin memiliki alasan kenapa harus berjalan kaki ribuan kilometer untuk menjalankan Rukun Islam kelima itu. Katanya, dalam Alquran disebutkan, berjalan adalah bentuk murni dalam ibadah haji. Menurutnya,  semua  manusia hanyalah tamu Tuhan di bumi, karena itu dengan ikhlas ia memulai perjalanannya.

Dilansir dari laman Khaleejtimes, ia memulai perjalanannya lebih dari 9.000 km pada tanggal 28 Agustus 2016 dengan berbekal beberapa kemeja, dua celana, dua sepatu, 12 pasang kaus kaki, beberapa pakaian dalam, kantong tidur dan tenda, obor portabel, ponsel cerdas dan GPS.

Semua barang bawaannya ia kemas dalam satu ransel yang dihiasi dengan bendera mini Indonesia, dan mengenakan baju yang berbunyi ‘Saya dalam perjalanan ke Mekah dengan berjalan kaki’.

Sebelum memutuskan perjalanannya, ia mengatakan, telah menghindari semua hal yang berbau duniawi. Salah satunya meninggalkan bisnisnya di Indonesia. Diketahui Khamim memiliki gelar sarjana ekonomi dari Universitas Negeri Semarang dan memiliki perusahaan kontraktor yang cukup berkembang. Meski demikian, ia hanya membawa beberapa lembar rupiah di sakunya.

Alasan yang mendasari perjalanannya adalah tes kekuatan fisik dan spiritualnya. Dan yang lebih penting lagi, untuk berbagi pesan harapan, toleransi dan harmoni.

“Saya percaya bahwa melakukan haji bukan hanya demonstrasi solidaritas dengan orang-orang Muslim,” kata Mochammad dalam obrolan di Konsulat Indonesia di Dubai, beberapa waktu lalu.

Berjalan kaki ribuan kilometer, kata dia, juga caranya menunjukkan ketaatannya kepada Allah (SWT). Karena itu dalam perjalannya ia mempelajari Islam dari cendekiawan Muslim dan orang-orang dengan berbagai macam keyakinan yang ia temui di jalan, sekaligus mempelajari budaya mereka dan memahami toleransi.

“Saya juga melakukan jihad yang lebih besar, yang mendisiplinkan diri saya dan mengatasi perjuangan spiritual melawan dosa,” ujarnya.

Yang menarik, Khamim juga melakukan puasa setiap hari sepanjang perjalanannya dan dalam lima tahun terakhir, kecuali selama libur keagamaannya.

 

Sebelum perjalanannya, Khamim mengatakan  ia menghabiskan dua minggu di hutan Provinsi Banten di Indonesia untuk berlatih dan pengondisian fisik. Dia juga menghabiskan beberapa minggu di masjid untuk penguatan spiritual.

Karena dia berpuasa, dia hanya melakukan perjalanan di malam hari, mencakup setidaknya 50 km setiap hari saat dia dalam kondisi baik. Jika ia merasa lututnya lemah, ia hanya berjalan sejauh 10-15 km.

Sepanjang perjalanan, Khamim mengalami dua kali jatuh ketika ia berada di India dan Malaysia. Dia hanya makan makanan halal dan tidak mengonsumsi suplemen makanan. Andalannya hanya madu dicampur dengan air untuk membangun kekebalan tubuhnya terhadap cuaca buruk.

Dia menuturkan tidak pernah bertemu dengan perampok di jalan, tapi setidaknya bertemu ular berbisa tiga kali di hutan Malaysia. “Tapi secara ajaib, sebelum mereka bahkan bisa menggigit saya, mereka tiba-tiba terjatuh dan mati,” ujarnya.

Sepanjang jalan ia bercerita tidak pernah berharap mendapatkan makanan gratis di jalan, namun ia mengaku sering bertemu dengan dermawan yang memberinya makanan dan bekal.

“Saya disambut di sebuah kuil Budha di Thailand, orang-orang desa di Myanmar memberi saya makan, saya belajar dan bertemu dengan ilmuwan Muslim dari berbagai negara di masjid Jamaah Tabligh di India; dan saya berteman dengan pasangan Kristen Irlandia yang mengendarai sepeda di Yangon,” kenangnya.

Saat ini Khamim masih melakukan perjalanan. Rencananya pada Sabtu 3 Juni 2017 ini ia akan tiba di KBRI Abu Dhabi untuk menunggu visanya. Dari sana, dia akan melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Ia berharap sudah mencapai kota suci umat Islamitu sebelum 30 Agustus tahun ini.

Konsul Indonesia Murdi Primbani di Dubai mengatakan, Mochammad adalah panutan bagi kaum muda Muslim atas kerendahan hati, spiritualitas, inklusivitas dan tekadnya.

 

 

VIVA