Rajab Bulan Mulia: Puasa Sunah Kenapa tidak?

PADA prinsipnya puasa sunah dianjurkan untuk dilaksanakan sebanyak mungkin mengingat puasa sarat keutamaan lahir dan batin. Karenanya agama Islam tidak akan menghalangi pemeluknya yang ingin mengejar banyak keutamaan melalui puasa selain pada hari-hari tertentu yang dilarang. Teristimewa pula puasa yang diperintahkan Rasulullah SAW seperti puasa Rajab, maka anjuran agama semakin kuat.

Abu Bakar bin M Al-Hishni dalam karyanya Kifayatul Akhyar menyebutkan,

. : . : . :

Dianjurkan sekali memperbanyak puasa sunah. Timbul pertanyaan, apakah makruh puasa sepanjang masa? Imam Baghowi berpendapat, makruh. Sementara Imam Ghozali mengatakan, itu justru disunahkan. Sedangkan mayoritas ulama menjelaskan, selagi khawatir akan mudharat tertentu atau melalaikan kewajiban karenanya, maka puasa sepanjang masa hukumnya makruh. Tetapi jika tidak membawa akibat-akibat tertentu, maka tidak makruh.

Di samping anjuran puasa sebanyak mungkin mengingat besarnya keutamaan ibadah jenis ini, Rasulullah SAW menekankan agar umatnya tidak melewatkan kesempatan puasa pada bulan-bulan Haram (mulia) sebagai kesempatan emas. Syekh Yahya Abu Zakariya Al-Anshori dalam Tahrir Tanqihil Lubab mengatakan sebagai berikut.

:

Perintah berpuasa di bulan mulia tertera pada hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dan imam lainnya. Dan yang paling utama dari semua bulan itu adalah Muharram seperti hadis riwayat Imam Muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa paling afdal setelah Ramadan itu dikerjakan pada bulan Muharram.”

Adapun perihal bulan-bulan mulia ini, ada baiknya kita mengamati keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Muin berikut ini.

. .

Bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang paling utama ialah Muharram, kemudian Rajab, lalu Dzulhijjah, terus Dzulqadah, terakhir bulan Syaban.

Puasa yang lebih utama setelah puasa Ramadan, jelas puasa di bulan Muharram. Tetapi mana yang lebih utama setelah Muharram, ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan bulan Syaban jatuh setelah Muharram. Sementara Imam Royani memilih Rajab berada di posisi ketiga setelah Ramadan dan Muharram. Keterangan ini dikutip dari Kifayatul Akhyar. Pendapat Imam Royani sejurus dengan keterangan sebelumnya di Fathul Muin.

Dalam Ianatut Tholibin, Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi mengemukakan sejumlah catatan soal Rajab sebagai salah satu bulan mulia di sisi Allah dan Rasulnya.

. . .

“Rajab” merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti memuliakan. Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashobb” karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini. Ia bisa juga dipanggil “Al-Ashomm” karena tidak terdengar gemerincing senjata untuk berkelahi pada bulan ini. Boleh jadi juga disebut “Rajam” karena musuh dan setan-setan itu dilempari sehingga mereka tidak jadi menyakiti para wali dan orang-orang saleh.

Dari uraian di atas, kita memperoleh keterangan terkait bulan-bulan terhormat yang mana kita disunahkan untuk berpuasa pada bulan yang dimuliakan Allah SWT dan Rasulnya SAW itu. Wallahu Alam. (Alhafiz K/nuol)